Bouldering
Panjat Tebing atau istilah asingnya dikenal dengan Rock Climbing merupakan
salah satu dari sekian banyak olah raga alam bebas dan merupakan salah satu
bagian dari mendaki gunung yang tidak bisa dilakukan dengan cara berjalan kaki
melainkan harus menggunakan peralatan dan teknik-teknik tertentu untuk bisa
melewatinya. Pada umumnya panjat tebing dilakukan pada daerah yang
berkontur batuan tebing dengan sudut kemiringan mencapai lebih dari 45 dan
mempunyai tingkat kesulitan tertentu.
Pada dasarnya Panjat Tebing adalah suatu olahraga yang mengutamakan
kelenturan dan kekuatan tubuh, kecerdikan serta keterampilan baik
menggunakan Peralatan maupun tidak dalam menyiasati tebing itu sendiri
dengan memanfaatkan cacat batuan.
Pada perkembangannya kegiatan panjat tebing berevolusi menjadi berbagai
dimensi kegiatan: olahraga yang mengejar prestasi, petualangan yang mengejar
kepuasan pribadi, dan sebagai kegiatan profesi untuk mencari nafkah yaitu Kerja
Pada Ketinggian.
Tahun 1982, terjadi tragedi dengan merenggut korban tewas pertama panjat
tebing Indonesia adalah Ahmad, salah satu pemanjat asal Bandung, tragedi
terjadi ketika melakukan pemanjatan pada Tebing 48 di Citatah.
Pada tahun 1984, Skygers dan Gabungan Anak Petualang memanjat Tebing
Lingga di Trenggalek, Jawa Timur serta Tebing Ulu Watu di Bali.
Tahun 1985, Tebing Sorelo,Lahat,Sumatra Selatan. dipanjat oleh Team Ekspedisi
Anak Nakal.
Pada tahun 1986, Kelompok Gabungan Exclusive berhasil memanjat Tebing
Bambatuang di Sulawesi Selatan, Lalu Kelompok Unit Kenal Lingkungan
Universitas Padjadjaran memanjat Gunung Lanang di Jawa Timur, Team Jayagiri
merampungkan Dinding Ponot di Bendungan, Si Gura gura, Sumatra Utara.
Ekspedisi Jayagiri mengulang pemanjatan Eiger, berhasil dengan menciptakan
lintasan baru. Sebagai catatan, bahwa kompetisi panjat tebing pertama di dunia
diselenggarakan di Uni Soviet, kompetisi dilaksanakan pada tebing alam dan
sempat ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia.
Tercatat pada tahun 1987, Ekspedisi Wanadri yang menyelesaikan pemanjatan di
Tebing Unta di Kalimantan Barat, Kelompok Trupala memanjat Tebing Gajah di
Jawa Tengah dan Skygers memanjat Tebing Sepikul di Jawa Timur. Pada tahun ini
pula lomba panjat tebing di Indonesia yang pertama dilaksanakan, yaitu di
Tebing Pantai Jimbaran, Bali.
Tahun 1988, Kantor Menpora bekerjasama dengan Kedutaan Besar Perancis
mengundang empat pemanjat mereka untuk memeperkenalkan dinding panjat
serta memberikan kursus pemanjatan. Pada akhir acara, terbentuk Federasi
Panjat Gunung dan Tebing Indonesia (FPTGI), yang diketuai oleh Harry Suliztiarto.
Pada tahun yang sama Aranyacala Trisakti mengadakan ekspedisi panjat tebing,
pada Tower III,Tebing Parang, Jawa Barat. yang dipanjat oleh kelompok yang
kesemua anggotanya putri. Kelompok putranya memanjat Tebing Gunung
Kembar di Citeureup,Bogor. Sandy Febryanto (Alm) dan Djati Pranoto melakukan
panjat kebut yang pertama dilakukan di Indonesia, di Tower I Tebing Parang, yang
mana merupakan pemanjat tebing besar pertama yang dilakukan tanpa
menggunakan alat pengaman, waktu yang diperlukan adalah empat jam.
