Anda di halaman 1dari 13

Apa itu Anarkisme?

anarchy

Simbol dari gerakan anarkisme

Istilah anarkisme seringkali diidentikkan dengan aksi premanisme, perusakan, dan kekerasan. Padahal
kalo lo coba menelusuri definisi dan pengertiannya, anarkisme hampir ga ada hubungannya sama sekali
dengan aksi perusakan atau kekerasan.

Lho, terus jadi apaan dong anarkisme? Secara sederhana, anarkisme adalah gagasan akan kondisi
masyarakat tanpa ada figur pemimpin, tanpa ada hirarki kewenangan vertikal, tanpa ada bentuk otoritas
apapun termasuk sistem pemerintahan.

Dari situ, biasanya timbul anggapan: Wah kalau tanpa pemimpin berarti pasti akan terjadi kekacauan
dong? Tunggu dulu, jangan langsung menarik kesimpulan. Terlepas dari bagaimana kondisi setelahnya,
definisi anarki stop berhenti sampai pada “kondisi masyarakat tanpa pemimpin dan tanpa hirarki
kewenangan vertikal”. Dalam praktiknya, gagasan politik ini bisa terjadi karena (1) dorongan aktif pada
sebuah masyarakat atau bisa juga (2) terbentuk secara natural pada masyarakat yang terisolasi.

Contoh komunitas masyarakat yang secara aktif berpandangan anarkisme (1) bisa lo lihat di List of
Anarchy Communities. Sementara kondisi masyarakat tanpa pemimpin yang terbentuk secara natural
(2) banyak terjadi pada masyarakat pendalaman yang terisolasi, salah satu contohnya adalah
masyarakat Inuit atau Eskimo yang telah puluhan ribu tahun hidup berdampingan tanpa ada tokoh
pemimpin sentral dan tanpa ada hirarki kewenangan vertikal.

masyarakat-inuit-eskimo

Orang inuit (eskimo) selama puluhan ribu tahun bermasyarakat tanpa figur pemimpin dan tanpa hirarki
kewenangan vertikal.

Buat yang mau lebih jauh menelusuri tokoh-tokoh yang mengusung gagasan ini, lo bisa coba ngulik
beberapa pemikiran dari tokoh-tokoh berikut: Pierre-Joseph Proudhon (1809 – 1865), Mikhail Bakunin
(1814 – 1876), dan Pyotr (Peter) Kropotkin (1842 – 1921)

PS: Aksi perusakan dan kekerasan lebih tepat disebut dengan tindakan vandalisme, bukan anarkisme.
Apa itu Demokrasi?

Nah, ini dia sistem politik yang paling populer sekarang ini. Walaupun sedikit banyak mungkin lo udah
tau, ga ada salahnya kita memahami konsep dasar dari demokrasi. Kalo dilihat dari sisi sejarah, sejarah
konsep demokrasi itu puanjaaang banget. Nah, pada artikel ini, gua ga akan bahas sejarahnya
demokrasi. Tapi justru gua akan berfokus pada pengenalan konsep dasar dan prinsip dasar utama dari
gagasan politik ini. Jadi kalo lo penasaran dengan sejarah demokrasi dari zaman Yunani Kuno (Ancient
Athens Circa) 508 SM sampai demokrasi abad 21, lo bisa telusuri sendiri dari berbagai macam sumber.

Oke terus apaan sih demokrasi itu? Pada intinya sih, ide pokok dari konsep demokrasi terletak pada
bagaimana cara pengambilan keputusan oleh suatu kelompok masyarakat, di mana masyarakat IKUT
DILIBATKAN dalam pengambilan keputusan tersebut dan setiap individu dalam masyarakat memiliki nilai
suara yang setara.

Dengan definisi seperti itu, mungkin seharusnya lo menyadari bahwa selama ini lo udah mempraktikkan
konsep demokrasi di lingkungan lo. Misal, ketika lo ikut dalam pemilihan ketua OSIS, BEM, atau
organisasi lain yang pernah lo ikuti.

