Anda di halaman 1dari 53

MATERI 1 ROCK CLIMBING

Pemateri : Mentor Nina


Hari, Tanggal : Jumat, 15 Februari 2019
Materi : Penghenalan Modul Rock Climbing

Panjat Tebing

Menaiki atau memanjat tebing yang memanfaatkan celah atau tonjolan yang dapat digunakan
sebagai pijakan atau pegangan dalam suatu pemanjatan untuk menambah ketinggian.

Sejarah Panjat Tebing Dunia

Dikenal pertama di kawasan Eropa, tepatnya di pegunungan alpen tahun 1910

1920 – 1930 pemanjatan menggunakan baru dikenalkan dan masa-masa keemasan sampai PD II
meletus

1970 para pemanjat Amerika mulai mengenalkan teknik-teknik baru yang digunakan sampai
sekarang

1980 olahraga panjat tebing masuk ke Asia sehinnga melepaskan diri dari induknya dan
membentuk wujudnya sendiri

Sejarah Panjat Tebing di Indonesia

Panjat tebing diIndonesia sudah ada sejak tahun 1942 yang dipelopori oleh Anthonie de Ville
dari Prancis yang mencoba untuk memanjat tebing Mont Aigulle (2.097 mdpl) dikawasan
Vercors Massif

Di Indonesia sendiri kegiatan panjat tebing sudah ada sejak tahun 1959 yang dipelopori oleh
pasuka TNI-AD yang mencoba menaklukan tebing Citatah 48 sebaga medan latihan.

Patok pertama panjat tebing modern di Indonesia ditancapkan saat Harry Suliztiarto untuk
pertama kalinya memnajat tebing Citatah pada tahun 1976 yang kemudian pada tahun 1977
bersama Hermanu, Deddy Hikmat, dan Agus R. MENDIRIKAN Skygers Amateur Rock
Climbing Group.
Tahun 1979 kemudian Harry Suliztiarto mulai mempublikasikan panjat tebing di Indonesia
dengan memanjat atap Planetarium TIM

Pada tahun 1980, sekolah panjat tebing Sygers untuk pertama kalinya diadakan, berbagai
ekpedisi pemanjatan tening mulai dilakukan oleh anak-anak bangsa.

Pada tahun 1988, dinding panjat buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia dibawa oleh 4
pemanjat Perancis yang diundang ke Indonesia atas kerja sama kantor Menpora dengan Kedubes
Prancis di Jakarta.

Tahun 1990 FPGTI berubah nama menjadi FPTI (Federasi Panjat dan Tebing Indonesia) yang
diketuai oleh Harry Suliztiarto sebagai ketua kanan dan Setiawan Djody sebagai ketua umum.

Etika Dalam Pemanjatan

1. Pembersihan seminimum mungkin tanaman dan batuan yang lepas dari titik penambatan
untuk turun (merusak pegangan dan pijakan tidak diperkenankan)

2. Pemakaian piton harus dijaga seminimum mungkin.

3. Pemakaian bor hanya digunakan sebagai alternatif.

4. Pemakaian magnesium hanya digunakan ketika dibutuhkan.

5. Menghotmati adat istiadat yang ada dan kebiasaan masyarakat setempat.

6. Saling menghormati dan menghargai dengan sesama pemanjat.

7. Pemberian nama jalur, untuk perintisan jalur baru.

8. Memberi keamanan bagi pemanjat lain.

9. Melakukan safety Prosedure Pemanjatan.

10. Menjaga lingkungan sekitar.

11. Dilarang merubah permukaan tebing.

12. Dilarang memahat tebing untuk alasan apapun.


Peralatan Dalam Pemanjatan

Standarisasi peralatan panjat tebing dikeluarkan oleh UIAA (Union Internationale de


alpinis Ascociation).

Hal- hal yang harus diperhatikan:

a)   Prosedur pemasangan peralatan yang benar.

b)    Prosedur pemanjatan yang benar.

c)    Tekhnik pemanjatan yang benar.

d)    Kedisiplinan pribadi.

1. Tali Kernmantel

Tali kernmantel dibagi menjadi dua yaitu:

Tali kernmantel Dinamis

Memiliki daya lentur hampir 25% dan digunakan untuk pemanjatan teknik top rope dan
lead.

Tali Kernmantel Statis

Tali kernmantel Statis


Memiliki daya lentur hanya 6%-9%, digunakan untuk tali fixed rope yang digunakan
untuk ascending atau descending. Standart yang digunakan adalah 10,5 mm.

2. Harnest

Alat pengikat di tubuh sebagai pengaman yang nantinya dihubungkan dengan tali.

Harnest dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Sit harnest

b. Body harnest

c. Chese Harnest

Pemakaian sit harnest harus di atas tulang panggul dan di pangkal paha

3. Webbing

Peralatan panjat yg berbentuk pipih tidak terlalu kaku dan lentur, biasa digunakan sebagai
harnest atau sling.

4. Carrabiner

Alat penghubung seperti pengait, umumnya dibuat dari bahan AlluminiumAlloy

Carrabiner dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Carrabiner screw

b. Carrabiner non screw

5. Chalk Bag

Tempat untuk menyimpan magnesium karbonat. Berfunsi untuk mengurangi keringat yang
berlebih pada telapak tangan

6. Sepatu panjat

Berfungsi sebagai pengaman kaki si climber ketika sedang memanjat


7. Cowstail

Cowstail terdiri dari carrabiner non screw dan prusik.

Berfungsi untuk menahan beban climber ketika sedang beristirahat dan dihubungkan ke
hanger tebing

8. Helm

Berfungsi untuk melindungi kepala climber dari benturan tebing saat terjatuh dan bila ada
batu yang berjatuhan

Alat artifisial Climbing

A. Pengaman Pasak

1. Piton

Alat panjat tebing dengan fungsi pengaman yang paling klasik. Phiton jenis blade berbentuk
pipih menyerupai pisau. Jenis ini efektif untuk celah-celah sempit. Phiton jenis angle
digunakan untuk celah yang lebih besar. Cara menggunakan phiton adalah dengan
menyelipkannya pada celah tebing dan memukul-mukul phiton dengan hammer seperti paku.

B.Pengaman Sisip

Pengaman yang disisipkan ke rekahan, celah – celah, atau lubang pada permukaan tebing.

- Chock mempunyai berbagai jenis dan ukuran yang dapat disesuaikan dengan bentuk
rekahan atau celah pada tebing.

- Cam mempunyai pegas yang dapat diminimalkan sudut mengembangnya pada celah.
C. Pengaman Sementara

Berfungsi seperti pengait, namun bukan alat pengaman. Umumnya dipakai oleh seorang
pemanjat sebagai pengaman sementara, yang dikaitkan pada cacat batuan (flakes), terutama
saat melakukan pengeboran.

Fifihook Talon

D. Drill dan Bor

Alat untuk mengebor tebing secara manual, yg berfungsi untuk menempatkan pengaman berupa
bolt serta hanger.

Bor adalah alat yang berfungsi seperti bor, berguna untuk mem’bor’ tebing dan memasang baut
untuk menempatkan hanger (bolt hanger) pada permukaan tebing.

E. Hanger dan Bolt

Pengaman tetap yang dipasang pada permukaan tebing yang telah dilubangi / dibor, diperkuat
dengan baut tebing (bolt).

F. Hammer ( palu tebing)

Berguna untuk memasang piton atau membukanya. Adapula palu yang sudah dilengkapi dengan
pemutar baut.

G. Etrier
Dibuat dari webbing yang dibentuk seperti tangga. Digunakan sebagai alat bantu pada
pemanjatan tebing untuk menambah ketinggian apabila kita menemukan jalur yang sulit untuk di
daki.

Alat Belay
Alat pengaman seorang pemanjat yang dikontrol oleh belayer, dengan memanfaatkan gaya gesek
(friction) tali pada alat tersebut.
Ada yang mempunyai self braking, yaitu dapat mengunci pergesaran tali jika terbebani.
Alat inipun ada yang bisa berfungsi sebagai descender.

Anchoring

A. Natural Ancor/ Penambat Alami

Penambat alamiah yang tersedia oleh alam.

Contoh : Batang pohon, Akar pohon, Batu besar yang dijamin kuat.

B. Artificial Ancor/ Penambat Buatan

Menggunakan bantuan peralatan lain baik dengan cara menjejalkan, memaku pada celah batuan
atau mengebor.

Pemanjat harus yakin terhadap pengaman yang dipasang dengan terlebih dahulu mencoba
membebaninya.

Contoh : runner, Piton, sky hook, Brigbo, ramset, hunger, stoper, death boy, death man

Klasifikasi Panjat Tebing

Berdasarkan Penggunaan Alat atau Pengaman

Artificial Climbing

Teknik pemanjatan yang menggunakan alat, yang biasanya dikarenakan medan yang kurang atau
tidak ada tumpuan, dengan tujuan untuk menambah ketinggian

Free climbing
Teknik pemanjatan yang menggunakan alat, hanya untuk pengaman saja bila jatuh.walau tidak
ada alat tersebut masih mampu melanjutkan perjalanan.

