– Mountain = Gunung
– Mountaineer = Orang yang
berkegiatan di gunung
– Mountaineering = Segala
sesuatu yang berkaitan dengan
gunung atau dalam arti yang luas
berarti suatu perjalanan yang
meliputi mulai dari hill walking
sampai pendakian ke puncak-
puncak gunung yang sulit
Banyak alasan orang melakukan
kegiatan mountaineering namun
pada dasarnya keitan itu
dilakukan untuk :
1. Mata pencaharian
2. Adat Istiadat
3. Agama /Kepercayaan
4. Ilmu Pengetahuan
5. Petualangan
6. Olahraga
7. Rekreasi
B. TERMONOLOGI GUNUNG
a) Gunung : Suatu puncak
ketinggian dari atas permukaan
laut dan dataran di sekelilingnya.
b) Pegunungan :
Barisan/sekumpulan gunung
yang saling berdekatan.
c) Bukit : Gunung Yang
ketinggianya tidak lebih dari 600
mdpl
d) Perbukitan :
Barisan/sekumpulan bukit yang
saling berdekatan.
e) Tebing : Lereng pada dinding
gunung yang terjal
f) Sadel : Pertemuan dua titik
pada satu punggungan
g) Pass : Celah panjang diantara
dua punggungan
h) Col : Celah sempit diantara dua
puncak
i) Plateau : Dataran tinggi diatas
daerah ketinggian
j) Summit : Puncak
C. SEJARAH SINGKAT
MOUNTAINEERING
Pendakian gunung sebenarnya
telah dilakukan oleh para nenek
moyang kita yang dimulai
dengan bapak manuasia Nabi
Adam AS yang menjelajahi bukit
tursina untuk mencari cintanya
Siti Hawa. Siti Hajar yang telah
lintas dari bukit marwah ke bukit
Safa ditemani dengan sherpa
JIBRIL untuk mencari air bagi
ismail yang lagi kehausan. Dan
pendakian demi pendakian
hingga saat ini masih terus
berlangsung dan kelak (tak lama
lagi ) giliran kalian untuk
melanjutkan amanah menjaga
kelanggengan kemanusian.
1. Hill Walking/Hiking
Hill walking atau yang lebih
dikenal sebagai hiking adalah
sebuah kegiatan mendaki daerah
perbukitan atau menjelajah
kawasan bukit yang biasanya
tidak terlalu tinggi dengan
derajat kemiringan rata-rata di
bawah 45 derajat. Dalam hiking
tidak dibutuhkan alat bantu
khusus, hanya mengandalkan
kedua kaki sebagai media
utamanya. Tangan digunakan
sesekali untuk memegang
tongkat jelajah (di kepramukaan
dikenal dengan nama stock atau
tongkat pandu) sebagai alat
bantu. Jadi hiking ini lebih simpel
dan mudah untuk dilakukan.
Level berikutnya dalam
mountaineering adalah
scrambling. Dalam
pelaksanaannya, scrambling
merupakan kegiatan mendaki
gunung ke wilayah-wilayah
dataran tinggi pegunungan (yang
lebih tinggi dari bukit) yang
kemiringannya lebih ekstrim
(kira-kira di atas 45 derajat).
Kalau dalam hiking kaki sebagai
‘alat’ utama maka untuk
scrambling selain kaki, tangan
sangat dibutuhkan sebagai
penyeimbang atau membantu
gerakan mendaki. Karena derajat
kemiringan dataran yang
lumayan ekstrim, keseimbangan
pendaki perlu dijaga dengan
gerakan tangan yang mencari
pegangan. Dalam scrambling, tali
sebagai alat bantu mulai
dibutuhkan untuk menjamin
pergerakan naik dan
keseimbangan tubuh.
Berbeda dengan hiking dan
scrambling, level mountaineering
yang paling ekstrim adalah
climbing! Climbing mutlak
memerlukan alat bantu khusus
seperti karabiner, tali panjat,
harness, figure of eight, sling, dan
sederetan peralatan
mountaineering lainnya.
