Anda di halaman 1dari 6

OLAHRAGA PANJAT TEBING

Penulis : Fildzah Amalia


Kelompok : 21 (Sepak Takraw)
 Pendahuluan

Panjat tebing merupakan salah satu cabang olahraga yang saat ini mulai
digemari oleh masyarakat Indonesia khususnya para pemuda dan orang yang
berjiwa muda. Hal ini terlihat dari bertambah banyaknya perkumpulan olahraga
panjat tebing baik di kota mupun didaerah, yang tergabung dalam suatu
perkumpulan Federasi Panjat Tebing Indonesia yang biasa disingkat dengan
FPTI, komunitas pencinta alam, klub panjat tebing, dan lain-lain. Sejalan dengan
perkembangan olahraga di indonesia salah satunya adalah olahraga panjat.
Olahraga panjat terbagi menjadi dua macam yakni panjat tebing yang
dilaksanakan di tebing yang sesungguhnya dan panjat dinding yang di
laksanakan di dinding buatan. Sebagai mana di ketahui olahraga panjat dinding
termasuk jenis kategori olahraga populer di kalangan remaja pada akhir-akhir ini,
hal ini terbukti dengan seringnya di laksanakan kejuaraan-kejuaraan panjat
dinding dari sekala daerah, nasional, bahkan sampai tingkat nasional. Olahraga
panjat dinding tersebut telah di gemari dan di jadikan olahraga tantangan bagi
para generasi muda, di samping itu olahraga yang penuh tantangan dan harus di
lakukan dengan keberanian dan keterampilan ini merupakan salah satu olahraga
kompetitif (prestasi) sehingga pembinaannya harus dilakukan dengan sebaik-
baiknya agar tujuan akhir mencapai prestasi maksimal dapat terwujud.

 Pembahasan
Olahraga panjat tebing atau yang lebih dikenal dengan climbing
merupakan kegiatan yang memiliki nilai-nilai olahraga sekaligus nilai
petualangan di alam bebas yang memiliki daya tarik tersendiri, seperti kesulitan
yang beraneka ragam yang terdapat pada lekukan-lekukan yang dibuat sesuai
dengan keinginan serta tingkat kesulitannya. Olahraga panjat tebing pertama
dikenal di kawasan Eropa tepatnta di pegunungan Alpen  dan pada tahun 1910.
Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) didirikan 21 April 1988 yang
sebelumnya Federasi Panjat Gunung dan Tebing Indonesia (FPTGI). Di
Indonesia sendiri olahraga panjat tebing telah cukup memasyarakat dan
berkembang pesat. Hal ini terbukti dengan adanya banyak agenda kegiatan
ekspedisi panjat tebing maupun kompetisi panjat tebing buatan yang dilakukan
oleh organisasi pencinta alam atau perkumpulan pemanjat baik tingkat daerah
maupun nasional. Olahraga panjat tebing buatan telah menjadi salah satu cabang
olahraga yang dipertandingkan pada Pekan Olahraga Nasional (PON), Sea
games serta pada kejuaran dunia korea pada tanggal 19-21 Oktober 2012.
Ada dua sistem yang biasa digunakan dalam olahraga panjat tebing yaitu
sistem alpine(alpine push) dan Himalayan(Himalayan style)
1. alpine(alpine push)
Dalam sistem ini pemanjat melakukan pemanjatan sampai puncak tanpa
turun kecamp, jadi pemanjat selalu ada ditebing saat tidur sekalipun (hanging
bivoac) segala aktivitas diluar pemanjatan dilakukan ditebing untuk ini segala
peralatan dan perbekalan harus benar benar diperhitungkan . penggunaan sistem
ini juga harus memperhitungkan personil yang bertugas mengangkat barang-
barang tersebut dengan sistem load carry.jadi dibutuhkan mimimal 3 personil (1
orang leader, 1orang belayer, 1orang load carry) setelah pemanjat terakir(person
load carry) sampai dipitch atasnya , tali(fixe rope) yang digunakan naik dengan
sistem jumaring langsung digulung untuk dibawa keatas . jadi tidak ada tali
menggantung  untuk turun sebelum sampai puncak.
Keuntungan
1. Pemanjat tidak usah turun kedasar (base camp) untuk istirahat (malam)
dan naik lagi ke pitch terakhir untuk melakukan pemanjatan.
2. Jumlah tali yang dibutuhkan relative sedikit (min 3roll)
3. Waktu pemanjatan lebih singkat.
Kelemahan
1. Segala sesuatu mulai dari membuka jalur dan yang mengevakuasi barang-
barang keperluan diatas harus dilakukan sendiri oleh leade  atau bellayer
tersebut  (termasuk pemasangan lintasan untuk load carry).
2. Waktu istirahat malam hari kurang karena tidur menggantung.