Pada tahun ini(1988), Ekspedisi Jayagiri Speed Climbing memerlukan waktu lima
hari pemanjatan dan menjadi penyebab kagagalan untuk memenuhi target dua
hari pemanjatan di Dinding Utara Eiger, Alpen, Perancis. Sedangkan ekspedisi
dari Pataga Jakarta berhasil menciptakan lintasan baru pada dinding yang sama.
Keberangkatan Sandy Febriyanto dan Djati Pranoto ke Yosemite, AS. untuk
memanjat Half Dome guna memecahkan rekor Speed Climbing, pada tahun
1988, dan mengalami kegagalan pula di El Capitan.
FPTI didirikan pada tanggal 21 April 1988, dengan dukungan beberapa pengurus
cabang serta pengurus daerah lain. Dengan tujuan menciptakan pemanjat
indonesia yang mampu berprestasi baik ditingkat nasional maupun internasional.
SISTEM PEMANJATAN
a.
Alpine Tactics yaitu Sistem Pemanjatan yang ditempuh dengan tujuan
mencapai puncak dengan membawa seluruh prlengkapan dan Peralatan
pemanjatan biasanya climber bermalam diatas tebing/Flying Camp, tanpa
kembali lagi ke shelter induk. Biasanya pada sistem ini seorang climber harus
TEHNIK PEMANJATAN
a.
Free Climbing yaitu Tehnik memanjat yang hanya menggunakan
keterampilan tangan dan kaki, sedangkan peralatan hanya digunakan untuk
mengamankan diri pemanjat itu sendiri bila jatuh dan tidak digunakan untuk
menambah ketinggian. Biasanya digunakan pada lomba memanjat.
b.
Bouldering yaitu Tehnik pemanjatan yang dilakukan pada tebing-tebing
pendek secara rutinitas, biasanya dilakukan untuk melatih kemampuan seorang
climber.
c.
Soloing yaitu Tehnik pemanjatan yang dilakukan baik tebing pendek
ataupun tinggi dengan sendiri tanpa menggunakan peralatan.
d.
Aid (Artificial) Climbing yaitu biasanya pada tehnik pemanjatan ini,
pemanjat menggunakan secara langsung peralatan untuk menambah ketinggian
pemanjatannya. Biasanya digunakan pada pembuatan jalur.
Fungsi Tangan
Pada latihan, usahakan sebanyak mungkin menggunakan seluruh jari tangan
untuk memegang atau menekan, karena pada suatu saat kita akan dihadapkan
pada situasi di mana hold atau crack hanya cukup untuk dua jari. Tanpa latihan
yang baik kesulitan ini akan menghambat gerakan selanjutnya.Selagi memanjat,
batasi jangkauan tangan agar keseimbangan tidak terganggu. Tentu saja suatu
saat kita harus menjangkau hold atau crack yang cukup jauh. Pada situasi seperti
ini bergeraklah dengan hati-hati. Pastikan bahwa pijakan dan pegangan sudah
mantap. Yang penting untuk diperhatikan oleh para pemula pada waktu
memanjat ialah bagaimana menempatkan kaki, pegangan dan menjaga
keseimbangan agar kelelahan pada tangan dapat teratasi.
Handholds
Hold ada bermacam-macam bentuk, ukuran dan posisi. Yang perlu diingat,
kemampuan mengkombinasikan gerakan memanjat dengan mempergunakan
handhold dan foothold (pijakan kaki) dengan baik dan benar, sesuai dengan titik
keseimbangan posisi yang dihadapi pada saat itu. Pegangan terbaik bagi
pemanjat, jika keseluruhan jaritangannya dapat berpegang. Pegangan semacam
Ini disebut handhold atau jug handle. Pegangan semacam ini menambah
keyakinan si pemanjat untuk bergerak lebih lanjut. Memang bisa dikatakan
pegangan semacam inilah yang merupakan surga bagi pemanjat tebing.
