(PTK)
MUCHAMMAD PEBRIYANTO
TAHUN 2023
1
LEMBAR PENGESAHAN
benar-benar merupakan karya asli saya dan tidak mengandung unsur plagiasi.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiasi, maka
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
2
ABSTRAK
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradapan kesejahteraan umat manusia”.
5
proses pembelajaran. Selama ini, banyak guru yang kurang memperhatikan
metode ataupun model belajar apa yang digunakan, disebabkan rancangan
pembelajaran yang tidak direncanakan dengan matang. Keadaan ini sangat
berpengaruh pada tahap pelaksanaan pembelajaran.
Killen dalam Sri Anitah W, dkk (2011 : 1.23) mengemukakan pendekatan
utama yang dilakukan guru saat kegiatan pembelajaran, yaitu pendekatan yang
berpusat pada aktivias guru (teacher centered) dan yang berpusat pada siswa
(students centered.). Saat ini, dituntut pembelajaran yang berpusat pada siswa
(students centered) dengan peran guru hanya sebagai pembimbing atau fasilitator,
terutama ketika peralihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
menjadi Kurikulum 2013. Realitanya hingga saat ini, guru masih senang dengan
metode konvensional yang lebih banyak didominasi guru (teacher centered)
dengan menggunakan metode ceramah saja atau metode yang itu-itu saja tanpa
ada variasi lain yang digunakan. Akibatnya, kegairahan siswa untuk
memperhatikan pelajaran tidak tampak, sebaliknya siswa merasa jenuh dan bosan
berada dalam kelas. Kondisi ini malah menjadikan sebagian siswa sibuk sendiri
hingga membuat gaduh di kelas, apalagi jika dalam pelajaran Matematika yang
merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD.
Menurut Gatot Muhsetyo dkk (2014 : 1.2) Matematika sebagai
pengetahuan memiliki ciri-ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten,
hierarkis dan logis. Lebih lanjut Soedjadi dalam Gatot Muhsetyo (2014 : 1.2)
menambahkan bahwa keabstrakan Matematika karena objek dasarnya yang
abstrak, yaitu fakta, konsep, dan prinsip. Ciri keabstrakan inilah yang
menyebabkan Matematika tidak mudah untuk dipelajari dan akhirnya membuat
banyak siswa yang kurang tertarik pada Matematika.
Dengan minimnya minat siswa terhadap mata pelajaran Matematika serta
sebagian siswa masih beranggapan bahwa Matematika adalah pelajaran yang sulit,
tidak menarik, dan momok menakutkan. Ditambah metode pembelajaran yang
digunakan guru kurang tepat, tentunya kondisi ini berdampak terhadap rendahnya
prestasi atau hasil belajar siswa, sebagaimana yang terjadi di kelas I SDN Cipete
6
Utara 13 Pagi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Hasil belajar siswa pada
pelajaran Matematika berada pada urutan terbawah dari mata pelajaran lainnya.
Berdasarkan observasi yang Peneliti lakukan, diperoleh data bahwa hasil
belajar siswa pada pelajaran Matematika kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi
khususnya pada materi Bangun Datar masih rendah, yaitu hanya 41 % (13 siswa
dari 32 siswa) yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini
disebabkan sebagian besar siswa masih kesulitan dalam pemahaman materi
Bangun Datar. Namun, pemahaman terhadap materi ini oleh sebagian siswa masih
bersifat hapalan, sehingga jika suatu saat lupa, maka akan mengalami kesulitan
menjawab soal-soal berkaitan dengan bangun datar. Bagi siswa yang memiliki
daya ingat tinggi tidak mengalami kesulitan berarti, tetapi sebaliknya bagi siswa
yang rendah daya ingatnya akan mengalami hambatan dalam penguasaan materi.
Padahal, menurut Nana Sudjana (2010: 22), bahwa hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.
Kemampuan yang dimiliki sebagaimana terdapat dalam taksonomi Bloom,
meliputi ranah kognitif (kemampuan berpikir), afektif (sikap), dan psikomotor
(keterampilan). Sedangkan, Wahidmurni, dkk. (2010: 18) mengemukakan bahwa
seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar, apabila mampu
menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya, baik dari segi kemampuan
berpikir, keterampilan, dan sikapnya terhadap suatu objek. Sehingga dapat
disimpulkan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang/peserta
didik yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Apabila dikaitkan antara pengertian hasil belajar dan realita hasil belajar
siswa kelas I pada pelajaran Matematika, maka tentunya hasil belajar siswa
tersebut belum sesuai harapan atau mengecewakan. Salah satu penyebabnya ialah
guru masih menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran. Indikatornya
ialah rendahnya pemahaman dan hasil belajar siswa yang sebagian besar berada di
bawah KKM. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut, Peneliti
menggunakan metode joyful learning dalam kegiatan pembelajaran. Menurut
Mohammad Jauhar (2011 : 164) bahwa pembelajaran yang menyenangkan (joyful
learning) adalah pembelajaran yang sangat dinikmati siswa. Dalam pembelajaran,
7
siswa merasa nyaman, aman, dan asyik. Perasaan seperti ini mengandung unsur
inner motivation yaitu dorongan keingintahuan dalam diri siswa yang disertai
upaya mencari tahu akan sesuatu. Apalagi jika diberikan tantangan kepada siswa
untuk berpikir, mencoba, dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri,
menjadi dirinya sendiri, dan memiliki kemampuan yang kompetitif (berdaya
saing).
Menurut Jumanta Hamdayama (2014 : 45) pembelajaran menyenangkan
(joyfull learning) merupakan pembelajaran yang interaktif dan atraktif, sehingga
peserta didik dapat memfokuskan perhatian pada pelajaran yang sedang
berlangsung. Darmansyah (2010 : 22) menyatakan bahwa apabila guru atau
pendidik mampu menciptakan suasana atau kondisi pembelajaran menyenangkan
akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan efektifitas pembelajaran.
Karena itu, penerapan metode ini mampu meningkatkan kemampuan siswa,
terutama meningkatkan hasil belajar siswa secara umum.
Hal seperti inilah yang kemudian mendorong Peneliti untuk melakukan
penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul, “Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Materi Bangun Datar Pada Siswa Kelas I Dengan
Menggunakan Metode Joyful Learning di SDN Cipete Utara 13 Pagi Jakarta
Selatan“. Dalam penelitian ini, Peneliti mendapat bantuan dari rekan guru sejawat
sebagai pengamat sekaligus teman diskusi dalam merencanakan, melakukan
perbaikan pembelajaran, hingga merefleksi kegiatan pembelajaran.
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi yang Peneliti lakukan, ditemukan beberapa
masalah yang muncul selama proses pembelajaran. Adapun, permasalahan yang
dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Tingkat pemahaman siswa terhadap pelajaran Matematika materi Bangun
Datar masih kurang.
2. Rendahnya hasil belajar siswa kelas I dalam mata pelajaran Matematika materi
Bangun Datar.
8
3. Banyak siswa kurang memperhatikan pelajaran selama kegiatan pembelajaran
berlangsung.
4. Terdapat beberapa siswa kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan guru
pada saat kegiatan inti.
5. Sebagian besar siswa tidak mengingat/lupa materi pembelajaran yang telah
diajarkan.
2. Analisis Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat dianalisis
permasalahan sebagai berikut :
1. Metode pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat.
2. Siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran.
3. Siswa kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran.
4. Tidak menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi.
5. Guru kurang menguasai pengelolaan kelas.
6. Guru terlalu banyak bicara dan asyik sendiri dalam menyampaikan materi.
7. Tidak ada penguatan dari guru terhadap jawaban siswa.
8. Guru tidak melakukan pengecekan terhadap pemahaman siswa di tengah
pelajaran.
9. Tidak ada evaluasi terbimbing yang dilakukan guru dalam kegiatan
pembelajaran.
10. Guru kurang memberikan penekanan pada materi yang disampaikan.
9
4. Menggunakan media pembelajaran tiga dimensi (kartu gambar) yang sesuai
dengan dengan materi dan tujuan pembelajaran.
5. Memberitahukan aturan belajar yang jelas dan harus dipatuhi selama
pembelajaran berlangsung.
6. Meningkatkan interaksi dan komunikasi dengan siswa.
7. Memberikan apresiasi dan reward terhadap siswa yang dapat menjawab
pertanyaan guru dengan benar, serta motivasi bagi yang kurang tepat ataupun
belum bisa menjawab.
8. Melakukan pengecekan terhadap pemahaman siswa pada saat kegiatan
pembelajaran.
9. Melakukan evaluasi terbimbing, terutama bagi siswa yang masih kurang
dalam pemahaman terhadap pelajaran.
10. Memberikan penekanan pada kata/istilah kunci materi yang disampaikan.
B. Rumusan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan, maka penelitian ini
dibatasi untuk memfokuskan masalah yang akan diteliti. Supaya memperoleh
hasil penelitian yang lebih terarah, maka Peneliti hanya mengkaji masalah pada
pembelajaran Matematika mengenai materi Bangun Datar pada siswa kelas I
dengan menggunakan metode joyful learning. Adapun, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah melalui metode pembelajaran joyful learning dapat meningkatkan
pemahaman dan hasil belajar Matematika khususnya materi Bangun Datar
pada siswa kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi?
10
2. Bagaimanakah pengaruh metode joyfull learning dapat meningkatkan hasil
belajar Matematika materi Bangun Datar yang telah dipelajari terhadap siswa
kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi?
11
b. Bagi Guru
1. Dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan.
2. Mendapat kepuasan dari hasil belajar siswa yang meningkat.
3. Sebagai bahan masukan dalam menentukan metode pembelajaran yang akan
diajarkan kepada siswa.
4. Dapat mengembangkan kemampuan profesional guru.
5. Dapat meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan penelitian
tindakan kelas (PTK) dan menyusun laporan karya ilmiah.
c. Bagi Sekolah
1. Meningkatkan prestasi belajar siswa pada tingkat sekolah.
2. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dapat tercapai.
3. Menjadi daya tarik bagi orang tua ataupun calon siswa baru karena
kreativitas guru dalam mengajar.
4. Sebagai masukan bagi pihak sekolah dalam meningkatkan profesionalisme
guru khususnya dalam pelajaran Matematika.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
13
Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 18) bahwa seseorang dapat dikatakan
telah berhasil dalam belajar, apabila mampu menunjukkan adanya perubahan
dalam dirinya. Perubahan-perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan
berpikir, keterampilan, dan sikapnya terhadap suatu objek..
Sri Anitah W, dkk (2011 : 1.17) mengemukakan bahwa hasil belajar
berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotorik, dan
afektif. Sebab, dalam belajar terdapat 3 atribut pokok (ciri utama) belajar, yaitu
proses, perubahan perilaku, dan pengalaman. Agus Taufiq, dkk (2014 : 5.9)
menambahkan bahwa perubahan tingkah laku memiliki pengertian yang luas,
tidak hanya menyangkut perubahan pengetahuan saja, melainkan menyangkut
aspek perilaku dan pribadi anak secara terintegrasi. Perubahan itu haruslah
intensional, positif, benar-benar hasil pengalaman, dan efektif.
Selanjutnya, Dimyati dan Mudjiono (2013 : 3).mengungkapkan bahwa
hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di
sekolah. Akhir dari kegiatan pembelajaran adalah perolehan suatu hasil belajar
siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas.
Seluruh hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan
pembelajaran. Dari sisi guru, tindakan pembelajaran diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya kegiatan dan puncak dari proses pembelajaran.
14
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Munadi
dalam Rusman (2012:124) bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh 2 faktor,
meliputi faktor internal dan eksternal, yaitu :
1. Faktor Internal
a) Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang
prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat
jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta
didik/siswa dalam menerima materi pelajaran.
b) Faktor Psikologis. Setiap individu (peserta didik) pada dasarnya memiliki
kondisi psikologis yang berbeda-beda yang turut mempengaruhi hasil
belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian,
minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar peserta didik.
2. Faktor Eksternal
a) Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar
yang mencakup lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam
misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Tentu belajar pada tengah hari di
ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan
akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya
masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.
b) Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang
keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar
yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai
sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-
faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru.
15
Muhibbin Syah (2010: 145) mengemukakan bahwa secara garis
besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu:
1. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani
dan rohani siswa.
2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar
siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
16
maka akan menghasilkan angka atau skor. Angka inilah yang merupakan
penerapan dari pengukuran. Jika yang diukur hasil belajar mata pelajaran
Matematika, maka data yang diperoleh adalah hasil belajar Matematika.
Adi Suryanto, dkk (2012 : 1.16) menambahkan bahwa kumpulan data dari
beberapa kali tes dengan dilengkapi data-data hasil pengamatan akan dapat
menarik simpulan perkembangan hasil belajar (asesmen). Apabila lingkup
asesmen hanya pada individu siswa, maka evaluasi adalah penilaian seluruh
komponen dalam kegiatan pembelajaran. Pada saat melakukan penilaian hasil
belajar, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain: menyeluruh,
berkesinambungan, adil, objektif, terbuka, dan bermakna. Akan tetapi, selama ini
penilaian hasil belajar siswa kebanyakan dilakukan dengan alat ukur tes saja,
sehingga tidak dapat mengukur keseluruhan hasil belajar yang telah dicapai. Oleh
karena itu, penilaian hasil belajar sebaiknya tidak hanya tes, tetapi menggunakan
asesmen. Sebab asesmen dapat mengukur hasil belajar siswa secara keseluruhan,
yaitu tidak hanya mengukur hasil belajar, namun juga mengukur
proses belajar siswa.
Hal ini senada dengan pendapat Pupuh Fathurrohman dan M Sobry
Sutikno (2007: 6) bahwa hasil belajar bukanlah yang terpenting, yang terpenting
adalah proses. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, sedangkan
orang lain hanya sebagai perantara atau penunjang, agar kegiatan pembelajaran
dapat berhasil dengan baik. Lebih lanjut dikemukakan (2007: 113) bahwa apabila
merujuk pada rumusan operasional keberhasilan belajar, maka ciri-ciri belajar
dikatakan berhasil adalah:
a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individual dan kelompok.
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran khusus (TIK) telah dicapai
oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.
c. Terjadinya proses pemahaman materi yang dapat mengantarkan materi tahap
berikutnya.
