Anda di halaman 1dari 77

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Keperawatan Medikal Bedah adalah pelayanan profesional yang berdasarkan
pada ilmu keperawatan medikal bedah dan teknik keperawatan medikal bedah
berbentuk pelayanan Bio-psiko-sosio-spiritual yang komphrehensif ditujukan pada
orang dewasa yang mengalami berbagai perubahan fisiologis dengan atau tanpa
gangguan struktural pada berbagai system tubuh.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang profesional seorang perawat
harus mampu bekerja sama dengan pasien, keluarga serta tenaga kesehatan terkait
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya serta menggunakan landasan
pengetahuan teoritik dari berbagai disiplin ilmu sebagai dasar dalam memberikan
asuhan keperawatan yang dimulai dari pengkajian, penentuan masalah keperawatan,
penyusunan rencana, pelaksanan tindakan keperawatan serta dalam melakukan
evaluasi.
Sehubungan dengan tujuan mempersiapkan perawat yang profesional maka
Praktek Belajar Lapangan sangat penting, pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan
adalah suatu proses pembelajaran klinik atau lapangan yang perlu ditempuh
mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan dalam akademik secara
terintergrasi. Dalam hal ini mahasiswa dituntut mampu memberikan Asuhan
Keperawatan yang berdasarkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan etika keperawatan
secara komphrehensif melalui pengalaman nyata di Rumah Sakit. Stase keperawatan
medikal Bedah merupakan stase dengan jumlah waktu pelaksanaan Praktik yang
cukup lama yaitu dilaksanakan selama 8 minggu. Praktek Klinik ini di bagi menjadi 2
gelombang yaitu Keperawatan medikal Bedah I dan keperawatan bedah II.
Sebelum melaksanaan Praktik Klinik keperawatan, mahasiswa terlebih dahulu
mengikuti Coaching selama 1 minggu. Coaching ini dilaksanakan untuk
mempersiapkan hal – hal yang akan di gunakan selama mengikuti Praktik Klinik di
antaranya Penyusunan Standar Asuhan keperawatan berdasarkan Panduan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) dan Standar Intervensi keperawatan (SIKI), Pembuatan Laporan Pendahuluan
Kasus, Pembuatan Leaflet untuk Penyuluhan Kesehatan dan cara pengisian SBAR.
Hal ini tentu saja sangat membantu mahasiswa dalam melakukan Praktik Klinik
Keperawatan.
Selama Melaksanakan Praktik Klinik Stase Keperawatan Medikal Bedah II,
mahasiswa dihadapkan dengan kegiatan Minicase, dan Ujian OSCE. Minicase
merupakan Studi kasus di mana mahasiswa akan mempresentasikan hasil pengkajian
kasus kelolaan kepada Preseptor Klinik dan Preseptor Akademik. Kegiatan di minggu
terakhir pada Stase Klinik Keperawatan medikal Bedah II adalah ujian Osce.
Pelaksaanaan Ujian Osce bertujuan untuk mengukur kemampuan mahasiswa dalam
melakukan Pengkajian, Pemeriksaan Fisik dan Tindakan Keperawatan kepada pasien,
dimana kegiatan ini di nilai langsung oleh Preseptor Klinik dan preseptor Akademik di
hadapan pasien.Untuk Pelaksanaan Ujian OSCE penulis mendapat bagain dalam
pelaksanaan Persiapan Instrumen Dasar Alat yang digunakan untuk Operasi.
Setelah melaksanakan Praktek Klinik Keperawatan selama 4 Minggu,
Mahasiswa akan melakukan Seminar Akhir Stase yaitu pemaparan Kasus kelolaan
yang Meliputi Pengkajian Keperawatan, Penegakkan Diagnosa Keperawatan serta
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan. Untuk seminar Akhir Stase, Penulis
mendapat bagian untuk memperenstasikan kasus kelolaan dengan gangguan Sistem
Urologi Chronik Kidney Disease (CKD) di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. M.M
Dunda Limboto.
Untuk Kasus Kelolaan penulis tertarik untuk mengangkat kasus Kelolaan atas
nama Ny. A.M dengan Diagnosa Medis Chronik Kidney Disease (CKD) di Ruang
Hemodialisa RSUD Dr. M.M Dunda Limboto. Ny. A.M merupakan salah satu klien
yang rutin melakukan Tindakan Hemodialisis di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto.
Klien mulai melakukan tindakan Hemodialisis sejak tanggal 22 Desember 2018.
Diagnosa Medis Ny. A.M adalah CKD On HD, saat dilakukan pengkajian klien
mengeluh Bengkak pada bagian Kaki dan perut, Cepat Merasa lelah jika Beraktivitas,
terpasang Akses Dialisis Cateter Double Lumen (CDL). Pemeriksaan Foto Thorax
menunjukkan hasil Cardiomegaly Susp. MHD dengan Oedema Paru Intertisial.
Dari Penjelasan di atas dapat disimpulkan Bahwa Stase Keperawatan Medikal
Bedah II adalah kesempatan bagi Mahasiswa untuk mendapatkan Ilmu sebanyak –
banyaknya khususnya tentang Ilmu Keperawatan Medikal Bedah dengan kasus kasus
yang berfokus pada keperwatan Bedah yang ada di RSUD Dr. M.M Dunda Limboto.

1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan Program Praktek Belajar Klinik ini mahasiswa diharapkan
dapat menerapkan proses keperawatan pada pasien dewasa yang mengalami
gangguan pada sistem Muskuloskeletal, sistem Integumen, Sistem Sistem Urologi,
Sistem Endokrin,

b. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan praktek belajar klinik KMB II diharapkan mahasiswa
mampu :
a) Menerapkan ilmu yang berhubungan dengan keperawatan medikal bedah
diantaranya yaitu: Ilmu Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia serta
patofisiologi untuk dapat menjelaskan perubahan pada gangguan sistem –
sistem tubuh diantaranya sistem Muskuloskeletal, sistem Integumen, Sistem
Sistem Urologi, Sistem Endokrin.
b) Melakukan Pengkajian Hemodialisis pada pasien dengan Gangguan Sistem
Sistem Urologi.
c) Mengambil kasus kelolaan (1 kasus/minggu) pada pasien dengan gangguan
sistem Muskuloskeletal, sistem Integumen, Sistem Sistem Urologi, Sistem
Endokrin,
d) Mengkaji status kesehatan serta mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan
diantaranya sistem Muskuloskeletal, sistem Integumen, Sistem Sistem Urologi,
Sistem Endokrin,
e) Merumuskan masalah keperawatan yang muncul serta masalah kolaborasi
berdasarkan data yang diperoleh selama pengkajian.
f) Menentukan tujuan keperawatan dan menyusun rencana tindakan keperawatan
berdasarkan masalah keperawatan yang muncul.
g) Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan
yanga telah ditentukan.
h) Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan.
i) Mendokumentasikan seluruh proses keperawatan yang telah dilakukan secara
sistematis.
j) Melakukan tindakan keperawatan sesuai target kompetensi yang telah
ditentukan berdasarkan gangguan sistem yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Medis


a. Definisi
A. Chronik Kidney Disease (CKD)
1. Definisi
Ginjal merupakan organ tubuh yang memiliki peranan penting dalam
mengatur volume dan komposisi cairan tubuh, mengeluarkan banyak obat-
obatan dan produk-produk limbah dari proses metabolisme sehingga rentan
terhadap efek samping obat.Ginjal yang mengalami penurunan fungsi
menyebabkan akumulasi obat dan metabolit aktif, dan terkadang dapat
menyebabkan nefrotoksisitas. Berdasarkan beberapa peranan penting ginjal
tersebut, perhatian yang besar menyangkut pemilihan dan penyesuaian dosis
obat sangat diperlukan agar fungsi ginjal tetapbaik.Sebagian besar obat yang
larut dalam air akan dikeluarkan dalam bentuk utuh dengan jumlah tertentu
melalui ginjal, sehingga butuh penyesuaian dosis yang cermat apabila obat
diresepkan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal terutama untuk obat-
obat yang memiliki indeksterapi sempit (Smeltzer dab Bare 2013).

2. Klasifikasi gagal ginjal


a Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang timbul secara tiba-tiba dan
penurunan volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat
menurun secara tiba-tiba sampai dibawah 15 mL/menit.Penyakit ini
mengakibatkan peningkatan kadar serumurea, kreatinin,dan bahan lain.
Gagal ginjal akut bersifat reversibel, namun secara umum tingkat
kematian pasien tinggi.
b Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis ditandai dengan berkurangnya fungsi ginjal secara
perlahan, berkelanjutan, tersembunyi, dan bersifat irreversibel.

3. Etiologi
a. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
d. Gangguan jaringan penyambung (lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik progresif)
e. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
f. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
g. Nefropati toksikmisalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal.
h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra. (Nahas dan Levin, 2015)

4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis gagal ginjal akut meliputi:
a. Perubahan volume urin (oliguria, poliuria);
b. Kelainan neurologis (lemah,letih,gangguan mental);
c. Gangguan pada kulit (gatal-gatal,pigmentasi);
d. Tanda pada kardiopulmoner (sesak,perikarditis);
e. Gejala pada saluran cerna (mual, nafsu makan menurun, muntah
(Nuratif dan Hardi 2015).
5. Patofisiologi
Terdapat tiga kategori ARF (Acute Renal Failure) atau gagal ginjal
Akut, yaitu prerenal, renal dan postrenal dengan mekanisme patofisiologi
berbeda.
a. Prerenal
Prerenal ditandai dengan berkurangnya pasokan darah ke ginjal.
Penyebab umumnya yaitu terjadinya penurunan volume intravaskular
karena kondisi seperti perdarahan, dehidrasi, atau hilangnya cairan
gastrointestinal. Berkurangnya curah jantung misalnya gagal jantung
kongestif atau infarkmiokard dan hipotensi juga dapat mengurangi
aliran darah ginjal yang mengakibatkan penurunan perfusi glomerulus
dan prerenal ARF.
Penurunan aliran darah ginjal ringan sampai sedang mengakibatkan
tekanan intraglomerular yang disebabkan oleh pelebaran arteriola aferen
(arteri yang memasok darah keglomerulus), penyempitan arteriola eferen
(arteri yang membawa darah dari glomerulus), dan redistribusi aliran
darah ginjalke medula ginjal. Fungsional ARF terjadi ketika mekanisme
adaptif terganggu dan hal tersebut sering disebabkan oleh obat-obatan,
antara lain: NSAID (Non Steroid AntiInflammatory Drug) merusak di
lasimediator prostaglandin dari arteriola aferen. ACEI (Angiotensin
Converting Enzym eInhibitor) dan ARB (Angiotensin Receptor Blocker)
menghambatan giotensin II dimediasi oleh penyempitan arteriola
eferen.Siklosporin dan takrolimus terutama dalam dosis tinggi
merupakan vasokonstriktor ginjal yang poten. Semua agen tersebutdapat
mengurangi tekanan intraglomerular dengan penurunan GFR (Glomerular
Filtration Rate).
b. Renal
Gagal ginjal intrinsik, disebut jugas ebagai intrarenal ARF
disebabkan oleh penyakit yang dapat mempengaruhi integritas tubulus,
pembuluh glomerulus, interstitium, ataudarah. ATN (Acute Tubular
Necrosis) merupakan kondisi patofisiologi yang dihasilkan dari obat
(aminoglikosida atau amfoterisin B) atau iskemik terhadap ginjal
c. Post Renal
Postrenal terjadi karena obstruksi aliran kemih oleh beberapa sebab,
antara lain: hipertrofi prostatjinak, tumor panggul, dan pengendapan batu
ginjal.
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
a. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin
serum normal dan penderita asimptomatik.
b. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah
rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum
meningkat.
c. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
e. Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin
Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) / ( 72 x
creatini serum )
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan Penurunan fungsi ginjal
2) Ureum Kreatinin
b. Identifikasi Etiologi Gagal Ginjal
1) Analisa Urin rutin
2) Mikrobiologi Urine
3) Kimia Dara

7. Komplikasi
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang(Supartondo 2016)

8. Penatalaksanaaan
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Dialisis
3. Transplantasi ginjal
4. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.

B. Konsep Dasar Hemodialisa

1. Definisi
Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya
melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian
darah kembali lagi kedalam tubuh pasien, (Baradero, Dayrit dan siswadi,
2009 dalam Amali, 2018).