Free soloing

bagian dari free climbing, karena tanpa menggunakan alat apapun, pemanjat menghadapi segala
resiko seorang diri

Berdasarkan Sistem Belay / Fall Protection

Gym Climbing

Belayer berada di bawah, dengan tali di belokan pada anchor di atas climber.

Top Roping

Belayer berada di atas, dengan tali yang menuju climber kebawah.

Traditional/Adventure climbing

Pemanjatan pada dinding tebing yang bersih dari bolts dan hangers, tidak pengamanan buatan

Berdasarkan Tingkat Kesulitan/lama pemanjatan dan ketinggian

Bouldering

Pemanjatan yang dilakukan pada tebing yang tidak terlalu tinggi, dengan menggunakan gerakan
kanan-kiri dan naik turun.

Tujuan = untuk pemanasan, melatih skill, dan endurance

Big Wall Climbing

Jenis pemanjatan pada tebing yang sangat tinggi dan membutuhkan waktu berhari-hari, peralatan
yang cukup,dan pengaturan management yang baik

Sistem Pemanjatan

1. Alphine Sistem
Himalayan Sistem

1. Sistem pemanjatan yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai
sasaran diperlukan waktu yang lama. Pemanjatan menggunakan sistem ini dilakukan
sampai sore hari kemudian kembali turun ke base camp untuk istirahat dan dilanjutkan
keesokan harinya. Sebagian alat di tinggalkan untuk memudahkan pemanjatan keesokan
harinya.

2. Biasanya terdiri dari beberapa kelompok.

3. Dengan berhasilnya satu orang dari seluruh tim, berarti pendakian ini sudah berhasin
untuk seluruh tim

Kode-kode dalam pemanjatan

a. Awal saat akan melakukan pemanjatan

Climber : On Belay? ( belayer siap ?)

Belayer : Belay on ( belay siap)

Climber : Climbing ( pemanjat akan mulai melakukan pemanjatan)

Belayer : Climb on ( belayer mempersilahkan climber melakukan pemanjatan)

b. Saat Pemanjatan

Climber : Pull ( belayer diminta untuk menegngkan tali)

Belayer : - ( belayer menarik tali)

Climber :Slack ( belayer meminta mengendroan tali)

Belayer : - ( belayer mengendorkan tali)

Climber : Watch me ( belayer diminta lebih waspada)

Belayer : - ( lenih memperhatikan pemanjat)

Climber : Rock ( tanda batuan ada yang jatuh)


Belayer : - ( segera menghindar)

Climber : Lower me (Pemajat mencapai top dan atau meminta


turun)

Belayer : Lowering ( menurukan)

Climber : Off belay (lepaskan alat belay)

Belayer : Blay off ( alat belay dilepas)

Simpul yang Digunakan Dalam Pemanjatan

 Simpul Delapan Ganda


Untuk pengaman utama dalam penambatan dan pengaman utama yang dihubungkan
dengan tubuh atau harnest. Toleransi 55% – 59%. 

 Simpul Pangkal
Untuk mengikat tali pada penambat yg fungsinya sebagai pengaman utama (fixed rope)
pada anchor natural dsb. Toleransi

terhadap kekuatan tali akan berkurang sebesar 45%. 

 Simpul Pita sebagai pengganti harnest


Untuk menyambung Tali yang sejenis, yang sifatnya licin atau berbentuk pipih
(umumnya digunakan untuk menyambung Webbing)

 Simpul Jangkar
Untuk mengikat tali pada penambat yg fungsinya sebagai pengaman utama (fixed rope)
pada anchor natural dsb. Toleransi terhadap kekuatan tali akan berkurang sebesar 45%.

 Simpul Kambing / bowline knot


Untuk pengaman utama dalam penambatan atau pengaman utama yang dihubungkan
dengan penambat atau harnest. Toleransi 52%.
  Simpul Kupu – kupu / Butterfly knot
Untuk membuat ditengah atau diantara lintasan horizon. Bisa juga digunakan untuk
menghindari tali yang sudah friksi. Toleransi terhadap kekuatan tali 50%.

 Simpul Nelayan / Fisherman Knot


Untuk menyambung 2 tali yang sama besarnya dan bersifat licin. Toleransi 41% – 50%

 Simpul Frusik
Simpul yang digunakan dalam teknik Frusiking SRT

Jenis Pegangan dan Pijakan

Jenis Pegangan

1. Open Grip : Pegangan pada pemanjatan yang dilakukan dengan posisi tangan
terbuka,biasanya digunakan pada tebing – tebing datar.
2. Cling Grip : Pegangan pada pemanjatan yang dilakukan degan menggunakan seluruh
jari tangan dan dan agak mirip mencubit biasanya digunakan pada tebing yang
permukaannya banyak tonjolan.
3. Pinch Grip : Pegangan pada pemanjatan yang mirip dengan mencubit,dan
mengandalkan kekuatan jempol dan telunjuk yang biasa digunakan untuk memegang
poin – poin kecil pada tebing.
4. Poket Grip : Pegangan pada pemanjatan dilakukan dengan cara memasukkan jari –
jari kedalam celahan/ lobang tebing, biasanya digunakan pada tebing limenstone ( kapur )
yang banyak memiliki poin lobang.
5. Vertikal Grip : Pegangan pada pemanjatan yang bertumpu pada poin tebing dengan
menggunakan kekuatan lengan untuk bertumpu dan menaikkan badan.

Jenis Pijakan

1. Frinction Steep : Pijakan dalam pemanjatan yang bertumpu pada kaki bagian depandan
mengandalkan gesekan karet sepatu.

2. Eadging : Pijakan dalam pemanjatan yang menggunakan sisi luar kaki.


3. Mearing : Pijakan dalam pemanjatan yang menggunakan seluruh alas kaki (Pijakan Biasa)

4. Hel Hooking : Pijakan dalam pemanjatan yang dilakukan untuk mengantisipasi poin2
yang menggantung dengan menggunakan kekuatan kakiuntuk mengangkat badan keatas
untuk menggapai poin selanjutnya.

Hal –hal yang perlu diperhatikan dalam pemanjatan

1. Teknik Pemanjatan (Climbing Technique)

• Three point contact (3 titik kontak)

Mempertahankan posisi di tebing dengan 2 tangan 1 kaki atau 1 tangan 2 kaki, dengan
cara ini dapat meminimalkan tenaga.

• Usahakan tangan selalu lurus

Saat meraih pegangan setinggi apapun segera jatuhkan badan dengan menekuk kedua
lutut dan meluruskan tangan, jika siku terus-terusan dibengkokkan, maka dijamin tenaga
ditangan akan cepat terkuras. Dengan tangan lurus sebagian beban tubuh di topang oleh otot
bahu dan dada jadi lebih sedikit ringan.

• Memanjat dengan kaki dan bukan tangan

Kaki kita pasti memiliki tenaga lebih kuat dari tangan, perbanyak mendorong vertikal
dengan kaki bukan menarik dengan tangan. 

2. Kekuatan Fisik (Energetic/Power)

Dapat  dibantu dengan  latihan yang fisik

Contoh : Pemanasan,  lari, pull up, sit up, push up dll.

3.     Dukungan Emosi (Physycologist Support)

 Konsentrasi harus benar-benar dilakukan dalam kegiatan pemanjatan, terutama untuk


seorang leader dan belayer.
 Perlu di perhatikan juga hal-hal yang mengganggu konsentrasi seperti,
menggampangkan, lapar dan lain-lain.

MATERI 2 ROCK CLIMBING

Pemateri : Mentor Nina


Hari, Tanggal : Rabu, 20 Maret 2019
Materi : Topografi

PEMILIHAN JALUR

• Dapat memperkirakan tinggi, jenis batuan , berapa ptch yang akan dipanjat

• Menentukan titik awal pemanjatan

• Menentukan jenis alat pengaman yang akan digunakan

• Memperhitungkan penempatan anchor untuk istirahat, pergantian leader untuk hanging


belay juga hanging bivak

Ada dua aliran teknik dalam pembuatan jalur yang dianut (dalam free climbing):

Aliran traditional

Membuat jalur sambil memanjat, lintasan baru, tanpa pengaman, tanpa dicoba terlebih
dahulu, pemanjat langsung membuat jalur dari bawah sampai puncak.

Aliran modern

Ada dua cara:

Cara 1: teknik tali tetap (fixed rope technic). Dilakukan dengan rappelling (rap bolting) atau
ascending pada tali tetap (fixed rope). Langkah selanjutnya adalah perencanaan arah jalur
dan pemasangan pengaman tetap (bor).

Cara 2: menggunakan top rope. Kelebihannya dapat direncanakan arah jalur dan
penempatan pengaman lebih persisi karena gerakan pemanjat dapat diketahui lebih dahulu.
PEMBAGIAN PERSONIL

• Jumlah personil

• Kemampuan personil

• Jalur yang dipilih

• Sistem pemanjatan

• Ketersediaan alat

MEMPERSIAPKAN PEMANJATAN

a. Peralatan, factor:

• Jenis batuan

• Cacat batuan

• Kemampuan leader

• Pengaman yang tersedia

• PEMANASAN PEMANJATAN

Terdiri atas 3 macam:

• Metode statis (stretching)

• Metode dinamis (pemanasan)

• Metode pasif (peregangan dibantu orang lain)

• MEMULAI PEMANJATAN

Hal penting:

• Komunikasi antar pemanjat dengan belayer (leader dengan belayer), komunikasi ada dua
bentuk yaitu bahasa dan isyarat.