17
B. Hakikat Hasil Belajar Matematika
Menurut Gagne hasil belajar Matematika adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar Matematikanya atau
dapat dikatakan bahwa hasil belajar Matematika adalah perubahan tingkah laku
dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan,
tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan
tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang
lebih baik dari sebelumnya.(http://eprints.ums.ac.id/31715/2/BAB_I.pdf, diakses
31 Maret 2015).
Menurut Gatot Muhsetyo, dkk (2014 : 1.26) bahwa salah satu yang
menentukan ketercapaian kompetensi belajar Matematika yaitu penggunaan
strategi pembelajaran. Menggunakan metode pembelajaran yang tepat termasuk
dalam penggunaan strategi pembelajaran. Dalam penerapannya harus sesuai
dengan topik yang sedang dibicarakan, tingkat perkembangan intelektual siswa,
prinsip dan teori belajar, keterlibatan aktif siswa, keterkaitan dengan kehidupan
sehari-hari, dan pengembangan dan pemahaman penalaran matematis.
Karso, dkk (2014: 1.42) menambahkan bahwa tujuan akhir dari
pembelajaran Matematika adalah pemahaman terhadap konsep-konsep
Matematika yang relatif abstrak. Sementara strategi teori-teori belajar tentang
pengalaman lingkungan dan manipulasi benda konkret hanyalah merupakan
jembatan untuk memahami konsep-konsep Matematika tersebut.
Keberhasilan pembelajaran Matematika dapat diketahui dari keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini mengacu pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dinyatakan bahwa tujuan mata
pelajaran Matematika adalah agar siswa mampu:
18
1. Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan
tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan Matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
19
Karena itu, hasil belajar Matematika yang diperoleh siswa seharusnya mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah mengikuti proses
pembelajaran Matematika yang terwujud dalam bentuk nilai hasil belajar.
20
teknik dan sumber daya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran pada diri
pembelajar.
Selanjutnya, M. Sobri Sutikno (2009: 88) menyatakan, “metode
pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh
pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk
mencapai tujuan”. Evelin Siregar dan Hartini Nara (2010 : 80) mendefinisikan
bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru sehingga
menjalankan fungsinya. Metode merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2010 : 76) metode
pembelajaran adalah “cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan
dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”.
Menurut Sri Anitah W, dkk (2011 : 1.24) apabila metode dikaitkan dengan
pembelajaran, maka metode adalah cara yang digunakan guru dalam
membelajarkan siswa. Karena metode lebih menekankan pada peran guru maka
metode sering kali dikaitkan dengan istilah metode pembelajaran. Dengan kata
lain, metode pembelajaran adalah cara yang digunakan pengajar dalam
mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat pembelajaran berlangsung
yang bertujuan agar peserta didik atau pembelajar mengetahui, memahami, dan
mengaplikasikan apa yang telah diajarkan.
Namun, yang perlu ditekankan menurut E. Mulyasa (2009 : 107) adalah
pembelajaran akan berjalan efektif dan efisien apabila menggunakan metode
pembelajaran yang tepat. Pelajaran memang perlu dilakukan dengan sedikit
ceramah dan metode yang berpusat pada guru, namun disertai penekanan pada
interaksi peserta didik. Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi sangat
membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka Peneliti menyimpulkan bahwa
metode pembelajaran adalah salah satu komponen pendidikan yang merupakan
suatu cara atau jalan yang ditempuh yang sesuai dan serasi untuk menyajikan
suatu hal sehingga akan tercapai suatu tujuan pembelajaran yang efektif dan
efisien sesuai yang diharapkan.
21
D. Hakikat Metode Pembelajaran Joyful Learning
Hingga saat ini, banyak guru masih menggunakan pembelajaran model
konvensional (ceramah) yang dinilai menjemukan, kurang menarik, sehingga
berakibat kurang optimalnya penguasaan materi pelajaran bagi siswa. Padahal,
menurut Sri Anitah W, dkk (2011: 5.18) metode ceramah bersifat monoton, guru
lebih banyak berbicara, karena itu diperlukan variasi-variasi agar siswa tidak
merasa jenuh. Sehingga, menurut Peneliti metode pembelajaran yang
menyenangkan atau joyful learning dapat diterapkan diterapkan sebagai salah satu
solusi atas permasalahan tersebut.
Selain itu, metode pembelajaran joyful learning sejalan dengan PP No 19
Tahun 2005 ayat 1 tentang Standar Nasional Pendidikan (sekarang telah direvisi
menjadi PP No 32 Tahun 2013), Pemerintah telah memberikan standar proses
pembelajaran sebagai berikut:
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup tinggi bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.”
Adapun istilah joyful learning berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari
dua kata, yaitu joyful yang berarti penuh kesenangan dan learning yang berarti
belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Inggris (2012: 182), kata joyful adalah very
happy, causing people to be happy (sangat bahagia/senang, membuat orang
menjadi bahagia/senang). Secara singkat joyful learning adalah pembelajaran
yang penuh dengan kegembiraan/kesenangan.
Dalam kamus istilah psikologi, JP. Chaplin (2006 : 265 dan 273)
mengartikan kata joy (kegembiraan) adalah keriaan, keriangan: satu emosi yang
menyenangkan sekali, disertai prestasi, kepuasan dan kegembiraan. Sedangkan
pengertian dari learning (hal belajar; pengetahuan) yaitu perolehan dari sebarang
22
perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku, sebagai hasil dari praktik
atau pun pengalaman.
Sementara itu, Djamarah (2010: 377) mengemukakan bahwa pembelajaran
menyenangkan merupakan pembelajaran yang didesain sedemikian rupa sehingga
memberikan suasana penuh keceriaan, menyenangkan, dan yang paling utama
tidak membosankan. Suasana seperti itu akan membuat peserta didik bisa lebih
terkonsentrasi pada kegiatan belajar mengajar di kelasnya, sehingga curah
perhatiannya akan lebih tinggi. Tingginya tingkat curah perhatian tersebut, akan
meningkatkan hasil belajar. Pembelajaran yang menyenangkan harus didukung
oleh keamanan lingkungan, relevansi bahan ajar, serta jaminan bahwa belajar
secara emosional akan memberikan dampak positif bagi siswa.
Dalam sebuah artikel, Chun-Wang Wei, dkk (2011 : 12) menuliskan
pendapat mengenai joyful learning, yaitu:
“joyful learning as a kind of learning process or experience
which could make learners feel pleasure in a learning scenario/process.
A joyful perception is found to have positive influence on
the motivation of learning”.
23
Menurut Darmansyah (2010: 11 dan 72) untuk menciptakan pembelajaran
yang menyenangkan (joyful learning) dapat dilakukan dengan sisipan.
Menurutnya, sisipan merupakan cara berkomunikasi dan interaksi guru dengan
siswa dalam proses pembelajaran agar menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan. Sisipan yang dimaksud ialah sisipan humor dalam kegiatan
pembelajaran. Sisipan humor yang menciptakan kesenangan belajar akan
meningkatkan keingintahuan siswa dan mendorong mereka lebih kreatif. Sisipan
humor dapat berupa kata-kata, bahasa, dan gambar yang mampu menggelitik
siswa untuk tertawa.
Lebih lanjut, Darmansyah (2010: 77) menyatakan, “humor seorang guru
mendorong anak–anak untuk selalu ceria dan gembira serta tidak akan lekas
merasa bosan atau lelah”. Meskipun dalam praktiknya, guru tidak jarang
mengalami kesulitan dan tidak semua guru dapat menggunakan sisipan humor
dalam menerapkan strategi pembelajaran menyenangkan. Lingkungan yang yang
bersih dan kondusif untuk belajar, belajar sambil rekreasi, permainan peran,
iringan musik dan sebagainya juga dapat mendukung pembelajaran menjadi
menyenangkan.
Bobbi DePorter dan Mike Hernacki (2012 : 8) menyatakan bahwa untuk
mendukung proses joyful learning, maka perlu menyiapkan lingkungan sehingga
semua siswa merasa penting, aman, dan nyaman ketika pembelajaran. Hal ini
dimulai dengan lingkungan fisik yang kondusif yang bisa diperindah misalnya
dengan tanaman, seni dan musik. Ruangan juga harus terasa sesuai untuk kegiatan
belajar seoptimal mungkin.
Jumanta Hamdayama (2014 : 45) mengungkapkan bahwa di berbagai
negara saat ini sedang giat mengembangkan joyful learning dan meaningful
learning, yaitu dengan menciptakan kondisi pembelajaran sedemikian rupa,
sehingga peserta didik menjadi betah di kelas karena pembelajaran yang
diterapkan adalah pembelajaran menyenangkan dan bermakna. Tidak hanya
Matematika, tetapi mata pelajaran lain dapat dibuat menyenangkan, tergantung
dari kemauan guru untuk melaksanakannya. Pembelajaran yang dikemas dalam
24
situasi menyenangkan sangat diharapkan oleh peserta didik agar tidak mengalami
tekanan terhadap materi ajar yang harus dikuasai. Lebih lanjut dikatakan,
pembelajaran menyenangkan (joyful learning) adalah pembelajaran yang
interaktif dan atraktif, sehingga peserta didik dapat memusatkan perhatian pada
pelajaran yang sedang berlangsung.
Senada dengan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di atas, Jumanta
Hamdayama (2014 : 46) mengemukakan bahwa pembelajaran menyenangkan
hendaknya membuat anak menjadi lebih berani, percaya diri, tidak takut salah
dalam berbuat dan mencoba serta mengemukakan gagasan, dan tidak dalam
suasana tertekan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan pembelajaran
yang rileks (tidak tegang), lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan,
mengaitkan materi dengan kehidupan, diselingi dengan humor, memberikan
dorongan semangat, dan jeda waktu untuk peserta didik berpikir. Seorang guru
harus menyadari bahwa otak manusia tidak bisa untuk berpikir terus tanpa henti,
tetapi perlu adalanya relaksasi. Otak manusia terbagi menjadi dua bagian, yaitu
otak kanan yang berkaitan dengan imajinasi, estetika, intuisi, irama, musik,
gambar, dan seni. Sedangkan otak kiri berkaitan dengan logika, rasio, penalaran,
kata-kata, matematika, dan urutan. Bagian inilah yang sering menjadi sasaran
pengembangan (terutama ilmu eksakta), sementara otak kanan kurang
dieksplorasi. Padahal, dalam joyful learning seharusnya melibatkan kedua
aktivitas otak kiri dan kanan secara seimbang.
Menurut Deasy Harianti (2008: 3), bahwa diperkirakan terdapat 1 triliun
sel otak. Sepersepuluhnya atau 100 miliar adalah sel otak aktif, sedangkan sisanya
adalah sel pendukung. Tingkat kecerdasan seseorang ditentukan berdasarkan
jumlah sel otak yang dimiliki dan seberapa banyak koneksi yang bisa terjadi di
antara masing-masing sel otak (neuron). Informasi yang diterima otak akan
diproses melalui panca indera. Sebanyak 30.000 bit data per detik diproses dalam
bentuk data auditori, 100 juta bit secara visual, dan lebih dari 100 juta bit
berhubungan dengan indera peraba. Berdasarkan penelitian Profesor Roger Sperry
dalam Deasy Harianti (2008: 4) dikemukakan bahwa otak manusia terbagi
menjadi 2 belahan, yaitu otak kiri dan kanan yang saling mendukung. Otak kiri
25
lebih dominan pada hal yang menyangkut logika, tulisan, angka, urutan,
kelinieran, kebakuan, data, dan analisis. Sedangkan otak kanan pada hal yang
menyangkut imajinasi, emosional, keinginan, kebebasan, warna, musik, bentuk,
dan kreativitas.
Oleh karena itu, Reza Rifanto (2010 : 113) mengemukakan bahwa otak
manusia dalam hal mengingat suatu peristiwa atau kejadian, memiliki porsi
terbesar dalam mengingat hal-hal yang menyenangkan, yaitu 50%, selanjutnya
tidak menyenangkan 30%, dan hal-hal yang netral 20%. Manusia akan mengingat
lebih baik peristiwa-peristiwa yang menyentuh perasaan, sedangkan kejadian yang
tidak menyentuh emosi akan diabaikan atau diacuhkan saja.
Lebih lanjut Asmani (2013: 89-90) berpendapat bahwa keadaan aktif dan
menyenangkan tidaklah cukup apabila proses pembelajaran tidak efektif, yaitu
tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran
berlangsung. Pembelajaran yang menyenangkan akan ditandai dengan besarnya
perhatian siswa terhadap tugas, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat
dan diharapkan dalam jangka panjang, siswa menjadi senang dan bergairah
dalam belajar.
Dalam (https://ochimath.wordpress.com/2012/01/12/peningkatan-keaktifan-
belajar-matema-tika-melalui-metode-pembelajaran-berbasis-joyful-learning, diakses 1
April 2015), terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat dikolaborasikan
dan mendukung joyful learning, antara lain:
1. Diskusi
Diskusi mempunyai arti penting dalam mengembangkan pemahaman. Hal
ini disebabkan diskusi membawa siswa menggunakan konsep yang mereka
pelajari serta mengubahnya menjadi bentuk ekspresi yang cukup menyenangkan
bagi siswa.
2. Penyelidikan Terbimbing
Penyelidikan terbimbing sangat relevan dengan pembelajaran Matematika
karena akan memberikan peluang bagi siswa untuk meneliti apa yang mereka
pelajari dan mengaplikasikannya pada dunia nyata. Penyelidikan terbimbing dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk, diantaranya mencari pembuktian suatu rumus.
26
3. Metode IODE
Istilah IODE merupakan akronim dari Intake (penerimaan), Organization
(pengaturan), Demonstrasi (peragaan), dan Expression (pengungkapan). Keempat
huruf tersebut menunjukkan bahwa terdapat 4 jenis kegiatan siswa pada urutan
kegiatan belajar. Model belajar ini merupakan cara belajar alami dan memperoleh
pengetahuan baru dalam bidang studi dan cukup menyenangkan siswa.
4. Model Pemecahan Masalah
Model pemecahan masalah (problem solving) dapat digunakan dalam
pembelajaran melalui joyful learning, sebab dapat menarik minat siswa untuk
memecahkan masalah yang muncul dalam penyelesaian soal-soal Matematika.
5. Kerja Kelompok
Melalui kerja kelompok dapat menjadi peluang untuk menentukan tujuan,
mengajukan, menyelidiki, menjelaskan konsep, dan membahas masalah. Kerja
sama antar siswa yang terjalin dapat merangsang pemikiran mereka untuk berbagi
gagasan. Dengan menjadi bagian dari suatu kelompok akan menumbuhkan rasa
saling memiliki, menghormati, dan bertanggung jawab.