2
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme,
zat toksik lainnya melalui membran semi permeable sebagai pemisah
antara darah dan cairan dialisat yang sengaja dibuat dalam dialiser
(Hudak dan Gallo 1996 dalam Wijaya dan Putri, 2013).

2. Tujuan
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan
asam urat
b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding
antara darah dan bagian cairan.
c. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh,
(Wijaya dan Putri, 2013).

3. Prinsip Hemodialisis
Prinsip-prinsip dasar yang digunakan saat proses hemodialisis ada
2, yaitu dialisis dan ultrafiltrasi (konveksi). Dialisis adalah suatu proses
dimana komposisi zat terlarut dari satu larutan diubah menjadi larutan
lain melalui membran semipermiabel. Molekul-molekul air dan zat-zat
terlarut dengan berat molekul rendah dalam kedua larutan dapat melewati
poripori membran dan bercampur sementara molekul zat terlarut yang
lebih besar tidak dapat melewati barier membran semipermiabel. Proses
penggeseran (eliminasi) zat-zat terlarut (toksin uremia) dan air melalui
membran semipermiabel atau dializer berhubungan dengan prose difusi
dan ultrafiltrasi (konveksi)

a. Difusi
Dihubungkan dengan pergeseran partikel-partikel dari daerah
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang
ditimbulkan oleh perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dikedua sisi

3
membran dialysis, difusi menyebabkan pergeseran urea, kreatinin
dan asam urat dari darah klien ke larutan dialisat .
b. Osmosa
Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi permiabel
dari daerah yang kadar partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar
partikel lebih tinggi.
c. Ultrafiltrasi
Terdiri dari pergeseran cairan lewat membran semi
permeabel dampak dari bertambahnya tekanan yang dideviasikan
secara buatan. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi
hidrostatik dan osmotik.
Hemo = darah Dialisis = memisahkan dari yang lain, (Wijaya
dan Putri, 2013).
1) Ultrafiltrasi hidrostatik
a) Transmembrane pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah
dan kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat
terlarut didalamnya berpindah dari darah ke dialisat melalui
membran semipermiabel adalah akibat perbedaan tekanan
hidrostatik antara kompertemen darah dan kompartemen
dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan
tekanan yang melewati membran.
b) Koefisien ultrafiltrasi (KUF)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air
bervariasi tergantung besarnya pori dan ukuran membran.
KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati
membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient)
atau perbedaan TMP yang melewati membran.
c) Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh
membran semipermiabel, bila larutan “B” mengandung lebih

4
banyak jumlah partikel dibanding “A” maka konsentrasi air
dilarutan “B” lebih kecil dibandingkonsentrasi larutan “A”.
Dengan demikian air akan berpindah dari “A” ke “B”
melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat
terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel
terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada
kedua bagian menjadi sama.

4. Indikasi
Adapun indikasi untuk pasien yang dapat melakukan terapi cuci
darah/hemodialisis ini antara lain :
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi
glomerulus <5 ml)
b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi:
1) Hiperkalemia (K+ darah >6 meq/l)
2) Asidosis
3) Kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam (ureum >200 mg%, kreatinin
serum > 6 mEq/l.
5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat
7) Intoksikasi obat dan zat kimia
8) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
9) Sindrom hepatorenal dengan criteria :
a) K+ pH darah <7,10 asidosis
b) Oliguria/anuria > 5 hr
c) GFR < 5 ml/I pada GGK
d) Ureum darah > 200 mg/dl

5
5. Kotraindikasi
a. Hipertensi berat (TD >200 / 100 mmHg)
b. Hipotensi (TD < 100 mmHg)
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi, (Wijaya dan Putri.2013).

6. Akses Sirkulasi darah pasien


Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula dan
femoralis, fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah pasien
pada hemodialisis darurat dicapai melalui kateterisasi subklavikula
untuk pemakaian sementara. Kateter femoralis dapat dimasukkan ke
dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan
sementara (Barnett & Pinikaha, 2007 dalam Hermawati, 2017).
Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau
menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to
side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula
tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu menjadi matang
sebelum siap digunakan (Brruner & Suddart, 2011). Waktu ini
diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dan
segmenvena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima
jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan ke
dalam pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan
mengalir melalui dializer. Segmen vena fistula digunakan untuk
memasukkan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis (Barnett &
Pinikaha, 2007 dalam Hermawati, 2017).
Tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh
darah arteri atau vena dari materia gore-tex (heterograf) pada saat
menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis. Ttandur

6
dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan
fistula (Brunner & Suddart, 2008 dalam Hermawati, 2017).
Hemodialisme akan efektif jika dialisme dilakukan sekitar 2-6
jam/minggu pada pasien baru, sedangkan pada pasien yang sudah stabil
dan menjalani kronik hemodialisa sekitar 6 – 18 jam /minggu. Untuk
mendapatkan aliran darah yang besar ( sekitar 200 -300 cc/menit)
selama 2-5 jam sangatlah sulit. Biasannya pada pasien akut kita lakukan
pada vena vemoralis, sehingga dapat diperoleh aliran darah yang besar.
Pada pasien dengan program HD berkala yaitu 2 -3 kali/minggu harus
disiapkan penyambungan pembuluha darah arteri dan vena. Ada 2
macam cara :
a. Pintas (shunt) eksternal Kanula khusus yang mengalirkan darah
arteri langsung ke vena yang berdekatan. Kanula arteri dan vena
dihubungan dengan konektor sehingga pada saat dialisa konektor
dibuka lalu kanula arteri dihubungkan ke slang yang mengalirkan
darah ke ginjal buatan dan kanula vena untuk memasukkan darah
kembali ketubuh penderita. Komplikasi yang sering terjadi, seperti
pembekuan darah infeksi, oleh karena itu pemakaian pintas ini
biasanya dibatasi lama pamakaiannya, paling lama 6 bulan. Hal ini
jarang dilakukan lagi.
b. Fistula Arteriovenisa Interna Fistula Arteriovenisa Interna pertama
kali dibuat oleh Brescia dan Cimino pada tahun 1966 yaitu
menghubungan arteri dan vena yang berdekatan dengan cara
operatif, biasanya dilakukan pada daerah tangan. Aliran dan tekanan
darah dalam vena akan meningkat sehingga menyebabkan pelebaran
lumen vena dan arterialisasi vena secara perlahan-lahan. Dengan
demikian memudahkan penusukan pembuluh darah sesuai dengan
yang diharapkan.
Antikoagulan Selama hemodialisa berlangsung diperlukan
antikoagulan agar tidak terjadi pembekuan darah, yang biasanya

7
digunakan heparin. Pemakaian heparin ini dikenal dengan heparinisasi,
macam heparinisasi :
a. Heparinisasi sistemik Digunakan pada hemodialisa kronik yang
stabil. Bolus heparin 1000 – 5000 unit tiap jam. Pada jam terakhir
tidak diberikan lagi.
b. Heparinisasi regional (sedang haid) bolus heparin tetap diberikAN
sebanyak 1000 – 5000 unit, selanjutnya diinfuskan sebelum ginjal
buatan dan protamine sulfat, sesudah ginjal buatan, sebelum darah
masuk kedalam tubuh penderita. Jadi heparin diberikan pada
sirkulasi ekstrakorporeal saja
c. Heparinisasi minimal Diberikan hanya 500 unit saja pada awal
tusukan karena penderita cenderung berdarah selanjutnya tidak
diberikan lagi.

7. Komplikasi
Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit
ginjal tahap akhir stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat
ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak
penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani hemodialisis.
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani
hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat
hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang
menjalani hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari pasien
hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut
hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (Agarwal &
Light, 2010 dalam Pratiwi, 2014).
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi

8
diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil
(Bieber & Himmelfarb, 2013 dalam Pratiwi, 2014)
Tabel 1. Komplikasi Akut Hemodialisis
Komplikasi Penyebab
1. Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi
antihipertensi, infark jantung, tamponade,
reaksi anafilaksis
2. Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang
tidak adekuat
3. Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi,
lateks

4. Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang


terlalu cepat, obat antiaritmia yang terdialisis
Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit
5. Kram Otot Udara memasuki sirkuit darah
6. Emboli Udara Perpindahan osmosis antara intrasel dan
7. Dialysis disequilibirium ekstrasel menyebabkan sel menjadi bengkak,
edema serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang
8. Masalah pada dialisat terlalu cepat
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom
charcoal
Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop,
tetanus, gejala neurologi, aritmia
9. Kontaminasi Fluoride Demam, mengigil, hipotensi oleh karena
kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air

10. Kontaminasi bakteri/


endotoksin

b. Komplikasi kronik

9
Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu
penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia,
Renal osteodystrophy, Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi
pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis, dan Acquired
cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb, 2013).

8. Penatalaksanaan
Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai
upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat
menyembuhkan penyakit ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis
dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal
(Anita, 2012 dalam Hermawati, 2017).
Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup
agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan predictor yang
penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan
protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan
protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70
meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan
tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan
untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah
urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi
40-120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema.
Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya
mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka
selama periode di antara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang
besar (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006
dalam Hermawati, 2017).
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui
ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk
memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat
dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efektoksik

10
akibat obat harus dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2010 dalam Hermawati,
2017).

9. Peralatan Hemodialisa
a. Dialiser (Dialyzer)
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan
kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran,
struktur fisik dan tipe membrane yang digunakan untuk membentuk
kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi
dialiser, yang mengacu pada kemampuannya membuang air
(ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens). Fungsi :
1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin
dan asam urat.
2) Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding
antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan
positif dalam arus darah dan tekanan negative (penghisap) dalam
kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3) Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh,
(Haryono, 2012).
b. Karakteristik Dialiser
Banyak aspek dari dialiser dapat mempengaruhi efektivitas
tindakan hemodialisis, kenyamanan dan keamanan pasien. Hal ini
termasuk Biokompatibiliti (seberapa cocok membran dengan tubuh
manusia), luas permukaan membran, batas berat molekul (ukuran
solut yang dapat melewati membrane). Koefisien ultrafiltrasi dan
klirens (kecepatan keluarnya solut), (Cahyaningsih,2008).
1) Dialisat atau cairan dialisis
a) Tujuan Dialisat
Dialisat adalah cairan yang membantu mengeluarkan sampah
uremik seperti ureum dan kreatinin dan kelebihan elektrolit

11
seperti sodium dan kalium, dari dalam darah pasien. Dialisat juga
dapat mengganti substansi yang dibutuhkan tubuh seperti kalsium
dan bikarbonat yang membantu menjaga keseimbangan pH tubuh.
b) Komposisi dialisat.
Ada dua konsentrat dialisat : acid dan bikarbonat
- Konsentrat acid mempunyai jumlah yang diinginkan dari
sodium chloride, calcium chloride, magnesium chloride,
calcium chloride, glucose chloride, dan asam asetat. Asam
asetat ini ditambahkan untuk menurunkan pH dialisat.
- Konsentrat bikarbonat mempunyai kandungan sodium
bikarbonat, (Cahyaningsih, 2008).
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan
elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam
system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan
merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk
melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien
minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat
menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran
permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara
bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis,
tetapi dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien
tertentu.
Sistem pemberian dialisat. Unit pemberian tunggal
memberikan dialisat untuk satu pasien : system pemberian
multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada
kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat
pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio
konsentrat air. (Haryono, 2012).

12
2) Asesoris peralatan
Peranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis
meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat
monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan,
konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udara, dan kebocoran
darah. (Haryono, 2012 : 96).