Fingerholds
Hold yang lebih kecil dari handhold, dimana jari-jari hanya menempel kira-kira
satu ruas, disebut fingerhold. Pada fingerhold usahakan merapatkan jari-jari ke
permukaan tebing dengan man up, sehingga seluruh kekuatan dapat terpusat ke
ruas jari yang berpegangan pada hold. Cara ini mencegah jari-jari terpeleset dari
hold.
Pinchgrip
Pada suatu ketika akan ditemui jenis pegangan yang untuk memegangnya harus
mencubit dengan menekankan jari-jari dan ibu jari pada arah yang
berlawanan.
Biasanya pinchgrip berada pada posisi miring dan vertikal.
Undercling
Dasar teknik ini, tekanan tangan dan kaki pada arah yang berlawanan. Tangan
berpegang pada bibir crack atau tonjolan batu yang menghadap ke bawah
dengan tarikan ke atas. Sementara itu kaki menekan dengan mantap di dinding
tebing. Akibat tarikan tangan yang memberi gay a ke atas kaki dapat tertekan ke
dinding tebing. Untuk bergerak lebih lanjut, jaga agar posisi ini tetap mantap
sebelum tangan yang satu dilepas untuk mencari pegangan yang lain.Yang perlu
diperhatikan pada posisi ini, ialah titik keseimbangan. Usahakan sedemikian
hingga titik keseimbangan tetap terkontrol meskipun hanya dengan satu tangan
yang memberi gaya tarikan.
Jamming
Pada tebing-tebing batu sering dijumpai crack yang terlalu lebar untukdapat
dipakai sebagai pijakan atau pegangan. Untuk mengatasi crack semacam ini
dipergunakan teknik khusus yang disebut jamming. Dasar teknik ini dibagi dua:
jepitan tangan (hand jam) dan jepitan kaki (foot jam). Dengan cara
menempatkan kaki atau tangan ke dalam crack agar terjepit, maka akan timbul
gaya gesekan antara kaki atau tangan dengan tebing. Cara menempatkan kaki
atau tangan tergantung pada kondisi crock itu sendiri.
Layback
Teknik ini dipergunakan pada crack vertikal ataupun tonjolan vertikal di tebing
yang cukup panjang. Prinsip teknik ini hampir sarna dengan undercling, hanya
saja lebih banyak tenaga yang terkuras akibat panjangnya medan yang harus
dilalui. Gerakan kaki dan tangan harus berirama. Artinya, gerakan hanya satu
per satu dan kompak. Jika tangan bergerak, maka yang lain tetap di tempat.
Setelah tangan mantap berpegang, satu per satu kaki digerakkan keatas.
Meskipun teknik ini menguras tenaga, namun suatu saat akan diperlukan. Untuk
itu latihlah teknik layback ini. Tidak harus di tebing, di pagar besipun dapat
dilakukuan.
Helm, pada pemanjatan tebing berfungsi kurang lebih sama dengan helm pada
umumnya yaitu untuk melindungi kepala dari benturan. Helm digunakan untuk
pemanjatan pada tebing alam, selain untuk menhindari benturan kepada pada
tebing juga untuk mengurangi risiko jika tertimpa banda jatuh. Untuk
pemanjatan artifisial (terutama saat kompetisi) penggunaan helm tidak lazim.
Kernmantle rope/Tali kernmantle, merupakan peralatan pengaman utama bagi
pemanjat dari kejatuhan dengan jarak ketinggian tertentu. Panjang Kernmantle
rope rata-rata adalah 70 meter. Jenis kernmantle untuk pemanjatan terbagi
menjadi dua: dinamik dan statik. Tali dinamis biasa digunakan untuk pemanjatan
dengan teknik lead (rintisan) karena ketika pemanjat terjatuh akan mempunyai
elastitas yang cukup baik sehingga menghindari terjadi cedera dalam
(khususnya tulang belakang). Tali statik pun tidak sarankan untuk digunakan
mengingat elastitasnya yang sangat rendah yang berbahaya pada energi yang
terpaksa harus diterima oleh tubuh jika terbebani saat pemanjat terjadi.