27
a. Adanya lingkungan yang rileks, menyenangkan, tidak membuat tegang
(stress), aman, menarik, dan tidak membuat siswa ragu melakukan sesuatu
meskipun keliru untuk mencapai keberhasilan yang tinggi.
b. Terjaminnya ketersediaan materi pembelajaran dan metode yang relevan.
c. Terlihatnya semua indera dan aktivitas otak kiri dan kanan.
d. Adanya situasi pembelajaran yang menantang (challenging) bagi peserta
didik untuk berpikir jauh ke depan dan mengeksplorasi materi yang tengah
dipelajari.
e. Adanya situasi belajar emosional yang positif saat para siswa belajar bersama,
ketika ada humor, dorongan semangat, waktu istirahat, dan dukungan yang
antusias.
f. Dalam pembelajaran, guru tidak membuat siswa merasa takut salah dan
dihukum, takut ditertawakan teman-teman, serta takut dianggap sepele oleh
guru dan teman-teman.
g. Di sisi lain, pembelajaran menyenangkan membuat siswa memiliki
keberanian untuk bertanya, mencoba/berbuat, mengemukakan pendapat, dan
mempertanyakan gagasan orang lain.
28
Lebih lanjut Menurut Rose & Nicholl dalam Asmani (2013: 84)
mengatakan bahwa pembelajaran menyenangkan (joyful learning) bisa tercapai
dengan cara:
1. Menciptakan lingkungan atau suasana tanpa stres, lingkungan yang aman
untuk melakukan kesalahan namun harapan untuk sukses tinggi.
2. Menjamin bahwa bahan ajar itu relevan.
3. Menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif, yang pada
umumnya hal itu terjadi ketika belajar dilakukan bersama dengan orang lain,
ketika ada humor dan dorongan semangat, waktu istirahat, jeda teratur.
4. Melibatkan secara sadar semua indra dan juga pikiran otak kanan dan otak
kiri.
5. Menantang otak siswa untuk berpikir jauh kedepan dan mengeksplorasi apa
yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin kecerdasan yang relevan
untuk memahami subyek pembelajaran.
6. Mengkonsolidasikan bahan yang sudah dipelajari dengan meninjau ulang
periode-periode relaks.
29
3. Komunikasi
Komunikasi dapat diartikan sebagai sebagai cara menyampaikan apa yang
kita ketahui. Interaksi saja belum cukup jika tidak dilengkapi dengan
komunikasi yang baik, sebab interaksi akan lebih bermakna jika interaksi itu
komunikatif. Cara yang dapat dilakukan misalnya dengan presentasi dan
laporan.
4. Refleksi
Refleksi dijadikan sebagai wahana evaluasi dari strategi pembelajaran yang
telah diterapkan dan hasil belajar yang diperoleh. Dengan refleksi, kesalahan
dapat dihindari sehingga tidak terulang lagi.
30
tahap bermain, khususnya siswa kelas I yang merupakan peralihan dari pra
sekolah/TK.
Adapun langkah-langkah pembelajaran menyenangkan (joyful
learning) mengutip dari Skripsi Melisa Anas TR (2014 : 12-14) dalam
(http://repository.uksw.edu/handle/123456789/4954, diakses 30 Maret 2015)
sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan persiapan siswa untuk belajar. Tujuan dari
persiapan pembelajaran adalah :
a. Mengajak siswa keluar dari keadaan mental yang pasif.
b. Menyingkirkan rintangan belajar.
c. Merangsang minat dan rasa ingin tahu siswa.
d. Memberikan siswa perasaan positif mengenai hubungan yang bermakna
dengan topik pelajaran.
e. Menjadikan siswa aktif yang tergugah untuk berpikir, belajar, menciptakan,
dan tumbuh.
f. Mengajak siswa keluar dari keterasingan dan masuk ke dalam komunitas
belajar.
Pada tahap ini guru memberikan motivasi, misalnya berupa kata-kata dan
lagu-lagu/nyanyian, tebak-tebakan, mengaitkan cerita dengan tujuan
pembelajaran, sehingga dapat membantu siswa keluar dari rasa tertekan dan
menjadi tertarik dengan pembelajaran.
2. Tahap Penyampaian
Pada tahap ini guru menyampaikan kegiatan pembelajaran dan materi
belajar yang dikaitkan dengan hal-hal nyata dapat dialami siswa dalam kehidupan
sehari-hari dan dikaitkan dengan apa yang sudah diketahui dan diingat siswa
sebelumnya. Langkah yang dilakukan guru ialah menyampaikan peraturan
permainan yang akan dilakukan. Lalu guru melakukan tanya jawab mengenai
31
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik pelajaran yang akan dilakukan
bersama kelompok.
3. Tahap Pelatihan
Pada tahap ini, pembelajaran sebenarnya berlangsung. Sebelumnya siswa
diminta membicarakan apa yang mereka alami dan perasaan mereka terhadap hal
itu. Pembelajaran dibuat seolah-olah siswa sedang bermain. Dalam hal ini
misalnya dengan menggunakan metode diskusi atau metode lain yang dapat
membuat siswa menjadi tertarik dan senang dalam pembelajaran. Setelah itu,
dilakukan permainan dengan guru sebagai fasilitator dan pemandu, agar
permainan dapat berjalan dengan baik.
4. Tahap Penutup
Pada tahapan akhir pembelajaran ini, guru bersama siswa menyimpulkan
pembelajaran yang didapatkan. Menutup pembelajaran dengan kata-kata dan
nyanyian ataupun lagu yang menyenangkan bagi siwa. Apabila fasilitas dan waktu
memungkinkan dapat juga guru memutarkan lagu ataupun film/video di akhir
pembelajaran sebagai sarana refreshing bagi siswa.
32
2015) dan Rina Emadila (2013) dalam
(http://www.scribd.com/doc/191253011/PROPOSAL PENELITIAN-docx, di
akses 2 April 2015).
Kelebihan dari metode pembelajaran joyful learning, antara lain :
1. Suasana pembelajaran menjadi lebih rileks dan menyenangkan.
Dengan melibatkan kerja otak kanan dan kiri akan menjadikan belajar siswa
lebih ringan dan menyenangkan, sehingga siswa tidak mengalami
stress/tekanan dalam belajarnya.
2. Banyak strategi pembelajaran bisa diterapkan.
Ada banyak jenis metode pembelajaran dalam joyful learning yang dapat
diterapkan dan dikombinasikan antara metode yang satu dengan metode
lainnya. Sehingga guru tinggal menentukan sendiri jenis metode
pembelajaran mana yang diterapkan.
3. Merangsang kreativitas dan aktivitas siswa.
Kreativitas terjadi jika kita dapat menggunakan informasi yang sudah ada di
dalam otak kita dan mengkombinasikan dengan informasi yang lain, sehingga
tercipta hal baru yang bernilai tambah. Dalam penggunakan metode joyful
learning juga akan menghubungkan informasi yang sudah ada di memori
untuk dikombinasikan dan dipadukan antara informasi yang satu dengan yang
lain, sehingga tercipta sesuatu yang baru.
4. Guru lebih bervariasi dalam menyampaikan materi pembelajaran.
Dengan penguasaan materi yang baik, guru dapat mendesain suatu penyajian
materi kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik dengan berbagai variasi,
agar para siswa dapat mengikuti pelajaran dengan suasana hati yang gembira
dan semangat yang tinggi.
33
cenderung tidak dapat dikendalikan, sehingga tujuan pembelajaran yang
diharapkan malah tidak tercapai dan guru menjadi kewalahan dalam
mengontrol siswa.
2. Guru harus memiliki kreativitas yang tinggi, agar siswa tidak merasakan
kejenuhan ataupun kebosanan dalam belajar. Namun sebaliknya, siswa dapat
tercurah perhatian, minat, motivasi untuk ikut terlibat aktif dalam
pembelajaran.
3. Guru juga harus mampu menguasai banyak metode pembelajaran, sebab pada
pembelajaran joyful learning memadukan beberapa metode pembelajaran.
4. Selain itu, menurut Peneliti penerapan metode joyful learning memerlukan
waktu yang cukup lama.
E. Kerangka Berpikir
Kondisi awal pendekatan pembelajaran Matematika yang diterapkan pada
siswa kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi adalah berpusat pada guru (teacher
centered) dan masih menggunakan metode konvensional, yaitu ceramah dalam
sebagian besar penyampaian materinya. Metode ini menurut Sri Anitah W, dkk
(2011: 5.18) seharusnya disampaikan dengan variasi gaya dan seni guru dalam
berbicara dan interaksi antara guru dengan siswa. Jika tidak, akan terjadi seperti di
kelas I, yaitu siswa merasa jenuh, bosan terhadap pelajaran, hingga menciptakan
aktivitas sendiri yang cenderung mengganggu kenyamanan kondisi kelas. Sebab,
materi disajikan secara monoton, tidak ada variasi metode pembelajaran, sehingga
berdampak pada lemahnya minat, perhatian, motivasi, keterlibatan siswa dalam
pembelajaran, serta tingkat pemahaman dan hasil belajar siswa yang rendah.
Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, Peneliti berusaha melakukan
perbaikan pembelajaran, yaitu dengan pendekatan yang berpusat pada aktivitas
siswa (students centered) melalui metode pembelajaran joyful learning. Menurut
Peneliti, jika merujuk pada standar proses pembelajaran dalam PP No 19 ayat 1
Tahun 2005, sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka penerapan metode
joyful learning sejalan dengan peraturan tersebut. Pembelajaran ini menawarkan
konsep belajar yang menyenangkan kepada siswa. Metode pembelajaran ini
34
mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran, mengajak siswa
menikmati pelajaran tanpa ada tekanan ataupun paksaan saat menerima pelajaran.
Menurut Peneliti, dengan joyful learning dapat membuat siswa lebih
mudah menerima pelajaran, menumbuhkan minat, perhatian, motivasi, dan
partisipasi aktif siswa terhadap pembelajaran Matematika, sehingga kegiatan
pembelajaran berjalan secara efektif. Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno
(2007: 78) menyatakan, “pembelajaran efektif terjadi jika dengan pembelajaran
tersebut, siswa menjadi senang dan mudah memahami apa yang dipelajarinya”.
Apabila pembelajaran berjalan efektif, maka berimplikasi pada peningkatan
pemahaman dan hasil belajar siswa. Kondisi seperti ini yang sepertinya sulit
terpenuhi jika masih menggunakan metode konvensional saja.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Djamarah (2010: 377) di atas,
bahwa pembelajaran menyenangkan (joyful learning) memberikan suasana penuh
keceriaan, menyenangkan, dan tidak membosankan, sehingga membuat peserta
didik (siswa) bisa lebih terkonsentrasi dan meningkat curah perhatiannya pada
kegiatan belajar mengajar, yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.
Menurut Sri Anitah, dkk (2011 : 1.17) hasil belajar yang diharapkan tidak hanya
pada aspek tertentu saja, tetapi berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut
kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Selanjutnya, Jumanta Hamdayama (2014 : 46) mengungkapkan bahwa
melalui joyful learning diharapkan adanya perbaikan praktik pembelajaran ke arah
yang lebih baik, meskipun secara perlahan tetapi pasti, sehingga keluaran yang
dihasilkan benar-benar berkualitas. Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran
yang telah dilakukan, terjadi perubahan positif yang signifikan terhadap
perkembangan pembelajaran siswa. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
penggunaan metode joyful learning mampu meningkatkan pemahaman dan hasil
belajar Matematika siswa kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi Jakarta Selatan.
35
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi, yang
berlokasi di Jl. KH. M. Naim III/29 RT 009 RW 06, Kelurahan Cipete Utara,
Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
3. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak tiga (3) Siklus, seperti
jadwal yang tertera di bawah ini.
Tabel 3.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Ketera-
No Hari/ Tanggal Mata Pelajaran/Materi Kelas
ngan
1 Selasa, 10 Februari 2015 Matematika (Bangun Datar) I Pra Siklus
2 Jumat, 20 Februari 2015 Matematika (Bangun Datar) I Siklus 1
3 Jumat, 27 Februari 2015 Matematika (Bangun Datar) I Siklus 2
4 Jumat, 6 Maret 2015 Matematika (Bangun Datar) I Siklus 3
36
4. Pihak yang Membantu Penelitian
Pihak-pihak yang membantu Peneliti dalam melakukan penelitian adalah
Ibu Emma Aprilia, M.Pd., sebagai dosen pembimbing/supervisor I, Bapak Drs. P.
Tri Cahyadi, MM, Kepala SDN Cipete Utara 13 Pagi, dan Bapak Ading,
A.Ma.Pd., sebagai rekan sejawat/observer/supervisor II.
37
Secara garis besar, pada model PTK oleh Kemmis dan Mc. Taggart terdiri dari 4
tahapan, yaitu:
1. Planning (perencanaan), mencakup pembuatan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, lembar pemantauan tindakan, dan mempersiapkan alat
pembelajaran.
2. Action (pelaksanaan), yaitu melaksanakan tindakan sesuai yang direncanakan.
3. Observation (pengamatan), yaitu mengamati pelaksanaan tindakan.
4. Reflection (refleksi), yaitu untuk merenungkan/mengevaluasi hasil pelaksanaan
tindakan.
Permasalahan /
PRA SIKLUS Perencanaan
Refleksi
SIKLUS 1
Pelaksanaan &
Pengamatan
Belum Tercapai/
Revisi Rencana
Refleksi
SIKLUS 2
Pelaksanaan &
Pengamatan
Belum Tercapai/
Revisi Rencana
Refleksi
SIKLUS 3
Pelaksanaan &
Pengamatan
Hasil Tercapai
38
Penjelasan bagan perbaikan pembelajaran di atas adalah:
39
Wardhani dan Kuswaya Wihardit (2014: 1.7) bahwa PTK bertujuan untuk
memperbaiki pembelajaran. Perbaikan dilakukan secara terus menerus dan
bertahap, selama kegiatan penelitian berlangsung, sehingga dalam PTK dikenal
adanya siklus pelaksanaan dengan pola perencanaan-pelaksanaan-observasi-
refleksi (perencanaan ulang).
Namun, sebelum masuk ke dalam siklus, Peneliti telah melakukan
tindakan dan pengamatan awal atau disebut Pra Siklus sesuai dengan Rencana
Pembelajaran (RP). Dari kegiatan Pra Siklus, Peneliti memperoleh deskripsi
singkat mengenai situasi dan kondisi pembelajaran Matematika siswa kelas I pada
materi Bangun Datar. Melalui metode yang diterapkan pada Pra Siklus, diperoleh
hasil pembelajaran Matematika kelas I sangat rendah, sehingga perlu dilaksanakan
tindakan perbaikan pembelajaran masuk ke dalam siklus. Berikut ini adalah
prosedur perbaikan pembelajaran yang dimulai dari Pra Siklus sebagai pijakan
awal/dasar untuk tindakan perbaikan pada Siklus 1, 2, dan 3.
