HUTAN
MOUNTAINEERING (GUNUNG HUTAN)
Mendaki gunung adalah suatu kegiatan keras, berbahaya, penuh
petualangan, membutuhkan keterampilan, kecerdasan, kekuatan, dan
daya juang yang tinggi. Bahaya dan tantangan yang seakan hendak
mengungguli, merupakan daya tarik dari kegiatan ini.
Pada hakekatnya bahaya dan tantangan tersebut adalah menguji
kemampuan dirinya untuk bersekutu dengan alam yang keras,
keberhasilan suatu pendakian yang sukar dan sulit berarti keunggulan
terhadap rasa takut dan kemenangan terhadap perjuangan melawan
dirinya sendiri.
– Mountain = Gunung
– Mountaineer = Orang yang berkegiatan di gunung
– Mountaineering = Segala sesuatu yang berkaitan dengan gunung atau
dalam arti yang luas berarti suatu perjalanan yang meliputi mulai dari hill
walking sampai pendakian ke puncak-puncak gunung yang sulit
Banyak alasan orang melakukan kegiatan mountaineering namun pada
dasarnya kegiatan itu dilakukan untuk :
1. Mata pencaharian
2. Adat Istiadat
3. Agama /Kepercayaan
4. Ilmu Pengetahuan
5. Petualangan
6. Olahraga
7. Rekreasi
B. TERMONOLOGI GUNUNG
1. Hill Walking/Hiking
Hill walking atau yang lebih dikenal sebagai hiking adalah sebuah
kegiatan mendaki daerah perbukitan atau menjelajah kawasan bukit yang
biasanya tidak terlalu tinggi dengan derajat kemiringan rata-rata di bawah
45 derajat. Dalam hiking tidak dibutuhkan alat bantu khusus, hanya
mengandalkan kedua kaki sebagai media utamanya. Tangan digunakan
sesekali untuk memegang tongkat jelajah (di kepramukaan dikenal
dengan nama stock atau tongkat pandu) sebagai alat bantu. Jadi hiking ini
lebih simpel dan mudah untuk dilakukan.
2. Scrambling
Level berikutnya dalam mountaineering adalah scrambling. Dalam
pelaksanaannya, scrambling merupakan kegiatan mendaki gunung ke
wilayah-wilayah dataran tinggi pegunungan (yang lebih tinggi dari bukit)
yang kemiringannya lebih ekstrim (kira-kira di atas 45 derajat). Kalau
dalam hiking kaki sebagai ‘alat’ utama maka untuk scrambling selain kaki,
tangan sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang atau membantu gerakan
mendaki. Karena derajat kemiringan dataran yang lumayan ekstrim,
keseimbangan pendaki perlu dijaga dengan gerakan tangan yang mencari
pegangan. Dalam scrambling, tali sebagai alat bantu mulai dibutuhkan
untuk menjamin pergerakan naik dan keseimbangan tubuh.
3. Climbing
Berbeda dengan hiking dan scrambling, level mountaineering yang
paling ekstrim adalah climbing! Climbing mutlak memerlukan alat bantu
khusus seperti karabiner, tali panjat, harness, figure of eight, sling, dan
sederetan peralatan mountaineering lainnya. Kebutuhan alat bantu itu
memang sesuai dengan medan jelajah climbing yang sangat ekstrim.
Bayangkan saja, kegiatan climbing ini menggunakan wahana tebing batu
yang kemiringannya lebih dari 80 derajat.
Peralatan dasar kegiatan alam bebas seperti ransel, vedples (botol
air), sepatu gunung, pakaian gunung, tenda, misting (rantang masak
outdoor), kompor lapangan, topi rimba, peta, kompas, altimeter, pisau,
korek, senter, alat tulis, dan matras mutlak dibutuhkan selain alat bantu
khusus mountaineering seperti tali houserlite/kernmantel, karabiner, figure
of eight, sling, prusik, bolt, webbing, harness, dan alat bantu khusus
lainnya yang dibutuhkan sesuai level kegiatannya.
3. Climbing
4. Expedition
Tidak semua medan yang dilalui untuk menuju puncak itu seragam
sehingga ada beberapa sistem/teknik yang dilakukan untuk menuju
puncak yang harus disesuaikan dengan karakter medan. Pada beberapa
pendakian kita kenal ada tiga buah sistem/teknik pendakian yaitu :
1. Alpin Taktik : sistem pendakian ini biasa dilakukan pada medan yang
jaraknya tidak terlalu jauh, dan tidak kembali lagi ke base camp serta
seluruh tim pendaki harus dapat mencapi puncak (taktik ini berkembang di
pegunungan alpen yang karakternya sangat sesuai dengan taktik ini)
2. Himalayan taktik : Sistem pendakian ini biasa dilakukan pada medan
yang jaraknya cukup jauh sehingga untuk menuju puncak ada beberapa
base camp yang didirikan guna melakukan sistem drop barang, pada
taktik ini tidak semua anggota tim harus mencapai puncak (taktik ini
berkembang di pegunungan himalaya yang karakternya sangat sesuai
dengantaktik ini)