2. Himalayan style
pemanjatan dilakukan sampai sore, kemudian pemanjat turun ke camp dasar dan
pemanjatan diteruskan besok pagi. Tali sampai pitch terakhir ditinggal untuk
melanjutkan pemanjatan besok, jadi sebelum leader dan bellayer melakukan
pemanjatan mereka akan melakukan jumaring sampai pitch terakhir kemudian
baru leader melakukan pemanjatan.  
Kelebihan
1. Cukup dibutuhkan dua orang personil untuk membuka jalur ( leader dan
bellayer ).
2. Pemanjat dapat beristirahat dengan nyaman di base camp.
3. Satu orang yang sudah mencapai sudah dianggap berhasil
 Kekurangan
1. Butuh banyak peralatan terutama tali, panjang tali disesuaikan dengan
panjang lintasan yang akan dilakukan dalam pemanjatan.
2. Waktu pemanjatan lebih lama.

Teknik-teknik pemanjatan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan seluruh


medan tebing, antara lain:
• Face Climbing, Yaitu pemanjatan pada permukaan tebing yang memanfaatkan
tonjolan batu(point) atau rongga yang memadai yang digunakan sebagai pijakan
kaki, pegangan tangan maupun penjaga keseimbangan tubuh.
• Friction / Slab Climbing, Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya
gesekan sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak
terlaluvertical, kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan.
Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang
normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal di atas
kaki akan memberikan gaya gesek yang baik, sehingga pemanjatan dapat
dilakukan dengan lebih mudah.
• Fissure Climbing, Teknik pemanjatan dengan fissure climbing ini lebih
memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan untuk melakukan
panjatan.
Dengan cara demikian, maka beberapa pengembangan dari fissure climbing,
dikenal teknik-teknik dengan tehnik sebagai berikut ;
a. Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu
besar. Jari-jari tangan, kaki, ataupun bagian-bagian tangan hingga bahu pemanjat
dapat dimanfaatkan sebagai tehnik untuk memanjat dengan cara
memanfaatkan crack/retakan pada tebing untuk melakukan pemanjatan. Peralatan
yang digunakan secara mayoritas adalah pengaman sisip.
b. Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar pada
tebing(chimney). Badan masuk di antara celah, dengan punggung menempel dan
mendorong di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing
depan, dan sebelah lagi menempel ke tebing yang berrada dibelakang pemanjat.
Kedua tangan diletakkan menempel pada tebing. Kedua tangan membantu
mendorong ke atas bersamaan dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan
berat badan.
c. Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar
(gullies).Tehnik ini menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada
kedua permukaan tebing. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan
dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
d. Lay back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan
kekuatantangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut
dengan posisi badan membeban ke belakang dan menempel kesisi tebing, untuk
memperkuat pegangan pemanjatnya. kedua kaki berpijak dan mendorong pada
tepi celah yang berlawanan untuk menghasilkan daya angkat.
e. Hand traverse, Teknik memanjat pada tebing dengan gerak menyamping
(horizontal). Hal ini dilakukan bila pegangan yang ideal sangat minim dan untuk
memanjat verticalsudah tidak memungkinkan lagi. Teknik ini sangat rawan, dan
banyak memakan tenaga karena seluruh berat badan tertumpu pada tangan,
sedapat
 mungkin pegangan tangan dibantu dengan pijakan kaki (ujung kaki) agar berat
badan dapat terbagi lebih rata.
f. Mantelself, Teknik memanjat tonjolan-tonjolan (teras-teras kecil) yang letaknya