10. Prosedur Pelaksanaan Hemodialisis


a. Tahap persiapan
1) Mesin sudah siap pakai
2) Alat lengkap (set HD)
a) Dialyzer
b) Av blood line
c) Av vistula
d) Cairan dialisat pekat
e) Infuse set
f) Spuit 1 cc, 5 cc, 10 cc, 20 cc
g) Kassa steril
h) Hanschoen steril
i) Pinset, dock, klem steril
j) Gunting dan plester
k) Obat-obatan
- Lidocain
- Alcohol
- Betadin
- Heparin
- Kalmetason
- Anti histamine & Nacl 0,9%
l) ADM
- informed consent
- Formulir hemodialisis dan travelling dialysis

13
b. Tahap pelaksanaan
1) Penjelasan pada klien dan keluarga ;
2) Timbang berat badan;
3) Atur posisi, observasi TTV;
4) Siapkan sirkulasi mesin;
5) Persiapkan tindakan steril pada daerah punksi;
6) Lakukan penurunan vena (out let dan in let) dengan AV fistula
fiksasi kemudian tutup dengan kasa steril;
7) Berikan bolus heparin dosis awal, Heparin 5000 Ui encerkan 1 cc
menjadi 10 cc dengan NaCl.
c. Memulai HD
1) Hubungkan sirkulasi mesin dengan klien;
2) Jalankan pompa darah dengan 26 ± 100 ml/’ sampai sirkulasi
darah terisi semua;
3) Cairan priming ditampung Ukur jumlahnya;
4) Hubungkan selang-selang untuk semua monitor;
5) Pompa heparin dijalankan;
6) Catat keluhan dan masalah sebelum hemodialisis.
d. Tahap penghentian
1) Siapkan alat yang dibutuhkan;
2) Ukur TTV;
3) 5 menit pre hemodialisis berakhir 26 diturunkan sekitar 100 cc/l,
UFR:0;
4) Blood pump stop;
5) Ujung ABL di klem, jarum dicabut, bekas tusukan intel ditekan
dengan kassa steril yang diberi betadin;
6) Hubungkan dengan ujung ABL dengan infuse set ;
7) Darah dimasukkan ke dalam tubuh dengan didorong NaCL 0,9%
(± 50.100 cc);
8) Setelah outlet dicabut, bekas punksi outlet dengan kassa steril +
betadin;

14
9) Ukur TTV
10) Timbang berat badan, (Wijaya dan Putri, 2013).

11. Dosis dan adekuasi


Kecukupan dialysis ditentukan berdasarkan kriteria klinis dan atas
dasar formula Kxt/V, seperti yang direkomendasikan oleh KDOQL, K
adalah Kliren urea dari dialiser, t adalah lama dialysis dan V adalah
volume distribusi urea (Rocco et al., 2015).
Dosis Hemodialisis merupakan jumlah bersihan fraksi urea dalam
satu sesi dialysis yang dipengaruhi oleh ukuran tubuh pasien, fungsi ginjal
sisa, asupan protein dan makanan, derajat anabolisme atau katabolisme,
dan adanya komorbid. Kecukupan (Adequacy) dialysis menjadi target
dosis dialysis saat ini dipakai juga URR (%Urea Reduction Rate) atau
besarnya penurunan ureum dalam persen. URR = 100% x (1-(ureum
sebelum/ ureum sesudah dialysis)). Pada hemodialisis yang dilakukan 3
kali seminggu dianjurkan target URR setiap kali hemodialisa adalah diatas
65%.
Untuk setiap sesi dialysis, status fisiologis pasien harus dinilai
sehingga resep dialysis dapat disejajarkan dengan tujuan setiap terapinya
(Sari, 2017).
a. Menghitung Adekuasi Hemodialisis
1) Rumus Logaritma Natural Kt/V
RRU dihitung dengan mencari rasio hasil pengurangan
kadar urea predialisis dibagi kadar urea pasca dialisis. RRU adalah
prosentase dari urea yang dapat dibersihkan dalam sekali tindakan
hemodialisis. RRU merupakan cara paling sederhana dan praktis
untuk menilai adekuasi hemodialisis, tetapi tidak dapat dipakai
untuk merencanakan dosis hemodialisis.
Kt pada Kt/V urea adalah jumlah bersihan urea dari plasma
per satuan waktu dan V merupakan volume distribusi dari urea
dalam satuan liter.K adalah klearensi dalam satuan L/menit,

15
diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan aliran darah dan
kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan hemodialisis
dalam satuan menit. Kt/V akan bernilai lebih dari 1,2 saat evaluasi
menandakan bahwa sudah mencukup syarat normal. Kt/V menjadi
metode pilihan untuk mengukur dosis dialisis yang diberikan
karena lebih akurat menunjukkan penghilangan urea, bisa dipakai
untuk mengkaji status nutrisi pasien dengan memungkinkan
perhitungan angka katabolisme protein yang dinormalisir, dan bisa
dipakai untuk peresepan dialisis untuk penderita yang memiliki
fungsi renal residual.5,20. Dalam menggunakan rumus ini
diasumsikan bahwa konsep yang dipakai adalah model single-pool
urea kinetik. Cara ini merupakan penyederhanaan dari perhitungan
Model Kinetic Ureum (MKU), dimana Kt merupakan jumlah
bersihan ureadari plasma dan V merupakan volume distribusidari
urea. K dalam satuan L/menit,diperhitungkan dari KoA dializer
serta kecepatan aliran darah dan kecepatan alirandialisat, t adalah
waktu tindakan HD dalam satuan me nit, sedangkan V dalam
satuanliter. Rumus yang dianjurkan oleh NKF-DOQI adalah
generasi kedua yang dikemukakan oleh Daugirdas.

Kt/V = -Ln (R - 0,008 x t) + (4 - 3,5 x R) x UF/W

Dimana :
Ln: adalah logaritma natural.
R: adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis
T: adalah lama waktu dialisis dalam jam.
UF: adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
W: adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg.

Penghitungan dilakukan sesuai dengan Rumus Linier Daugirdas


yang lebih sederhana berupa:

Kt/V=2,2 – 3,3 (R-0,03) - UF/W)

16
Dimana :
R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis.
UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter.
W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kilogram.

Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari


0,8 dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan
Kt/V1,0-1,2 dihubungkan dengan mortalitas yang rendah. Batasan
minimal Kt/V ialah lebih dari 1,2 untuk penderita yang menjalani
hemodialisis 3 kali seminggu. Sedangkan untuk kelompok
penderita diabetes, Collins menganjurkan menaikkan Kt/V menjadi
1,4.Hemodialisis 2 kali seminggu hanya dilakukan untuk sementara
dan hanya untuk penderita yang masih mempunyai klirensia > 5
ml/menit.

2) Rumus-rumus sebelumnya :
a) Kt/V = Ln(BUN sebelum HD/BUN sesudah HD) (Gotch,1985)
b) Kt/V = 0,04 PRU-1,2 (Jindal,1987)
c) Kt/V =BUN sebelum HD – BUN sesudahHD (Barth, 1988)
BUN mid
d) Kt/V = -ln(R-0,008t)- UF/W) (Daugirdas, 1989)
e) Kt/V = -ln(R-0,03-UF/W) (Manahan, 1989)
f) Kt/V = 0,026PRU-0,46 (Dugirdas, 1990)
g) Kt/V = 0,023PRU-0,28 (Basile,1990)
h) Kt/V = 0,062PRU-2,97 (Kerr, 1993)

3) PRU=Percent Reduction Urea = (BUN sebelum HD-BUN sesudah


HD) x 100/BUNsebelum HD

17
a) Rasio Reduksi Urea (RRU).
Cara lain untuk mengukur adekuasi hemodialisis adalah dengan
mengukur RRU. Rumus yang dianjurkan oleh Lowrie adalah
sebagai berikut :

RRU (%) = 100 x (1-Ct/Co)

Keterangan :
Ct adalah BUN setelah hemodialisis dan Co adalah BUN
sebelum hemodialisis.

Cara ini paling sederhana dan paling praktis digunakan


untuk pengukuran AHD. Banyak dipakai untuk kepentingan
epidemiologi, dan merupakan prediktor terbaik untuk mortalitas
penderita HD reguler. Kelemahan cara ini karena tidak
memperhitungkan faktor ultrafiltrasi, protein catabolic rate
(PCR) dan sisa klirens yang masih ada. Cara ini juga tidak dapat
dipakai untuk merencanakan dosis HD. NKF-DOQI memakai
batasan bahwa HD harus dilakukan dengan RRU > 65%. Dalam
sebuah penelitian dengan menggunakan RRU untuk mengukur
dosis dialisis, telah ditunjukkanbahwa penderita yang menerima
RRU ³60% memiliki mortalitas yang lebih rendah dari yang
menerima RRU 50%.

4) Cara alternatif untuk menilai AHD.


a) Percent Reduction Urea (PRU).
Perhitungan Kt/V dengan menggunakan PRU tidak
dianjurkan oleh NKF-DOQI karena dapat menyebabkan
penyimpangan sampai 20%. Jika batasan kesalahan terhadap

18
MKU yang dapat ditoleransi sampai 5%, maka rumus dari Jindal
hanya akurat untuk Kt/V=0,9-1,1. Sedangkan untuk rumus dari
Basile hanya akurat untuk Kt/V= 0,6 sampai 1,3.

12. Total Dialysate Collection.


Pengumpulan dialisat total, sebenarnya cara ini dapat menjadi standar
baku pengukuran HD, akan tetapi pengumpulan dialisat yang mencapai
90-150 liter tidak praktis.

13. Waktu tindakan HD.


Waktu tindakan HD dapat dipakai sebagai pengukur AHD, independen
dari Kt/V ataupun RRU. Makin lama tindakan HD, klirens dari molekul
yang lebih besar dari urea diperkirakan akan lebih baik. Juga akan terjadi
intravaskuler euvolemia yang lebih baik dimana hal ini akan mengurangi
komplikasi kardiovaskuler. Meskipun data penunjang secara klinis belum
lengkap, lama HD yang dianjurkan minimal adalah 2,5jam.

14. Urea removal indek (URI).


Adalah indek pembersihan dari urea merupakan cara baru untuk
mengukurAHD, dan masih sangat sedikit pengalaman klinis dalam
penggunaannya.
Waktu tindakan hemodialisis dapat dipakai sebagai pengukur analisis
hemodialisis, independen dari Kt/V ataupun RRU. Semakin lama tindakan
hemodialisis, klirens dari molekul yang lebih besar dari ureum
diperkirakan akan lebih baik. Selain itu juga akan mengakibatkan
terjadinya intravaskuler euvolemia yang lebih baik dan dapat mengurangi
komplikasi kardiovaskuler.Hemodialisis dianggap adekuat, jika :
a. Morbiditas / mortalitas menurun jangka pendek / panjang
b. Pelaksanaan secara rutin
c. Kualitas hidup baik
d. Parameter :
Kt/v: 0,7 – 1,2
URR: 55 – 75% (rata-rata 65%)
19
15. Durasi Hemodialisis
Waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan
individu, tiap hemodialisa dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 kali
seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10-15 jam/minggu dengan
memerlukan QB 200-300 mL/menit. Sedangkan merurut Corwin (2000)
hemodialisa memerlukan waktu 3-5 jam dan dilakukuan 3 kali seminggu.
Pada akhir interval 2-3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam,
air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan
menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam
proses hemodialisa, (Nuari dan Widyati, 2017)

16. Asupan Nutrisi pada pasien Hemodialisis


Ketika ginjal tidak dapat bekerja dengan baik, sampah-sampah sisa
hasil metabolisme dari apa yang dimakan dan diminum akan menumpuk
dalam tubuh karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini mengapa
diet khusus penting dipatuhi pasien.
Tujuan terapi diet dan intervensi nutrisi pada pasien hemodialisa
yaitu untuk mencapai dan menjaga status nutrisi yang baik. Maka dari
itu, sangat penting dilakukan pendidikan tentang prinsip-prinsip terapi
diet dan targetnya. (Cahyaningsih, 2011)
Tabel 2 : Kebutuhan Nutrisi Pasien dengan Hemodialisa

Kebutuhan Nutrisi Jumlah


Asupan Protein 1,2 g/kg BB/hari, bila secara klinis
pasien stabil (setidaknya 50% dari
diet protein dengan nilai biologi
tinggi).