3. Siege taktik : Gabungan antara Alpin Taktik dan Himalayan taktik.
5. Berdoa
#. Perlengkapan Perorangan:
1. Carrier / Ransel / day-pack (sebelum barang dimasukkan, biasakan
bungkus barang-barang dengan kantong plastik untuk menghindari
hujan)
2. Matras
3. Rain coat / ponco
4. Sleeping Bag dan perlengkapan tidur
5. Perlengkapan makan & minun
6. Baju hangat / jaket + baju ganti (cadangan)
7. Sepatu gunung + kaos kaki cadangan
8. Senter (Baterai + bohlam cadangan)
9. Kupluk + topi rimba, sarung tangan, peluit
10. Obat-obatan pribadi
11. peralalatan navigasi (Kompas,dll), webbing, tali dll
12. Logistik
13. Lilin dan lampu senter
14. Pisau serba-guna / Victorinox
15. perlengkapan mandi
#. Perlengkapan Team :
1. Tenda
2. Peralatan masak
3. P3K
4. Trash Bag
5. Golok Tebas
1. Bahaya Objektif
a) Kondisi Bentuk Permukaan Bumi (Terrain);
Apakah Terrain berpemukaan: datar, curam, patahan-patahan,
tonjolan-tonjolan dan gabungan dari beberapa bentuk. Masing-massing
memiliki bahaya sendiri-sendiri. Apakah kondisi permukaan itu terbentuk
oleh tanah padat, gembur, berair, becek, rawa, sungai, pasir, kerikil bulat,
krikil tajam, batuan lepas, batuan padat dan serterusnya. Masing- masing
juga memeiliki sifat-sifat tersendiri yang tentunya memeiliki potensi-
potensi bahaya.
d) Ketinggian
Tinggi rendahnya suatu tempat dari atas permukaan laut, akan berkaitan
dengan besarnya tekanan udara di tempat itu. Disekitar ketinggian sejajar
dengan permukaan laut tekanan udara besarnya kurang lebih 1 Atmosfir
(atm), pada 500 Meter Diatas Permukaan Laut (mdpl) tekanan udaranya
hanya kurang lebih 50%nya. Besarnya tekanan disebabkan massa udara
yang lebih besar. Dengan kata lain materi yang membentuk udara lebih
banyak. Makin kecil tekanannya, makin sedikit materi yang
membentuknya. Oksigen yang kita butuhkan ada kurang lebih 20% dari
materi yang membentuk udara. Dengan demikian makin tinggi suatu
tempat dari permukaan laut makin sedikit jumlah oksigen dari setiap liter
yang terhisap paru-paru kita. Tubuh kita membutuhkan waktu untuk
beraklimatisasi dengan kondisi ini. Kurangnya waktu aklimatisasi dapat
menimbulkan gangguan pada kesehatan tubuh kita, yaitu apa yang
disebut Mountain Sickness, yang bila berlanjut dari kondisi Hypoxia dapat
berkembang menjadi Pulmonaryedema dan atau Cerebraledema. Bahkan
diatas ketinggian yang berkisar mulai diatas 5000 mdpl, tubuh kita tidak
mampu beraklimatisasi secara permanaen. Hanya dalam batasan waktu
tertentu tubuh kita dapat bertahan. Daerah diatas ketinggian itu sering
juga disebut “Death Zone” dimana tidak ada makhluk hidup yang dapat
beraklimatisasi permanent disana. (Can u follow it…?)
f) Kondisi Akibat/Pengaruh
Yang dimaksud dengan kondisi akibat atau pengaruh adalah suatu
kondisi yang pada umumnya/biasanya tidak merupakan potensi bahaya,
tetapi akibat pengaruh tertentu menjadikannya sebagai potensi atau
bahaya. Beberapa contoh misalnya :
– Adanya bangkai binatang besar diatas aliran sungai yang sangat jernih
dihutan atau digunung yang kita gunakan sebagai sumber air.
– Adanya ganggang beracun pada genangan air tetrentu yang kita anggap
sebagai sumber air yang baik.
– Munculnya gas beracun di wilayah gunung berapi dimana biasanya
wilayah tersebut aman. Hal ini mungkin akibat aktivitas gunung berapi
beraktivitas diluar normalnya.
– Jenis-jenis ikan tertentu yang biasanya tidak beracun menjadi ikan
beracun bila dikonsumsi akibat adanya kandungan mineral tertentu atau
micro organisme tertentu diperairan habitatnya.
– Dan contoh lainnya.
g) Kondisi Sosial Budaya
“Lain padang lain belalangnya, lain lubuk lain pula ikannya”,
demikian kata peribahasa. Setiap daerah memang memiliki adat-istiadat
tersendiri. Kesalahan kita dalam menghargai adat istiadat setempat dapat
menimbulkan kesalahpahaman. Rasa tidak suka, penolakan terhadap
kehadiran kita akan menimbulkan ketidaknyamanan dan atau rasa tidak
aman pada diri kita. Hal ini bila berlanjut dapat menjadi potensi bahaya
yang tidak jarang pula menjadi bahaya. Tidak jarang pula masyarakat
pedalaman yang akan merasa tidak aman bila wilayahnya dimasuki orang
asing. Bagi kita sikap mereka sering kita anggap agresif, yang
sesungguhnya itu adalah manifestasi dari rasa tidak aman itu. Pendekatan
yang cermat perlu kita lakukan agar situasi itu tidak menjadi potensi
bahaya.
2. Bahaya Subjektif
Hal utama dari sikap pendekatan kita terhadap nasib baik dan buruk
mungkin yang terbaik adalah sebagai berikut: Adanya nasib buruk adalah
sesuatu yang tak dapat dihindari. Apabila terjadi pada kita, terimalah
sebagai suatu realita bukan dengan reaksi emosi yang negatif seperti :
Kesal, Menyesali, Marah dst. Hal terpenting yang harus kita lakukan
adalah bagaimana kita dapat mengatasinya dengan bijak dan tepat.
Mendapatkan nasib baik harus kita sadari hanya benar-benar sebuah
keberuntungan. Hal ini jangan kita jadikan sandaran untuk tindakan-
tindakan atau kegiatan-kegiatan selanjutnya. Tidak rela menerima adanya
nasib buruk dan tidak menyadari itu hanyalah sebuah keberuntungan,
akan menjadi suatu potensi bahaya bagi kita.