1. Pra Siklus
1) Perencanaan Tindakan
a. Guru menyiapkan perencanaan pembelajaran, yaitu Rencana Pembelajaran
(RP) mata pelajaran Matematika.
b. Guru menentukan standar Kriteria Ketuntasan Minimal pelajaran
Matematika adalah 70.
2) Pelaksanaan Tindakan
Guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan Rencana Pembelajaran (RP)
yang telah disusun selama 1 jam pelajaran atau 35 menit. Langkah-langkah
kegiatan terdiri dari kegiatan awal, inti, dan akhir/penutup.
40
a) Kegiatan Awal (5 menit)
1) Guru melakukan kegiatan apersepsi berkaitan dengan materi yang
disampaikan.
2) Guru memberikan motivasi dengan beryel-yel dan tepuk semangat.
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
b) Kegiatan Inti (25 menit)
1) Guru menjelaskan materi dengan metode ceramah.
2) Guru menyebutkan beberapa contoh benda-benda yang ada di dalam
kelas berkaitan dengan materi yang diajarkan.
3) Setelah guru memberikan contoh, guru melakukan tanya jawab dengan
siswa mengenai materi yang diajarkan.
4) Guru mengecek pemahaman siswa dengan memilih beberapa siswa untuk
diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran.
5) Guru memberikan koreksi atas jawaban-jawaban siswa.
6) Guru memberikan pemantapan atas materi yang belum dipahami oleh
siswa dengan mengulangi materi tersebut atau memberikan contoh-
contoh kembali dengan melibatkan siswa dalam proses kegiatan belajar.
7) Guru memberikan latihan soal mandiri.
8) Guru menjelaskan prosedur latihan tersebut.
9) Guru berkeliling untuk memberikan bimbingan kepada siswa dalam
mengerjakan latihan soal mandiri tersebut.
10) Guru meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan jawabannya.
11) Guru melakukan koreksi dan penguatan atas jawaban siswa.
c) Kegiatan Akhir (5 menit)
1) Guru bersama siswa membuat kesimpulan dari materi yang disampaikan.
2) Guru memberikan tindak lanjut berupa tes sumatif atau post test dan PR.
3) Observasi
Peneliti menggunakan pendekatan observasi peer (pengamatan sejawat)
dalam melakukan tahap observasi. Pada tahap ini, Peneliti melaksanakan tindakan
(act) dan rekan sejawat atau disebut juga Supervisor II melakukan pengamatan
41
(observe). Peneliti mengumpulkan data menggunakan lembar
observasi/pengamatan yang diisi oleh rekan sejawat selama kegiatan pembelajaran
Matematika berlangsung. Secara singkat, hasil observasi telah dikemukakan pada
Bab Pendahuluan dalam bentuk identifikasi masalah. Dari hasil lembar
pengamatan/observasi pada Pra Siklus diperoleh data lebih rinci sebagai berikut:
Dalam kegiatan Pra Siklus, banyak sekali kelemahan-kelemahan dalam
pembelajaran yang muncul dibandingkan kelebihannya. Untuk kelebihannya
dapat dikatakan sangat sedikit, yaitu dari segi waktu dan biaya sangat ekonomis.
Ekonomis dari segi waktu, sebab guru dapat mengatur secara langsung waktu dan
materi pelajaran sesuai diinginkan. Sedangkan ekonomis dari segi biaya, metode
ini hampir tidak memerlukan biaya sama sekali karena tidak menggunakan media
pembelajaran dalam penyampaiannya. Dengan kata lain, penggunaan metode
ceramah dalam Pra Siklus sangat praktis dan ekonomis.
Sementara kelemahan-kelemahannya, antara lain: penggunaan metode
ceramah tidak dapat melibatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran,
sebab guru hanya melakukan komunikasi satu arah dan berpusat pada guru saja.
Guru masih minim sekali dalam penggunaan media pembelajaran. Akibatnya,
pembelajaran menjadi kurang menarik, membuat siswa menjadi jenuh dan bosan,
serta motivasi siswa untuk belajar tidak tumbuh. Selain itu, sebagian besar siswa
tidak dapat memahami/mengingat materi yang disampaikan, dan rendahnya
tingkat kepercayaan diri siswa dalam menjawab pertanyaan dari guru secara lisan,
sehingga kurang tepat atau pun salah dalam memberikan jawaban. Guru kurang
sekali menguasai pengelolaan kelas, sehingga banyak sekali siswa yang
mengobrol dan bercanda, tetapi kurang ditanggapi oleh guru. Guru kurang
memperhatikan efektivitas waktu, sehingga dalam pembelajaran melebihi waktu
yang telah ditetapkan. Hasil tes formatif siswa pada akhir pembelajaran
Matematika pada Pra Siklus pun sangat rendah.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan pada Pra Siklus, rekan sejawat
sekaligus Supervisor II memberikan masukan sebagai berikut: dalam
penyampaian materi dengan metode ceramah, seharusnya guru menggunakan
variasi-variasi dalam gaya dan seni berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa,
42
agat tidak timbul kejenuhan dalam belajar, namun sebaliknya menjadi semangat
dan termotivasi untuk belajar. Keterampilan pengelolaan kelas terus dilatih, sebab
hal ini turut mempengaruhi kelancaran dan ketertiban selama pembelajaran
berlangsung. Pada pembelajaran selanjutnya menggunakan variasi metode dan
media pembelajaran yang lebih menarik, agar dapat menarik perhatian, minat, dan
menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar.
4) Refleksi
Dengan berakhirnya pembelajaran pada Pra Siklus, maka Peneliti
mengadakan refleksi. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, Peneliti
menyimpulkan : Metode ceramah memiliki kelebihan, yaitu dapat disampaikan
dengan praktis, cukup dengan mengandalkan kemampuan berbicara guru dalam
menyampaikan materi. Selain itu, tidak memerlukan media yang sulit dan mahal,
dan waktu yang diperlukan juga tidak lama.
Namun, pembelajaran dengan metode ceramah banyak kelemahannya, di
antaranya: penyampaian materi cenderung monoton, tidak ada variasi gaya
mengajar, dan pada praktiknya minim penggunaan media pembelajaran. Kondisi
ini menyebabkan siswa menjadi cepat jenuh ataupun bosan. Kelas hanya sebentar
tenang, namun lama-kelamaan menjadi ramai bukan karena aktivitas belajar,
tetapi berbicara/ngobrol dan bercanda dengan teman. Siswa menjadi tidak
konsentrasi dalam memperhatikan dan memahami pelajaran, yang berimbas pada
sebagian besar siswa tidak ingat dan memahami apa yang telah guru sampaikan,
terbukti saat guru mengecek pemahaman siswa dengan bertanya dan saat
diberikan post-test.
Menurut Peneliti, untuk memperbaiki kekurangan tersebut, yaitu
diperlukan metode lain dalam pembelajaran selanjutnya, karena metode ceramah
kurang tepat digunakan. Media pembelajaran juga dibutuhkan, agar pembelajaran
berjalan tidak membosankan. Manajemen pengelolaan kelas dan efektivitas waktu
perlu terus ditingkatkan, sehingga ketika pembelajaran dapat berjalan lebih tertib
dan terkendali. Oleh karena itu, harus dilakukan suatu tindakan perbaikan sebagai
pemecahan atas masalah-masalah yang muncul pada Pra Siklus.
43
2. Siklus 1
1) Perencanaan Tindakan
a. Guru menyiapkan perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan
dalam perbaikan, yaitu rencana perbaikan pembelajaran (RPP Siklus 1)
mata pelajaran Matematika.
b. Guru menyiapkan Lembar observasi yang diberikan kepada rekan
guru/teman sejawat untuk mengamati Peneliti selama proses kegiatan
pembelajaran.
c. Guru menyiapkan lembar kerja siswa dan media pembelajaran yang
diperlukan.
2) Pelaksanaan Tindakan
Guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan Rencana Perbaikan
Pembelajaran (RPP) yang telah disusun pada Siklus I selama 2 jam pelajaran atau
70 menit. Langkah-langkah kegiatan terdiri dari kegiatan awal, inti, dan
akhir/penutup.
a. Kegiatan Awal (10 menit)
1) Guru melakukan kegiatan apersepsi berkaitan dengan materi Bangun
Datar.
2) Guru memberikan motivasi dengan beryel-yel dan tepuk semangat.
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
b. Kegiatan Inti (50 menit)
1) Guru menjelaskan materi tentang Bangun Datar dengan metode
demonstrasi.
2) Guru memberikan beberapa contoh gambar bangun datar dan benda-
benda yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.
3) Setelah guru memberikan contoh, guru melakukan tanya jawab dengan
siswa mengenai materi yang diajarkan.
4) Guru mengecek pemahaman siswa dengan memilih beberapa siswa untuk
diberikan pertanyaan, baik menggunakan gambar bangun datar serta
benda sekitar yang berkaitan dengan materi pelajaran.
44
5) Guru memberikan koreksi atas jawaban-jawaban siswa.
6) Guru memberikan pemantapan atas materi yang belum dipahami oleh
siswa dengan mengulangi materi tersebut atau memberikan contoh-
contoh kembali dengan melibatkan siswa dalam proses kegiatan belajar.
7) Guru memberikan latihan soal mandiri.
8) Guru menjelaskan prosedur latihan tersebut.
9) Guru berkeliling untuk memberikan bimbingan kepada siswa dalam
mengerjakan latihan soal mandiri tersebut.
10) Guru meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan jawabannya.
11) Guru melakukan koreksi dan penguatan atas jawaban siswa.
c. Kegiatan Akhir (10 menit)
1) Guru bersama siswa membuat simpulan dari materi yang disampaikan.
2) Guru memberikan tindak lanjut berupa post test dan PR.
3) Observasi
Peneliti menggunakan pendekatan observasi peer (pengamatan sejawat)
dalam melakukan tahap observasi. Pada tahap ini, Peneliti melaksanakan tindakan
(act) dan rekan sejawat atau disebut juga Supervisor II melakukan pengamatan
(observe). Peneliti mengumpulkan data menggunakan lembar
observasi/pengamatan yang diisi oleh rekan sejawat selama kegiatan pembelajaran
Matematika berlangsung.
Dalam Siklus 1, Peneliti menggunakan metode demontsrasi. Menurut Sri
Anitah W, dkk (2011: 5.25) bahwa metode demonstrasi merupakan metode
mengajar yang menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara
langsung objek atau cara melakukan sesuatu, sehingga dapat mempelajarinya
secara proses.
Dari hasil lembar pengamatan/observasi pada Siklus 1 diperoleh data
kelebihan penggunaan metode demonstrasi sebagai berikut: siswa mulai
memahami materi Bangun Datar yang disampaikan. Hal ini disebabkan guru
menunjukkan langsung objek bangun datar dan cara membuat/menggambar
45
bangun datar. Selain itu, siswa mulai tumbuh motivasi rasa ingin tahu, perhatian
terhadap pelajaran, sehingga kesan membosankan dalam belajar mulai pudar.
Akan tetapi, kekurangan dalam penggunaan metode ini masih cukup
banyak, antara lain: metode demonstrasi hanya menumbuhkan rasa ingin tahu,
perhatian, dan keaktifan sebagian kecil siswa, belum keseluruhan siswa. Guru
kurang optimal dalam penggunaan media pembelajaran, sebab ukuran media
terlalu kecil, sehingga secara visual siswa yang duduk pada barisan belakang
kurang begitu jelas terlihat. Guru kurang menguasai pengelolaan kelas, sehingga
siswa masih banyak yang tidak memperhatikan, bercanda, mengobrol, terutama
pada barisan belakang. Karena itu, guru cukup sering menegur siswa tersebut.
Guru masih kurang memperhatikan efektivitas waktu, sehingga dalam
pembelajaran melebihi waktu yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, hasil tes
formatif siswa pada akhir pembelajaran Matematika mengalami sedikit
peningkatan dibandingkan Pra Siklus.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka guru dalam penyampaian
materi harus bisa mengelola kelas dengan baik, mengatur waktu seefektif
mungkin agar tidak kelebihan, mengoptimalkan dalam penggunaan media agar
lebih jelas terlihat, serta menggunakan variasi metode pembelajaran yang lebih
menarik siswa pada perbaikan pembelajaran berikutnya.
4) Refleksi
Dengan berakhirnya pembelajaran pada siklus 1, maka Peneliti
mengadakan refleksi. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, Peneliti
menyimpulkan : metode demonstrasi yang digunakan pada Siklus 1 memiliki
kelebihan, antara lain siswa mulai dapat memahami pelajaran sesuai dengan objek
yang sebenarnya. Minat, perhatian, dan rasa ingin tahu siswa lebih berkembang
dari pada saat Pra Siklus, dan adanya tingkat keaktifan siswa dalam belajar.
Kekurangan dalam penggunaan metode demostrasi saat pembelajaran,
yaitu: belum banyak siswa menunjukkan keterlibatan dalam belajar, meskipun
sudah ada peningkatan. Media pembelajaran yang dibuat, kurang besar, sehingga
menyulitkan siswa di bagian belakang untuk melihat. Penguasaan kemampuan
46
pengelolaan kelas belum efektif, sehingga pembelajaran menjadi terganggu karena
siswa yang kurang tertib/disiplin, serta waktu yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran melewati alokasi yang ditetapkan.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, Peneliti beranggapan metode
demonstrasi juga kurang sesuai dalam penyampaian materi, karena itu untuk
perbaikan pembelajaran selanjutnya, harus menggunakan metode pembelajaran
yang lain. Dalam penggunaan media, selain perlu dibuat menarik, juga harus
dapat dilihat secara visual dengan jelas oleh keseluruhan siswa. Pengelolaan
(manajemen) kelas dan waktu harus dilatih lagi, agar siswa terlibat aktif dalam
kegiatan belajar, bukan sibuk dengan kegiatannya sendiri. Memperhatikan pula
hasil evaluasi pembelajaran Siklus 2, maka akan dilakukan suatu tindakan
perbaikan sebagai pemecahan atas masalah-masalah tersebut dengan tindakan
perbaikan pada pembelajaran Siklus 2.
3. Siklus 2
1) Perencanaan Tindakan
a. Guru mempersiapkan perencanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan
dalam perbaikan, yaitu rencana perbaikan pembelajaran (RPP Siklus 2)
mata pelajaran Matematika.
b. Guru mempersiapkan lembar observasi untuk teman sejawat yang
mengamati selama berlangsungnya proses pembelajaran.
c. Guru mempersiapkan media pembelajaran yang diperlukan.
2) Pelaksanaan Tindakan
Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Rencana Perbaikan
Pembelajaran yang telah disusun pada Siklus 2, dengan langkah-langkah kegiatan
sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal (10 menit)
1) Guru melakukan kegiatan apersepsi berkaitan dengan materi Bangun
Datar.