• Leader membawa dua roll tali sekaligus. Satu sebagai tali utama (yang dikitkan dengan
runner) dan tali tambat (fixed rope) sebagai transport antara leader dan personil yang ada
dibawahnya.
CLEANING

• Setelah leader telah mencapai pitch 1 dan memberitahu pemanjat kedua siap dan boleh
naik. Personel kedua melakukan jumaring sekaligus menyapu runner yang telah dipasang
leader.

Keuntungan fixed rope:

• Tali dalam keadaan lurus vertical sehingga tidak terjadi pendulum

• Tali tidak tertambat pada runner yang akan diambil sehingga memudahkan pengambilan

• Gerakan lebih bebas

Tugas cleaner:

• Membersihkan jalur dan menyapu runner

• Mencatat pengaman yang digunakan berikutnya

• Sebagai leader untuk pitch berikutnya

• Membawa tali untuk pemanjatan

PEMANJATAN UNTUK PITCH SELANJUTNYA

• Setelah cleaner mencapai pitch 1, persiapan untuk pemanjatan berikutnya

• Cleaner menjadi leader

• Leader menjadi belayer

• Belayer yang masih dibawah naik menggunakan teknik jumaring

TURUN TEBING

Dilakukan dengan teknik rappelling, rappelling dapat dilakukan pada tali tunggal atau ganda
(double). Hal yang harus dilakukan:

• Ujung bawah tali harus disimpul

• Tali antar pitch harus selalu dihubungkan

• Waspada terhadap reruntuhan bebatuan

• Cek kerapihan pribadi alat yang terpasang, hindari benda yang menguntai-nguntai,
khususnya kea rah figure eight atau descender lainnya.

DI DASAR TEBING
Melakukan pendataan dan pengecekan alat yang dipakai.

• PEMBUATAN TOPOGRAFI

Sket dilengkapi data:

• Nama jalur

• Lokasi

• Jenis batuan tebing: Limestone (kapur), Beku andersit, Sedimen, Metamorf

• Sistem pemanjatan

• Teknik pemanjatan

• Waktu pemanjatan

• Tingkat kesulitan (grade)

• Data peralatan yang digunakan

• Daftar pemanjatan

GRADING SYSTEM

Grading system merupakan metode pengukuran kesulitan tebing

• Jenis- jenisnya…

• French garding system

Dihitung berdasarkan pergerakan dan panjang/ tinggi bidang panjat. Tingkat kesulitan
menggunakan nomerisasi (1, 2, 4a, 4b.. dst)

• Ewbank system

Digunakan di Australia dan Afrika Selatan. Numerical ewbank dimulai dari angka 1 sampai
angka 34

• Yosemite decimal system

Di gunakan di Amerika.

• Sistem yosemite mengacu pada 5 tingkat yang dibuat oleh Sierra Club:

• Kelas 1 cross country hiking

• Kelas 2 scrambling
• Kelas 3 easy climbing

• Kelas 4 rope climbing with belaying

• Kelas 5, dibagi menjadi 11 tingkatan (5.1 sampai 5.14) pada kelas ini, runners dipakai
sebagai pengaman

• Klasifikasi yosemite decimal sistem

• 5.0 s.d 5.4: terdapat tumpuan tangan dan kaki

• 5.5 s.d 5.6: terdapat tumpuan dua tangan bagi yang berpengalaman

• 5.7: kehilangan satu tumpuan/pegangan /pijakan kaki, kemiringan <90

• 5.8: kehilangan 2 tumpuan atau 1 tumpuan tapi cukup berat, kemiringan <90

• 5.9: hanya ada satu tumpuan yang pasti untuk kaki dan tangan

• 5.10: tak ada tumpuan tangan atau kaki

• 5.11: letak antara pegangan saling berjauhan dan kecil

• 5.12: permukaan vertikal dan licin seperti glass

• 5.13: sama dengan 5.12 terletak dibawah overhang

Penomeran tingkat kesulitan kelas dari 3 negara

AUSTRIA PERANCIS AMERIKA


SERIKAT

9 4 5.6

10 4 5.6

11 5a 5.7

12 5a+ 5.8

13 5b 5.8

14 5b+ 5.8

15 5c 5.9
16 5c+ 5.10a …dst

Grade

• Grade I: dapat ditempuh dalam waktu 1 jam dengan banyak pitch 1-2 saja

• Grade II: harus ditempuh berkisar kira-kira 1 – 4 jam dengan pitch sebanyak 4 pitch

• Grade III: harus ditempuh sekitar 4 – 7 jam dan membutuhkan alat untuk naik, dengan
jumlah tahapan 3 – 8 pitch

• Grade IV: membutuhkan waktu 7 – 10 jam dengan jumlah tahapan pemanjatan 6 – 12


pitch

• Grade V: membutuhkan waktu 1 – 2 hari. Dengan tahapan pemanjatan 10 – 18 pitch

• Grade VI: membutuhkan waktu 2 hari. Banyaknya pitch lebih dari 15

MATERI 1 CAVING

Pemateri : Mentor Izul


Hari, Tanggal : Senin, 25 Februari 2019
Materi : Pengenalan Modul

(HIKESPI)

gua adalah setiap ruang bawah tanah baik terang maupun gelap, luas maupun sempit, yang
terbentuk melalui system pencelahan, rekahan, atau aliran sungai yang membentuk suatu lintasan
aliran sungai dibawah tanah.

IUS (International Union of Speleology)

gua adalah setiap ruang bawah tanah yang dapat dimasuki orang.

Sejarah penelusuran gua

Penelusuran gua tercatat secara resmi dilakukan pertama kali tahun 1674 oleh ahli geologi dari
Somerset Inggris John Beaumont dan diakui oleh British Royal Society.

Tahun 1747 Joseph Nagel berhasil memetakan system perguaan di kerajaan Astro-Hongaria.

Tahun 1818 Kaisar Habsburg Francis I org pertama yg melakukan kegiatan wisata dalam gua
yaitu Gua Adelsberg (Gua Pastonja) di eks Yugoslavia
Franklin Golin pemilik areal tanah Mammoth Cave di Kentucky AS. Dan kini gua Mammoth
diterima UNICEF sebagai warisan dunia.

Stephen Bishop dipekerjakan pd usia 17 thn dan menelusuri gua Mammoth dgn menemukan
sekitar 222 lorong dengan panjang sekitar 300 mil(blm selesai)

• Bapak Speleologi Dunia

Bapak Speleologi Dunia Adalah Eduard Alfred Martel, Penelusur Gua dari Prancis yang
melakukan observasi, mencatat dan menganalisa segala fenomena bawah tanah di Prancis dan
Negara – Negara Tetangga.

Sejarah Caving Di Indonesia

 SPECAVINA

 GARBA BUMI

Norman Edwin

 HIKESPI

Dr.R.K.T Ko

Etika Dan Moral Penelusuran Gua

Etika dan moral penelusur gua secara umum dapat di bagi atas 3, yakni :

1. etika dan moral terhadap diri sendiri (penelusur)

2. etika dan moral terhadap orang lain (sesama penelusur)

3. etika dan moral terhadap lingkungan (alam/gua)

• 1. Etika Dan Moral Terhadap Diri Sendiri

a.   Setiap penelusur gua menyadari bahwa kegiatan speleologi, baik dari segi olahraga/segi
ilmiahnya bukan usaha untuk di pertontonkan atau tidak butuh penonton

b.   Dalam hal penelusuran gua, para penelusur gua harus bertindak sewajarnya . Para penelusur
gua tidak memandang rendah ketrampilan dan kesanggupan sesama penelusur. Sebaliknya,
seseorang penelusur gua dianggap melanggar etika, bila memaksakan dirinya untuk melakukan
tindakan-tindakan diluar batas kemampuan fisik dan tekniknya, serta kesiapan mentalnya.


2. Etika Dan Moral Terhadap Orang Lain (Sesama Penelusur)
Respek terhadap sesama penelusur gua, ditunjukkan dengan cara :

• Tidak menggunakan bahan/peralatan yang ditinggalkan rombongan lain, tanpa izin


mereka.

• Tidak membahayakan penelusur lainnya, seperti melempar suatu benda kedalam gua bila
ada orang didalam gua atau memutuskan/menyuruh memutuskan tali yang sedang
digunakan rombongan lain.

• Tidak menghasut penduduk di sekitar gua untuk melarang/menghalang-halangi


rombongan lain memasuki gua, karena tidak satupun gua di Indonesia milik perorangan,
kecuali bila gua itu dibeli yang bersangkutan.

• Jangan melakukan penelitian yang sama, apabila ada rombongan lain yang diketahui
sedang melakukan pekerjaan yang sama dan belum mempublikasikannya dalam media
massa/dalam media ilmiah.