20
Asupan energy 35 kcal/kg BB/hari dengan umur <60
tahun, 30-35 kcal/kg BB/hari dengan
≥ 60 tahun

Lemak 30% dari total intake energi

Natrium 750-2000 mg/hari

Kalium 70-80 mEq/L

Fosfor 10-17 mg/kg/hari

Calcium ≤ 1000 mg/hari

Magnesium 200-300 mg/hari

Vitamin B1 1,1 – 1,2 mg/hari

Vitamin B2 1,1 – 1,3 mg/hari

Vitamin B5 5 mg/hari

Biotin 30 μg/hari

Niacin 14-16 mg/hari

Vitamin B6 10 mg/hari

Vitamin B12 2,4 μg/hari

Vitamin C 75-90 mg/hari

Asam Folat 1-10 mg/hari

Sumber : Nutritional management ogf renal disease (2004) dalam


Cahyaningsih (2011)

21
2.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Nama :
b. Umur : Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun
c. Jenis Kelamin :
d. Pekerjaan :
e. Agama :
f. Alamat :
g. Pendidikan :
2. Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya
mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah
dan edema akibat retensi natrium dan cairan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai
penyebab terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis,
pielonefritis. Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan
analgesik yang lama atau menerus.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau kelauarga lain ada yang
menderita GGK erat kaitannya dengan penyakitketurunannya
seperti GGK akibat DM.
d. Kebutuhan Yang Terganggu
1) Makan/ minum

22
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan
keluhan mual muntah akibat peningkatan ureum dalam darah.

2) Eliminasi
Biasanya terjadi ganggutian pengeluaran urine seperti oliguri,
anuria, disuria, dan sebagainya akibat kegagalan ginjal
melakukan fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
3) Aktivitas
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan
penurunan gerak sebagai akibat dari penimbunan ureum dan
zat-zat toksik lainnya dalam jaringan.
4) Istrahat/ tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat
keluhan-keluhan sehubungan dengan peningkatan ureum dan
zat-zat toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan
sebagainya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat
terjadinya uremia
b. Vital sign : biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas sistim rennin
c. BB : Biasanya meningkat akibat oedema
d. Inspeksi
1) Tingkat kesadaran pasien biasanya menurun
2) Biasanya timbul pruritus akibat penimbunan zat-zat toksik
pada kulit
3) Oedema pada tangki, acites, sebagai akibat retensi caira dan
natrium

23
e. Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat
penumpukan cairan dirongga pleura dan kemungkinan gangguan
jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisa pericardial oleh
toksik uremik serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi
gagal jantung kongestif.

f. Palpasi
Untuk memastikan oedema pada tungkai dan acietas.
g. Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema
pulmonar yang apabila terjadi oedema pulmonary maka akan
terdengar redup pada perkusi.

4. Data psikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image,
perubahan peran baik dikeluarga maupun dimasyarakat. Pasien juga
biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran dan
ketergantungan pada orang lain.
5. Data sosial
Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat
penurunan kondisi kesehatan dan larangan untuk melakukan aktivitas
yang berat.
6. Data Penunjang
Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil
dan atropik
a. Laboratorium :
1) BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin
dalam darah
2) Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium dan
penurunan kalium.

24
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2. Pola nafas tidak Efektif berhubungan dengan Hambatan Upaya
Nafas
3. Penururan Curah Jantung Berhubungan dengan perubahan Preload
4. Perfusi Perifer tidak Efektif berhubungan dengan Penurunan
Konsentrasi Hemoglobin
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mengabsorbsi
nutrien
6. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera Fisik
7. Resiko infeksi dibuktikan dengan Efek Prosedur invasif
8. Gangguan Integritas Kulit dibuktikan dengan Faktor resiko
kelebihan volume cairan
9. Intoleran Aktivitas berhubungan Kelemahan

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intevensi
(SDKI) (SLKI) Keperawatan
(SIKI)

1 Hipervolemia (D.0022) Setelah dilakukan Manajeman


Kategori : Fisiologis intervensi keperawatan Hipervolemia
Subkategori : Nutrisi dan cairan selama …....x 24 jam
Definisi : diharapkan Observasi
Peningkatan Volume cairan Intravarkuler, Hipervolamia meningkat 1. Periksa tanda dan
intertisial, dan/atau intraseluler dengan kriteria hasil : gejala hypervolemia
1. Asupan cairan 2. Identifikasi penyebab
Penyebab meningkat hypervolemia
1. Gangguan mekanisme regulasi 2. Output urin 3. Monitor status
2. Kelebihan asupan cairan meningkat hemodinamik,
3. Kelebihan asupan nutrisi 3. Membran mukosa tekanan darah, MAP,

25
4. Gangguan aliran balik vena lembab CVP, PAP, PCWP,
5. Efek agen farmakologis ( Mis. 4. Asupan makanan CO jika tersedia
Kortikosteroid,chlorpropamide,tolbutamide, meningkat 4. Monitor intaje dan
vincristine,tryptilinescarbamazepin) 5. Edema menurun output cairan
6. Dehidrasi menurun 5. Monitor tanda
Gejala dan Tanda Mayor 7. Asites menurun hemokonsentrasi
Subjektif : 8. Konfusi menurun ( kadar Natrium,
1. Ortopnea 9. Tekanan darah BUN, hematocrit,
2. Dispnea membaik berat jenis urine)
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND 10. Frekuensi nadi 6. Monitor tanda
Objektif : membaik peningkatan tekanan
1. Edema anasarka atau edema perifer 11. Kekuatan nadi onkotik plasma
2. Berat badan meningkat dalam waktu singkat membaik 7. Monitor kecepatan
3. Jugular Venous Pressure (JVP) dan cental 12. Tekanan arteri rata- infus secara ketat
Venous Pressure (CVP)meningkat rata membaik 8. Monitor efek samping
4. Refleks hepatojugular positif. 13. Mata cekung diuretic
membaik Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor 14. Turgor kulit 1. Timbang berat bada
Subjektif : membaik setiap hari pada
- 15. Berat badan waktu yang sama
Objektif : 2. Batasi asupan cairan
1. Dispensi vena jugularis dan garam
2. Terdengar suara nafas tambahan 3. Tinggikan kepala
3. Hepatomegali tempat tidur 30-40
4. Kadar Hb/Ht derajat
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak dari output (balans Edukasi
cairan positif) 1. Anjurkan melapor
7. Kongesti paru jika haluaran urine
<0.5 ml/kg/jam
Kondisi Klinis Terkait dalam 6 jam

26
1. Penyakit ginjal: Gagal ginjal akut/kromis, 2. Anjurkan melapor
sindrom nefrotik. jika BB bertambah >
2. Hipoalbummis. 1 kg dalam sehari
3. Gagal jantung kongestif 3. Ajarkan cara
4. Kelainan hormone mengukur dan
5. Penyakit hati (mis. sirosis, asites, kanker mencatat asupan dan
hati haluaran cairan
6. Penyakit vena perifer (mis. Varises vena, 4. Ajarkan cara
trombus vena, plebitis) membatasi cairan
7. Imobilitasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian diuritik
2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic
3. Kolaborasi
pemberian
continuous renal
replacement therapy
2 Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan Terapi oksigen
Kategori : Fisiologis tindakan keperawatan Tindakan
Subkategori :Respirasi selama.... x24 jam Observasi
Definisi : diharapkan pola napas 1. Monitor kecepatan
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan membaik dengan aliran oksigen
ventilasi adekuat kriteria hasil : 2. Monitor posisi alat
Penyebab : 1. Dispnea : menurun terapi oksigen
1. Depresi pusat pernapasan 2. Penggunaan otot 3. Monitor aliran
2. Hambatan upaya napas (mis.nyeri saat bantu napas : oksigen secara
bernapas,kelemahan otot pernapasan) Menurun periodik dan

27
3. Deformitas dinding dada 3. Pemanjangan fase pastikan fraksi yang
4. Deformitas tulang dada ekspirasi : Menurun diberikan cukup
5. Gangguan neuromuskular 4. Ortopnea : Menurun 4. Monitor efektifitas
6. gangguan neurologis 5. Pernapasan Pused- terapi oksigen (mis.
(mis.elektroensefalogram [EEG] positif, lip : Menurun oksimetri, analisa
cedera kepala,gangguan kejang) 6. Pernapasan cuping gas darah), jika
7. imaturitas neurologis hidung : Menurun perlu
8. penurunan energi 7. Frekuensi napas : 5. Monitor kemampuan
9. obesitas Membaik melepaskan oksigen
10.posisi tubuh yang menghambat ekspansi 8. Kedalaman Napas : saat makan
paru Membaik 6. Monitor tanda-tanda
11.sindrom hipoentilasi 9. Ekskursi dada : hipoventilasi
12.kerusakan inerasi diafragma (kerusakan Membaik 7. Monitor tanda dan
saraf C5 ke atas) 10.Ventilasi semenit : gejala toksikasi
13.Cedera pada medula spinalis Membaik oksigen dan
14.kecemasan 11.Kapasitas vital : atelektasis
Gejala dan tanda mayor Membaik 8. Monitor tingkat
Subjektif 12.Diameter thoraks kecemasan akibat
1. Dispnea anterior-posterior : terapi oksigen
Objektif Membaik 9. Monitor integritas
1. Penggunaan otot bantu pernapasan 13.Tekanan ekspirasi : mukosa hidung
2. fase ekspirasi memanjang Membaik akibat pemasangan
3. pola napas abnorma (mis. 14.Tekanan inspirasi : oksigen
takipnea,bradipnea, hiperentilasi, kussmaul, Membaik
cheyne-stokes) Terapeutik
Gejala dan tanda minor 1. Bersihkan sekret
Subjektif pada mulut,hidung
1. Ortopnea dan trakea, Jika
Subjektif perlu
1. Pernapasan pursed-lip 2. Pertahankan
2. Pernapasan cuping hidung kepatenan jalan

28
3. Diameter Thoraks anterior-posterior napas
meningkat 3. Siapkan dan atur
4. Ventilasi semanit manurun peralatan
5. Kapasitas vital menurun pemberian oksigen
6. Tekanan ekspirasi menurun 4. Berikan oksigen
7. Tekanan inspirasi menurun tambahan, Jika
8. Ekskursi dada berubah perlu
Kondisi klinis terkait 5. Tetap berikan
1. Depresi sistem saraf pusat oksigen saat pasien
2. Cedera kepala di transportasi
3. Trauma thoraks 6. Gunakan perangkat
4. Gullian barre syndrome oksigen yang
5. Sklerosis multipel sesuai dengan
6. Myasthenia gravis tingkat mobilitas
7. Stroke pasien
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol Edukasi
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan
oksigen di rumah

Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas
dan/atau tidur.

29
3 Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan Perawatan
Kategori : Fisiologis tindakan jantung
Subkategori : Sirkulasi keperawatan ... x 24 Observasi
Definisi jam diharapkan curah 1. Indikasi
Ketidakadekuatan jantung memompa darah jantung meningkat tanda/gejala
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh kriteria hasi : sekunder
Penyebab 1. Kekuatan nadi penurunan curah
1. Perubahan Irama jantung perifer meningkat jantung (meliputi
2. Perubahan Frekuensi jantung 2. Ejection fraction peningkatan berat
3. Perubahan Kontraktilitas (EF) meningkat badan,
4. Perubahan preload 3. Cardiac Index (CI) hepatomegeli,
5. Perubahan Afterload meningkat distensi nena
4. Left jagularis,
Gejala dan Tanda Mayor ventricular palpitasi, ronkhi
Subjektif strokework basah, oliguria,
1. Perubahan irama Jantung index (LVSWI) : batuk, kulit
a) Palpitasi meningkat pucat)
2. Perubahan Preload 5. Stroke volume 2. Monitor
a) Lelah index tekanan darah
3. Perubahan Afterload (SVI) : meningkat (termasuk
a) Dispnea 6. Palpitasi : menurun tekanan darah
4. Perubahan Kontraktilitas Bradikardia : menurun ortostatik, jika
a) Paroxymal Nocturnaal Dyspnea 8. Takikardia : perlu)
b) Otrhopnea menurun 3. Monitor intake
c) Batuk 9. Gambaran EKG dan output cairan
aritmia 4. Monitor berat
Objektif :menurun badan setiap hari
1. Perubahan irama Jantung 10. Lelah : menurun pada waktu yang
a) Bradikardi/Takikardi 11. Edema : menurun sama
b) Gambaran EKG Aritmia atau gangguan 12. Distensi vena 5. Monitor saturasi
konduksi jagularis : oksigen