47
2) Guru memberikan motivasi dengan beryel-yel dan tepuk semangat serta
menyanyikan lagu.
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
b. Kegiatan Inti (50 menit)
1) Guru menjelaskan materi dengan metode Snowball Throwing.
2) Guru membentuk beberapa kelompok dan memilih salah satu siswa
menjadi ketua kelompok.
3) Setelah itu, guru memanggil ketua kelompok untuk diberikan penjelasan
materi.
4) Ketua kelompok kembali ke kelompoknya, lalu menjelaskan materi yang
disampaikan guru kepada teman kelompoknya. Selanjutnya, setiap
kelompok diberikan satu kertas lembar kerja kosong untuk menuliskan
pertanyaan seputar materi bangun datar.
5) Pertanyaan yang telah ditulis, dibuat seperti bola, lalu dilempar dari satu
kelompok ke kelompok lain. Kelompok yang menerima kertas, diberikan
kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas.
Berikut seterusnya hingga semua kelompok mendapat giliran.
6) Guru memberikan koreksi atas jawaban-jawaban kelompok.
7) Guru memberikan pemantapan atas materi yang belum dipahami oleh
siswa dengan mengulangi materi tersebut atau memberikan contoh-
contoh kembali dengan melibatkan siswa dalam proses kegiatan belajar.
8) Guru memberikan latihan soal mandiri.
9) Guru menjelaskan prosedur latihan tersebut.
10) Guru berkeliling untuk memberikan bimbingan kepada siswa dalam
mengerjakan latihan soal mandiri tersebut.
11) Guru meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan jawabannya.
12) Guru melakukan koreksi dan penguatan atas jawaban siswa.
c. Kegiatan Akhir/Penutup (10 menit)
1) Guru bersama siswa membuat simpulan dari materi yang disampaikan.
2) Guru memberikan tindak lanjut berupa post test dan PR.
48
3) Observasi
Kegiatan observasi atau pengamatan pada Siklus 2, Peneliti menggunakan
pendekatan observasi peer (pengamatan sejawat). Pada tahap ini, Peneliti
melaksanakan tindakan (act) dan rekan sejawat atau disebut juga Supervisor II
melakukan pengamatan (observe). Peneliti mengumpulkan data menggunakan
lembar observasi/pengamatan yang diisi oleh rekan sejawat selama kegiatan
pembelajaran Matematika berlangsung.
Pada Siklus 2, Peneliti menggunakan metode lain, yaitu snowball
throwing. Jumanta Hamdayama (2014: 158) menjelaskan bahwa secara etimologis
metode ini berarti melempar bola salju. Dalam praktiknya, bola salju berupa
kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa lalu dilempar kepada teman
yang lain untuk dijawab.
Dari hasil lembar observasi pada Siklus 2 yang diisi oleh rekan
sejawat/Supervisor II diperoleh data mengenai kelebihan dan kekurangan selama
pembelajaran berlangsung. Kelebihan pembelajaran pada Siklus 2, yaitu:
penggunaan metode snowball throwing cukup dapat meningkatkan tingkat
keaktifan siswa, sebab metode ini melibatkan aktivitas siswa dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga perhatian, minat, dan motivasi siswa kian tumbuh
berkembang dalam mengikuti pelajaran. Kemampuan pengelolaan kelas guru
sudah mulai terlihat, ditunjukkan dengan guru dapat mengendalikan jalannya
kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP. Penggunaan media pembelajaran bisa
dikatakan sangat sederhana, tetapi cukup mampu menarik perhatian dan
keterlibatan siswa. Guru juga dapat mengatur efektivitas waktu, sehingga dalam
pembelajaran tidak melebihi waktu yang telah ditetapkan.
Sedangkan kekurangan dalam pembelajaran Siklus 2 tidak banyak seperti
Siklus 1 dan Pra Siklus. Kekurangannya antara lain: penggunaan metode snowball
throwing membuat suasana kelas menjadi gaduh/sangat ramai. Apabila
kemampuan pengelolaan kelas guru masih kurang, bisa menjadikan suasana kelas
sulit dikendalikan. Hal ini terlihat, meskipun guru sudah mulai mampu menguasai
kelas, tetapi masih ada segelintir siswa yang melakukan aktivitas yang malah
mengganggu siswa lain, seperti melempar kertas ke temannya tidak sesuai dengan
49
instruksi yang diberikan. Meskipun hasil tes formatif siswa kelas I pada Siklus 2
mengalami peningkatan lebih dari pada Siklus 1, tetapi masih cukup banyak siswa
yang belum mencapai ketuntasan belajar.
Untuk mengatasi permasalahan yang masih muncul pada Siklus 2, rekan
sejawat sekaligus Supervisor II memberikan masukan sebagai berikut: saat
pembelajaran, guru memberikan secara singkat dan jelas aturan dalam kegiatan
pembelajaran, agar siswa memahami jalannya proses belajar. Tetap terus melatih
kemampuan pengelolaan kelas, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan
sesuai rencana, berjalan tertib dan lancar. Selain itu, siswa yang dirasa
mengganggu pembelajaran, bisa dipisahkan dalam kelompok berbeda. Pada
pembelajaran selanjutnya, guru hendaknya menggunakan variasi metode lain dan
media pembelajaran yang lebih menarik dan merangsang keaktifan siswa.
Diharapkan pada pembelajaran selanjutnya, akan terjadi perubahan yang lebih
baik dari pada pembelajaran Siklus 2.
4) Refleksi
Dengan berakhirnya pembelajaran pada Siklus 2, maka Peneliti
mengadakan refleksi. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, Peneliti
menyimpulkan : Metode snowball throwing yang digunakan selama kegiatan
pembelajaran memiliki kelebihan, di antaranya: dapat meningkatkan keaktifan
lebih banyak siswa, meskipun belum sepenuhnya. Media pembelajaran yang
digunakan, meskipun sangat sederhana (berupa kertas), tetapi cukup berpengaruh
dalam proses pembelajaran, terutama mengembangkan minta, perhatian, dan
motivasi belajar. Penggunaan metode snowball throwing juga dapat meningkatkan
pemahaman lebih banyak siswa, sehingga berdampak pada kenaikan hasil belajar
siswa.
Di samping itu, pembelajaran menggunakan metode snowball throwing
memiliki beberapa kelemahan, yaitu keadaan menjadi sangat ramai dengan
aktivitas siswa, jika guru tidak bisa mengendalikan dengan baik, maka kelas
menjadi kacau. Guru lebih sering mengingatkan siswa, terutama siswa yang
50
kurang tertib dalam mengikuti pelajaran. Selain itu, diperlukan waktu cukup lama
dalam pembelajaran.
Untuk meminimalisasi permasalahan yang muncul, guru perlu
memberitahukan aturan belajar yang jelas terlebih dahulu sebelum pembelajaran
berlangsung. Kemampuan pengelolaan kelas dan waktu tetap terus
dilatih/diperbaiki, agar dapat menguasai kelas dan belajar berlangsung lebih tertib
dan lancar, salah satunya dengan cara terus mengingatkan siswa akan peraturan
saat belajar ataupun ketika akan belajar. Agar hasil belajar siswa lebih meningkat
lagi dengan banyak yang mencapai ketuntasan, maka perlu dilakukan suatu
tindakan perbaikan kembali dengan menggunakan metode lain dan variasi media
sebagai pemecahan atas masalah-masalah yang muncul pada Siklus 2.
4. Siklus 3
1) Perencanaan Tindakan
a. Guru menyiapkan rencana pembelajaran yang telah direvisi, yaitu rencana
perbaikan pembelajaran (RPP Siklus 3) mata pelajaran Matematika.
b. Guru menyiapkan lembar observasi untuk rekan sejawat mengamati
aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran.
c. Guru menyiapkan media pembelajaran dan lembar kerja siswa yang
diperlukan.
2) Pelaksanaan Tindakan
Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Rencana Perbaikan
Pembelajaran yang telah disusun pada Siklus 3.
Langkah-langkah kegiatan pada Siklus 3 sebagai berikut:
a. Kegiatan Awal (10 menit)
1) Guru melakukan kegiatan apersepsi berkaitan dengan materi Bangun
Datar.
2) Guru memberikan motivasi dengan beryel-yel dan tepuk semangat serta
menyanyikan lagu anak.
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
51
b. Kegiatan Inti (50 menit)
1) Guru menjelaskan materi dengan metode Joyful Learning.
2) Guru membentuk beberapa kelompok (6 kelompok) dan memilih salah
satu siswa menjadi ketua kelompok (1 kelompok terdiri dari 5-6 siswa).
3) Setelah itu, guru menjelaskan cara bermain kepada siswa dan aturan
permainan yang harus ditaati. Inti permainan adalah menebak benda dan
bentuk benda yang digambar.
4) Permainan dilakukan diawali dengan memanggil 6 ketua kelompok.
Mereka diminta melakukan hompimpa untuk menentukan urutan
kelompok. Setelah selesai, guru memasangkan kelompok, misalnya
kelompok 1 dan 2, kelompok 3 dan 4, dan seterusnya untuk saling diadu.
5) Ketua kelompok kembali ke kelompok masing-masing. Permainan
dimulai dari kelompok 1 dan 2. Guru memanggil ketua kelompok 1 dan
menunjukkan kartu gambar yang memuat benda apa yang harus
digambar. Ketua kelompok kembali ke kelompoknya. Kelompok itu
menghadap ke belakang dengan masing-masing memegang kertas dan
pensil. Sedangkan kelompok 2 memperhatikan kelompok 1. Untuk
kelompok lainnya diminta untuk tetap tertib.
6) Sebelum permainan dimulai, guru kembali mengingatkan cara bermain
dan menegaskan untuk menjaga ketertiban selama kegiatan berlangsung.
7) Guru menghitung sampai 3. Permainan dimulai! Ketua menggambar
benda, lalu menepuk pundak anak kedua dan menunjukkan gambar ke
anak kedua beberapa saat, lalu ditutup gambarnya. Anak kedua
menggambar, begitu seterusnya sampai anak terakhir.
8) Giliran anak terakhir (ke-5 atau 6) menebak gambar dan bentuknya.
Apabila ia bisa menjawab, maka kelompoknya mendapatkan nilai 100.
Namun, jika tidak bisa menjawab, maka kelompok lain yang menebak.
Pemenang ialah kelompok yang mengumpulkan nilai terbanyak.
Permainan ini, secara bergilir dilakukan oleh setiap kelompok secara
berpasangan. Setiap kelompok mendapatkan 3 kali kesempatan.
52
9) Setelah permainan selesai, guru memberikan koreksi atas jawaban-
jawaban siswa/kelompok.
10) Guru memberikan pemantapan atas materi yang belum dipahami oleh
siswa dengan mengulangi materi tersebut atau memberikan contoh-
contoh kembali dengan melibatkan siswa dalam proses kegiatan belajar.
11) Guru memberikan latihan soal mandiri kepada setiap kelompok.
12) Guru menjelaskan prosedur latihan tersebut.
13) Guru berkeliling untuk memberikan bimbingan kepada setiap kelompok
dalam mengerjakan latihan soal mandiri tersebut.
14) Guru meminta ketua kelompok secara bergiliran untuk
mempresentasikan jawabannya.
15) Guru melakukan koreksi dan penguatan atas jawaban kelompok.
c. Kegiatan Akhir/Penutup (10 menit)
1) Guru bersama siswa membuat simpulan dari materi yang disampaikan.
2) Guru memberikan tindak lanjut berupa post test dan PR.
3) Observasi
Pada tahap Siklus 3, kegiatan observasi menggunakan pendekatan
observasi peer (pengamatan sejawat). Rekan sejawat atau disebut juga Supervisor
II melakukan pengamatan selama kegiatan pembelajaran. Data yang diperoleh
berdasarkan lembar observasi/pengamatan yang diisi oleh rekan sejawat selama
kegiatan pembelajaran Matematika berlangsung.
Pada Siklus 3, Peneliti menggunakan metode joyful learning sebagaimana
telah dikemukakan pada bab sebelumnya, yang intinya ialah pembelajaran yang
atraktif dan interaktif dalam suasana menyenangkan. Dari hasil lembar observasi
pada Siklus 3 yang diisi oleh rekan sejawat/Supervisor II, diperoleh data-data
sebagai berikut: metode joyful learning dengan pendekatan student centered
mampu meningkatkan keaktifan dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
Kemampuan pengelolaan kelas oleh guru semakin baik. Guru dapat
mengendalikan jalannya kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPP. Hal ini
ditunjukkan dengan siswa dapat mengikuti kegiatan dengan tertib, sebab guru
53
beberapa kali mengingatkan dengan tegas sebelum dan ketika pembelajaran
mengenai aturan kegiatan yang harus dipatuhi seluruh siswa. Penggunaan media
pembelajaran pun mampu menarik perhatian dan motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Dengan rancangan pembelajaran yang telah dipersiapkan dengan
baik, pembelajaran di kelas berjalan efektif, guru dan siswa lebih leluasa,
nyaman, dan menyenangkan dalam aktivitas pembelajaran, sehingga penerapan
metode joyful learning dapat terlaksana dengan optimal. Hasil tes formatif siswa
kelas I pada Siklus 3 mengalami peningkatan yang signifikan ditandai dengan
kenaikan nilai rata-rata dan prosentase ketuntasan.
Namun, menurut rekan sejawat/Supervisor II dalam pembelajaran Siklus
3, terdapat sedikit kekurangan, yaitu suasana kelas menjadi cukup ramai dengan
aktivitas siswa, tetapi masih dalam kewajaran, tidak sampai terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan, misalnya pertengkaran dengan teman. Waktu yang diperlukan
untuk pembelajaran cukup lama, meskipun tidak melebihi alokasi waktu yang
telah ditentukan. Media pembelajaran agar dibuat lebih menarik lagi dengan
warna-warna yang cerah. Adapun solusi untuk menutupi kekurangan tersebut
ialah guru harus bisa menguasai keterampilan pengelolaan kelas dengan baik,
memiliki kreativitas dalam metode dan media pembelajaran, agar siswa dapat
tercurah perhatian, minat, motivasi untuk ikut terlibat aktif dalam pembelajaran,
dan tercipta suasana menyenangkan di dalam kelas selama pembelajaran
berlangsung.