Kebutuhan alat bantu itu
memang sesuai dengan medan
jelajah climbing yang sangat
ekstrim. Bayangkan saja,
kegiatan climbing ini
menggunakan wahana tebing
batu yang kemiringannya lebih
dari 80 derajat.
Peralatan dasar kegiatan alam
bebas seperti ransel, vedples
(botol air), sepatu gunung,
pakaian gunung, tenda, misting
(rantang masak outdoor),
kompor lapangan, topi rimba,
peta, kompas, altimeter, pisau,
korek, senter, alat tulis, dan
matras mutlak dibutuhkan selain
alat bantu khusus
mountaineering seperti tali
houserlite/kernmantel,
karabiner, figure of eight, sling,
prusik, bolt, webbing, harness,
dan alat bantu khusus lainnya
yang dibutuhkan sesuai level
kegiatannya.
1. Bahaya Objectif
a) Kondisi Bentuk Permukaan
Bumi (Terrain);
Apakah Terrain berpemukaan:
datar, curam, patahan-patahan,
tonjolan-tonjolan dan gabungan
dari beberapa bentuk. Masing-
massing memiliki bahaya sendiri-
sendiri. Apakah kondisi
permukaan itu terbentuk oleh
tanah padat, gembur, berair,
becek, rawa, sungai, pasir, kerikil
bulat, krikil tajam, batuan lepas,
batuan padat dan serterusnya.
Masing- masing juga memeiliki
sifat-sifat tersendiri yang
tentunya memeiliki potensi-
potensi bahaya.
b) Bentuk-bentuk Kehidupan
(living Form);
• Kehidupan Binatang: Mulai
kehidupan Micro organisme yang
sederhana hingga binatang-
binatang besar dapat menjadi
potensi bahaya. Secara umum
potensi itu adalah :
– Dapat menimbulkan penyakit.
– Dapat menularkan penyakit.
– Beracun bila menyengat,
bersentuhan atau menggigit.
– Beracun bila dimakan.
– Karena ukurannya besar dapat
berbahaya bila menyerang.
– Binatang besar pemangsa.
– Minimbulkan/mengeluarkan
zat-zat kimia yang membuat
sangat tidak nyaman.
• Tumbuh-tumbuhan
Potensi bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh tumbuhan
adalah : ‘
– Kerapatan tumbuhan dapat
menghambat dan mencederai
kita dalam pergerakan.
– Kerapatan tumbuhan dapat
menghambat jarak dan
keleluasaan pandangan
(visibility) sehingga menyulitkan
orientasi.
– Mempunyai duri-duri atau
getah beracun yang dapat
mencederai kita.
– Mengandung racun bila
dimakan.
Tetapi harus dicatat, dalam
situasi survival ada tidaknya
binatang dan tumbuhan yang
dapat kita manfaatkan juga
merupakan problem bagi kita
untuk sumber makakan, shelter,
bahan bakar, perlengkapan
pengganti dll.
f) Kondisi Akibat/Pengaruh
Yang dimaksud dengan kondisi
akibat atau pengaruh adalah
suatu kondisi yang pada
umumnya/biasanya tidak
merupakan potensi bahaya,
tetapi akibat pengaruh tertentu
menjadikannya sebagai potensi
atau bahaya. Beberapa contoh
misalnya :
– Adanya bangkai binatang besar
diatas aliran sungai yang sangat
jernih dihutan atau digunung
yang kita gunakan sebagai
sumber air.
– Adanya ganggang beracun pada
genangan air tetrentu yang kita
anggap sebagai sumber air yang
baik.
– Munculnya gas beracun di
wilayah gunung berapi dimana
biasanya wilayah tersebut aman.
Hal ini mungkin akibat aktivitas
gunung berapi beraktivitas diluar
normalnya.
– Jenis-jenis ikan tertentu yang
biasanya tidak beracun menjadi
ikan beracun bila dikonsumsi
akibat adanya kandungan
mineral tertentu atau micro
organisme tertentu diperairan
habitatnya.