Perlu lo camkan baik-baik juga, bahwa konsep demokrasi ini bukanlah gagasan yang tetap (fixed) dari
awal pembentukannya. Gagasan politik demokrasi, sebagaimana gagasan politik lainnya, juga
mengalami penyesuaian dan terus berevolusi, tapi akar prinsipnya selalu sama. Contoh dari bentuk
penyesuaian itu misalnya seperti ini: Kalo kita mengacu pada definisi “masyarakat” dalam pengertian di
atas, bagi kita yang hidup di negara Indonesia abad 21 ya “masyarakat” itu berarti semua warga negara
yang sudah dianggap dewasa (di atas 17 tahun). Tapi bagi masyarakat di zaman Yunani Kuno atau zaman
kerajaan Romawi, pengertian masyarakat demokrasi itu hanya laki-laki dewasa yang bukan golongan
budak. Artinya, zaman dulu budak dan perempuan, bukan termasuk masyarakat demokrasi, tidak boleh
ikut pemilu.

Contoh lain dari penyesuaian konsep demokrasi bisa kita lihat dari konteks “pengambilan keputusan”.
Dalam praktiknya, keterlibatan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan tentu tidak praktis jika
jumlah masyarakat sudah terlalu banyak. Oleh karena itulah ada yang namanya “wakil rakyat”. Sampai
pada tahap ini, konsep demokrasi jadi sedikit bergeser, di mana masyarakat dilibatkan dalam memilih
para “wakil rakyat” untuk mengambil keputusan serta menjalankan operasional pemerintahan. Nah,
karena konsep demokrasi inilah, tercipta sistem-sistem baru yang ga asing lagi di telinga lo: ada pemilu,
ada kampanye, ada partai politik, dan lain-lain. Dalam konsep politik yang lain, lo nggak akan
menemukan hal-hal tersebut.

pemilu-demokrasi

Adanya pemilu adalah salah satu tanda pemerintahan yang demokratis

Contoh terakhir dari penyempurnaan konsep demokrasi adalah konsep PEMISAHAN KEKUASAAN, di
mana “wakil rakyat” yang dimaksud tadi, harus dipisahkan perannya. Dalam sejarah, sebetulnya
lumayan banyak tokoh yang menggagas konsep pemisahan kekuasaan ini, seperti John Calvin & John
Locke, tapi yang paling populer dan dipraktikkan secara luas saat ini (termasuk di Indonesia) adalah
konsep Trias Politika Montesquieu.

Trias Politica Montesquieu menuntut klasifikasi peran dari “wakil rakyat”, artinya harus dipisahkan siapa
yang merancang aturan, siapa yang melaksanakannya, dan siapa yang mengevaluasi pelaksanaannya.
Maka dari itu, muncullah lembaga negara seperti:

Legislatif yang membuat aturan (DPR, MPR, DPD / Parliament)

Eksekutif yang melaksanakan pemerintahan (dari Presiden, Menteri, Gubernur, sampai ketua RT)

Yudikatif yang mengevaluasi pelaksanaan pemerintahan (MA, MK / Supreme Court)

negara-demokrasiPersebaran negara pada era modern yang menganut sistem demokrasi dalam
pemerintahannya

Sampai di sini, jelas ya konsep dasar demokrasi itu apa. Buat lo yang mau lebih jauh memahami proses
pembentukan konsep negara demokrasi, coba lo baca pemikiran dari Thomas Hobbes, John Locke,
Montesquieu, dan JJ.Rousseau.

Apa itu Liberalisme?


Jika bicara tentang gerakan politik liberalisme, sejarahnya bisa kita tarik panjang sampai pada era
pencerahan (age of enlightenment) di abad 16. Tapi secara umum, gagasan ini bisa dikatakan dirangkum
pertama kali oleh John Locke, di mana gagasan utama dari konsep politik liberalisme berfokus pada
penghargaan atas KEBEBASAN DAN HAK INDIVIDU.

Dalam hal ini, kebebasan serta hak individu yang dimaksud terus berkembang seiring dengan pergeseran
nilai-nilai sosial. Beberapa contoh kebebasan dan hak individu yang diusung oleh konsep politik
liberalisme pada umumnya adalah hak untuk berekspresi, hak untuk menyampaikan pendapat, hak
memiliki barang pribadi, hak untuk memilih pasangan hidup, hak untuk beribadah, hak untuk beragama,
hak untuk tidak beragama, hak untuk memiliki keturunan, hak untuk melakukan aborsi, hak untuk hidup,
sampai hak untuk mati (euthanasia). Bagi kaum liberal, kebebasan individu atas hak-hak pribadinya
adalah unsur yang terpenting dalam membangun masyarakat yang ideal.