30
2. Perubahan Preload menurun 6. Monitor keluhan
a) Edema 13. Dispnea : menurun nyeri dada (mis.
b) Distensi vena Jugularis 14. Oliguria : menurun Intensitas,
c) Central Venous Pressure (CVP) 15. Pucat/sianosi: lokasi, radiasi,
meningkat menurun presivitasi yang
3. Perubahan Afterload 16. Paroxysmal mengurangi
a) Tekanan darah meningkat/menurun nocturnal dyspnea nyeri)
b) Nadi perifer teraba lemah (PND) : menurun 7. Monitor EKG 12
c) Cappilary Refill Time > 3 detik 17. Ortopnea: menurun sadapan
d) Oliguria 18. Batuk : menurun 8. Monitor aritmia
e) Warna kulit pucat dan/atau sianosis 19. Suara jantung (kelainan irama
4. Perubahan Kontraktilitas S3 : menurun dan frekuensi)
a) Terdengar suara jantung S3/S4 20. Suara jantung 9. Monitor nilai
b) Ejecttion Fraction (EF) menurun S4 : menurun laboratorium
21. Murmur : menurun jantung (mis.
Gejala dan Tanda Minor 22. Hepatamogeli Elektrolit, enzim
Subjektif : menurun jantung, BNP,
1. Perubahan Preload 24. Pulmonary Ntpro-BNP)
- vasculer resistance 10. Monitor fungsi
2. Perubahan Afterload : menurun alat pacu
- 25. Systemic vasculer jantung
3. Perubahan Kontraktilitas resistance : 11. Periksa tekanan
- menurun darah dan
4. Perilaku/Emosional 26. Tekanan darah : frekuensi nadi
a) Cemas membaik sebelum dan
b) Gelisah 27. Pengisian kapiler : sesudah aktivitas
Objektif membaik 12. Periksa tekanan
1. Perubahan Preload 28. Berat badan : darah dan
a) Murmur jantung membaik frekuensi nadi
b) Berat badan bertambah 29. Central sebelum
c) Pulmonary artery wedge (PAWP) venous pressure pemberian obat

31
menurun (CVP) : membaik (mis. beta
2. Perubahan Afterload 23. Pulmonary artery blocker, ACE
a) Pulmonary Vascular Resistance (PVR) wedge pressure inhibitor,
meningkat/menurun (PAWP) : calcium chanel
b) Sistemic Vascular Resistance (SVR) membaik blocker,
meningkat / menurun digoksin)
c) Hepatomegali
3. Perubahan Kontraktilitas Terapeutik
a) Cardiac Indeks (IC) 1. Posisikan pasien
b) Left Ventriculer stroke work indeks semi- fowler atau
(LVSWI) menurun fowler dengan
c) Stroke Volume Indeks (SVI) menurun kaki kebawah
4. Perilaku/Emosional atau posisi
- nyaman
2. Berikan diet
jantung yang
sesuai (mis. batasi
asupan kafein,
natrium,
kolesterol, dan
makanan tinggi
lemak)
3. Gunakan stocking
elastis atau
pneumatik
intermiten, sesuai
indikasi
4. Fasilitasi pasien
dan keluarga
untuk medikasi
gaya hidup

32
sehat
5. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi
stres, jika perlu
6. Berikan
dukungan
emosional dan
spiritual
7. Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%

Edukasi
1. Anjurkan
beraktifitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan
beraktifitas
fisisk secara
bertahap
3. Anjurkan
berhenti
merokok
4. Ajarkan pasien
dan keluarga
mengukur berat
badan harian
5. Ajarkan pasien

33
dan keluarga
mengukur
intake dan
output cairan
harian

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antiaritmia,
jika perlu
2. Rujuk ke
rehabilitasi
jantung
4 Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan Transfusi darah
Kategori : Fisiologis tindakan keperawatan ... Observasi
Subkategori : Sirkulasi x 24 jam diharapkan 1. Identifikasi
Definisi perfusi perifer rencana tranfusi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler meningkat dengan 2. Monitor tanda-
yang dapat menganggu metabolisme tubuh. kriteria hasil tanda vital
Penyebab 1. Kekuatan nadi sebelum, selama
1. Hiperglikemia perifer : meningkat dan setelah tranfusi
2. Penurunan konsentrasi hemoglobin 2. Penyembuhan (tekanan darah,
3. Peningkatan tekanan darah luka : suhu, nadi, dan
4. Kekuranagn volume cairan meningkat frekuensi napas)
5. Penurunan aliran arteri dan/atau vena 3. Sensasi : meningkat 3. Monitor tanda
6. Kurang terpapar informasi tentang faktor 4. Warna kulit kelebihan cairan
pemberat (mis. merokok, gaya hidup pucat : menurun (mis. Dispnea,
monoton, trauma, obesitas, asupan garam, 5. Edema takikardia,
imobilitas) perifer: menurun sianosis, tekanan
7. Kurang terpapar informasi tentang proses 6. Nyeri darah meningkat,

34
penyakit (mis. diabetes militus, ektremitas sakit kepala,
hiperlipidemia) :menurun konvulsi)
8. Kurang aktifitas fisik 7. Parastesia : 4. Monitor reaksi
menurun tranfusi
Gejala dan Tanda Mayor 8. Kelemahan otot
Subjektif : menurun Terapeutik
(tidak tersedia) 9. Kram otot : 1. Lakukan
Objektif menurun pengecekan ganda
1. Pengisian kapiler >3 detik 11.Bruit femoralis : (double check)
2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba menurunNekrosis : pada label darah
3. Akral teraba dingin menurun (golongan darah,
4. Warna kulit pucat 12.Pengisian kapiler : rhesus, tanggal
5. Turgor kulit menurun membaik kadaluwarsa,
13.Akral : nomor seri,
membaik jumlah, dan
14.Turgor kulit : identitas pasien)
membaik 2. Pasang akses
15.Tekanan intravena, jika
darah sistolik : belum terpasang
membaik 3. Periksa kepatenan
16.Tekanan akses intravena,
darah flebitis dan tanda
diastolik : infeksi lokal
membaik 4. Berikan NaCl 0,9
17.Tekanan arteri % 50-100 ml
rata- sebelum tranfusi
rata :membaik dilakukan
10.Indeks ankle- 5. Atur kecepatan
brachial aliran tranfusi
sesuai produk
darah 10-15

35
ml/KgBB dalam 2-
4 jam
6. Berikan transfusi
dalam waktu
maksimal 4 jama
7. Hentikan transfusi
jika terdapat reaksi
transfusi
8. Dokumentasi
tanggal, waktu,
jumlah darah,
durasi dan respon
transfuse

Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
transfusi
2. Jelaskan tanda
dan gejala
reaksi transfusi
yang perlu
dilaporkan
(mis. Gatal,
pusing, sesak
napas, dan/atau
nyeri dada)
5 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Kategori : Fisiologis intervensi keperawatan Tindakan
Subkategori : Nutrisi dan Cairan selama 3x4 jam maka Observasi
Definisi : Asuhan nutrisi tidak cukup untuk status nutrisi membaik 1. Identifikasi status

36
memenuhi kebutuhan metabolisme dengan kriteria hasil : nutrisi
Penyebab : 1. Porsi makanan yang 2. Identifikasi alergi
1. Kurangnya asupan makanan dihabiskan dan intoleransi
2. Ketidakmampuan meneelan makanan meningkat makanan
3. Ketidakmampuan mencerna makanan 2. Kekuatan otot 3. Identiifkasi makanan
4. Ketidakmampuan mengabsorbsi nurtrien pengunyah yang disukai
5. Peningkatan kebutuhan metabolisme meningkat 4. Identiifikasi
6. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak 3. Kekuatan otot kebutuhan kalori dan
mencukupi) menelan meningkat nutrien
7. Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan 4. Serum albumin 5. Identifikasi perlunya
untuk makan meningkat penggunaan selang
5. Verbalisasi nasogastrik
Gejala dan Tanda Mayor keinginan untuk 6. Monitor asupan
Subjektif : meningkatkan nutrisi makanan
- meningkat 7. Monitor berat badan
Objektif : 6. Pengetahuan tentang 8. Monitor hasil
1. Berat badan menurun minimal 10% pilihan makanan pemeriksaan
dibawah rentang ideal yang sehat laboratorium
meningkat Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor 7. Pengetahuan tentang 1. Lakukan oral
Subjektif : pilihan minuman hygiene sebelum
1. Cepat kenyang setelah makan yang sehat makan, jika perlu
2. Kram/nyeri abdomen meningkat 2. Fasilitasi
3. Nafsu makan menurun 8. Pengetahuan tentang menentukan
standar asupan pedoman diet (mis.
Objektif : nutrisi yang tepat Piramida makanan)
1. Bising usus hiperaktif 9. Penyiapan dan 3. Sajikan makanan
2. Otot pengunyak lemah penyimpanan secara menarik dan
3. Otot menelan lemah makanan yang aman suhu yang sesuai
4. Membran mukosa pucat meningkat 4. Berikan makanan
5. Sairawan 10. Penyiapan dan tinggi serat untuk

37
6. Serum albumin turun penyimpanan mencegah konstipasi
7. Rembut rontok berlebihan minuman yang aman 5. Berikan makanan
8. Diare meningkat tinggi kalori dan
11. Sikap terhadap tinggi protein
Kondisi Klinis Terkait makanan/minuman 6. Berikan suplemen
1. Stroke sesuai dengan tujuan makakan, jika perlu
2. Parkinson kesehatan meningkat 7. Hentkan pemberian
3. Mobius syndrom 12. Perasaan cepat makanan melalui
4. Cerebral palsy kenyang menurun selang nasogatrik
5. Cleft lip 13. Nyeri abdomen jika asupan oral
6. Chelf palate menurun dapat ditoleransi
7. Amytropic lateral sclerosis 14. Sariawan menurun
8. Kerusakan neuromuskular 15. Rambut rontok Edukasi
9. Luka bakar kanker menurun 1. Anjurkan posisi
10. Infeksi AIDS 16. Diare menurun duduk, jika perlu
17. Berat badan 2. Ajarkan diet yang
membaik diprogramkan
18. Indeks massa tubuh
(IMT) membaik Kolaborasi

19. Frekuensi makan 1. Kolaborasi

membaik pemberian medikasi

20. Nafsu makan sebelum makan

membaik (mis.pereda nyeri,

21. Bising usus membaik antiemetik), jika


perlu
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika

38
perlu
6 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
Kategori : psikologis tindakan keperawatan Observasi
Subkategori : nyeri dan kenyamanan selama… x 24 jam, 1. Identifikasi lokasi,
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional diharapkan tingkat nyeri karakteristik,
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan menurun dengan kriteria durasi, frekuensi,
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak hasil kualitas, intensitas
atau lambat dan berintensitas ringan hingga 1. Kemampuan nyeri
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. menuntaskan 2. Identifikasi skala
Penyebab aktifitas meningkat nyeri
1. Agen pencedera fifiologis (mis. Inflamasi, 2. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respon
iskemia, neoplasma) menurun nyeri non verbal
2. Agen pencedera kimiawi ( mis. Terbakar, 3. Meringis menurun 4. Identifikasi factor
bahan kimia iritan) 4. Sikap protektif yang memperberat
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, menurun dan memperingan
terbakar, terpotong, mengangkat berat, 5. Gelisah menurun nyeri
prosedur operasi, trauma, latihan fisik 6. Kesulitan tidur 5. Identifikasi
berlebihan) menurun pengetahuan dan
7. Menarik diri keyakinan tentang
Gejala dan tanda mayor menurun nyeri
Subjektif 8. Berfokus pada diri 6. Identifikasi
1. Mengeluh nyeri sendiri menurun pengaruh budaya
9. Diaphoresis menurun terhadap respon
Objektif 10. Perasaaan depresi nyeri
1. Tampak meringis (tertekan) menurun 7. Identifkasi
2. Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari 11. Perasaan takut pengaruh nyeri
nyeri) mengalami cedera pada kualitas hidup
3. Gelisah berulang menurun 8. Monitor
4. Frekuensi nadi meningkat 12. Anoreksia menurun keberhasilan terapi
5. Sulit tidur 13. Perineum terasa komplementeryang
tertekan menurun sudah diberikan

39
Kondisi Klinis terkait 14. Uterus teraba 9. Monitor efek
1. Kondisi pembedahan membulat menurun samping
2. Cedera traumatis 15. Ketegangan otot penggunaan
3. Infeksi menurun analgetik
4. Sindrom koroner akut 16. Pupil dilatasi
5. Glaukoma menurun Terapeutik
17. Muntah menurun 1. Berikan teknik
18. Mual menurun nonfarmakologis
19. Frekuensi nadi untuk mengurangi
membaik rasa nyeri (mis.
20. Pola nafas membaik TENS, hipnosis,
21. Tekanan darah akupresur, terapi
membaik musik, biofeedback,
22. Proses berfikir terapi pijat,
membaik aromaterapi, teknik
23. Fokus membaik imajinasi
24. Fungsi berkemih terbimbing,
membaik kompres
25. Prilaku membaik hangat/dingin,
26. Nafsu makan terapi bermain)
membaik 2. Fasilitasi istirahat
27. Pola tidur membaik dan tidur
3. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan

40
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
7 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Perawatan Luka
Kategori : Lingkungan asuhan keperawatan di Observasi
Subkategori : Keamanan dan proteksi harapkan risiko infeksi 1. Monitor
Definisi : dapat diatasi dengan karakteristik luka
Beresiko mengalami peningkatan terserang Kriteria hasil : (mis. Drainase,
organisme patogen 1) kebersihan tangan warna, ukuran, bau)
Faktor resiko : meningkat 2. Monitor tanda
1. penyakit kronis ( mis. Diabetes melitus) 2) kebersihan badan tanda infeksi
2. efek prosedur infasif badan meningkat
3. malnutrisi demam menurun Terapeutik
4. peningkatan paparan organisme patogen 3) kemerahan menurun 1. Lepaskan balutan
lingkungan nyeri menurun dan plester secara

41
5. ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: 4) bengkak menurun perlahan
a. Gangguan peristaltic fesikel menurun 2. Cukur rambut di
b. Kerusakan integritas kulit 5) cairan berbau busuk sekitar daerah luka,
c. Perubahan sekresi Ph menurun jika perlu
d. Penurunan kerja siliaris 6) sputum berwarna 3. Bersihkan dengan
e. Ketuban pecah lama hijau menurun cairan NaCl atau
f. Ketuban pecah sebelum waktunya 7) Drainase purulen pembersih
g. Merokok menurun nontoksik, seusai
h. Statis cairan tubuh 8) Pruria menurun kebutuhan
6. ketidakadekuatan pertahanan tubuh 9) Priode malaise 4. Berikan salep yang
sekunder: menurun sesuai ke kulit/ lesi,
a. Penurunan hemoglobin 10) Periode menggigil jika perlu
b. Imununosupresi menurun 5. Pasang balutan
c. Leukoponia 11) Latergi menurun sesuai jenis luka
d. Supresi respon inflamasi 12) Gangguan kongitif 6. Pertahankan teknik
e. Vaksinasi tidak adekuat menurun steril saat
13) Kadar sel darah putih melakukan
membaik perawatan luka
14) Kultur darah 7. Ganti balutan
membaik sesuai jumlah
15) Kultur urin membaik eksudat dan
16) Kultur sputum drainase
membaik 8. Jadwalkan
17) Kultur area luka perubahan posisi
membaik setiap 2 jam atau
18) Kultur feses membaik sesuai kondisi
19) Nafsu makan pasien
membaik 9. Berikan suplemen
vitamin dan
mineral (mis.
Bitamin A, vitamin

42
C, Zinc, asam
amino), sesuai
indikasi

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antibiotik

8 Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan Setelah dilakukan Perawatan integritas


Kategori : Lingkungan asuhan keperawatan kulit
Subkategori : Keamanan dan proteksi selama …..x24 Jam jam Observasi
Definisi di harapkan integritas 1) Identifikasi
Kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) kulit dan jaringan dapat gangguan integritas
atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, diatasi dengan kulit ( mis.
otot, tendon, tulang, kartilago,Kapsul,sendi dan kriteria hasil : Perubahan sirkulasi,
atau ligamen ) 1) Elastisitas meningkat perubahan status

43
Penyebab 2) hidrasi meningkat nutris, penurunan
1. Perubahan sirkulasi 3) perfusi jarinngan kelembaban, suhu
2. Perubahan status nutrisi ( kelebihan atau meningkat lingkungan ekstrim,
kekurangan) 4) kerusakan jaringan penurunan
3. Kekurangan/kelebihan volume cairan menurun mobilitas)
4. Penurunan mobilkitas 5) kerusakan lapisan
5. Bahan kimia iritatif 6 kulit menurun Terapeutik
6. Suhu lingkungan yang ekstrim 6) nyeri menurun 1) Ubah posisi tiap 2
7. Faktor mekanis ( mis. Penekanan pada 7) pendarahan menurun jam jika tirah baring
tonjolan tulang, gesekan) factor elektris 8) kemerahan menurun 2) Lakukan pemijatan
(elektrodiatermi, energi listrik betegangan 9) hematoma menurun pada area
tinggi ) 10) pigmentasi abnormal penonjolan tulang,
8. Efek samping terapi radiasi menurun jika perlu
9. Kelembaban 11) jaringan parut 3) Bersihan parineal
10. Proses penuaan menurun dengan air hangat
11. Neuropati perifer 12) nektosis menurun terutama selama
12. Perubahan pigmentasi 13) abrasi kornea periode diare
13. Perubahan hormonal menurun 4) Gunakan produk
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya 14) suhu kulit membaik berbahan pertolium
mempertahankan/ melindungi 15) sensai membaik atau minyak pada
integritaskulit/jaringan 16) tekstur membaik kulit
17) pertumbuhan rambut 5) Gunakan produk
Gejala dan Tanda mayor membaik yang berbahan
Subjektif : - ringan/alami dan
hipoalergi pada kulit
Objektif : sensitif
1. Kerusakan jaringan 6) Hindari produk
dan/ atau lapisan berbahan dasar
kulit alkohol pada kulit
kering
Gejala dan Tanda minor

44
Subjektif :-
Edukasi
Objektif : 1) Anjurkan
1. Nyeri menggunakan
2. Perdarahan pelembab (mis.
3. Kemerahan Lation, serum )
4. Hematoma 2) Anjurkan minum air
yang cukup
3) Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4) Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
5) Anjurkan hindari
terpapar suhu
ekstrim
6) Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal
30 saat berada diluar
rumah
7) Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
9 Intoleran Aktivitas Setelah dilakukan Manajemen energi
Kategori : Fisiologis tindakan keperawatan Observasi
Subkategori : Aktivitas/Istirahat diharapkan intoleransi 1. Identifikasi
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk aktivitas meningkat gangguan fungsi
melakukan aktivitas sehari-hari dengan kriteria hasil : tubuh yang

45
Penyebab : 1. kemudahan mengakibatkan
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan melakukan aktivitas kelelahan
kebutuhan oksigen sehari-hari 2. Monitor kelelahan
2. Tirah baring meningkat fisik dan emosional
3. Kelemahan 2. kecepatan berjalan 3. Monitor pola dan
4. Immobilitas meningkat jam tidur
5. Gaya hidup monoton 3. jarak berjalan 4. Monitor lokasi dan
Gejala dan tanda Mayor : meningkat ketidaknyamanan
Subjektif : 4. kekuatan tubuh selama melakukan
1. Mengeluh lelah bagian atas aktivitas
meningkat
Objektif : 5. kekuatan tubuh Terapeutik
1. Frekuensi jantung meningkat > 20 % dari bagian bawah 1. Sediakan
kondisi istirahat meningkat lingkungan nyaman
6. toleransi menaiki dan rendah stimulus
Gejala dan tanda Minor : tangga meningkat ( mis.cahaya,suara,
Subjektif : 7. keluhan lelah kunjungan )
1. Dispneu saat/setelah aktivitas menurun 2. Lakukan latihan
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas 8. dispneu saat aktivitas rentang gerak pasif
3. Merasa lemah menurun dan / atau aktif
9. dispnue setelah 3. Berikan aktivitas
Objektif : aktivitas menurun distraksi yang
1. Tekanan darah berubah > 20 % dari kondisi 10. aritmia saat aktivitas menenangkan
istirahat menurun 4. Pasilitasi duduk
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia 11. aritmia setelah disisi tempat
saat/setelah aktivitas aktivitas menurun tidur,jika tidak
3. Gambaran ekg menunjukan iskemia 12. sianosis menurun dapat berpindah
4. Sianosis 13. perasaan lemah atau berjalan
menurun Edukasi
14. frekuensi nadi 1. Anjurkan tirah
membaik baring

46
15. warna kulit membaik 2. Anjurkan
16. tekanan darah melakukan aktivitas
membaik secara bertahap
17. saturasi oksigen 3. Anjurkan
membaik menghubungi
18. frekuensi napas perawat jika tanda
membaik dan gejala
19. EKG iskemia kelelahan tidak
membaik berkurang
4. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan

47
BAB III
ANALISA KASUS
1.
2.
3.
3.1. Gambaran Kasus

PEMERINTAH KABUPATEN GORONTALO


RSUD Dr M.M DUNDA LIMBOTO
Jln Ahmad A Wahab No51 Telp (0435) 081455 Fax (0435) 881 095 Limboto

PENGKAJIAN HARIAN HEMODIALISIS


Nama :Ny. A.M Diagnosa Medis : CKD On HD
Nomor RM :255196 No Mesin : Frenesius No. 10
Tanggal Lahir : 07 Agustus 1979 Hemodialisa Ke : 47
Alamat : Bolihuangga Tipe Dialiser : Fx80
Jenis Kelamin : Perempuan Riwayat Alergi Obat : Tidak Ada
Status Pasien : Umum BPJS (° PBI °Non PBI ) Perusahaan Lainnya
Tgl : 06 Februari 2020
Sumber Data : Pasien Keluarga Lainnya
1. Keluhan Utama : Sesak Lemas Demam Mual/Muntah Gatal Lain-lain
Nyeri : Tidak Ya, Sebutkan Skala Nyeri Wong Baker/ NRS : 3

1-3 : Nyeri ringan, analgetik oral


4-7 : Nyeri sedang, perlu analgetik injeksi
8-10 : Nyeri berat, Konsul tim nyeri
Nyeri Akut

2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Baik
Kesadaran Compos Mentis
Tekanan Darah 140/90 mmhg Suhu Afebris 360c
Nadi Reguler, Frekuensi 80 x/menit

48
Respirasi Normal, Frekuensi 18 x/menit
Konjungtiva Tidak Anemis
Ekstremitas Edema

Resiko Jatuh (Morse Fall Scale(ceklist)) pada kotak skor

Riwayat jatuh yang baru atau dalam bulan terakhir Tidak 0


25

Diagnosis medis sekunder 0


Ya 15

Alat bantu jalan Tidak 0


15
30

Memakai terapi heparin lock/IV Tidak 0


20

Cara berjalan berpindah 0


Lemah 10
20

Status mental Orientasi sesuai kemampuan 0


15

Kesimpulan : >24-25 (risiko Sedang)


3. Pemeriksaan Penunjang (Lab, EKG,lain-lain)
Pre Hemodialisis Post Hemodialisis

130/80 mmHg 130/70 MmHg

4. Gizi (dikaji 6 bulan sekali atau diulang jika dianggap terjadi pemburukan asupan nutrisi)
 Tanggal................................................. MIS, Score total.............................................
 Kesimpulan : Tanpa malnutrisi (<6) Malnutrisi (>5)
 Rekomendasi .......................................................................................................
 Perencanaan pengkajian ulang.............................................................................