– Dan contoh lainnya.
g) Kondisi Sosial Budaya
“Lain padang lain belalangnya,
lain lubuk lain pula ikannya”,
demikian kata peribahasa. Setiap
daerah memang memiliki adat-
istiadat tersendiri. Kesalahan
kita dalam menghargai adat
istiadat setempat dapat
menimbulkan kesalahpahaman.
Rasa tidak suka, penolakan
terhadap kehadiran kita akan
menimbulkan ketidaknyamanan
dan atau rasa tidak aman pada
diri kita. Hal ini bila berlanjut
dapat menjadi potensi bahaya
yang tidak jarang pula menjadi
bahaya. Tidak jarang pula
masyarakat pedalaman yang
akan merasa tidak aman bila
wilayahnya dimasuki orang
asing. Bagi kita sikap mereka
sering kita anggap agresif, yang
sesungguhnya itu adalah
manifestasi dari rasa tidak aman
itu. Pendekatan yang cermat
perlu kita lakukan agar situasi
itu tidak menjadi potensi bahaya.
2. Bahaya Subjektif
a. Kondisi Kebugaran (fitness)
Subject : Berkegiatan di alam
terbuka dalam tingkatan
tertentu menuntut kebugaran
tubuh pelakunya. Tidak saja
sitem peredaran darahnya
(cardios culary), metabolisme
tubuh, kekuatan otot-ototnya,
tetapi juga daya pertahanan
tubuhnya terhadap perubahan-
perubahan cuaca (berkaitan
dengan temperatur, kebasahan
angin). Sering juga berkegiatan di
gunung dan hutan
mengharuskan kita melakukan
irama dan siklus kehidupan yang
tidak teratur. Atau setidaknya
tidak sebagaimana pada
kehidupan kita sehari-hari.
Situasi dan kondisi ini dapat
menjadi potensi bahaya apabila
kebugaran tubuh pelaku tidak
dapat memenuhi sebagaimana
yang dituntut kegiatan itu.
c. Kondisi Kemampuan
Kemanusiaan (Human Skills)
Sebentuk kondisi kemampuan
kemanusiaan juga dituntut
dalam berkegiatan di alam
bebas. Apa yang sering kita
dengar sebagai mental yang kuat
dan emosi yang stabil itu yang
dituntut. Tetapi uraian dari
mental yang kuat itu sendiri
jarang kita dengar. Pengertian
mental itu sendiri adalah
bagaimana “sikap berfikir kita
dalam mengontrol aksi gerak
tubuh/tindakan kita”. Dengan
kata lain bagaimana kita
terhadap sebentuk situasi dan
kondisi: Menilai, Menganalisa,
Merasionalisasikannya,
Mengambil/Menentukan
keputusan, serta Melaksanakan
keputusan itu. Hal-hal diatas
terntu saja menuntut sebentuk
perilaku positif manusia. Seperti :
Leadership, Judgement,
Determination, Integrity,
Patience/Kecermatan, dan
seterusnya untuk dapat
melaksanakannya dengan baik.
Emosi adalah sebentuk reaksi
perasaan yang timbul bila
menghadapi situasi dan kondisi
tertentu. Dapat dianggap sebagai
suatu kewajaran, tetapi tidak
jarang sesungguhnya tidak
bersifat rasional. Rasa Takut,
Kesal, Kesepian, Patah Semangat,
Frustasi, adalah contoh-contoh
yang dapat berkembang menjadi
potensi bahaya.
d. Kondisi Kemampuan
Pemahaman Lingkungan
(Enviromental Skills)
Pamahaman akan segala bentuk
sifat dan karakter dari
lingkungan gunung dan hutan
dituntut bagi pelaku yang
berkegiatan disana. Segala sifat
dan karakter lingkungan yang
dapat menjadi potensi bahaya
harus bisa dinilainya; tetapi sifat
dan karakter yanhg dapat
dimanfaatkan harus pula dapat
dipahaminya. Sifat dan karakter
lingkungan itu bukan dianggap
sebagai musuh, tetapi bagaimana
ia harus mampu bernegosiasi
dengan segala kemampuan yang
dimilinya. Ketidakmampuan
memahami segala karakter dan
sifat lingkungan dimana ia
berkegiatan akan dapat
menimbulkan potensi bahaya.