Pada penerapannya, konsep liberalisme ini (sebagaimana konsep politik yang lain) juga berevolusi
menjadi berbagai macam versi sendiri-sendiri, walaupun gagasan pokok utamanya tetap pada
kebebasan hak individu. Khusus pada artikel ini, gua akan membahas 2 klasifikasi besar dari paham
liberalisme, yaitu:

Liberalisme Klasik (Classical Liberalism)

Sosial Liberalisme (Social Liberalism)

Perbedaan antara Liberalisme Klasik dan Sosial Liberalisme terletak pada bagaimana masing-masing
sistem politik ini memandang peran pemerintah. Bagi para penganut Liberalisme Klasik (kalau di
Amerika lebih populer disebut kaum Libertarian) pemerintah adalah “musuh” dari kebebasan. Oleh
karena itu, menurut kaum Libelisme Klasik, sebaiknya peran pemerintah dibuat se-minimal mungkin
(atau bahkan tidak sama sekali) dalam mengatur segala hal yang berhubungan dengan hak-hak pribadi
masyarakatnya. Jadi kaum Liberalisme Klasik ga suka tuh kalo pemerintah ikut campur dalam mengatur
hal-hal yang merupakan ranah pribadi, seperti urusan keyakinan, agama, seksualitas, pernikahan, dan
lain-lain.

Statue of liberty

Patung Liberty, simbol dari kebebasan. Terinspirasi dari Libertas, dewi kebebasan pada era Romawi
Kuno.

Sementara itu, pandangan politik dari Sosial Liberalisme justru melihat bahwa pemerintah dapat
berperan aktif dalam menjamin serta memastikan kebebasan individu tetap dijunjung tinggi dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat. Bagi kaum Sosial Liberalisme, pemerintah bertanggung jawab
serta berkewajiban dalam melindungi kebebasan serta hak-hak individu dari masyarakatnya. Lebih jauh
lagi, para penggagas awal konsep Sosial Liberalisme, seperti T.H. Green, L.T. Hobhouse, dan John A.
Hobson, juga beranggapan bahwa kondisi ideal (di mana hak-hak individu terjamin) hanya dapat
tercapai jika pemerintah mengambil peran aktif dalam mengupayakan keadilan sosial dan ekonomi
dalam masyarakatnya.

Oke sampai di sini, gua harap lo udah ngerti konsep dasar dari Liberalisme secara garis besar ya. Untuk
memahami lebih lanjut konsep politik ini, gua menyarankan lo untuk membaca karya pemikiran dari
Thomas Jefferson (1743-1826), Voltaire (1724-1694), dan John Stuart Mill (1806-1873).

Apa itu Sekularisme?

Istilah sekularisme juga seringkali disalahartikan sebagai pandangan politik yang anti-agama, bahkan
banyak juga yang menyamakan sekularisme itu dengan liberalisme, padahal itu semua anggapan yang
keliru. Jadi yang betul itu sekularisme maksudnya apa? Sekularisme itu adalah suatu prinsip politik yang
menegaskan bahwa sistem kenegaraan harus dipisahkan dengan agama. Jadi negara yang sekuler akan
mengesampingkan aspek agama dalam penerapan ketatanegaraannya. Dari mulai pembuatan undang-
undang, penegakan hukum, dan pelaksanaan kebijakan pemerintah, dan lain-lain harus netral dan tidak
didasarkan pada ajaran agama manapun.

Wah berarti negara yang sekular itu pasti anti-agama dong? Tunggu dulu, jangan langsung
berkesimpulan begitu. Perhatikan, definisi sekularisme berhenti pada “pemisahan agama dari sistem
pemerintahan”. Bukan berarti negara yang sekular itu anti-agama. Namun dalam praktiknya, negara
yang sekular menegaskan bahwa agama itu adalah urusan pribadi masing-masing individu. Dalam arti,
masyarakat boleh-boleh saja menganut agama dan beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-
masing. Tapi dalam urusan kebijakan politik, hukum, perdagangan, dan lain-lain negara harus NETRAL
dari pengaruh agama manapun.