• Jangan gegabah menganggap anda penemu sesuatu, kalau anda belum yakin betul bahwa
tidak ada orang lain, yang juga telah menemukan pula sebelumnya, dan jangan
melaporkan hal-hal yang tidak benar demi sensasi dan ambisi pribadi, karena hal ini
berarti membohongi diri sendiri dan dunia speleologi

• Setiap usaha penelusuran gua merupakan usaha bersama. Bukan usaha yang dicapai
sendiri. Karenanya, setiap usaha mempublikasikan suatu hasil penelusuran gua, tidak
boleh dengan cara menonjolkan sensasi pribadi, tanpa mengingat bahwa setiap
penelusuran gua merupakan kegiatan tim.

• Dalam suatu publikasi, jangan menjelek-jelekkan nama sesama penelusur. Walaupun


sipenelusur itu berbuat hal-hal yang negatif, kritik terhadap sesama penelusur akan
memberi gambaran negatif terhadap semua penelusur.

• 3. Etika Dan Moral Terhadap Lingkungan (Alam/Gua)

a. Setiap penelusur gua menyadari bahwa gua merupakan lingkungan  yang sangat sensitif
dan mudah tercemar.  Karenanya (sesuai himbauan NSS) penelusur gua harus :

- Tidak mengambil sesuatu kecuali mengambil potret. (Take Nothing But


Picture)

- Tidak meninggalkan sesuatu, kecuali meninggalkan jejak kaki yang berhati- hati.
(Leave Nothing But  Carefully Footprint)

- Tidak membunuh sesuatu, kecuali membunuh waktu. (Kill Nothing But Time)
b. Setiap penelusur gua sadar bahwa setiap bentukan alam di dalam  gua dibentuk dalam kurun
waktu ribuan tahun. Setiap usaha merusak gua, mengambil/ memindahkan sesuatu didalam gua
itu tanpa tujuan jelas dan ilmiah selektif, akan mendatangkan kerugian yang tidak dapat ditebus.

c. Setiap menelusuri dan meneliti gua, dilakukan oleh penelusur gua dengan penuh respect, tanpa
mengganggu dan mengusir kehidupan biota dalam gua.

• KEWAJIBAN PENELUSUR GUA

• Membersihkan gua serta lingkungannya, menjadi kewajiban pertama penelusur gua.

• Setiap penelusur gua wajib menaruh respek terhadap penduduk di sekitar gua. Karenanya
mintalah ijin seperlunya, bila mungkin, secara tertulis dari yang berwenang. Jangan
membuat onar/ melakukan tindakan-tindakan yang melanggar ketentraman /
menyinggung perasaan penduduk.

• Bagian-bagian yang berbahaya pada suatu gua, wajib diberitahukan kepada kelompok
penelusur lainnya, apabila anda mengetahui ada kelompok lain yang menelusuri gua
tersebut.

• Dilarang memamerkan benda-benda mati/hidup yang ditemukan di dalam gua, untuk


kalangan non penelusur gua/non ahli speleologi. Hal itu untuk menghindari dorongan
kuat, yang hampir pasti timbul, untuk mengambili benda-benda itu, guna koleksi pribadi.
Bila dirasakan perlu maka hanya dipamerkan foto-fotonya saja

• Di berbagai negara, setiap musibah yang dialami penelusur gua wajib dilaporkan kepada
sesama penelusur, melalui Media Speleologi yang ada. Hal ini perlu untuk mencegah
terjadinya musibah lagi.

• Menjadi kewajiban mutlak penelusur gua, untuk memberitahukan kepada keluarga rekan
terdekat, ke lokasi mana ia akan pergi dan kapan akan pulang. Di tempat terdekat lokasi
gua wajib memberitahukan penduduk, Nama Dan Alamat para penelusur dan Kapan akan
diharapkan selesai menelusuri. Wajib memberitahukan kepada penduduk siapa yang di
hubungi, apabila penelusur gua belum keluar pada waktu yang telah ditentukan.

• Dalam setiap musibah, setiap penelusur gua wajib bertindak dengan tenang, tanpa panik,
dan wajib patuh pada instruksi pemimpin penelusuran gua/wakilnya

• Setiap penelusur gua wajib melengkapi dirinya dengan perlengkapan dasar, pada kegiatan
yang lebih sulit menggunakan perlengkapan yang memenuhi syarat. Ia wajib memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, tentang penggunaan peralatan itu sebelum menelusuri gua.

• Setiap penelusur gua wajib melatih diri dalam perbagai ketrampilan gerak menelusuri gua
dan ketrampilan penggunaan alat-alat yang dipergunakan.
FUNGSI GUA

• Tempat berlindung (primitif) manusia dan hewan

• Tempat penambangan mineral (kalsit/gamping, guano)

• Tempat perburuan (walet, sriti, kelelawar)

• Obyek wisata alam bebas dan minat khusus

• Obyek sosial budaya (legenda, mistik)

• Gudang air tanah potensial sepanjang tahun

• Kegiatan Olahraga

• Laboratorium ilmiah yang peka, lengkap dan langka (SAINS)

• Indikator perubahan lingkungan paling sensitive

• Fasilitas penyangga mikro ekosistem yang sangat peka dan vital bagi

Kehidupan makro ekosistem di luar gua

JENIS gua

• Menurut bentuknya :

• gua vertical

• gua horizontal

Menurut Jenis Batuannya

1. Gua karst: Terbentuk akibat peristiwa karst pelarutan batuan kapur akibat aktivitas air
sehingga tercipta lorong-lorong dan bentuk batuan akibat proses kristalisasi dan pelarutan
gamping Sekitar 70% gua yang ada di dunia terbentuk pada Kawasan Karst. Indonesia
memiliki kawasan karst yang luasnya sekitar 15,4juta hektare dan tersebar hampir di
seluruh Indonesia.

2. Gua litoral: Terbentuk akibat adanya proses erosi dan pengikisan dari air laut terhadap
batuan  di pantai seperti  pada tebing-tebing pantai yang curam dan berlangsung dalam
proses yang lama.

3. Gua Vulkanik: Terbentuk akibat pergeseran permukaan tanah akibat gejala keaktifan
vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena terbentuk dari batuan muda (endapan lahar)
dan tidak memiliki ornament batuan yang khas.
4. Gua Pasir: Terbentuk dari material pasir. Termasuk sulit untuk dijumpai karena
jumlahnya kurang dari 5% dari jumlah gua yang ada di dunia.

5. Gua Es : jenis gua alam yang terbentuk dari es dalam jumlah besar dan memiliki suhu
yang sangat rendah

Menurut kualitasnya

Kelas I : mudah, lorong tunggal, tidak ada jurang lebih dari 1m.

Kelas II : agak sulit, lorong bercabang, jurang kurang dari 3m

Kelas III : banyak lorong/cabang sederhana,atap tidak stabil

Kelas IV : gua berbahaya, jurang & jeram +15m, ada bagian harus direnangi

Kelas V : gua berbahaya, mengandung racun, aliran deras.

Grade A : mempunyai panjang lebih dari 30m, dpt ditelusuri tanpa alat

Grade B : panjang lorong ±60m, cabang, ada ornamen, dapat ditelusuri tanpa alat

Grade C : panjang lorong ±100m,banyak ornamen, dapat ditelusuri tanpa alat

Grade D : panjang lorong lebih dari 100m,banyak ornament, flora dan fauna, masih bisa
ditelusuri tanpa alat

Grade E: harus ditelusuri dengan alat, banyak biospeleologi,arkeologi & fosil purba

MADZHAB / PERSEPSI DALAM CAVING

FRANCIS

Melakukan penelusuran gua dengan metode / teknis menggunakan PENGALAMAN sebagai


bahan evaluasi untuk kedepannya

BRITISH

Melakukan penelusuran gua dengan metode/teknis dengan PERENCANAAN yang matang


untuk meminimalisir segala kemungkinan (resiko) yang akan terjadi.

• CABANG ILMU CAVING

• KESELURUHAN

Cabang ilmu yang terdapat dalam ilmu caving ( penelusuran gua ) saat ini terdapat

97 CABANG ILMU !!
DAN BERCABANG !!!!

• Caving of MATEKSAPALA

• SPELEOLOGI

• BIOSPELEOLOGI

• KARSTOLOGI

• HIDROLOGI KARST

• FOTOGRAFI

• MAPPING

• TEHCNIQUE (TPGH & TPGV)

• TEKNIK PENELUSURAN gua

• TPGH

• PERSONAL PROTECT EQUIPMENT

• TEAM PROTECT EQUIPMENT

• TPGV

• PERSONAL PROTECT EQUIPMENT

• TEAM PROTECT EQUIPMENT

• TECHNIQUE

• RIGGING

• SRT ( FROG SYSTEM )

• Self & Group Rescue

RIGGING (read : rijing)

Teknik (SENI) pemasangan lintasan pada gua (khususnya vertical) yang harus memenuhi
standar(prinsip dasar) & syarat (aturan) serta langkah-langkah tertentu dengan menggunakan
lingkungan sekitar sebagai anchor/tambatan yang dipadukan dengan simpul yang BAIK &
BENAR

• PRINSIP DASAR (STANDAR) RIGGING


1. Lintasan harus sesuai dgn kemampuan team

2. Tambatan yg aman

3. Lintasan aman dari dinding gua

4. Lintasan sederhana dan mudah di perhatikan

5. Hati2 dengan batu yg tidak stabil

6. Dapat dibuat jalur rescue

7. Jangan terlalu banyak simpul ( mengurangi kekuatan tali )

• Langkah-Langkah Rigging

1. Analisis team

2. Pasang safety line

3. Cari jalur yang sesuai dengan kondisi team

4. Cari back up anchor

5. Cari main anchor

6. Rigging ( sesuai dengan prinsip rigging dan kondisi team )

• MACAM MACAM BENTUK ANCHOR

• BERDASARKAN JENISNYA

• NATURAL ANCHOR (anchor alami)

• ANCHOR BUATAN

• BERDASARKAN FUNGSINYA

• BACK UP ANCHOR

• MAIN ANCHOR

• BERDASARKAN BENTUKNYA (LINTASAN)

Y-ANCHOR DEVIASI

INTERMEDIATE PENDULUM

TRAVERS SPIDER
SINGLE

• HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

• FALL FACTOR

FALL FACTOR adalah PERHITUNGAN / RESIKO JATUH yang akan terjadi sesuai anchor
yang kita buat dengan JARAK/PANJANG LINTASAN maupun
BENTUKNYA.

