CLIMBING
Pada awalnya rock climbing lahir dari kegiatan eksplorasi alam
para pendaki gunung dimana ketika akhirnya menghadapi medan
yang tidak lazim dan memiliki tingkat kesulitan tinggi, yang tidak
mungkin lagi didaki secara biasa (medan vertical dan tebing
terjal).Maka dari itu lahirlah teknik rock climbing untuk melewati
medan tersebut dengan teknik pengamanan diri (safety procedur).
Seiring dengan perkembangan zaman rock climbing menjadi salah
satu kegiatan petualangan dan olahraga tersendiri.Terdapat informasi
tentang sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de
Ville yang mencoba memanjat tebing Mont Aiguille (2097mdpl) di
kawasan Vercors Massif pada tahun 1492. Tidak jelas benar tujuan
mereka, tetapi yang jelas, beberapa dekade kemudian, orang-orang
yang naik turun tebing-tebing batu di pegunungan Alpen diketahui
adalah para pemburu Chamois (sejenis kambing gunung). Jadi
pemanjatan mereka kurang lebih dikarenakan oleh faktor mata
pencaharian.
Pada tahun 1854 batu pertama zaman keemasan dunia
pendakiandi Alpen diletakan oleh Alfred Wills dalam
pendakiannya ke puncak Wetterhorn(3708 mdpl). Inilah
cikal bakal pendakian gunung sebagai olah raga. Kemudian
padatahun-tahun berikutnya barulah terdengar manusia-
manusia yang melakukanpemanjatan tebing-tebing di seluruh
belahan bumi.
Lalu pada tahun 1972 untuk pertama kalinya panjat
dinding masuk dalam jadwal olimpiade, yaitu
didemonstrasikan dalam olimpiade Munich.Baru pada tahun
1979 olah raga panjat tebing mulai merambah di Indonesia.
Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang memanjat tebing
Citatah, Padalarang. Inilah patok pertama panjat tebing
modern di Indonesia
Himalayan system
Pemanjatan system Himalayan ini adalah
pemanjatan yang dilakukan dengan cara terhubungnya
antara titik start (ground) dengan pitch / terminal terakhir
pemanjatan, hubungan antara titik start dengan pitch
adalah menggunakan tali transport, dimana tali tersebut
adalah berfungsi supaya hubungan antara team pemanjat
dengan team yang dibawah dapat terus berlangsung tali
transport ini berfungsi juga sebagai lintasan pergantian
team pemanjat juga sebagai jlur suplai peralatan ataupun
yang lainnya
* Alpen system
Lain halnya dengan system diatas, jadi
antara titik start dengan pitch terakhir sama
sekali tidak terhubung dengan tali transpot,
sehingga jalur pemanjatan adalah sebagai
jalur perjalanan yang tidak akan dilewati
kembali oleh team yang dibawah. Maka
pemanjatan dengan system ini benar-benar
harus matang perencanaanya karena
semua kebutuhan yang mendukung dalam
pemanjatan tersubut harus dibawa pada
saat itu juga.
Artificial climbing :
Merupakan pemanjatan yang mana didalam
pergerakannya sepenuhnya didukung oleh alat dan
pemanjat tidak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan alat
tersebut. Peralatan selain sebagai pengaman juga sebagai
tumpuan untuk menambah ketinggian dalam melakukan
pemanjatan tersebut. Perlu diingat bahwasannya untuk
dapat bergerak cepat dan aman dalam melakukan
pemanjatan bukan disebabkan karena adanya peralatan
yang super modern melainkan lebih diutamakan pada
penggunaan teknik yang baik.
Free climbing :
Adalah pemenajatn yang mengunakan alat
hanya semata-mata untuk menambah ketinggian
dan alat berfungsi sebagai pengaman saja tetapi
tidak mempengaruhi gerak dari pemanjat.
Walaupun dalam pemanjatan tipe ini pemanjat
diamankan oleh seorang belayer namun pengaman
yang baik adalah diri sendiri.
Top rope : pemanjatan dimana tali pemanjatan
sudah terpasang sebelumnya