Dalam praktik negara yang sekular, agama tidak boleh menjadi pertimbangan untuk bikin undang-
undang negara, agama tidak boleh juga jadi dasar pelaksanaan undang-undang, agama tidak boleh juga
jadi bahan dasar pertimbangan dalam proses pengadilan. Semua praktik dari ketatanegaraan tidak boleh
dicampur-adukan dengan ajaran agama manapun. Itulah prinsip dari sekularisme. Sampai di sini ngerti
ya maksudnya sekularisme itu apa.

Grafik peta di atas menggambarkan negara-negara yang menerapkan prinsip sekularisme ditunjukkan
dengan warna biru, sementara negara yang sistem kenegaraannya masih dipengaruhi agama diberi
tanda merah. Kemudian ada juga negara yang ditunjukkan dengan area abu-abu (termasuk Indonesia)
adalah negara yang dianggap ambigu.

Maksudnya ambigu itu seperti apa sih? Kita ambil contoh saja Indonesia yang dianggap ambigu dalam
penerapan prinsip sekularisme. Dalam praktiknya, hampir semua aspek kenegaraan di Indonesia netral
dari pengaruh agama manapun. Namun masih ada beberapa hukum di Indonesia yang dinilai ambigu
sehingga membuat status sekular negara ini dipertanyakan oleh dunia internasional. Seperti contohnya
negara Indonesia hanya mengakui adanya 6 agama resmi saja, kemudian persetujuan lembaga agama
adalah prasyarat dalam legalisasi pernikahan catatan sipil di Indonesia, belum lagi status agama
seseorang juga menentukan dasar hukum waris di Indonesia, dan lain-lain. Dalam negara yang
menerapkan prinsip sekularisme yang sesungguhnya, aspek agama tidak lagi jadi mempengaruhi hal-hal
administratif kependudukan seperti itu.

Apa itu Kapitalisme?

adam_smith

Adam Smith (1723-1790) adalah tokoh ekonomi dianggap luas sebagai simbol dari sistem pasar bebas
(free-market economics).

Pengertian dari kapitalisme yang dikenal secara umum, biasanya suka melebar ke mana-mana, dari
mulai penghargaan akan uang, kekayaan, kepemilikan saham, perdagangan bebas, operasi bisnis,
keuntungan/profit, dan lain-lain. Tapi sebetulnya, hal-hal yang disebutkan tadi hanyalah atribut-atribut
yang seringkali terkait dengan praktik kapitalisme. Tapi atribut-atribut tersebut belum cukup
menjelaskan kapitalisme itu sendiri. Jadi apa sih yang dimaksud dengan kapitalisme itu?
Secara sederhana, gua menjelaskan kapitalisme itu adalah sebuah gagasan akan sistem ekonomi yang
menjunjung tinggi KEBEBASAN DARI SEKTOR SWASTA, untuk dapat berperan aktif dalam perputaran
roda ekonomi. Nah, dengan berjalannya sistem ekonomi yang mendukung sektor swasta untuk terjun
dalam perputaran ekonomi dengan SEBEBAS-BEBASNYA. Ngomong-ngomong siapa sih yang dimaksud
dengan sektor swasta? Cakupannya adalah semua pelaku ekonomi selain dari pemerintah, bisa jadi
pengusaha kelas kakap sampai tukang sayur di pasar, termasuk kalo lo memutuskan untuk jualan kue
kering di sekolah.

Berdasarkan kondisi yang mendukung kebebasan dari pihak swasta, baru muncullah fenomena-
fenomena yang menjadi konsekuensi dari adanya kebebasan tersebut, seperti contohnya adanya
perusahaan yang mampu memonopoli pasar, adanya kegiatan jual-beli saham sebagai bentuk
kepemilikan perusahaan, adanya perdagangan bebas yang membentuk persaingan bisnis antar
perusahaan, dan sebagainya.