• RUMUS

• JARAK JATUH :

• PANJANG TALI

Catatan :

• Anchor menggunakan webbing ( jangan langsung menggunakan tali karena tali tidak
mengikuti kontur objek )

• Usahakan tidak membuat anchor dengan simpul jangkar

• Tidak perlu dililit SILANG / KATING

• ALAT RIGGING

• Webbing

• Tali kernmantel

• Carrabinner (screw & NON screw)

• Padding

• Matras

• APD CAVING (SEAT HARNEST,COWSTAIL,HELMET)

UNTUK JUMLAH & PANJANG TALI SESUAI KEBUTUHAN (MEDAN)

MATERI 2 CAVING

Pemateri : Mentor Izul


Hari, Tanggal : Senin, 04 Maret 2019
Materi : Speleologi dan biospeleologi
SPELEOLOGI

Berasal dari bahasa Yunani

Spelaion : Gua & Logos : Ilmu

Notes :

 Gua memiliki sifat khas dalam mengatur suhu didalamnya

 Gua merupakan salah satu ciri khas kawasan karst

Lahirnya Ilmu Speleologi

Di Eropa, Ilmu Speleologi sudah berkembang sejak abad – 19.

Di Indonesia Ilmu Speleologi baru dikenal sejak tahun 1979 dengan berdirinya sebuah club yang
bernama SPECAVINA .

Bapak Speleologi Dunia Adalah Eduard Alfred Martel, Penelusur Gua dari Prancis yang
melakukan observasi, mencatat dan menganalisa segala fenomena bawah tanah di Prancis dan
Negara – Negara Tetangga.

klasifikasi atau pengelompokan gua :

Kelas I

Gua wisata: terbuka untuk pariwisata, dapat dikunjungi oleh masyarakat umum. Di dalam gua ini
sedikit sekali biota, artefak atau bentuk-bentuk / bagian yang peka atau rentan gangguan.

Kelas II

Gua khusus: memiliki hal-hal yng khusus misalnya biota endemik, biota dalam ambang
kepunahan, tempat suci, bagian yang membahayakan pengunjung, sering banjir, atau alasan lain.

Untuk memasuki gua jenis ini diperlukan ijin.

Kelas III

Gua konservasi: gua yang dilindungi yang seharusnya oleh undang-undang. Banyak hal atau
bagian di dalam gua jenis ini yang perlu mendapat perlindungan seksama. Sebaiknya gua jenis ini
hanya untuk penelitain ilmiah dan pekerjaan konservasi. Untuk memasukinya diperlukan ijin
khusus dengan maksud dan tujuan yang jelas.

• Ilmu yang berkaitan erat dengan Speleologi

– Karstologi
– Biospeleologi

– Geomorfologi

– Arkeologi

– Speleogenesis

– Speleotourism

– Speleothem

– Hidrologi karst

SPELEOGENESIS
Swall
Lo ow
ro Hole
Loron
ng
g
Va Air Fosil
Loron
do Perk
seg
olasi
Fhare• Sungai bawah tanah dibagi menjadi dua yaitu :

atik1. Autochthonous
- Berasal dari gua itu sendiri

- Disebut percolation test

- Kandungan CaCO3 Tinggi

2. Allochthoconous

- Berasal dari luar gua

- Disebut vadose water/vadose stream

- Kandungan CaCO3 rendah

- Suhu air terpengaruh dengan suhu udara luar

Speleothem

Jenis – Jenis Ornamen Gua


• Stalagtit

• Stalagmit

• Coloumn

• Pilar

• Soda Straws

• Flowstone

• Helegtit

• Gourdam

• Draperies

• Aragonites

• Dll

Biospeleologi

• Bios: hidup

• Spelaion: gua

• Logos: ilmu

Ilmu yang mempelajari biota gua dan lingkungannya (kehidupan dalam gua).

Lingkungan Gua

• Lingkungan ekstrim, gelap total

• Kelembaban sangat tinggi, mendekati 100%, suhu tahunan relatif stabil.

• Menuntut adaptasi biota gua.

Perbedaan kehidupan dalam gua dan luar gua

1. Luar Gua

- Keanekaragaman dan populasi tinggi

- Sumber makanan melimpah

- Fluktuasi suhu tinggi


2. Dalam Gua

- Keanekaragaman dan populasi terbatas

- Sumber makanan terbatas

- Kelembaban dan suhu yang konstan

- BERDASARKAN DERAJAT INTENSITAS CAHAYA, LINGKUNGAN GUA


DAPAT DIBAGI MENJADI 4 ZONA, DIMULAI DARI MULUT (VERMEULEN
& WHITTON 1997):

ZONA TERANG

Intensitas cahaya, kelembaban, dan suhu bervariasi.

Banyak dan bervariasi fauna dapat dijumpai.

ZONA TRANSISI

Gelap, tetapi masih terkena pantulan cahaya dari luar, kelembaban dan suhu masih
bervariasi.

Sejumlah spesies umum dijumpai, sebagian masih berhubungan dengan dunia di luar
gua.

ZONA DALAM

Gelap gulita, kelembaban hampir konstan 100%, suhu konstan.

Dihuni sepenuhnya oleh spesies yang sudah beradaptasi dan tidak pernah
berhubungan dengan dunia luar.

ZONA STAGNAN

Gelap gulita, kelembaban 100% , sedikit perubahan, konsentrasi CO2 dapat tinggi

Organisme sudah beradaptasi dengan kondisi lingkungannya


SECARA UMUM LINGKUNGAN GUA DI CIRIKAN DENGAN :

Gelap Total Sepanjang Masa

Sumber Energi Yang Rendah

Mikroklimat Yang Relatif Stabil

Kelembaban Yang Sangat Tinggi

LINGKUNGAN UNIK = FAUNA UNIK

PROSES ADAPTASI DAN EVOLUSI DARI TINGKAT :

FISIOLOGI

MORFOLOGI

PERILAKU

TIPE ADAPTASI FAUNA GUA (TROGLOMORPHISME) ADA 2 MACAM

• Regressive adaptation

– mata yang mengecil atau bahkan hilang sama sekali

– hilangnya pigmen tubuh

– hilangnya sayap di beberapa kelompok serangga

– Progressive adaptation:

– antena atau tungkai yang memanjang

– meningkatnya indra perasa seperti jumlah setae atau “rambut-rambut” halus di


permukaan tubuh, trichobothria

Binatang gua dapat dibedakan dalam kategori ekologi

(Vermeulen & Whitton 1997) yaitu:

1. TROGLOXENE

• Organisme yang hidup di dalam gua namun tidak pernah menyelesaikan seluruh siklus
hidupnya didalam gua. Contoh : Kelelawar

2. TROGLOPHILE
• Organisem yang menyelesaikan siklus hidupnya di dalam gua, namun jenis yang sama
ditemukan juga hidup di luar gua. Contoh : Salamander, Cacing Tanah, Kumbang, dan
Crustacea

3. TROGLOBITE

• Organisme gua sejati dan hdup secara permanen di zona gelap total dan hanya ditemukan
di dalam gua. Contoh : Ikan Amblyopsis spelaeus, Puntius sp, Bostrychus sp.

TIPE – TIPE HABITAT GUA

TERESTRIAL

• Lantai gua : lumpur, tanah, bawah batu, celah dinding: jangkrik,labah-labah, ular

• -Dinding, pilar, ceruk, celah: jangkrik, kepik, laba-laba,tikus, ular

• -Langit-langit / atap : kelelawar, burung (walet, kepinis)

• -Bahan organic (timbunan:serasah, bangkai, kayu busuk): kumbang, tungau, Diplopoda,


Isopoda, cacing, ekorpegas (Collembola)

AKUATIK

Sungai bawah tanah: ikan, ketam, udang, moluska, plankton (Copepoda)

GUANO

Timbunan kotoran kelelawar

-Dapat menumpuk di suatu tempat atau tersebar tidakteratur : Diplopoda, Isopoda, Akari/tungau,
Collembola,Insecta /Serangga(jangkrik gua, kecoa, kepik, kumbang,lalat, ngengat, dlsb)

MENGAPA BIOTA GUA PENTING UNTUK DI KAJI ?