Climbing Shoes/Sepatu Panjat untuk panjat tebing maupun panjat dinding
memiliki kesamaan fungsi, yaitu untuk membantu pemanjat untuk berpijak pada
permukaan vertikal, dan melindungi kaki dari tajamnya bebatuan maupun
gesekan bebatuan yang kasar.
Chalk bag/Kantung kapur, merupakan sebuah tas kantung untuk menampung
bubuk magnesium klorida, yang membantu pemanjat mengurangi kelembapan
pada telapak tangan ketika melakukan pemanjatan, sehingga dapat membuat
pegangan pemanjat tetap stabil.
Sling, sangat bermanfaat pada panjat tebing maupun panjat dinding, sling
dapat digunakan sebagai runners, back up maupun menjadi bagian pengaman
lainnya. Sling dibagi menjadi dua macam, sling prusik dan sling webbing, untuk
panjang dan diameter sling memiliki banyak variasi.
Full Body harness, merupakan peralatan panjat yang dikenakan pada tubuh.
Body harness biasa digunakan untuk dunia kerja, rescue dan flying fox. Body
harness membantu penggunanya untuk tetap dalam posisi duduk.
Seat harnes, selain Full Body harness dikenal juga seat harness. Untuk
pemanjatan sport dan petualangan (mounteineering) lazim digunakan seat
harness, karena simple. Sedangkan full body harness digunakan di dunia
industri. Perbedaan full-body dan seat-haness adalah saat pemanjat jatuh full
body harness akan mempunyai kemungkinan yang sangat besar pemanjat akan
jatuh dengan posisi kaki dibawah, sedangkan seat-harness mempunyai
kemungkinan kepala berada dibawah ketika terjatuh. Sehingga untuk dunia kerja
yang sangat menghindari risiko, seat harness tidak dibenarkan untuk digunakan.
Sarung tangan, akan melindungi tangan bagi belayer ketika mengamankan
pemanjat maupun rapler dari bahaya gesekan telapak tangan dengan tali
pengaman.
Hammer/palu, sangat dibutuhkan untuk pemasangan pengaman buatan
berupa piton pada panjat tebing, cara membawa hammer akan lebih mudah bagi
pemanjat jika tali pada hammer disilangkan pada bahu pemanjat.
Carabiners, diciptakan untuk menggabungkan berbagai jenis peralatan.
Carabiners memiliki banyak bentuk dan variasi, umumnya carabiners dibagi
menjadi dua jenis, yaitu carabiner non screw gate dan carabiner screw gate.
Carabiners biasa dihubungkan pada tali maupun pengaman untuk pemanjatan,
carabiner sangat kuat karena sebuah nyawa disandarkan pada carabiner ketika
dilakukan suatu pemanjatan dari bahaya jatuhnya pemanjat dari ketinggian.
Quickdraw/runner, merupakan gabungan antara prusik dan dua buah
carabiner. Biasanya digunakan untuk menjadi bagian penyambung antara
chocks, friends, tricams, bolts ataupun pitons terhadap tali carnmantel.
Hand ascender, merupakan peralatan yang digunakan untuk membantu
pemanjat dalam menaiki tebing dan bertumpu pada bantuan tali, secara
otomatis hand ascender maupun jenis ascender lainnya akan mencatut tali jika
diberi beban dan akan mudah digeser jika tidak memiiki beban.
Ascender handle, juga merupakan jenis ascender. Ascender handle
merupakan pengembangan dari hand ascender dengan fungsi yang dimiliki
kurang lebih sama.
Rigger plate, berfungsi sebagai plat conector dari anchor point ke lintasan,
karena dalam beberapa kasus dibutuhkan beberapa lintasan dalam satu anchor
point fix. Rigger plate terdiri dari sebuah plat yang memiliki beberapa lubang,
yang dapat ditempati oleh lebih dari 2 pengaman.
Edge Rollers, Merupakan pelindung tali yang didesign untuk mencegah
terjadinya gesekan antara tali dengan sudut bidang, dinding batu, dan
sebagainya.