4) Refleksi
Setelah mengetahui hasil tes formatif siswa menunjukkan hasil yang
menggembirakan, maka Peneliti dapat menarik simpulan atas refleksi kegiatan
pada Siklus 3, yaitu : Proses pembelajaran dengan metode joyful learning
memiliki banyak kelebihan, antara lain kegiatan pembelajaran menjadi lebih
menarik dan menyenangkan, meningkatkan perhatian, keaktifan dan motivasi
mayoritas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sebab seluruh siswa
terlibat dalam jalannya kegiatan. Kemudian, terbentuk kepercayaan diri siswa
dalam menjawab pertanyaan dari guru baik secara individu ataupun klasikal, dan
54
tentunya kenaikan tingkat pemahaman dan prestasi belajar siswa. Dapat
dikatakan, secara umum tujuan kegiatan perbaikan pembelajaran telah tercapai
dan mencapai ketuntasan, meskipun masih terdapat beberapa (3) siswa yang perlu
bimbingan lebih lanjut disebabkan kemampuan membaca dan menulis yang masih
kurang.
Namun, terdapat sedikit kekurangan dalam penerapan metode joyful
learning, yaitu kelas menjadi sangat ramai, jika guru tidak dapat mengendalikan,
maka kelas akan menjadi kacau dan tidak terkontrol. Guru membutuhkan energi
yang lebih untuk menjaga ketertiban kelas. Selain itu, pembelajaran ini
memerlukan waktu yang cukup lama.
Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada pembelajaran joyful
learning, maka guru harus memiliki keterampilan pengelolaan kelas yang baik
dan kreativitas tinggi dalam mengajar, agar pembelajaran berlangsung menarik,
menyenangkan, dan tertib, sebaliknya tidak membosankan/menjemukan, dan
menjadi kacau balau. Guru juga harus dapat mengatur ritme pembelajaran, agar
tidak melebihi waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil belajar siswa yang
dicapai pada Siklus 3, maka Peneliti mencukupkan kegiatan perbaikan sampai
Siklus 3.
55
dengan data-data yang diperoleh. Teknik analisis ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan atau prestasi belajar siswa, untuk memperoleh respons siswa
terhadap kegiatan pembelajaran, dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
IGAK Wardhani (2014: 5.9) mengemukakan bahwa terdapat 3 langkah dalam
menganalisis data kualitatif, antara lain:
1. Menyeleksi dan memfokuskan serta mengorganisasikan data sesuai dengan
pertanyaan penelitian.
2. Mendeskripsikan atau menyajikan data dalam bentuk narasi (uraian), tabel,
ataupun grafik.
3. Menarik simpulan dalam bentuk formula atau narasi singkat.
Lebih lanjut ia menambahkan bahwa analisis data, penyajian, dan
interpretasi hasil analisis sangat diperlukan supaya data dapat dibaca dengan
mudah, peneliti dapat memaknai data tersebut, data dapat diinterpretasikan, dan
pertanyaan penelitian dapat dijawab.
Adapun data-data yang diperoleh Peneliti dari proses pembelajaran sejak
Pra Siklus hingga Siklus 3, yaitu:
1. Secara kualitatif dari lembar observasi berdasarkan pengamatan dari rekan
sejawat terhadap proses pembelajaran. Agar memperoleh data yang baik
diperlukan pedoman observasi (lembar pengamatan/observasi) untuk
memudahkan dalam mencatat/merekam data yang dikehendaki.
2. Secara kuantitatif dari hasil evaluasi dari tes formatif atau post test yang
diberikan kepada siswa di akhir pembelajaran pada tahap Pra Siklus, Siklus 1,
2, dan 3.
3. Dokumentasi meliputi buku-buku yang relevan untuk penelitian, laporan
kegiatan, foto-foto, dan data yang relevan untuk penilaian.
56
X = Nilai rata-rata
X=
∑X
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
∑N
Σ N = Jumlah siswa
P=
∑ Siswa . yang . tuntas . belajar x100 %
P = Prosentase
∑ Siswa
Sedangkan untuk menghitung prosentase ketidaktuntasan belajar dengan rumus:
57
P=
∑ Siswa.tidak .tuntas . belajar x 100 %
P = Prosentase
∑ Siswa
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
58
Selanjutnya, Siklus 1 dilaksanakan pada Jumat, 20 Februari 2015 pukul 07.35 –
08.45 WIB. Siklus 2 pada Jumat 27 Februari 2015 pukul 07.35 – 08.45 WIB.
Terakhir, dan Siklus 3 pada Jumat 6 Maret 2015 pukul 07.35 – 08.45 WIB.
Berdasarkan hasil penelitian yang Peneliti lakukan sejak tahap Pra Siklus,
Siklus 1, Siklus 2, hingga Siklus 3, maka diperoleh data-data pokok berupa nilai
hasil belajar Matematika setiap siswa dan hasil observasi/pengamatan aktivitas
guru dalam perbaikan pembelajaran. Di bawah ini penyajian data selengkapnya
sebagai berikut :
1. Pra Siklus
Sebelum disajikan hasil penelitian perbaikan pembelajaran, perlu diketahui
hasil analisis pembelajaran Matematika pada tahap Pra Siklus sebagai bahan
refleksi awal dan tindakan perbaikan selanjutnya.
Tabel 4.1 Analisis Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Datar
pada Siswa Kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi Tahun Pelajaran 2014-2015
Tahap Pra Siklus
Keterangan
No NIS NISN Nama Siswa KKM Nilai
TUNTAS TIDAK TUNTAS
59
22 1568 0087840442 NABILA PUTRI 70 50 TIDAK TUNTAS
23 1569 0077888733 NADIRA 70 60 TIDAK TUNTAS
24 1571 0079331286 SALSABILA PUTRI SETIAWAN 70 50 TIDAK TUNTAS
25 1572 0079699820 SAMSUDIN 70 40 TIDAK TUNTAS
26 1573 0076687538 SHEILLA AZKA NISSA 70 80 TUNTAS
27 1582 0083556234 SITI NUR HUMAERAH IMRON 70 40 TIDAK TUNTAS
28 1574 0082075487 SULTAN ARMAND MALLI 70 60 TIDAK TUNTAS
29 1575 0073649348 TEGUH HADI PRASETIO 70 80 TUNTAS
30 1576 0079531818 VERA NOVITA 70 90 TUNTAS
31 1577 0074345463 WINDY ESTIANTI 70 60 TIDAK TUNTAS
32 1578 0088858304 ZAHRA PUTRI KIRANI 70 60 TIDAK TUNTAS
JUMLAH 2080
Rata-Rata 65,00
###
Prosentase 41% 59%
###
Nilai Tertinggi 100
Nilai Terendah 40
X=
∑X ; X = jumlah nilai data = 2080 = 65,00
∑N banyak data 32
P=
∑ Siswa. yang . tuntas . belajar x 100 % = 13 x 100% = 41%
∑ Siswa 32
P=
∑ Siswa.tidak .tuntas . belajar x 100 % = 19 x 100% = 59%
∑ Siswa 32
60
Tabel 4.2 Frekuensi Ketuntasan Belajar Matematika Materi Bangun Datar
pada Siswa Kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi Tahun Pelajaran 2014-2015
Tahap Pra Siklus
61
Selain analisis dari hasil belajar siswa, lembar observasi (terlampir)
diperlukan pula dalam memperoleh data-data untuk mengetahui dan mengukur
tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran. Lembar observasi Pra Siklus diisi
oleh rekan sejawat sebagai pengamat kegiatan pembelajaran dari awal hingga
akhir. Lembar observasi ini juga digunakan untuk mengetahui pengaruh metode
62
pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran terhadap peningkatan
hasil belajar Matematika siswa kelas I.
2. Siklus 1
Tindakan perbaikan pembelajaran pada Siklus 1 merupakan proses
lanjutan atas refleksi hasil pembelajaran Matematika pada Pra Siklus yang masih
sangat rendah. Di bawah ini adalah hasil belajar siswa pada Siklus 1:
Tabel 4.3 Analisis Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Datar pada
Siswa Kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi Tahun Pelajaran 2014-2015
Tahap Siklus 1
Keterangan
No NIS NISN Nama Siswa KKM Nilai
TUNTAS TIDAK TUNTAS
63
29 1575 0073649348 TEGUH HADI PRASETIO 70 80 TUNTAS
30 1576 0079531818 VERA NOVITA 70 90 TUNTAS
31 1577 0074345463 WINDY ESTIANTI 70 70 TUNTAS
32 1578 0088858304 ZAHRA PUTRI KIRANI 70 60 TIDAK TUNTAS
JUMLAH 2200
Rata-Rata 68,75
###
Prosentase 56% 44%
###
Nilai Tertinggi 100
Nilai Terendah 40
X=
∑X ; X = jumlah nilai data = 2200 = 68,75
∑N banyak data 32
P=
∑ Siswa. yang . tuntas . belajar x 100 % = 18 x 100% = 56%
∑ Siswa 32
P=
∑ Siswa.tidak .tuntas . belajar x 100 % = 19 x 100% = 44%
∑ Siswa 32
64
Dengan kata lain, jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan mengalami sedikit
kenaikan daripada Pra Siklus, karena itu perlu diadakan tindakan perbaikan
pembelajaran kembali.
Berikut ini data hasil belajar Matematika siswa kelas I pada Siklus 1
disajikan dalam bentuk diagram garis, batang, dan cakram:
65
Selain hasil analisis di atas, lembar observasi (terlampir) diperlukan dalam
memperoleh data-data untuk mengetahui dan mengukur tingkat keberhasilan suatu
proses pembelajaran. Lembar observasi Siklus I juga digunakan untuk mengetahui
pengaruh metode pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran
terhadap peningkatan hasil belajar Matematika siswa kelas I.
3. Siklus 2
Tindakan perbaikan pembelajaran pada Siklus 2 dilakukan karena hasil
belajar Matematika siswa kelas I pada Siklus 1 kurang memuaskan. Berikut
adalah data nilai siswa pada Siklus 2:
Tabel 4.5 Analisis Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Datar pada
Siswa Kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi Tahun Pelajaran 2014-2015
Tahap Siklus 2
Keterangan
No NIS NISN Nama Siswa KKM Nilai
TUNTAS TIDAK TUNTAS
66
9 1555 0082691065 FEBRIYANTI PUTRI SAKINAH 70 80 TUNTAS
10 1556 0083005835 FHATIR NURACHMAN 70 80 TUNTAS
11 1557 0077421666 FLORENCE NATASHA FANNI 70 80 TUNTAS
12 1558 0071631135 IQBAL HIBATULLAH 70 70 TUNTAS
13 1559 0073725366 KEVINA HARISKA HAYATI 70 100 TUNTAS
14 1560 0089430843 KEYLA ANANDITA SYAUQI 70 80 TUNTAS
15 1561 0073300072 KHOLIDA HANUM LUBIS 70 60 TIDAK TUNTAS
16 1562 0087384604 MUHAMAD FAREL 70 90 TUNTAS
17 1563 0078006396 MUHAMAD RASYAH NASUTION 70 90 TUNTAS
18 1564 0081620615 MUHAMMAD FADLIANSYAH 70 50 TIDAK TUNTAS
19 1565 0073723242 MUHAMMAD FAJAR 70 60 TIDAK TUNTAS
20 1566 0075732324 MUHAMMAD NAALA AKMALA NI'AM 70 80 TUNTAS
21 1567 0086464097 MUZAKI 70 50 TIDAK TUNTAS
22 1568 0087840442 NABILA PUTRI 70 80 TUNTAS
23 1569 0077888733 NADIRA 70 60 TIDAK TUNTAS
24 1571 0079331286 SALSABILA PUTRI SETIAWAN 70 60 TIDAK TUNTAS
25 1572 0079699820 SAMSUDIN 70 40 TIDAK TUNTAS
26 1573 0076687538 SHEILLA AZKA NISSA 70 90 TUNTAS
27 1582 0083556234 SITI NUR HUMAERAH IMRON 70 60 TIDAK TUNTAS
28 1574 0082075487 SULTAN ARMAND MALLI 70 70 TUNTAS
29 1575 0073649348 TEGUH HADI PRASETIO 70 80 TUNTAS
30 1576 0079531818 VERA NOVITA 70 100 TUNTAS
31 1577 0074345463 WINDY ESTIANTI 70 70 TUNTAS
32 1578 0088858304 ZAHRA PUTRI KIRANI 70 70 TUNTAS
JUMLAH 2370
Rata-Rata 74,06
###
Prosentase 69% 31%
###
Nilai Tertinggi 100
Nilai Terendah 40
X=
∑X ; X = jumlah nilai data = 2370 = 74,06
∑N banyak data 32
P=
∑ Siswa. yang . tuntas . belajar x 100 % = 22 x 100% = 69%
∑ Siswa 32
67
P=
∑ Siswa.tidak .tuntas . belajar x 100 % = 10 x 100% = 31%
∑ Siswa 32
68
Seperti pada Siklus 1, rekan sejawat melakukan observasi saat kegiatan
pembelajaran Siklus 2 melalui lembar observasi (terlampir) untuk mengetahui
69
sejauh mana metode pembelajaran yang digunakan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
4. Siklus 3
Setelah dilakukan tindakan perbaikan, hasil belajar siswa pada Siklus 3
mengalami banyak peningkatan. Berikut adalah data nilai siswa kelas I:
Tabel 4.7 Analisis Hasil Belajar Matematika Materi Bangun Datar pada
Siswa Kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi Tahun Pelajaran 2014-2015
Tahap Siklus 3
Keterangan
No NIS NISN Nama Siswa KKM Nilai
TUNTAS TIDAK TUNTAS
70
30 1576 0079531818 VERA NOVITA 70 100 TUNTAS
31 1577 0074345463 WINDY ESTIANTI 70 80 TUNTAS
32 1578 0088858304 ZAHRA PUTRI KIRANI 70 70 TUNTAS
JUMLAH 2560
Rata-Rata 80,00
###
Prosentase 91% 9%
###
Nilai Tertinggi 100
Nilai Terendah 50
X=
∑X ; X = jumlah nilai data = 2560 = 80,00
∑N banyak data 32
P=
∑ Siswa. yang . tuntas . belajar x 100 % = 29 x 100% = 91%
∑ Siswa 32
P=
∑ Siswa.tidak .tuntas . belajar x 100 % = 3 x 100% = 9%
∑ Siswa 32
71
Sedangkan, siswa yang mencapai ketuntasan belajar atau di atas KKM sebanyak
29 anak (91 %). Jumlah siswa yang mendapat nilai tertinggi 100 mencapai 5 anak,
sedangkan nilai terendah 50.
Di bawah ini data hasil belajar siswa kelas I pada Siklus 3 disajikan dalam
bentuk diagram garis, batang, dan cakram.
72
Pada Siklus 3 ini, rekan sejawat melakukan observasi saat Peneliti
melakukan tindakan perbaikan pembelajaran melalui lembar observasi (terlampir),
agar dapat diketahui penerapan metode pembelajaran joyfull learning dalam
meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil analisis data pada Siklus 3, Peneliti mencukupkan
tindakan perbaikan pembelajaran sampai di Siklus 3, sebab mayoritas siswa (29
dari 32 siswa) telah mencapai KKM atau prosentase ketuntasan (91%) dan
penerapan metode joyfull learning mampu berdampak signifikan terhadap
peningkatan pemahaman dan prestasi belajar siswa kelas I SDN Cipete Utara 13
Pagi pada pelajaran Matematika materi Bangun Datar.