Menurut penganut paham kapitalisme, masyarakat yang ideal dapat terbentuk dari adanya kebebasan
dalam berbisnis & dalam persaingan usaha. Dengan adanya persaingan usaha, kualitas dari produk dan
jasa yang ditawarkan kepada pasar/konsumen menjadi lebih baik. Dengan adanya sistem perdagangan
bebas, setiap orang punya hak yang sama mendapatkan keuntungan sesuai dengan kapabilitas masing-
masing. Jika para pengusaha diberi kebebasan dalam berbisnis, bebas dalam mendapatkan keuntungan,
serta bebas bersaing; maka perputaran roda ekonomi juga semakin cepat. Hal itu akan membuat
lapangan kerja menjadi luas, angka pengangguran ditekan, kesempatan untuk berkarya tidak dibatasi,
serta banyak industri baru yang lahir dari kreativitas. Itulah kurang lebih argumen-argumen dari kaum
kapitalis.

Bagi lo yang ingin lebih jauh mengetahui dan mengenal prinsip-prinsip dasar ekonomi dari sudut
pandang kapitalisme, gua rekomendasikan lo untuk membaca tentang karya pemikiran dari Alfred
Marshall, Paul Samuelson, dan John Hicks.

Apa itu Sosialisme?

Jika lo menelusuri arti dari konsep sosialisme, lo akan dihadapkan pada berbagai macam tokoh-tokoh
dengan versi pandangan mereka masing-masing tentang “sosialisme”, seperti Henri de St-Simon, Karl
Marx, Friedrich Engels, Robert Owen, dan lain-lain. Tapi gua akan coba membantu lo untuk merangkum
ide pokok gagasan utama dari Sosialisme. Gagasan sosialisme, pada prinsipnya adalah bentuk
perlawanan terhadap konsep kepemilikan privat atas alat-alat produksi, serta memperjuangkan konsep
kepemilikan kolektif dan kontrol demokratis atas alat-alat produksi oleh kaum pekerja.

Berdasarkan prinsip tersebut, sosialisme terbagi-bagi menjadi banyak cabang. Salah satu yang paling
awal direpresentasikan adalah sosialisme versi Karl Marx & Friedrich Engels. Sosialisme versi Marx
adalah sebuah fase ekonomi yang terjadi (menurut Marx) setelah runtuhnya fase kapitalisme dan juga
merupakan fase perantara sebelum memasuki fase komunisme. Menurut Marx, sistem kapitalisme
cepat atau lambat akan menghancurkan dirinya sendiri karena sistem tersebut membagi jurang kelas
sosial semakin jauh dan secara timpang, hanya menyalurkan kesejahteraan bagi kaum pemilik modal
saja. Dengan semakin lebarnya kesenjangan sosial ini, Marx meramalkan bahwa suatu saat kaum pekerja
akan bersatu dan mengambil alih alat-alat produksi dari para pemilik modal untuk menciptakan sistem
ekonomi politik yang baru bernama Sosialisme.

Pada fase sosialisme, para pekerja akan mengambil alih kepemilikan alat-alat produksi yang kemudian
akan digunakan oleh pemerintah (sebagai representasi dari kaum pekerja) untuk memenuhi kebutuhan
sosial secara merata. Pada praktiknya, gagasan Sosialisme-Marxist inilah yang menginspirasi
pembentukan negara-negara yang kita kenal sebagai “negara komunis”, seperti Uni Soviet, RRC, Kuba,
Vietnam, dll.

stage to communism

Fase sistem ekonomi menurut Marxist: Sosialisme adalah kondisi setelah Kapitalisme runtuh, dan akan
menuju kondisi Komunisme.

Satu hal yang perlu lo garis bawahi adalah: negara-negara yang kita kenal sebagai “negara komunis”
seperti pada contoh di atas, secara definitif sebetulnya bukanlah negara komunis, melainkan adalah
negara penganut sosialisme ala Marx yang bertujuan kelak mencapai fase komunisme. Satu hal utama
yang menjadi corak golongan sosialis-Marxist adalah pemerintah mengambil alih segala bentuk
perputaran ekonomi. Dengan kata lain, tidak ada sektor swasta, tidak ada pasar, tidak ada perdagangan,
tidak ada pengusaha. Segala bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat merupakan tanggung jawab
tunggal dari pemerintah yang terpusat.