Padding, berfungsi untuk memberi perlindungan pada tali dari gesekan benda
tajam, seperti gesekan tali dengan sudut tebing, dinding,dll. Padding terbuat dari
bahan terpal, canvas, matras, karet tebal yang tahan terhadap gesekan.
Cams/ friends/ spring loaded camming device (SLCD), Friends merupakan
salah satu jenis pengaman sisip yang digunakan dalam panjat tebing, anda
dapat menarik tuas baja yang membuat bagian ujung friends menyempit dan
melepaskannya pada celah yang diinginkan. Friends sangat fleksible, karena
dapat digunakan pada berbagai ukuran celah/rongga.
Pitons, merupakan pengaman yang ditancapkan pada rongga-rongga tebing,
piton memiliki empat jenis yaitu Bongs, Bugaboons, Knife-blades dan Angle.
Nuts/Chock friends merupakan jenis pengaman sisip yang dimana cara
penggunaannya dengan menyelipkan nuts pada sebuah rekahan yang sesuai.
Nuts/Chock friends memiliki ukuran yang berbeda-beda untuk itu nuts biasanya
tersedia dalam set.
Hexes/chock hexentris, memiliki fungsi yang sama dengan nuts tetapi hexes
berbentuk tabung segi enam. Hexes tetap memiliki kekuatan yang baik
walaupun agak sulit dalam penggunaannya. Hexes tersedia dalam beberapa
ukuran.
Tricams, merupakan pengaman sisip selanjutnya. walaupun berbeda bentuk,
tetapi fungsinya sama dengan nuts dan hexes. Pemakaiannya relatif sulit, tidak
dianjurkan dipakai untuk pemula.
Figure eight/figur delapan, peralatan ini termasuk salah satu Descender
adalah alat bantu yang digunakan untuk menuruni medan vertical dan tali
sebagai jalur. Bentuknya menyerupai angka 8, ukuran dan bentuknya bermacammacam, rate strange 3000 kg., menggunakan alat ini menyebabkan puntiran
pada tali salah satu kelemahan alat ini ketika digunakan.
Autostop, berfungsi sebagai desender dan ini di-design untuk pengereman
automatis, system kerja pengereman automatis akan bekerja ketika handle kita
lepaskan. Selain itu alat ini dapat juga digunakan sebagai alat belay (belay
device) untuk menurunkan korban dari ketinggian, atau dapat juga kita gunakan
untuk ascending dengan tambahan kombinasi ascender.
Istilah
Kawasan panjat tebing adalah wilayah pemanjatan yang terdiri minimal dari satu
tebing alam pemanjatan.
Tingkat Kesulitan Jalur Pemanjatan adalah skala subyektif untuk mengukur
seberapa sulit sulit suatu jalur pemanjatan. Tingkat kesulitan diukur oleh para
pemanjat yang mencoba suatu jalur, berdasarkan percobaan itu ditentukanlah
tingkat kesulitan. Di dunia dikenal berbagai sistem pengukuran. Yang banyak
digunakan di Indonesia adalah skala pengukuran US Yosemite System yaitu
menggunakan notasi 5.xx (5.1 - 5.15). Jalur tersulit yang ada di Indonesia adalah
di tingkat 5.13b yaitu jalur Si Berat di Tebing 125, Kawasan Pemanjatan Citatah,
Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Sedangkan kebanyakan tingkat kesulitan
pemanjatan di Indonesia adalah berkisar di 5.9-5.10.
Tebing artifisial adalah fasilitas dinding panjat yang dibuat manusia.
Tebing alam (natural rock) adalah tebing batu yang dapat dilakukan sebagai
tempat untuk melakukan pemanjatan tebing
Bouldering (jalur-pendek) adalah cara memanjat suatu jalur yang berisi minimal
satu titik-fokus kesulitan. Jenis jalur bouldering mempunyai ketinggian
maksimum yang aman dilakukan pemanjatan tanpa menggunakan mengaman
tali.