-Unik (morfologi)

-Tingkat endemik tinggi

-Tingkat keanekaragaman tidak tinggi

-Populasi rendah atau populasi tinggi pada kasus tertentu

-Reproduksi rendah, masa hidup > panjang

-Rentan perubahan lingkungan

-Informasi tentangnya belum banyak


-Biologinya masih dalam misteri

-Mini ukurannya, tetapi maksi dalam peran

BIOTA

MATERI 3 CAVING

Pemateri : Mentor Vero


Hari, Tanggal : Senin, 11 Maret 2019
Materi : Karstologi

Karstologi Ilmu yang mempelajari fenomena karst dari berbagai aspek ilmiah secara
interdisipliner karst berasal dari bahasa Slavia ”Krs/Kras” yang berarti batu-batuan

 Secara Umum :

Bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan Karbonat yang pembentukannya
dipengaruhi oleh proses pelarutan yang sangat tinggi dibanding dengan batuan di tempat lainnya.

• KAWASAN KARST

Menurut Jennings (1971)

”kawasan dengan ciri relief dan drainase (pengaliran) yang unik karena memiliki tingkat
pelarutan terhadap air alam (natual water) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempat lain.

• Ciri – ciri kawasan Karst

1. Terdapat sejumlah cekungan dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, cekungan –
cekungan tersebut digenangi air atau tanpa air

2. Bukit – bukit kecil yang merupakan sisa – sisa erosi akibat pelarutan kimia pada batu
gamping

3. Sungai – sungai yang nampak dipermukaan hilang dan terputus ke dalam tanah

4. Adanya sungai – sungai dibawah permukaan tanah

5. Terdapat tanah lempung tak larut berwarna merah kecoklatan sebagai endapan residul
akibat pelarutan batu gamping oleh air tanah

6. Permukaan yang kasar, pecah – pecah atau lubang – lubang karena pelarutan air tanah
pada batu gamping yang tidak tertutup oleh terrarosa

7. klasifikasi karst

8. Karst terbuka (bare karst). Tidak tertutup apa-apa.

9. Karst tertutup (covered karst), oleh sedimen yang tidak ada hubungannya dengan masa
batugamping itu sendiri.(aluvium, sandstone, fluvoglacial).

10. Karst tertutup tanah yang berasal dari batu gamping itu sendiri (terra rossa)

11. Karst terpendam (burried karst). Tertutup sempurna oleh batu-batuan yang lebih muda,
secara kebetulan ditemukan sewaktu diadakan pengeboran atau membuat sumuran.
12. Karst tropika.

13. Karst permafrost.

Aspek-aspek ilmiah karstologi

 Geomorfologi - topografi karst,

 Morfogenesis karst.

 Micro karst forms- bentukan karst mikro.

 Litologi dan stratigrafi batuan karbonat.

 Hidrologi karst.

 Sedimentologi karst.

 Denudasi karst.

 Ekologi karst.

 Vegetasi karst.

 Masalah agraria di kawasan karst.

 Masalah peternakan di kawasan karst.

 Kependudukan di daerah karst.

 Masalah kesehatan di kawasan karst.

 Arkeologi.

 Paleontologi.

 Pariwisata kawasan karst.

 Konservasi kawasan karst.

 Eksploitasi kawasan karst.

 Bendungan di kawasan karst.

 Nilai strategi kawasan karst

Morfogenesis Kawasan Karst


1. LITOLOGI

- Jenis kemurnian batuan karbonat.

- Kelulusan (permeabilitas) batuan.

- Kesarangan (porositas) batuan.

- Kemampatan (compactness) batuan

2. Sistem percelahan-rekahan pada batuan

3. Tektonisme

4. Sistem kekar-sesar-patahan yang ada

5. Iklim masa lalu dan masa kini. Intensitas curah hujan.

6. (tropical karst, arid karst)

7. Kualitas air hujan (hujan asam)

8. Jenis penutup di atasnya (tanah, vegetasi, batuan klastik, dsb)

9. Ketinggian di atas permukaan laut.(lowland, middle, highland karst).

10. Pengaruh uap air laut(coastal exposure surface)

11. Pengaruh aliran sungai (fluvial karst)

12. Pengaruh vulkanisme.(abu gunung berapi)

13. Proses fisiko-kimiawi, seperti case hardening, yaitu represipitasi batugamping yang larut
oleh air hujan.

14. Pengaruh biologis (lichen-algae-akar pepohonan-detritus, dsb).

15. Perusakan lingkungan karst oleh ulah manusia.

Geomorfologi atau topografi karst Adalah ilmu yang mempelajari bentukan alam karst

Contoh-contoh
• Unthuk

• Pepino hills

• Mogote

• Cenote

• Turmkarst-Towerkarst-Karst a tourelles

• Dolina-sinkhole-closed depression

• Polje (Slovenia) - Wang (Malaysia) - Hojo (Cuba) - Plans (Perancis)

BEBERAPA BENTUKAN MORFOLOGI KARST

• Doline

1. Doline berbentuk mangkuk

2. Doline berbentuk corong

3. Doline berbentuk sumur

• Uvala (Slovenic)

• Sink

• Swallow Hole

• Poljes

• Danau Karst

• Natural Bridge (Jembatan Karst)

Tahapan proses terbentuknya gua

1. Tahap awal, air tanah mengalir melalui bidang rekahan pada lapisan batu gamping
menuju ke sungai permukaan. Mineral – mineral yang mudah larut dierosi dan lubang
aliran air tanah tersebut semakin membesar

2. Sungai permukaan lama-lama menggerus dasar sungai dan mulai membentuk jalur gua
horizontal

3. Setelah semakin lama tergerus, aliran air tanah akan mencari jalur gua horizontal yang
baru dan langit – langit atas gua tersebut akan runtuh dan bertemu sistem gua hrizontal
yang lama dan membentuk surupan (sumuran gua)
Proses ini disebabkan karena air tanah yang menetes dari atap gua mengandung lebih banyak
CO2 daripada udara sekitarnya. Dalam rangka mencapai keseimbangan, CO2 menguap dari
tetesan air tersebut. Hal ini menyebabkan berkurangnya asam karbonat

• Proses pembentukan geomorfologi karst

• Kimia (pelarutan dan pengendapan)

H20 + CO2 H2CO3

Air karbon dioksida asam karbonat

H2CO3 + CaCO3 Ca(HCO3)2

Batu gamping Kalsium bikarbonat

Ca2+ + 2HCO32

• Fisis

Pelapukan, peretakan, patahan, gravitasi transfer, peruntuhan, erosi

Proses terbentuknya Gua

• Vadose Theory

Menyatakan bahwa gua terbentuk akibat aliran air yang melewati rekahan-rekahan pada
batuan gamping yang berada diatas permukaan air tanah.Teori Vadose ini banyak didukung oleh
Dwerry house (1907), Greene (1908), Matson (1909), dan Malott (1937) yang mempertahankan
bahwa sebagian besar perkembangan gua berada di atas watertable dimana aliran air tanah paling
besar. Jadi, aliran air tanah yang mengalir dengan cepat, yang mana gabungan korosi secara
mekanis dengan pelarutan karbonat, yang bertanggung jawab terjadap perkembangan gua. Martel
(1921) percaya bahwa begitu pentingnya aliran dalam gua dan saluran (conduit) begitu besar
sehingga tidak berhubungan terhadap hal terbentuknya gua batu gamping sehingga tidak relevan
menghubungkan batu gamping yang ber-gua dengan dengan adanya water table, dengan
pengertian bahwa permukaan tunggal dibawah keseluruhan batuannya telah jenuh air.

Deep Phreatic Theory

Menyebutkan goa terbentuk dibawah permukaan air tanah dimana pada rekahan-rekahan
terbentuk goa akibat proses pelarutan. Teori Deep Phreaticini banyak dianut oleh Cjivic (1893),
Grund (1903), Davis (1930) dan Bretz (1942) yang memperlihatkan bahwa permulaan gua dan
kebanyakan pembesaran perguaan terjadi di kedalaman yang acak berada di bawah water table,
sering kali pada zona phreatic yang dalam. Gua-gua diperlebar sebagai akibat dari korosi oleh air
phreatic yang mengalir pelan. Perkembangan perguaan giliran kedua dapat terjadi jika water
table diperrendah oleh denudasi (penggundulan) permukaan, sehingga pengeringan gua dari air
tanah dan membuatnya menjadi vadose dan udara masuk kedalam gua. Selama proses kedua ini
aliran permukaan dapat masuk ke sistem perguaan dan sedikit merubah lorong gua oleh korosi

• Watertable Theory

Menyatakan gua terbentuk dekat dan diatas permukaan air tanah sesuai dengan turunnya
permukaan air tanah. Teori Water Table dianut oleh Swinnerton (1932), R Rhoades dan Sinacori
(1941), dan Davies (1960) mendukung gagasan bahwa air yang mengalir deras pada water tabel
adalah yang bertanggungjawab terhadap pelarutan di banyak gua. Eleveasi dari water table
berfluktuasi dengan variasi volume aliran air tanah, dan dapat menjadi perkembangna gua yang
kuat didalam sebuah zone yang rapat diatas dan dibawah posisi rata-rata. Betapapun, posisi rata-
rata watertable harus relatif tetap konstan untuk periode yang lama. Untuk menjelaskan sistem
gua yang multi tingkat, sebuah water table yang seimbang sering dihubungkan dengan periode
base levelling dari landscape diikuti dengan periode peremajaan dengan kecepatan down-cutting
ke base level berikutnya

Porositas

• Permeabilitas

Permeabilitas merupakan efisiensi batuan untuk menyalurkan air

Sistem Patahan

Bentukan Karst Mikro

• Morfologi karren tergantung dari :

• Distribusi, sifat dan banyaknya hujan. (air maupun salju)

• Sifat fisik dan kimiawi batugamping.