Communist_countries_1979-1983

Negara “komunis” atau lebih tepat disebut sebagai negara penganut Sosialisme-Marx yang bertujuan
mencapai tahap Komunisme.
Sosial Demokrat

Satu hal penting yang perlu diketahui bahwa belakangan istilah ‘sosialis’ seringkali disalah-artikan dalam
penggunaanya. Dewasa ini, seringkali jika seseorang mengatakan ‘negara sosialis’ (biasanya mengacu
pada negara-negara di Eropa) itu secara definitif sebetulnya berlainan dengan gagasan awal ‘sosialisme’
dari yang gua bahas di atas. Namun lebih tepat disebut dengan istilah sosial demokrat / social
democracy.

Apa bedanya sosial demokrat dengan sosialisme Marxist? Jika sosialisme dalam pengertian Marx
bertumpu pada perlawanan akan konsep kepemilikan privat, maka pada konsep sosial demokrat justru
tidak mempermasalahkan kepemilikan privat dan keterlibatan pihak swasta dalam menggerakan roda
ekonomi. Tapi dalam penerapan kebijakan ekonominya, negara penganut kebijakan sosial demokrat
sangat menekankan pada proses mendayagunaan pajak oleh pemerintah, yang mana pajak tersebut
(APBN) akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bersifat fundamental untuk
KEADILAN SOSIAL, seperti membangun fasilitas umum, sarana transportasi, ketersediaan listrik, air
bersih, jaminan kesehatan, jaminan pendidikan, dll.

Dalam praktiknya, sulit ditentukan mana saja yang menganut paham Sosial Demokrat karena menurut
gua satu-satunya indikator dari sistem politik ekonomi ini adalah sejauh mana pemerintah
mendistribusikan dana APBN terhadap pemenuhan kebutuhan sosial (social welfare), yang mana cukup
bisa direpresentasikan pada gambar di bawah ini:

sosial-democrat

Social expenditure as percentage of GDP OECD 2013 | sumber:


https://en.wikipedia.org/wiki/Welfare_state

Jadi gua tekankan sekali lagi, terminologi ‘negara sosialis’ dewasa ini seringkali mengacu pada definisi
dari konsep sosial demokrat. Tapi pada dasarnya, konsep sosial demokrati kurang tepat jika
dikategorikan sebagai turunan dari sosialisme, karena gagasan fundamental dari sosialisme tidak
dicakupi dari apa yang ditawarkan oleh konsep sosial demokrat.

Apa itu Komunisme?


Nah ini dia nih istilah yang paling sering disalahartikan di Indonesia. Sebagian besar masyarakat
Indonesia keliru mengidentikkan paham Komunisme sebagai paham kaum pemberontak yang anti-
Pancasila dan anti-agama. Padahal pada prinsipnya, definisi komunis tidak relevan dengan semua atribut
itu. Secara garis besar, Komunisme adalah gagasan tentang sistem ekonomi yang dirancang oleh Karl
Marx & Friedrich Engels dalam sebuah buku berjudul Das Kapital sebagai bentuk antitesis
(pertentangan) terhadap sistem ekonomi kapitalis yang saat itu berkembang pesat seiring dengan
berjalannya Revolusi Industri.

marx-dan-engels

Karl Marx & Friedrich Engels, 2 filsuf ekonomi-politik, penggagas konsep komunisme

Nah, kalau dalam pembahasan sosialisme di atas sempat disinggung bahwa Marxist-socialism dianggap
sebagai sebuah fase perantara yang kelak akan menjadi fase komunisme, lantas apa itu fase
komunisme? Komunisme menurut Marx adalah sebuah fase akhir dari proses perubahan sistem
ekonomi-politik, di mana ketika negara (sosialis) telah berhasil mendayagunakan alat produksi untuk
pemenuhan kebutuhan rakyatnya, maka suatu ketika nanti akan terbentuk suatu masyarakat ideal yang
saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, tanpa perlu adanya peran dari pemerintah.