Untuk melihat perkembangan hasil belajar siswa kelas I yang mengalami
mengalami peningkatan sejak Pra Siklus, Siklus 1, Siklus 2 dan Siklus 3, Peneliti
sajikan data rekapitulasi seperti di bawah ini:
73
2 Siklus 1 18 56 % 14 44 % 68,75
3 Siklus 2 22 69 % 10 31% 74,06
4 Siklus 3 29 91 % 3 9% 80,00
Di bawah ini data rekapitulasi hasil belajar belajar siswa kelas I disajikan
pula dalam bentuk diagram garis, batang, dan cakram.
Grafik 4.13 Diagram Garis Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Matematika
Materi Bangun Datar pada Siswa Kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi
Tahun Pelajaran 2014-2015 Tahap Pra Siklus, Siklus 1, 2, dan 3
74
100%
90% 91%
80%
70% 69%
60%
56%
Prosentase
50% Tuntas
40% 41% Tidak Tuntas
30%
20%
10%
0%
0.5 1Pra Siklus
1.5 2 Siklus
2.5 1 3 3.5 24
Siklus 4.5
Sik-
lus 3 Tahapan Pembelajaran
80%
69%
70%
59%
56%
60%
Prosentase
20%
9%
10%
0%
Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
Tahapan Pembelajaran
75
Prosentase Tuntas
41%
69%
9%
Pra Siklus
31% Siklus 1
59% Siklus 2
Siklus 3
44%
76
Peneliti melakukan kegiatan Pra Siklus untuk mengetahui permasalahan
yang terjadi pada pembelajaran Matematika materi Bangun Datar siswa kelas I
serta tindakan perbaikan apa yang sesuai agar kegiatan dan hasil pembelajaran
siswa berjalan optimal. Sebagai awal/dasar penelitian,metode pembelajaran yang
digunakan ialah metode konvensional yaitu ceramah dan (terkadang) tanya jawab.
Selanjutnya, Peneliti melakukan evaluasi terhadap pemahaman siswa dan
diperoleh hasil bahwa sebanyak 19 siswa (59 %) belum mencapai ketuntasan atau
mendapat nilai di bawah KKM dan hanya 13 siswa (41 %) sudah mencapai
ketuntasan, sehingga tindakan perbaikan pembelajaran harus dilakukan, agar
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran meningkat.
2. Siklus 1
Tahap perencanaan yang dilakukan Peneliti pada Siklus 1 adalah
menyiapkan dan menyusun perangkat pembelajaran serta instrumen penelitian
yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan metode
demonstrasi diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
yang diajarkan. Perangkat pembelajaran dan instrumen yang dipersiapkan
meliputi : Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) Siklus 1, soal latihan/
tes formatif, alat-alat pembelajaran yang mendukung, dan lembar observasi untuk
rekan sejawat.
Kegiatan perbaikan pembelajaran pada Siklus 1 dilaksanakan pada Jumat,
20 Februari 2015 di kelas I dengan jumlah 32 siswa. Dalam kegiatan ini, Peneliti
juga berperan sebagai guru, sedangkan rekan sejawat mengamati jalannya
pembelajaran. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran terdiri dari 1 kali tatap muka
dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran x 35 menit. Proses pembelajaran dilakukan
oleh guru sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah
dipersiapkan, yaitu:
Pada kegiatan awal pembelajaran, guru melakukan kegiatan apersepsi
berkaitan dengan materi Bangun Datar. Guru memberikan motivasi dengan
mengajak siswa beryel-yel dan tepuk semangat agar siswa siap dan aktif
77
mengikuti pembelajaran. Selanjutnya, guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai.
Pada kegiatan inti pembelajaran, guru menjelaskan materi tentang
Bangun Datar dengan metode demonstrasi. Penyampaian materi dengan metode
ini adalah menggunakan contoh gambar bangun datar segitiga, segiempat, dan
lingkaran. Guru memberikan beberapa contoh gambar bangun datar dan benda-
benda yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, misalnya penggaris, buku,
dan jam. Setelah guru memberikan contoh, guru melakukan tanya jawab dengan
siswa mengenai materi yang diajarkan. Untuk mengecek pemahaman siswa, guru
memilih beberapa siswa untuk diberikan pertanyaan, baik menggunakan gambar
bangun datar serta benda sekitar.
Guru memberikan apresiasi dan koreksi atas jawaban-jawaban siswa
tersebut, jika jawaban benar diberikan apresiasi sebagai penguatan, namun jika
kurang atau salah diberikan koreksi dan motivasi untuk lebih memperhatikan
pelajaran. Apabila masih terdapat materi yang belum dipahami oleh siswa, maka
Guru dapat mengulangi materi tersebut atau memberikan contoh-contoh kembali
dengan melibatkan siswa dalam proses kegiatan belajar. Selanjutnya, guru
memberikan latihan soal mandiri dan menjelaskan prosedur pengerjaannya. Guru
berkeliling memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengerjakan latihan soal
mandiri. Setelah itu, guru meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan
jawabannya, sementara itu guru melakukan koreksi dan penguatan atas jawaban
siswa tersebut.
Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru bersama dengan siswa membuat
simpulan dari materi yang disampaikan. Untuk mengukur tingkat pemahaman dan
hasil belajar siswa, guru memberikan lembar evaluasi (post test) secara tertulis
yang terdiri dari 10 soal, dilanjutkan dengan pemberian latihan di rumah (PR),
agar siswa memahami lebih lanjut materi yang telah disampaikan di sekolah.
Pada tahap observasi, guru (peneliti) dengan rekan sejawat mengamati
keaktifan siswa dan guru dalam proses pembelajaran dan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada waktu pembelajaran berlangsung. Hasil pengamatan dari lembar
observasi kemudian dirangkum dan dianalisis sebagai bahan masukan untuk
78
perbaikan pada siklus berikutnya. Terdapat kelebihan dan kelemahan dalam
kegiatan perbaikan pembelajaran pada Siklus 1, di antaranya penggunaan metode
demonstrasi hanya dapat meningkatkan keaktifan sebagian kecil siswa. Guru
kurang menguasai pengelolaan kelas, sehingga siswa masih banyak yang
mengobrol. Guru masih terlalu dominan dalam pembelajaran, akibatnya siswa
lebih banyak atau cenderung pasif. Selain itu, dalam penggunaan media atau alat
pembelajaran sangat minim, sehingga menambah kurangnya motivasi siswa, daya
ingat, dan kepercayaan diri siswa dalam pembelajaran. Pemanfaatan waktu yang
kurang tertata dengan baik, menyebabkan proses pembelajaran melebihi waktu
yang sebelumnya sudah direncanakan 2 x 35 menit dan berbenturan dengan
pelajaran berikutnya.
Hasil evaluasi siswa pada akhir pembelajaran pun hanya sedikit
mengalami peningkatan dibandingkan dengan Pra Siklus. Hal ini terlihat sebanyak
18 siswa atau 56 % termasuk dalam kriteria tuntas belajar atau di atas KKM.
Dapat dikatakan ada peningkatan dari sebelumnya yang hanya 13 siswa (41 %).
Akan tetapi, siswa yang belum tuntas pun cukup banyak, yaitu 14 siswa atau 44 %
belum mencapai KKM. Nilai rata-rata Siklus 1 68,75 mengalami peningkatan,
meskipun belum terlihat jelas.
Tahap refleksi dilakukan berdasarkan hasil belajar siswa yang diperoleh
pada Siklus 1 dan masukan-masukan dari diskusi antara peneliti bersama rekan
sejawat yang berasal dari hasil observasi di atas. Secara garis besar dapat ditarik
simpulan, bahwa metode demonstrasi yang digunakan selama kegiatan
pembelajaran kurang tepat untuk penyampaian materi Bangun Datar pada
pembelajaran Matematika dan belum mampu meningkatkan hasil belajar siswa
kelas I secara signifikan, sehingga tindakan perbaikan akan dilanjutkan pada
Siklus 2.
3. Siklus 2
Sebelum melaksanakan tindakan perbaikan pada Siklus 2, Peneliti
membuat perencanaan tindakan yang meliputi: membuat Rencana Perbaikan
Pembelajaran Siklus 2 dengan menggunakan metode lain, yaitu snowball
79
throwing, mempersiapkan media/alat pembelajaran, lembar kerja siswa, dan
lembar observasi untuk rekan sejawat.
Kegiatan perbaikan pembelajaran pada Siklus 2 dilaksanakan pada Jumat,
27 Februari 2015 di kelas I dengan jumlah 32 siswa. Dalam kegiatan ini,
pelaksanaan perbaikan pembelajaran terdiri dari 1 kali tatap muka dengan alokasi
waktu 2 jam pelajaran x 35 menit. Langkah-langkah perbaikan pada Siklus 2
berdasarkan hasil refleksi pada Siklus 1, sehingga kelemahan atau kekurangan
pada Siklus 1 diharapkan tidak terjadi lagi pada Siklus 2.
Agar kegiatan pembelajaran pada Siklus 2 berjalan optimal, Peneliti
sebagai guru mengadakan perbaikan pada aspek tertentu, seperti pemberian
motivasi dan perhatian khusus kepada siswa yang kurang aktif, mendorong siswa
untuk berani bertanya jika ada yang belum dimengerti, dan lebih memperhatikan
efektivitas waktu agar rangkaian kegiatan berjalan sesuai waktu yang
direncanakan. Proses pembelajaran dilakukan oleh guru sesuai dengan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus 2 yang sudah dipersiapkan, yaitu:
Pada kegiatan awal pembelajaran, guru melakukan kegiatan apersepsi
berkaitan dengan materi Bangun Datar. Guru memberikan motivasi dengan
mengajak siswa beryel-yel dan tepuk semangat agar siswa siap dan aktif
mengikuti pembelajaran. Selanjutnya, guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai.
Pada kegiatan inti pembelajaran, guru menjelaskan materi tentang
Bangun Datar dengan metode snowball throwing. Penyampaian materi dengan
metode ini adalah menggunakan kertas berisi beberapa soal yang sudah
dipersiapkan guru atau pun nanti ditulis sendiri oleh siswa. Setelah itu, kertas oleh
setiap kelompok dilemparkan satu sama lain, sehingga tiap-tiap kelompok
mendapat kertas dari kelompok lain, lalu diharuskan menjawab soal yang ada di
dalam kertas. Berikut seterusnya hingga semua kelompok mendapat lemparan
kertas dari kelompok lain. Selanjutnya, guru memberikan koreksi atas jawaban-
jawaban kelompok. Apabila terdapat siswa yang belum memahami materi, guru
memberikan pemantapan atas materi yang belum dipahami dengan mengulangi
80
materi itu atau memberi contoh-contoh kembali disertai melibatkan siswa dalam
proses pembelajaran.
Untuk mengecek kedalaman pemahaman siswa, guru memberikan latihan
soal mandiri dan menjelaskan prosedur pengerjaannya. Guru berkeliling
memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengerjakan latihan soal mandiri.
Setelah selesai, guru meminta beberapa siswa untuk mempresentasikan
jawabannya, sementara itu guru melakukan koreksi dan penguatan atas jawaban
siswa tersebut.
Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru bersama dengan siswa membuat
simpulan dari materi yang disampaikan. Untuk mengukur tingkat pemahaman dan
hasil belajar siswa, guru memberikan lembar evaluasi (post test) secara tertulis,
dan dilanjutkan dengan pemberian latihan di rumah (PR), agar siswa memahami
lebih lanjut materi yang telah disampaikan di sekolah.
81
mengalami penurunan, tinggal 10 siswa atau 31 %. Nilai rata-rata kelas pun
meningkat menjadi 74,06 dan sudah melewati KKM 70.
Setelah mendapatkan data-data dari hasil belajar siswa dan hasil observasi
melalui lembar observasi, Peneliti mengadakan refleksi dengan saling diskusi dan
bertanya jawab mengenai kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama kegiatan
pembelajaran Siklus 2. Dari hasil diskusi tersebut, Peneliti menilai bahwa metode
snowball throwing yang diterapkan selama kegiatan pembelajaran cukup sesuai
untuk penyampaian materi Bangun Datar pada pembelajaran Matematika dan juga
mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas I. Namun, jumlah siswa yang
belum mencapai KKM masih agak banyak. Setelah Peneliti perhatikan,
kebanyakan siswa yang belum beranjak dari batas bawah KKM adalah siswa yang
memiliki kemampuan membaca dan menulis kurang dan saat pembelajaran tidak
dapat mengikuti dengan baik, misalnya bercanda, ngobrol dengan teman
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, perlu diadakan kembali
tindakan perbaikan pembelajaran pada Siklus 3 sebagai alternatif pemecahan
masalah. Sehingga diharapkan pada Siklus 3 hasil pembelajaran akan lebih baik
lagi dan hambatan-hambatan yang ada dapat diatasi.
4. Siklus 3
Sebelum melaksanakan tindakan perbaikan pada Siklus 3, Peneliti
membuat perencanaan tindakan yang meliputi: membuat Rencana Perbaikan
Pembelajaran Siklus 2 dengan menggunakan metode lain, yaitu joyfull learning,
mempersiapkan media/alat pembelajaran, lembar kerja siswa, dan lembar
observasi untuk rekan sejawat.
Kegiatan perbaikan pembelajaran pada Siklus 3 dilaksanakan pada Jumat,
6 Maret 2015 di kelas I dengan jumlah 32 siswa. Dalam kegiatan ini, pelaksanaan
perbaikan pembelajaran terdiri dari 1 kali tatap muka dengan alokasi waktu 2 jam
pelajaran x 35 menit. Langkah-langkah perbaikan pada Siklus 3 berdasarkan hasil
refleksi pada Siklus 2, sehingga kelemahan atau kekurangan pada Siklus 3
diharapkan tidak terjadi lagi pada Siklus 2 dan kegiatan pembelajaran pada
Siklus 3 berjalan optimal.