• Reaksi kimiawi yang meliputi CaCO3, CO2 dan H2O.

• Ada tidak adanya penutup tanah, tanaman, humus dsb.


• Sudut kelandaian permukaan batugamping

• Fase iklim masa lampau.

Jenis - Jenis Karren

Rillenkarren - Trittkarren - Rinnenkarren - Spitzkarren - Meanderkarren - Rundkarren -


Kluftkarren - Hohlkarren - Deckenkarren - Kamenitza (Tinajita) - Solution Notch - Limestone
pavement - Seekarren - Rainpits.

• Morfogenesis Endokarst

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

• Infiltrasi.

• Perkolasi.

• Rhizolith (sistem perakaran tanaman)

• Korosi (Chemical erosion)

• Korasi (Mechanical erosion)

• Proses peruntuhan ruangan bawah tanah. (Collapse of underground voids)

• Tektonisme dan gempa bumi.

• Sistem kekar-sesar-patahan.

• Kegiatan pertambangan.

• Sedimentasi dalam gua.

• Pengendapan batukapur atau kalsit (speleothems)

A. MATERI 4 CAVING

Pemateri : Mentor Izul


Hari, Tanggal : Senin, 18 Maret 2019
Materi : Fotografi Gua

FOTOGRAFI GUA
1. MENDOKUMENTASIKAN KEGIATAN DIDALAM GUA

2. MENDOKUMENTASIKAN KEINDAHAN GUA

3. MENGGAMBARKAN KONDISI GUA

4. MENDOKUMENTASIKAN BIOTA GUA

5. MENDOKUMENTASIKAN PENINGGALAN SEJARAH

Dasar-dasar photografi

• Focus

• Framing

• Sudut Pemotretan

• Pencahayaan

Speed

Iso

• Diafragma

• Ligting / flash

Sudut Pemotretan

• Background (BG) dan Foreground (FG)

• Pandangan sebatas mata (eye level viewing)

• Pandangan burung (bird eye viewing);

• Low angle camera

• Frog eye viewing

• Waist level viewing

• High handheld position

Gua merupakan bentukan alam yang unik, keadaan gelap total, lumpur, air baik kubangan
maupun sungai, bentukan ornament gua, lorong vertikal, chamber,

danau, hewan yang unik, air terjun, lorong sempit dan bentukan geologis yang unik
PERALATAN YANG DIGUNAKAN

1. KAMERA

2. TRIPOD

3. SHUTLE RELEASE

4. SLAVE UNIT

5. BLITZ

6. DRY BOX

7. LAP LENSA / TISSUE

8. LAP TANGAN

KAMERA

Tipe SLR analog/ manual

Keunggulan

1. Fungsi bulb

2. Lebih tahan di kondisi lembab

3. Tahan akan guncangan

Lensa

• Lensa normal berukuran fokus sepanjang 50 mm atau 55 mm

• Lensa lebar bisanya mempunyai lebar fokusnya 16-24mm

• Lensa tele adalah lensa yang memiliki focal length panjang (85mm, 135mm dan 200mm)

• lensa special

Tripod

SHUTTLE RELEASE

BLITZ

DRY BOX
(dry box dan cilica gel (DBSG))
ALAT LAINNYA

1. Slave unit

2. Plastik bening

3. Lap lensa/ tissue

4. Lap tangan

TEHNIK FOTOGRAFI GUA

1. Menggunakan Blitz/ Flash

2. Menggunakan Cahaya Artifisial (Boom Karbit, Lilin, )

3. Foto Dimulut Gua Cahaya Alami

BLITZ/FLASH

1. Singel blitz / flash

2. Dua flash

3. Multiple flash

4. Siluette

SINGLE FLASH

PROSES PENGAMBILAN FOTO

DUA FLASH

PROSES PENGAMBILAN FOTO


MULTIPLE FLASH

PROSES PENGAMBILAN GAMBAR

SILUETTE

PROSES PENGAMBILAN FOTO

MENGGUNAKAN CAHAYA BOOM


FOTO DI MULUT GUA

MATERI 5 CAVING

Pemateri : Mentor Vero


Hari, Tanggal : Senin, 18 Maret 2019
Materi : Mapping

Pemetaan Gua

 Gambaran perspektif gua yang diproyeksikan keatas bidang datar yang bersifat selektif
dan dapat dipertanggung jawabkan secara visual dan matematis dengan menggunakan
skala tertentu

MANFAAT PETA GUA

Bukti otentik bagi penelusur gua, sebagai penulusuran yang pertama kali
menelusuri goa tersebut.

Membantu para ahli dalam penelitian dibidang Speleologi

Untuk mencari System Perguaan yang ada disekitarnya.

Untuk memudahkan dalam usaha pertolongan apabila terjadi kecelakaan didalam


Gua/Cave Rescue.

Untuk kepentingan (HANKAMNAS).

Pengembangan obyek wisata gua di Bidang Pariwisata.

JENIS PETA GUA

Plan View/ Plan Section → Peta gua yang digambarkan dalam bentuk tampak dari atas.

Extended Section → Peta gua digambarkan dalam bentuk tampak samping, bentuk
memanjang tanpa proyeksi.

Projected Section → Digambar dalam bentuk tampak samping & diproyeksikan dengan
plan section.
Cross Section → Peta gua yang digambar dalam bentuk tampak depan. Cross Section
berupa sayatan.

Peta Gua 3 Dimensi (3D) Perspektif → Gambaran peta secara visual mendekati dengan
kenyataan sesunguhnya.

Plan Section, Extended Section, Projected Section

Peta 3d

PERALATAN PEMETAAN GUA (Pengumpulan Data Gua)

 Kompas (Alat utk mngukur azimut)

utk grade 5 kompas Suunto tipe k14/360 atau k14/360 R, kompas militer Mark III/tipe
06A

 Klinometer (Alat utk mngukur kemiringan)

utk mncapai grade 5 BCRA mnggunakan klino merk Suunto PM-5

 Pita Ukur

utk mncapai grade 5 pita ukur sebaikny terbuat dr bahan fibron yg diperkuat oleh
fiberglass dgn panjang max 30 meter

 Topofil

 Alat ukur non magnetik (Teodolit,Protactor,busur)

 Buku Catatan (bs Kodatrace atau yg tahan air)


 Alat Tulis (Pensil Lunak B)

 Alat Penerangan (klo bs terbuat dr plastik dan tdk mempengaruhi medan magnet)

 Marker

 Alat Survey Elektronik (PDA,laser disto,laser range finger,dll)

GRADE PEMETAAN

 Grade pemetaan menurut BCRA (British Cave Research Association) dibagi menjadi
6 grade ditambah 1 grade khusus.

 Grade 1 (Survey dgn akurasi rendah,pngukuran tdk dilakukan)

 Grade 2 (dilakukan hny jika diperlukan. Berupa sketsa)

 Grade 3 (Survey magnetik kasar. Sudut horizontal dan vertikal diukur dgn akurasi hingga
± 2,5º. Jarak diukur dgn akurasi hingga ± 50 cm. kesalahan posisi stasiun kurang dr 50
cm)

 Grade 4 (dilakukan jk hnya diperlukan)

 Grade 5 (Survey magnetik. Akurasi sudut mencapai ± 1º, kesalahan posisi stasiun kurang
dr 10 cm)

 Grade 6 (Survey magnetik yg lbh akurat dr grade 5)

 Grade X (Survey tdk dilakukan dgn kompas. Berdasarkan pd penggunaan teodolit/total


station)

klasifikasi perincian survei

 Class A : semua detail dibuat di luar kepala.

 Class B : detail lorong diestimasi dan dicatat di dalam gua.

 Class C : detail lorong diukur pada tiap station survei.

 Class D : detail diukur pada tiap station dan antar station.

Catatan !!!

 Akurasi detil lorong sebaiknya sama dgn akurasi centerline.