Dalam konteks ini, komunisme bisa dikatakan sebagai bentuk kondisi masyarakat anarkis, yang tidak lagi
membutuhkan figur pemimpin, tidak membutuhkan negara sebagai lembaga kewenangan vertikal.
Dalam impian komunisme ala Marx ini, akan tercipta masyarakat yang setara, tidak ada lagi kelas sosial,
tidak ada lagi kepemilikan pribadi, tidak ada sektor swasta, tidak ada negara, tidak ada konsep uang,
tidak ada pasar, tidak ada perdagangan. Semua orang akan mengerjakan apa yang mereka inginkan,
serta saling memenuhi kebutuhan satu sama lain secara sukarela.

Dalam praktiknya, sejauh dari yang gua tau, sampai saat ini belum ada komunitas dengan skala besar
yang secara aktif berhasil menjalankan komunisme impian Marx sesuai dengan pengertian-pengertian di
atas. Nah, buat lo yang ingin lebih jauh menelusuri sejarah penerapan dari pemikiran Marxist, gua
rekomendasikan lo untuk membaca karya & perjalanan hidup dari Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir
Lenin, dan Leon Trotsky.

PSS. Kalo ada di antara lo yang ingin menelusuri sejarah komunisme lebih jauh, lo bisa membaca
beberapa artikel Zenius sebelumnya:

Sejarah Penerapan Ideologi Sosialisme-Komunisme di Uni Soviet


Dinamika Catatan Sejarah Gerakan 30 September 1965

Apa itu Fasisme?

hitler-mussolini

Adolf Hitler & Benito Mussolini, 2 tokoh yang paling identik dengan gerakan politik fasisme

Istilah Fasisme mungkin adalah yang paling baru dibandingkan berbagai pandangan politik yang lain,
tepatnya baru populer setelah perang dunia di abad 20. Secara definitif, paham fasisme agak sulit
diidentifikasi dalam satu pengertian yang jelas, bahkan oleh para ahli sejarah politik sekalipun. Namun,
kita bisa lebih memahami gagasan ini dari atribut-atribut serta prinsip dasar utama dari mereka yang
diidentikkan sebagai fasis. Berdasarkan atribut-atribut dan prinsip dasar utama itu, gua pribadi
mendeskripsikan fasisme sebagai:

Sebuah gagasan akan kondisi masyarakat yang dipimpin oleh kekuasaan tunggal berbasis militer, yang
menolak adanya kaum oposisi dalam pemerintahannya (hanya ada satu partai tunggal), di mana
kepentingan negara menjadi prioritas utama, di atas kepentingan individu atau kelompok apapun.
Dalam perspektif lain, fasisme juga bisa digolongkan sebagai pandangan ultranasionalis yang menolak
adanya entitas lain di luar negara, dalam arti tidak boleh sektor swasta atau kepemilikan atas nama
pribadi. Selain itu, fasisme juga memiliki atribut-atribut yang sangat melekat dalam penerapannya yaitu:

menolak adanya kebebasan berpendapat (anti-freespeech)

menolak kebebasan pers (anti-freedom of pers)

menolak kebebasan individu (anti-liberalisme)

menolak kesetaraan individu (anti-egalitarian)

menolak segala bentuk kerjasama dengan negara lain (anti-internationalism)

Beberapa contoh rezim yang pernah menerapkan faham Fasisme:

Italia dalam pemerintahan Benito Mussolini (1919-1943)

Portugal dalam pemerintahan Oliveira Salazar (1922-1968)


Jerman dalam pemerintahan Adolf Hitler (1933-1945)

Spanyol dalam pemerintahan Francisco Franco (1938-1975)

Argentina dalam pemerintahan Juan Peron (1946-1955)

Chili dalam pemerintahan Augusto Pinochet (1973-1990)

Irak dalam pemerintahan Saddam Hussein (1970-2003)

Apa itu Konservatisme?

republican2

Selama beberapa dekade terakhir, partai Republikan di AS dianggap sebagai refleksi dari konservatisme
pada era modern.

Terakhir adalah Konservatisme. Berbeda dengan beberapa istilah sebelumnya, konservatisme


sebetulnya kurang begitu tepat jika dianggap sebagai gerakan politis tertentu. Namun lebih tepat
dianggap sebagai sebuah pandangan untuk mempertahankan nilai-nilai tradisi & budaya yang sudah
mengakar dalam sebuah komunitas/masyarakat/negara. Dari sudut pandang lain, bisa juga dikatakan
konservatisme adalah pandangan yang menolak segala hal apapun yang mengubah nilai tradisi serta
berupaya tetap melestarikan apa yang sudah berjalan.