5. Riwayat Psikososial : (dikaji saat kunjungan pertama atau kunjungan terakhir >1 tahun)
 Tanggal pengkajian : 06 Februari 2020
 Adakah keyakinan/tradisi/budaya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang akan diberikan
Tidak ada
 Kendala komunikasi Tidak ada
 Yang merawat dirumah Ada : Suami Klien
 Kondisi yang ada saat ini Tenang Gelisah Marah

DIAGNOSA KEPERAWATAN

49
1. Hipervolemia 6. Nyeri Akut
2. Gangguan pertukaran Gas 7. Defisit pengetahuan
3. Gangguan keseimbangan elektrolit 8. Kerusakan integritas kulit
4. Penurunan curah jantung 9. Keletihan
5. Defisit nutrisi 10. Risiko Infeksi

INTERVENSI KEPERAWATAN (Rekomendasi pre-intra-post HD)


 Monitor berat badan, intake, output
 Atur posisi pasien agar ventilasi adekuat
 Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
 Observasi pasien (monitor tanda vital) dan mesin
 Bila pasien mulai hipotensi (mual, muntah, keringat, dingin, pusing)
 Kram, hipoglikemia berikan cairan sesuai SPO
 Hentikan HD sesuai indikasi
 Kaji kemampuan pasien mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
 Posisikan supinasi dengan elevasi kepala 30 dan elevasi kaki
 Pendidikan kesehatan : Diit, AV shunt
 Monitor tanda dan gejala infeksi (lokal dan sistemik)
 Ganti balutan luka sesuai dengan prosedur
 Monitor tanda dan gejala hipoglikemi
 Lakukan teknik distraksi, relaksasi
INTERVENSI KOLABORASI
Program HD Transfusi darah Kolaborasi Diit Pemberian CA Glukonas Pemberian Antipiretik
Pemberian eritropoietin pemberian preparat besi Obat-obatan emergensi Pemberian analgetik
Coret yang tidak perlu dan beri tanda  pada pilihan

RESEP HD Dialiset
Inisiasi Akut Rutin Pre op SPEED Bicarbonat..............
BB post HD : 69 kg BB pre HD : 72 Kg BBK....... CA Post HD: Conductivity 12,5
Lama HD 5 jam UF Goal 3500 TMP 120 mmhg Temperature 37OC
QB 200 ml/mnt QD 500 ml/mnt T.Vena 200 mVmnt Kalium ..................
T.arteri – 80 mVmnt Base Na....................
Program profiling:.......... Iso UF:...........ml Vascular akses:.............
UF Profilling Mode Lama iso UF:....jam AV shurt : kiri/kanan
Na profilling mode CDL jugularis/Subclavia/..........
Bicarbonat Profilling Vemoral /hari

50
Heparinisasi Observasi medis : Jam: Obat Rutin
Dosis sirkulasi........ .................. Gliquidone 30 Mg 2x1
Dosis Awal 1000 IU Amlodipin 10 Mg 1x1
Dosis Maintenance (Namun Klien tidak Rutin
Kontinyu 3000 IU/jam Mengkonsumsi Obat tersebut)
Intermiten.......... ................IU/jam
LAPAH
Tanpa heparin e.c...............
Program bilas NaCL 100 cc/jam

Intake (ml)

NaC Minum Lain-


l 0,9 lain

5 06.55 200 500 700 130/80 60 36 22 60 10


jam

07.55 200 500 700 130/70 61 36 22 950

08.55 200 500 700 130/70 60 36 22 1500


100

09.55 200 500 700 130/70 62 36,2 23 1950

60
10.55 200 500 700 130/80 60 36 22 2500
100 100

11.55 200 500 700 130/70 60 22


100 3500

Jml : 460 Jml 3500 Balance:-/


0/+

Total : 3610 ml

Penyakit selama HD
Klinis : Hipotensi Hipertensi Sakit Kepala Kram gigi Mual/muntah pendarahan Nyeri dada
Aritmia Gatal-gatal Demam Mengigil/dingin ..............
Teknis : Masalah askes Clothing nak dialiser emboli udara trouble mesin ..................

51
EVALUASI KEPERAWATAN

Perencanaan pulang (gunakan form edukasi jika diperlukan)


Pembatasan asupan cairan
Perawatan askes femoral cimino CDL Lain-lain

Askes Vaskuler oleh Nama dan tanda tangan perawatw yang bertugas

(.....................Ns. N.N.................................) (..........................Ns. N.N...............................)

Obat tambahan Evaluasi medis Tanda tangan dan nama dokter

Coret yang tidak perlu dan beri tanda  pada pilihan

3.2. Analisa Kasus


a. Pengkajian
Data yang diperoleh pada saat melakukan pengkajian didapatkan
keluhan utama Klien bengkak di kedua kaki dan perut. Klien mengeluh
cepat merasa lelah jika beraktivitas, Klien mengeluh sesak jika tidur
terlentang, Klien mengatakan kedua kaki terasa berat jika berjalan, Klien

52
mengatakan Kencing sedikit ± 100 Cc/Hari. Klien mengatakan biasa
minum air di rumah ± 850 Ml/hari, Makan bubur tiap pagi dan sering
mengkonsumsi nasi dengan makanan berkuah setiap harinya. Klien
mengeluh nyeri pada daerah yang terpasang akses Dialisis Cateter
Double Lumen (CDL), Terdapat luka Punksi pada daerah yang terpasang
akses Dialisis, Klien mengatakan memiliki Riwayat penyakit Hipertensi
dan Daibetes Melitus sejak 6 tahun yang lalu.
Pada Tinjauan Teoritis penyebab Chronik Kidney Disease (CKD)
antara lain adalah Penyakit Vaskular Hipertensif dan Penyakit Metabolik
(Diabetes Melitus). Sedangkan untuk keluhan antara lain diperoleh data
klien mengalami Oliguria (Kencing sedikit), Klien mengalami masalah
pada kardiovaskuler dimana Klien mengatakan sesak jika tidur terlentang
(Nuratif dan Hardi 2015). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa etiologi dan manifestasi yang sesuai dengan
teori yang ada, namun ada beberapa juga yang tidak sama, hal ini bisa
saja terjadi karena respon suatu penyakit setiap orang berbeda – beda,
tanda dan gejala yang dirasakan setiap orang juga berbeda – beda.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diambil adalah Diagnosa Keperawatan
sesuai Standar Asuhan Keperawatan yang ada pada Buku SDKI (Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia). Diagnosa yang muncul pada saat
pengkajian pada tanggal 06 Februari 2020 adalah :
1) Hipervolemia, Domain : D.0022, Kategori Fisiologi, Sub Kategori
Nutrisi dan Cairan. Definisi : Peningkatan volume cairan
Intravaskuler, Intertisiel, dan/atau Intraseluler. Data yang ditemukan
pada Klien diantaranya : Klien mengeluh bengkak pada kedua kaki
dan perut, Klien mengatakan kencing sedikit ± 100 cc/Hari, Klien
mengatakan biasa Minum air di rumah ± 850 cc/hari, klien sering
makan bubur tiap pagi dan biasa mengkonsumsi nasi dengan
makanan berkuah. Pada Tinjauan teoritis Diagnosa Aktual yang

53
paling Utama pada Penderita Chronik Kidney Disease (CKD) adalah
Hipervolemia

2) Penurunan Curah Jantung, Domain : D.0008, Kategori Fisiologis,


Sub Kategori Sirkulasi. Definisi : Ketidakadekuataan jantung
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Data yang didapatkan pada klien yaitu Klien mengatakan cepat
merasa lelah jika beraktivitas berlebihan, klien mengeluh sesak jika
tidur terlentang, Klien memiliki Riwayat penyakit Hipertensi sejak 6
tahun yang lalu, UF Goal selama proses Hemodialisis adalah 3500
Ml, QB 200 Ml dengan UF Time 5 Jam, Hasil pemeriksaan Foto
Thorax Paru menunjukkan adanya Cardiomegaly Susp. MHD dengan
Oedema Paru tipe Intertisiel. Alasan penulis mengangkat Diagnosa
Penurunan Curah jantung sebagai Diagnosa Kedua karena Masalah
Sirkulasi merupakan masalah yang vital yang dapat menganggu
jalannya sistem Kardiovaskuler, sehingga dapat berpengaruh pada
proses perbaikan klien.

3) Nyeri Akut, Domain : D.0077, Kategori Psikologis, Sub Kategori


Nyeri dan Kenyamanan. Definisi : Pengalaman Sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
Fungsional, dengan Onset mendadak atau lambat dan berintentitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Pada Ny.
A.M hal ini di tunjukkan dengan Klien mengeluh nyeri pada daerah
yang terpasang akses Dialisis Cateter Double Lumen (CDL), Klien
tampak meringis dan terdapat Luka Punksi pada daerah yang
terpasang Akses Dialisis. Seperti yang ada pada Tinjauan teoritis
Penyebab dari terjadinya Nyeri Akut adalah adanya Agen Pencedera
Fisik (Prosedur Operasi/Pemasangan Cateter Double Lumen),
sehingga hal ini menjadi alasan diangkat Diagnosa Nyeri Akut
sebagai Diagnosa Ketiga.

54
4) Risiko Infeksi, Domain : D.0142, Kategori Lingkungan, Sub Kategori
Keamanan dan Proteksi, Definisi : Beresiko mengalami peningkatan
terserang Organisme Patogenik. Pada Klien ditemukan hasil
pengkajian Adanya Luka Punksi akibat pemasangan Akses Dialisis
Cateter Double Lumen (CDL), Klien memiliki Riwayat Penyakit
Diabetes Melitus sejak 6 tahun yang lalu . Dalam Tinjauan Teoritis
Kondisi Klinis yang terkait dengan Diagnosa Risiko Infeksi adalah
Penyakit Kronis (Diabetes Melitus), dan Efek Prosedur Invasif,
sehingga inilah alasan penulis mengangkat Diagnosa risiko Infeksi
sebagai Diagnosa Keempat.

c. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang Dilakukan pada Ny. A.M adalah sebagai berikut :
1) Hipervolemia
Intervensi Manajemen Hipervolemia, ini mengacu pada intervensi
secara teori dimana setelah dilakukan intervensi keperawatan
diharapkan Keseimbangan Cairan Meningkat dengan Kriteria Hasil
Edema Cukup menurun, Keluaran Urin Meningkat. Intervensi yang
dilakukan adalah: Memeriksa tanda dan Gejala Hipervolemia,
Mengidentifikasi Penyebab Hipervolemia, Memonitor Intake dan
Ouput cairan, Membatasi asupan Cairan dan garam, Meninggikan
kepala tempat tidur 30-40OC, Mengajarkan cara membatasi cairan.

2) Penurunan Curah Jantung


Intervensi Perawatan Jantung, ini mengacu pada intervensi secara
teori dimana setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
Curah Jantung Meningkat dengan Kriteria hasil Lelah cukup
menurun, Orthopnea Cukup menurun, Berat badan cukup menurun.
Intervensi yang dilakukan adalah : Mengidentifikasi tanda/gejala
Primer penurunan Curah jantung, Mengidentifikasi tanda/gejala

55
Sekunder penurunan Curah jantung, Memonitor Intake dan Ouput
cairan, Memposisikan Semi Fowler-Fowler, Menganjurkan
beraktivitas sesuai Toleransi.

3) Nyeri Akut
Intervensi Manajemen Nyeri, ini mengacu pada intervensi secara
teori dimana setelah dilakukan intervensi keperawatan diharapkan
Tingkat Nyeri Menurun dengan Kriteria hasil Keluhan Nyeri cukup
menurun, Ekpresi wajah meringis cukup menurun. Intervensi yang
dilakukan adalah: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi
frekuensi dan Intentitas nyeri, Mengientifikasi skala nyeri,
Mengidentifikasi respon Nyeri Non verbal, Mempertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri,
Menjelaskan strategi meredakan nyeri, Mengajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk meredakan Nyeri.

4) Risiko Infeksi
Intervensi Perawatan Luka, ini mengacu pada intervensi secara teori
dimana setelah dilakukan intervensi keperawatan Infeksi Tidak
terjadi. Intervensi yang dilakukan adalah : Memonitor karakteristik
luka, Melepaskan balutan dan plester secara perlahan, Membersihkan
luka dengan cairan NaCl atau pembersih Nontoksik, Memasang
balutan sesuai jenis luka, Mempertahankan tehnik steril saat
melakukan perawatan Luka, menjelaskan tanda dan gejala Infeksi.

d. Evaluasi Keperawatan
1) Hipervolemia berhubungan dengan Kelebihan asupan cairan
belum teratasi yang ditandai dengan kedua kaki dan perut masih

56
membengkak, Derajat Odema masih ada yaitu Oedema Derajat 2,
kedalaman ± 4 mm, Perut masih tampak Asites.
2) Penurunan Curah jantung berhubungan dengan Perubahan Preload
belum teratasi yang ditandai dengan klien masih merasa sesak jika
tidur terlentang, Klien mengeluh lemah setelah dilakukan tindakan
hemodialisis.
3) Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera Fisik belum
teratasi ditandai dengan Klien masih mengeluh nyeri pada daerah
yang terpasang akses Dialisis
4) Risiko Infeksi yang dibuktikan dengan Faktor risiko penyakit
Kronis dan Efek Prosedur Invasif teratasi ditandai dengan belum
tampak adanya Infeksi pada Luka Punksi akses Dialisis..