82
Proses pembelajaran dilakukan oleh guru sesuai dengan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus 3 yang sudah dipersiapkan, yaitu: Pada
kegiatan awal guru memulai kegiatan pembelajaran Guru melakukan kegiatan
apersepsi berkaitan dengan materi Bangun Datar. Guru memberikan motivasi
berupa yel-yel dan tepuk semangat serta menyanyikan lagu anak. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Pada kegiatan inti guru menjelaskan materi dengan metode Joyful
Learning. Penyampaian metode pembelajaran ini sesuai namanya, yaitu
bagaimana menciptakan suasana dalam kegiatan pembelajaran menjadi begitu
menyenangkan bagi siswa. Pembelajaran dibuat dalam suasana siswa bermain
sambil belajar. Pada kegiatan ini, guru membentuk beberapa kelompok (6
kelompok) dan memilih salah satu siswa menjadi ketua kelompok (1 kelompok
terdiri dari 5-6 siswa). Setelah itu, guru menjelaskan cara bermain kepada siswa
dan aturan permainan yang harus ditaati. Inti permainan adalah menebak benda
dan bentuk benda yang digambar. Permainan dilakukan diawali dengan
memanggil 6 ketua kelompok. Mereka diminta melakukan hompimpa untuk
menentukan urutan kelompok. Setelah selesai, guru memasangkan kelompok,
misalnya kelompok 1 dan 2, kelompok 3 dan 4, dan seterusnya untuk saling diadu.
Ketua kelompok kembali ke kelompok masing-masing.
Permainan dimulai dari kelompok 1 dan 2. Guru memanggil ketua
kelompok 1 dan menunjukkan kartu gambar yang memuat benda apa yang harus
digambar. Ketua kelompok kembali ke kelompoknya. Kelompok itu menghadap
ke belakang dengan masing-masing memegang kertas dan pensil. Sedangkan
kelompok 2 memperhatikan kelompok 1. Untuk kelompok lainnya diminta untuk
tetap tertib. Sebelum permainan dimulai, guru kembali mengingatkan cara
bermain dan menegaskan untuk menjaga ketertiban selama kegiatan berlangsung.
Saat permainan dimulai, ketua menggambar benda, lalu menepuk pundak
anak kedua dan menunjukkan gambar ke anak kedua beberapa saat, lalu ditutup
gambarnya. Anak kedua menggambar, begitu seterusnya sampai anak terakhir.
Giliran anak terakhir (ke-5 atau 6) menebak gambar dan bentuknya. Apabila ia
bisa menjawab, maka kelompoknya mendapatkan nilai 100. Namun, jika tidak
83
bisa menjawab, maka kelompok lain yang menebak. Pemenang ialah kelompok
yang mengumpulkan nilai terbanyak dan diberikan reward berupa bintang.
Permainan ini, secara bergilir dilakukan oleh setiap kelompok secara berpasangan.
Setiap kelompok mendapatkan 3 kali kesempatan.
Setelah permainan selesai, guru memberikan apresiasi dan koreksi atas
jawaban-jawaban siswa tersebut, jika jawaban benar diberikan apresiasi sebagai
penguatan, namun jika kurang atau salah diberikan koreksi dan motivasi untuk
lebih giat dan memperhatikan pelajaran. Apabila masih terdapat materi yang
belum dipahami oleh siswa, maka guru dapat mengulangi materi tersebut atau
memberikan contoh-contoh kembali dengan melibatkan siswa dalam proses
kegiatan belajar. Selanjutnya, guru memberikan latihan soal mandiri kepada
kelompok dan menjelaskan prosedur pengerjaannya. Guru berkeliling
memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengerjakan latihan soal mandiri.
Guru kemudian meminta kelompok secara bergiliran untuk mempresentasikan
jawabannya, sementara itu guru melakukan koreksi dan penguatan atas
jawaban tersebut.
Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru bersama dengan siswa membuat
simpulan dari materi yang disampaikan. Untuk mengukur tingkat pemahaman dan
hasil belajar siswa, guru mengadakan post test secara tertulis yang terdiri dari 10
soal isian. Sebagai tindak lanjut, guru memberikan latihan untuk dikerjakan di
rumah (PR), agar siswa memahami lebih lanjut materi yang telah
disampaikan di sekolah.
84
pengelolaan kelas oleh guru semakin baik, ditandai dengan guru dapat
mengendalikan jalannya kegiatan pembelajaran, meskipun kelas dalam keadaan
ramai tetapi tetap kondusif. Siswa mengikuti kegiatan dengan tertib, sebab guru
beberapa kali mengingatkan dengan tegas aturan kegiatan yang harus dipatuhi
seluruh siswa sebelum dan ketika kegiatan berlangsung. Penggunaan media
pembelajaran yang bisa dikatakan sederhana, dapat menarik perhatian dan
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Dengan perencanaan yang baik, tercipta suasana yang nyaman dan
menyenangkan dalam aktivitas pembelajaran, sehingga penerapan metode joyfull
learning dapat berjalan optimal. Kemampuan mengingat dan rasa percaya diri
siswa dalam menjawab pertanyaan pun meningkat. Hasil tes formatif siswa kelas I
pada Siklus 3 mengalami kenaikan yang signifikan ditandai dengan kenaikan rata-
rata dan prosentase ketuntasan. Peningkatan yang signifikan tampak dengan
banyaknya siswa yang mencapai ketuntasan, yaitu 29 siswa atau 91 % dari 32
siswa. Hal ini bisa dibandingkan saat Siklus 2 yaitu 69 % atau 22 siswa yang
sudah mencapai ketuntasan. Sedangkan siswa yang belum tuntas, tinggal 3 siswa
saja (9 %). Nilai rata-rata kelas pun meningkat dari 74,06 pada Siklus 2 menjadi
80,00 pada Siklus 3 dan sudah melewati KKM 70.
Setelah mendapatkan data-data dari hasil belajar siswa dan hasil observasi
melalui lembar observasi, Peneliti mengadakan refleksi dengan saling diskusi dan
bertanya jawab dengan rekan sejawat mengenai kelebihan dan kekurangan yang
terjadi selama kegiatan pembelajaran Siklus 3. Berdasarkan hasil refleksi, proses
pembelajaran dengan metode joyful learning secara signifikan mampu
meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa kelas I pada mata pelajaran
Matematika materi Bangun Datar, meskipun masih terdapat 3 siswa belum
mencapai ketuntasan. Ketiga siswa ini sejak Pra Siklus hingga Siklus 3 selalu
berada di bawah standar KKM. Penyebabnya adalah ketiga siswa masih kurang
dalam kemampuan membaca dan menulis yang berpengaruh pada tingkat
pemahaman terhadap materi, sehingga memerlukan bimbingan lebih lanjut untuk
mengatasi lemahnya kemampuan baca tulis tersebut.
85
Tujuan kegiatan perbaikan pembelajaran pada Siklus 3 dapat dikatakan
telah tercapai setelah menggunakan metode joyful learning, ditandai 91 % siswa
telah mencapai prosentase ketuntasan. Dengan demikian, penelitian tindakan kelas
pada mata pelajaran Matematika materi Bangun Datar terhadap siswa kelas I SDN
Cipete Utara 13 Pagi berhenti sampai di Siklus 3.
86
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab sebelumnya, dapat diambil simpulan bahwa melalui metode joyful learning
pada pembelajaran Matematika materi Bangun Datar mampu meningkatkan
pemahaman dan hasil belajar siswa siswa kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi
Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Pra Siklus, Siklus 1,
Siklus 2, dan Siklus 3 dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada Pra Siklus nilai rata-rata siswa hanya 65,00 dengan jumlah siswa
mencapai ketuntasan sebanyak 13 anak atau 41 % dan yang tidak tuntas
sebanyak 16 anak atau 59 %. Pada tahap Pra Siklus hasil belajar siswa masih
rendah dan sebagian besar berada di bawah KKM, hal ini menunjukkan
proses pembelajaran menggunakan metode ceramah kurang tepat disebabkan
masih banyak siswa kurang aktif dan termotivasi dalam pembelajaran, serta
hanya berpusat pada guru saja dan kurang melibatkan siswa.
2. Pada Siklus 1 terdapat sedikit peningkatan nilai rata-rata siswa 68,75 dengan
jumlah yang tuntas sebanyak 18 siswa atau 56% dan yang tidak tuntas
sebanyak 14 siswa atau 44 %. Meskipun dengan menggunakan metode yang
lebih bervariasi hasil belajar siswa meningkat, namun rata-rata kelas masih di
bawah KKM 70.
3. Pada Siklus 2 peningkatan nilai rata-rata siswa mulai terlihat jelas, yaitu
menjadi 74,06. Jumlah siswa yang tuntas sebanyak 22 anak atau 69% dan
yang tidak tuntas sebanyak 10 siswa atau 31%. Penggunaan media/alat
pembelajaran yang meskipun sederhana, tetapi dapat menarik perhatian siswa
karena disampaikan dengan metode pembelajaran yang menarik. Akan tetapi,
masih cukup banyak siswa yang belum mencapai ketuntasan, karena itu
diperlukan tindakan perbaikan pembelajaran kembali.
87
4. Pada Siklus 3 hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan,
ditunjukkan dengan nilai rata-rata siswa pada Siklus 3 adalah 80,00. Jumlah
siswa mencapai tuntas sebanyak 29 siswa atau 91% dan yang tidak tuntas
tinggal tersisa 3 siswa saja atau 9%. Pada Siklus 3 ini, kegiatan pembelajaran
menggunakan metode joyfull learning yang menciptakan suasana
menyenangkan belajar sambil bermain, mampu menarik porsi lebih besar
tingkat keaktifan siswa, motivasi dalam belajar Matematika, dan yang
terpenting pemahaman siswa menjadi semakin mudah, sehingga minat siswa
dalam belajar Matematika menjadi kuat dan anggapan bahwa belajar
Matematika itu menyulitkan akan hilang.
A. Saran
Hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar
mengajar Matematika menjadi lebih efektif dan memberikan hasil yang optimal
bagi siswa, maka saran-saran yang disampaikan sebagai berikut :
1. Untuk melaksanakan metode belajar joyfull learning diperlukan perencanaan
yang baik, agar proses belajar mengajar tidak berada dalam tekanan,
melainkan belajar adalah kegiatan yang menyenangkan, sehingga diperoleh
hasil belajar yang optimal dan memudahkan siswa dalam memahami konsep
pengetahuan yang dipelajari.
2. Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa, guru dalam
kegiatan pembelajaran tidak hanya menggunakan metode tertentu dan itu-itu
saja, tetapi melatih dengan variasi metode pengajaran yang sesuai. Dengan
begitu, diharapkan siswa dapat menemukan pengetahuan baru, serta
memperoleh konsep dan keterampilan yang dapat membantu dirinya dalam
memecahkan yang dihadapi.
3. Hendaknya guru dapat menggunakan media atau alat pembelajaran secara
optimal, tepat, dan menarik sesuai materi yang sedang dipelajari siswa dalam
pembelajaran.
4. Guru harus siap menerima perubahan baru dalam dunia pendidikan, terutama
dalam proses pemebelajaran, seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan
88
teknologi yang kian pesat. Hal ini dapat terjadi, apabila guru secara sadar
melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mengajar.
5. Agar kegiatan pembelajaran berjalan lebih efektif dan meningkatkan motivasi
siswa dalam belajar, pihak sekolah diharapkan dapat memberikan dukungan
dengan memfasilitasi alat peraga dan media pembelajaran ataupun
mengikutsertakan guru dalam pelatihan untuk meningkatkan profesionalitas
guru.
6. Orang tua peserta didik dapat bekerjasama dengan guru untuk memperhatikan
dan memotivasi anaknya dalam belajar di rumah, mengerjakan pekerjaan
rumah yang diberikan guru, sehingga materi pelajaran yang telah
disampaikan dapat lebih lama terjaga dalam memori siswa dan pemahaman
siswa menjadi semakin baik.
7. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, sebab hasil penelitian ini hanya
dilakukan pada siswa kelas I SDN Cipete Utara 13 Pagi Jakarta Selatan.
89
DAFTAR PUSTAKA
90
Kurniawan, Yudha. (2007). Smart Games For Kids (Aneka Permainan
Kecerdasan Untuk Anak). Jakarta : PT WahyuMedia.
Kusumah, Wijaya dan Dedi Dwitagama. (2009). Mengenal Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta : PT Indeks.
M, Karso, dkk. (2014). Pendidikan Matematika I. Tangerang Selatan ; Universitas Terbuka.
Mulyasa, E. (2009). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
N, Herrhyanto dan Akib Hamid. (2009). Statistika Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Rasyad, Aminuddin. (2006). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Uhamka
Press dan Yayasan PEP-Ex 8.
Rifanto, Reza. (2010). Quantum Learning at Home 3 Menit Membuat Anak
Keranjingan Belajar. Jakarta : PT Kompas Gramedia Pustaka.
Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan
Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: ALFABETA.
Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Bogor : Ghalia Indonesia.
Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Ramaja Rosdakarya.
Sukirman, dkk. (2011). Matematika. Jakarta : Universitas Terbuka.
Sumantri, Mulyani. (20120. Perkembangan Peserta Didik. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Suryanto, Adi dan Tedjo Djatmiko. (2012). Evaluasi Pembelajaran di SD.
Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.
Sutikno, M. Sobry. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Prospect.
Syah, Muhibbin. (2010). Psikologi Belajar. Jakarta : Rajawali Press.
Taufiq, Agus, dkk. (2014). Pendidikan Anak di SD. Tangerang Selatan :
Universitas Terbuka.
Tim Penyusun KBBI. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga).
Jakarta: Balai Pustaka.
91
Tim FKIP UT. (2014). Pemantapan Kemampuan Profesional. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.
Trianto. (2011). Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas, Teori, dan Praktik.
Jakarta : PT Prestasi Pustaka Raya.
Wahidmurni, dkk. (2010). Evaluasi Pembelajaran : Kompetensi dan Praktik.
Yogyakarta: Nuha Letera.
Wardhani, IGAK dan Kuswaya Wihardit. (2014). Penelitian Tindakan Kelas.
Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.
Sumber Internet
http://repository.uksw.edu/handle/123456789/4954, diakses 30 Maret 2015.
http://www.digilib.unimed.ac.id/.../UNIMED-Master-22955-081188230151% 20
BabII, diakses 31 Maret 2015.
http://eprints.ums.ac.id/31715/2/BAB_I.pdf, diakses 31 Maret 2015.
https://ochimath.wordpress.com/2012/01/12/peningkatan-keaktifan-belajar-matema-
tika-melalui-metode-pembelajaran-berbasis-joyful-learning, diakses 1 April 2015.
https://catharinacatur.wordpress.com/2008/10/15/ joyful-learning, diakses 1 April 2015).
http://www.tojet.net/articles/v10i2/1022.pdf, diakses pada 1 April 2015.
http://www.scribd.com/doc/191253011/PROPOSALPENELITIAN-docx, diakses
2 April 2015.
http://www.sekolahdasar.net/2011/07/pembelajaran-matematika-di-sekolah,
diakses pada 25 April 2015
92
LAMPIRAN-LAMPIRAN
93
94