Nilai “tradisi” itu bisa jadi macem-macem bentuknya, misalnya budaya masyarakat, nilai-nilai agama
tertentu, nasionalisme, acara adat, dan lain sebagainya. Dalam praktiknya, golongan konservatif hampir
selalu bertentangan dengan mereka yang menyebut dirinya golongan progresif. Konflik antara 2 poros
pemikiran ini selalu terjadi dari zaman ke zaman, contohnya seperti ini:

Ketika kelompok progresif mengusung ide untuk menghapus perbudakan, golongan konservatif ingin
mempertahankan tradisi perbudakan.

Ketika kelompok progresif mengusung ide untuk melegalkan pernikahan sesama jenis, kelompok
konservatif menolak gagasan tersebut.

Ketika kelompok progresif mengusung ide kesetaraan gender (perempuan boleh sekolah dan boleh ikut
pemilu), golongan konservatif ingin mempertahankan tradisi bahwa perempuan tidak boleh sekolah dan
tidak boleh ikut pemilu.
Ketika kelompok progresif mengusung ide untuk menghapus tradisi pertunjukan gladiator manusia
dengan hewan, kelompok konservatif ingin mempertahankan tradisi pertunjukan gladiator tersebut.

Kira-kira kebayang ya maksudnya konservatif itu apa. Bagi kaum konservatif, hal yang pokok adalah
stabilitas status quo dan kelestarian dari tradisi. Tradisi dalam konteks ini, bisa jadi berbagai macam
tergantung dari budaya, agama, atau hal-hal yang dianggap ‘sakral’ pada masyarakat tertentu.

****

Satu poin lagi yang perlu gua garis-bawahi terkait berbagai macam istilah politik-ekonomi yang sudah
gua jelaskan di atas, yaitu suatu ideologi politik pada dasarnya tidak selalu bertentangan satu sama lain.
Contoh yang paling sering membingungkan adalah Amerika Serikat. Kita sering dengar bahwa Amerika
itu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, tapi di sisi lain Amerika juga juga sering disebut-sebut
negara yang liberal, kemudian nggak jarang juga kita dengar Amerika adalah negara yang kapitalis. Jadi
yang bener yang mana nih? Amerika itu demokrasi, liberal, atau kapitalis? atau ketiga-tiganya?

Sekali lagi gua tegaskan bahwa suatu ideologi politik tidak selalu harus bertentangan satu sama lain, ada
beberapa ideologi yang bisa berjalan beriringan. Namun ada juga ideologi yang tidak mungkin disatukan
karena prinsipnya sangat bertolak belakang. Contohnya, negara yang demokratis, bisa saja menganut
faham liberalisme, bisa juga konservatif, atau bisa juga ideologi ekonominya kapitalis.

Jadi bukan berarti jika negara A menganut demokratis, berarti tidak mungkin memiliki corak ideologi
lainnya. Asalkan tidak sangat berseberangan secara prinsip, hal itu mungkin terjadi. Contoh ideologi
yang sangat bersebarangan dan tidak mungkin bersatu adalah Fasisme dan Anarkisme, contoh lain yang
juga berseberangan adalah kapitalisme dan komunisme. Tidak mungkin sebuah negara/komunitas
menganut fasisme dan anarkisme secara bersamaan, karena kedua prinsipnya saling bertolak belakang.
Tidak mungkin juga sebuah negara menganut komunisme sekaligus kapitalisme, karena secara prinsip
berseberangan.

Okay deh, demikianlah sedikit pembahasan gua tentang beberapa istilah sistem sosial-ekonomi-politik.
Gua pribadi sadar bahwa tulisan singkat gua ini, pastinya masih belum bisa menjelaskan secara penuh
pengertian dari spektrum politik yang sangat luas dan kompleks. Namun gua harap, dengan adanya
tulisan ini, para pembaca zenius blog jadi semakin memahami sejarah pemikiran sistem ekonomi-politik
dunia. Sekaligus menjadi batu lompatan bagi lo yang tertarik untuk ingin mempelajari tentang sejarah
pemikiran ekonomi-politik.

Anda mungkin juga menyukai