 Biasanya hanya satu dr kombinasi grade survey di bawah ini yg dipergunakan :

1A,
3B atau 3C,

5C atau 5D,

6D,

XA, XB, XC atau XD

Methode Arah Survey

 Forward Methode

 Leap Frog Methode

Arah Survey (Pengambilan Data)

 Top to Bottom

 Bottom to Top

Metode Pengukuran Chamber

Polygon Tertutup

Polygon Terbuka

Offset Methode

Poligon Terbuka Poligon Tertutup

c d e 4 56
ab 3 1
1 2 3 4 5 121 7
j i f 8 1
h g 0 9
Offset
3 4 5
a a a
1 23 44 55 6 7
b Titik bStasiunb
Penentuan

Suatu titik pd lorong goa dmn data survey dikumpulkan

Syarat2 Stasiun:

 Mwakili perubahan lebar lorong


 Mwakili perubahan tinggi atap

 Mwakili perubahan arah lorong

 Mwakili perubahan kemiringan lantai

 Berada pd posisi yg dpt berperan sbagai titik ikat bagi percabangan lorong

 Berada pd jarak tdk lebih dr 30 meter dr stasiun sblmnya

 Mwakili perubahan pd kondisi dan situasi lorong

 Ketika mlakukan survey pd suatu chamber dgn metode poligon terbuka, hrs dipilih titik2
stasiun yg dpt mngikat sub stasiun2 yg berada di sepanjang dinding chamber

Organisasi Tim Survey

 Leader

 Stationer/pointer (Bertugas sbg sasaran bidik bagi shooter)

 Shooter (Bertugas membidik instrumen dan membaca instrumen2 pengukuran)

 Pencatat data/Diskriptor/Pengsketsa (Mencatat semua hasil pngukuran pd buku


catatan,dan menggambar sketsa)

Alat Pengolahan Data

 Data Lapangan (data survey)

 Kertas pengolahan data

 Kalkulator (Sinus, cosinus, tangen)

 Alat tulis

Penggambaran Peta

 Penentuan Skala.
 Penggambaran Peta dapat dilakukan dengan menggunakan 2 Metode yaitu :
Koordinat Polar dan Koordinat Cartesius.

Alat penggambaran peta

Manual

 Alat tulis

 Milimeter Blok

 Busur/protaktor

Software

 Komputer/Laptop

 Software Pemetaan (Kompas, survex, wall’s)

 Software lainnya (autocad, photoshop, corel, dll)

Contoh Penggambaran Dengan Menggunakan Koordinat Cartesius

Kelengkapan Peta

 Nama Gua

 Letak Administratif Gua

 Waktu Pembuatan/Pemetaan (Tanggal, Bulan Dan Tahun)

 Tinggi Elevasi mulut gua dari Permukaan Laut

 Panjang Gua dan Kedalaman Gua

 Lagenda

 Skala Peta

 Utara Peta
MATERI 6 CAVING
Pemateri : Mentor
Hari, Tanggal : Senin, 15 April 2019
Materi : pengenalan rescue
Rescue Croll To croll
Teknik ini digunakan ketika berat badan korban sama dengan berat badan rescuer.
a. Peralatan rescuer
1. Set srt(tidak perlu menggunakan autostop karena rescuer menggunakkan autostop
korban)
2. Carabiner konektor (2 carabiner)
b. Langkah – langkah rescue croll to croll
1. Ascending hingga jumar rescuer dekat dengan croll korban
2. Pasang cowsteil pendek rescuer pada MR korban bagian bawah
3. Lepas jumar rescuer lalu simpan
4. Dekatkan croll rescuer dengan croll korban (naik menggunakan footlop korban)
5. Hadapkan alat descending (autustop ) korban menghadap ke rescuer
6. Pasangkan talii pada autostop korban lalu kunci
7. Turunkan jumar korban agar tidak terlalu jauh ketika ingin melepas jumar
8. Buka croll korban dengan cara:
a. Memangku korban diataspaha rescuer (posisi bokong korban persis di atas lutus
rescuer)
b. Kencangkan chest harnest korban (agar badan korban tegak lurus dengan tali &
mudah diangkat oleh rescuer)
c. Posisi tangan kanan selalu berada di belakang croll korban untuk menahan ketika
croll sudah lepas
d. Ayunkan badan rescuer kebelakang sambil mengangkat korban dengan kedua lutut
e. Ketika korban terangkat segera lepaskan crollkorrban dan turunkan perlahan hingga
korban berada di bawah rescuer
9. Lalu buka croll rescuer (setelah croll terbuka turun perlahan sambil memasang konektor
pada MR korban bagian bawah)
10. Lepaskan jumar korban lalu simpan
11. Buka autostop korban lalu turun
12. Berhentilah ketika posisi rescuer sudah dapat berdiridi tanah
13. Kunci autostop korban
14. Lepaskan konektor dan cowsteal pendek rescuer pada korban
15. Turunkan korban dengan posisi rescuer memeluk korban dari belakang

Rescue Power System


Teknik ini digunakan ketika berat badan korban lebih ringan daripada rescuer (karena rescuer
harus mengangkat beban korban)
a. Peralatan rescuer
1. Set SRT
*menggunakan cowsteil pendek kurang lebih 30-40 cm(agar tidak terlalu jauh jarak
antara rescuer dengan korban sehingga mudah untuk melepas croll korban)
b. Langkah – langkah :
1. Ascending hingga jumar rescuer dekat dengan croll korban
2. Pasang cowsteal pendek rescuer pada MR korban bagian atas
3. Pasang cowsteal pendek korban pada MR rescuer bagian bawah ( janagan sampai tali
kernmantel berada di tengah tengah antara cowsteal rescuer dan cowsteal korban)
4. Lepaskan dan simpan jumar korban\
5. Pindahkan jumar rescuer ke atas croll korban
6. Pindahkan croll rescuer ke atas croll korban
7. Terus naik hingga beban korban berpindah daric roll ke cowsteal yang saling
disangkutkan pada MR
8. Lepaskan croll korban
9. Pasang tali pada aotostop korban rescuer lalu kunci
10. Lepaskan croll rescuer dengan cara berdiri di footlop dengan tenaga yang kuat untuk
mengangkat beban korban
11. Ketika beban berpindah ke autostop, lepaskan jumar rescuer lalu simpan
12. Buka kuncian autostop lalu turun
13. Berhentilah ketika posisi rescuer sudah berenti di tanah
14. Kunci autostop korban
15. Lepaskan konektor dan cowstealpedek rescuer pada korban
16. Turunkan korban dengan posisi rescuer memeluk korban dari belakang
17. Posisikan korban duduk & bersandar di dada rescuer (posisi lutut menekuk sejajar
dengan jantung)
18. Lepaskan peralatan SRT korban
19. Tindakan lanjutan ( korban janagan langsung ditentangkan supaya darah yang tadinya
tersumbat tidak lagsung mengalir ke jantung dan otak

Rescue Counter Balance


Teknik ini digunakan ketika berat badan korban korban lebih berat daripadarescuer
a. Peralatan rescuer :
1. Set SRT (tidak perlu menggunakan autustuk karena descending menggunakan
autostop korban )
2. Carabiner konektor 2 buah
b. Langkah langkah :
1. Ascending hingga jumar rescuer dekat dengan croll korban
2. Pasang cowsteil pendek rescuer pada MR korban bagian bawah
3. Lepaskan footlop & carabiner pada footlop rescuer untuk memindahkan beban di croll
ke footlop / untuk membantu mengangkat korban ketika ingin melepas croll korban
4. simpan jumar rescuer
5. Dekatkan croll rescuer dengan croll korban (naik menggunakan footloop korban)
6. Sangkutkan footloop tersebut melintang melewati carabinerjumar si korban,
sangkutkan carabiner footloop tersebut ke MR korban bagian atas, lalu naikan
jumarkorban hingga panjang footloop dari MR kurang lebih 10-15 cm
7. Hadapkan alat descending (autustop ) korban menghadap ke rescuer
8. Pasangkan tali pada autostop korban lalu kunci
9. Turunkan jumar korban agar tidak terlalu jauh ketika ingin melepas jumar
10. Buka croll korban dengan cara:
a. Memangku korban di atas paha rescuer (posisi bokong korban persis di atas lutus
rescuer)
b. Kencangkan chest harnest korban (agar badan korban tegak lurus dengan tali &
mudah diangkat oleh rescuer)
c. Posisi tangan kanan selalu berada di belakang croll korban untuk menahan ketika
croll sudah lepas
d. Ayunkan badan rescuer kebelakang sambil mengangkat korban dengan kedua lutut
e. Dibantu dengan menginjak footloop yang dilintangkan ke MR korban sambil
mengangkat korban
f. Ketika korban terangkat segera lepaskan crollkorrban dan turunkan perlahan hingga
korban berada di bawah rescuer
11. Lalu buka croll rescuer (setelah croll terbuka turun perlahan sambil memasang konektor
pada MR korban bagian bawah)
12. Lepaskan footloop yang melintang pada MR korban lalu simpan
13. Lepaskan jumar korban lalu simpan
14. Buka kuncian autostop korban lalu turun
15. Berhentilah ketika posisi rescuer sudah dapat berdiridi tanah
16. Kunci autostop korban
17. Lepaskan konektor dan cowsteal pendek rescuer pada korban
18. Turunkan korban dengan posisi rescuer memeluk korban dari belakang
19. Posisikan korban duduk & bersandar di dada rescuer (posisi lutut menekuk sejajar
dengan jantung)
20. Lepaskan peralatan SRT korban
21. Tindakan lanjutan ( korban janagan langsung ditentangkan supaya darah yang tadinya
tersumbat tidak lagsung mengalir ke jantung dan otak

Anda mungkin juga menyukai