57
58
BAB IV
RINGKASAN KASUS DAN RESUME KELOLAAN KMB I

KASUS
NO. Dx. Dx. KEP TUJUAN INTERVENSI
NO KELOLAAN RUANGAN OBAT
MR MEDIS (SDKI) (SLKI) ( SIKI)
& RESUME
1. Hipervolemia 1. Keseimbangan 1. Manajemen 1. Gliquidon 30 Mg
Kasus 2. Penurunan Curah Cairan Meningkat Hipervolemia Ruang 2x1
Utama Jantung 2. Curah Jantung 2. Perawatan Jantung Hemodialisa 2. Amlodipin 10 Mg
1 (Resume) 25.51.96 CKD 3. Nyeri Akut Meningkat 3. Manajemen Nyeri 1x1
4. Risiko Infeksi 3. Tingkat Nyeri 4. Perawatan Luka RSUD Dr.M.M
Ny. A.M Menurun Dunda Limboto
4. Infeksi Tidak terjadi
1. Hipervolemia 1. Keseimbangan 1. Manajemen -
Kasus 2. Gangguan Cairan Meningkat Hipervolemia Ruang
Utama Integritas Kulit / 2. Integritas Kulit / 2. Perawatan Integritas Hemodialisa
2 (Resume) - CKD Jaringan Jaringan Meningkat Kulit
RSUD Dr.M.M
Tn. N.T Dunda Limboto

32
1. Konstipasi 1. Eliminasi Fekal 1. Manajemen 1. IVFD NaCl 0,9% :
2. Perfusi Perifer Membaik Konstipasi D5% :
Tidak Efektif 2. Perfusi Perifer 2. Pemberian Produk Aminofluid= 1:1:1
3. Nyeri Akut Meningkat Darah 20 Tetes.Menit
3. Tingkat Nyeri 3. Manajemen Nyeri Irina E (Kelas I 2. Ceftriaxone Injeksi
Kasus
Menurun Wanita Bedah) 2x1 Gr/Iv
Askep Ileus
3. 30.70.27 3. Ranitidin Injeksi
Obstruksi
RSUD Dr.M.M 2x25 Mg/Iv
Nn. S.R
Dunda Limboto 4. Ketorolac Injeksi
3x10 Mg/Iv
5. Dulcolax
Suppositoria 2x10
Mg Via Rectal
4. Kasus 36.02.05 Fraktur 1. Nyeri Akut 1. Tingkat Nyeri 1. Manajemen Nyeri Irina E (Kelas II 1. IVFD RL 20
Resume 2. Gangguan Menurun 2. Latihan Rentang Pria Bedah) Tetes/Menit
Mobilitas Fisik 2. Mobilitas Fisik Gerak 2. Ceftrazidine
Tn B.S meningkat 3. RSUD Dr.M.M Injeksi 2x1 Gr/Iv
3. Dunda Limboto 3. Ranitidin Injeksi
2x25 Mg/Iv
4. Hypobac Injeksi

33
2x200 Mg/Iv
5. Ketoroloac Injeksi
3x10 Mg/Iv
1. Nyeri Akut 1. Tingkat Nyeri 1. Manajemen Nyeri 1. IVFD NaCl 0.9%
Menurun 20 Tetes/Menit
2. Ceftriaxone Injeksi
Irina E (Kelas III 2x1 gr/iv
Kasus
Pria Bedah) 3. Ranitidin Injeksi
Resume Appendisiti
5. 37.69.76 2x25 Mg/Iv
s
RSUD Dr.M.M 4. Ketorolac Injeksi
Tn. R.B
Dunda Limboto 3x10 Mg/Iv
5. Injeksi
Metronidazole
3x500 Mg/Iv
6. Kasus 37.71.04 Osteomyeliti 1. Nyeri Akut 1. Tingkat Nyeri 1. Manajemen Nyeri Irina E (Kelas II 1. IVFD RL 20
Askep s 2. Gangguan Menurun 2. Latihan Rentang Pria Bedah) Tetes/Menit
Mobilitas Fisik 2. Mobilitas Fisik Gerak 2. Cetriaxone Injeksi
Tn. A.R meningkat RSUD Dr.M.M 2x40 Mg/Iv
Dunda Limboto 3. Ranitidin Injeksi
2x25 Mg/Iv
4. Hypobac Injkesi

34
2x200 Mg/Iv
5. Ketoroloac Injeksi
3x10 Mg/Iv
1. Nyeri Akut 1. Tingkat Nyeri 1. Manajemen Nyeri 1. IVFD NaCl 0,9%
2. Ansietas Menurun 2. Reduksi Ansietas Ruang Instalasi 20 Tetes/Menit
Kasus 3. Risiko Infeksi 2. Tingkat Ansietas 3. Pencegahan Infeksi Bedah Sentral 2. Ceftriaxone Injeksi
Benigna
Resume 4. Risiko Jatuh Menurun 4. Pencegahan Jatuh (IBS) 2x1 Gr/Iv
7. 36.99.74 Prostas
3. Infeksi Tidak Terjadi 3. Ranitidin Injeksi
Hiperplasia
Tn. S 4. Jatuh Terjadi RSUD Dr.M.M 2x25 Mg/Iv
Dunda Limboto 4. Ketorolac Injeksi
3x10 Mg/Iv
8. Kasus 33.81.30 Ganggren 1. Gangguan 1. Mobilitas Fisik 1. Dukungan Ruang Instalasi 1. IVFD NaCl 0,9%
Resume Digiti Mobilitas Fisik Meningkat Mobilisasi Bedah Sentral 20 Tetes/Menit
I,III.IV 2. Risiko Infeksi 2. Infeksi Tidak Terjadi 2. Pencegahan Infeksi (IBS) 2. Ceftriaxone Injeksi
Ny. M 3. Risiko Jatuh 3. Jatuh Terjadi 3. Pencegahan Jatuh 2x1 Gr/Iv
RSUD Dr.M.M 3. Metronidazol
Dunda Limboto Injeksi 3x500
Mg/Iv
4. Ranitidin Injeksi
2x25 Mg/Iv

35
5. Ketorolac Injeksi
3x10 Mg/Iv
KASUS
NO. Dx. Dx. KEP TUJUAN INTERVENSI
NO KELOLAAN RUANGAN OBAT
MR MEDIS (SDKI) (SLKI) ( SIKI)
& RESUME
5. Hipervolemia 5. Keseimbangan 5. Manajemen 3. Gliquidon 30 Mg
6. Penurunan Curah Cairan Meningkat Hipervolemia 2x1
Jantung 6. Curah Jantung 6. Perawatan Jantung 4. Amlodipin 10 Mg
Kasus Ruang
7. Nyeri Akut Meningkat 7. Manajemen Nyeri 1x1
Utama Hemodialisa
8. Risiko Infeksi 7. Tingkat Nyeri 8. Perawatan Luka
1 (Resume) 25.51.96 CKD
Menurun
RSUD Dr.M.M
8. Infeksi Tidak terjadi
Ny. A.M Dunda Limboto

2 Kasus - CKD 3. Hipervolemia 3. Keseimbangan 3. Manajemen -


Utama 4. Gangguan Cairan Meningkat Hipervolemia Ruang
(Resume) Integritas Kulit / 4. Integritas Kulit / 4. Perawatan Integritas Hemodialisa
Jaringan Jaringan Meningkat Kulit
Tn. N.T RSUD Dr.M.M
Dunda Limboto

36
4. Konstipasi 4. Eliminasi Fekal 4. Manajemen 6. IVFD NaCl 0,9% :
5. Perfusi Perifer Membaik Konstipasi D5% :
Tidak Efektif 5. Perfusi Perifer 5. Pemberian Produk Aminofluid= 1:1:1
6. Nyeri Akut Meningkat Darah 20 Tetes.Menit
6. Tingkat Nyeri 6. Manajemen Nyeri Irina E (Kelas I 7. Ceftriaxone Injeksi
Kasus
Menurun Wanita Bedah) 2x1 Gr/Iv
Askep Ileus
9. 30.70.27 8. Ranitidin Injeksi
Obstruksi
RSUD Dr.M.M 2x25 Mg/Iv
Nn. S.R
Dunda Limboto 9. Ketorolac Injeksi
3x10 Mg/Iv
10. Dulcolax
Suppositoria 2x10
Mg Via Rectal
10. Kasus 36.02.05 Fraktur 3. Nyeri Akut 4. Tingkat Nyeri 4. Manajemen Nyeri Irina E (Kelas II 6. IVFD RL 20
Resume 4. Gangguan Menurun 5. Latihan Rentang Pria Bedah) Tetes/Menit
Mobilitas Fisik 5. Mobilitas Fisik Gerak 7. Ceftrazidine
Tn B.S meningkat 6. RSUD Dr.M.M Injeksi 2x1 Gr/Iv
6. Dunda Limboto 8. Ranitidin Injeksi
2x25 Mg/Iv
9. Hypobac Injeksi

37
2x200 Mg/Iv
10. Ketoroloac Injeksi
3x10 Mg/Iv
2. Nyeri Akut 2. Tingkat Nyeri 2. Manajemen Nyeri 6. IVFD NaCl 0.9%
Menurun 20 Tetes/Menit
7. Ceftriaxone Injeksi
Irina E (Kelas III 2x1 gr/iv
Kasus
Pria Bedah) 8. Ranitidin Injeksi
Resume Appendisiti
11. 37.69.76 2x25 Mg/Iv
s
RSUD Dr.M.M 9. Ketorolac Injeksi
Tn. R.B
Dunda Limboto 3x10 Mg/Iv
10. Injeksi
Metronidazole
3x500 Mg/Iv
12. Kasus 37.71.04 Osteomyeliti 3. Nyeri Akut 3. Tingkat Nyeri 3. Manajemen Nyeri Irina E (Kelas II 6. IVFD RL 20
Askep s 4. Gangguan Menurun 4. Latihan Rentang Pria Bedah) Tetes/Menit
Mobilitas Fisik 4. Mobilitas Fisik Gerak 7. Cetriaxone Injeksi
Tn. A.R meningkat RSUD Dr.M.M 2x40 Mg/Iv
Dunda Limboto 8. Ranitidin Injeksi
2x25 Mg/Iv
9. Hypobac Injkesi

38
2x200 Mg/Iv
10. Ketoroloac Injeksi
3x10 Mg/Iv

39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
a) Penerapan ilmu yang berhubungan dengan keperawatan medikal bedah
diantaranya yaitu: Ilmu Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia serta
patofisiologi untuk dapat menjelaskan perubahan pada gangguan sistem –
sistem tubuh diantaranya sistem Muskuloskeletal, sistem Integumen, Sistem
Sistem Urologi, Sistem Endokrin.
b) Pengkajian dengan Gangguan Sistem Urologi dengan Diagnosa Medis CKD
telah disusun dengan Rapi
c) Kasus kelolaan (1 kasus/minggu) pada pasien dengan sistem Muskuloskeletal,
sistem Integumen, Sistem Sistem Urologi, Sistem Endokrin.untuk di
presentasikan pada kegiatan Minicase telah berhasil diselesaikan.
d) Pengkajian status kesehatan dan mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan
diantaranya sistem Muskuloskeletal, sistem Integumen, Sistem Sistem
Urologi, Sistem Endokrin.telah berhasil diselesaikan tepat waktu.
e) Perumusan masalah keperawatan yang muncul serta masalah kolaborasi
berdasarkan data yang diperoleh selama pengkajian telah dilakukan dengan
baik.
f) Menentukan tujuan keperawatan dan menyusun rencana tindakan
keperawatan berdasarkan masalah keperawatan yang muncul telah berhasil
dilaksanakan.
g) Tindakan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
ditentukan sudah berhasil dilakkukan dengan baik..
h) Evaluasi tindakan selesasi dilakukan sesuai dengan Target Kasus kelolaan
KMB I.
i) Pendokumentasikan seluruh proses keperawatan yang telah dilakukan secara
sistematis dan di tunagkan dalam bentuk Asuhan dan Resume keperawatan.

40
j) Tindakan keperawatan sesuai target kompetensi yang telah ditentukan
berdasarkan gangguan sistem yang ada berhasil dilaksanakan.

5.2. Saran
Penulisan Laporan ini masih jauh dari kata sempurna, olehnya itu penulis
mengharapkan masukan dan saran dari semua Pihak baik Preseptor Klinik,
Preseptor Akademik dan mahasiswa Profesi Ners

41

Anda mungkin juga menyukai