agak tinggi, namun cukup besar untuk diandalkan sebagai tempat berdiri
selanjutnya. Kedua tangan digunakan untuk menarik berat badan, dibantu dengan
pergerakan kaki. Bila tonjolan-tonjolan tersebut setinggi paha atau dada maka
posisi tangan berubah dari menarik menjadi menekan untuk mengangkat berat
badan yang dibantu dengan dorongan kaki.
Berikut jenis-jenis pemanjatan berdasarkan peralatan yang digunakan
dalam pemanjatan tebing:
a. Free Climbing, Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman
yang paling baik adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan
dengan adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti
prosedur yang tepat. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai
pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi
walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu bergerak atau melanjutkan
pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki diamankan oleh belayer.
b. Free Soloing Climbing, Merupakan bagian dari free climbing, tetapi si pendaki
benar-benar melakukan dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.
Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk
melakukan free soloing climbing, seorang pendaki harus benar-benar mengetahui
segala bentuk rintangan dan keputusan untuk pergerakan pada rute yang dilalui.
Bahkan kadang-kadang ia harus menghafalkan dahulu segala gerakan, baik itu
tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free
soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko
yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang
mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.
c. Atrificial Climbing, Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan,
seperti piton, bolt, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian
sering sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan
tumpuan atau peluang gerak yang memadai.
 Kesimpuan
Olahraga panjat tebing pertama dikenal di kawasan Eropa tepatnta di
pegunungan Alpen  dan pada tahun 1910, penggunaan alat dalam panjat tebing
mulai diperkenalkan meskipun masih terbatas namun untuk  teknik pemanjatan
tebing dengan menggunakan tali mulai dikenal tahun 1920. di Indonesia sendiri
panjat tebing mulai dikenal tahun 1960 yang dirintis oleh Mapala
UI dan Wanadri diantaranya: Harry Suliztianto, Agus Resmonohadi, Heri
Hermanu, dan Deddy Hikmat yang memulai latihan di tebing Citatah Jawa Barat
setelah itu berdirilah FPTGI diikrarkan di tugu monas 21 April 1988 lalu FPTGI
berubah nama menjadi FPTI (Federasi Panjat Tebing Indonesia). Dan tahun 1992
diakui sebagai anggota Union Internationale des Association d Alpinisme (UIAA)
yang mewadahi organisasai panjat tebing dan gunung Internasional.
 Saran

Olahraga panjat tebing merupakan olahraga yang memiliki tingkat kesulitan


tinggi dan penuh dengan tantangan sehingga pada saat memanjat orang tersebut
harus memiliki fisik yang kuat, pematangan teknik untuk dapat menempatkan
posisi tubuh lebih tepat agar tidak jatuh. Strategi sangat diperlukan dalam
setiap pemanjatan tebing, selalu sensitif membaca keadaan, baik terhadap
kemampuan diri maupun keadaan medan yang ada, sensitif dengan
keketerbatasan-keterbatasan yang mungkin timbul dan selalu dapat mengambil
keputusan untuk memnfaatkan kemampuan diri maupun alat semaksimal
mungkin, me-manage semua sumber daya sebaik mungkin untuk dapat meraih
tujuan pemanjatan.
Daftar Pustaka
http://digilib.unimed.ac.id/9033/6/072266310015%20BAB%20I.pdf
http://repository.upi.edu/10359/3/s_por_0705172_chapter1.pdf
https://www.scribd.com/document/417026862/TUGAS-MAKALAH-PANJAT

Anda mungkin juga menyukai