Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam proses belajar mengajar terdapat dua kegiatan yang saling
berhubungan satu sama lain, yaitu belajar yang dilakukan oleh siswa dan mengajar
yang diperankan oleh guru. Guru memberikan stimulus atau rangsangan dan siswa
meraksi terhadap stimulus tersebut, sehingga terjadilah proses belajar megajar.
Interaksi kegiatan antara guru dan murid akan terjalin dengan erat, blila kedua
kegiatan yang diperankannya itu mempunyai tujuan yang jelas dan dipahami
maknanya baik oleh guru maupun oleh siswa. Jadi dapat dikatakan bahwa kegiatan
belajar mengajar merupakan proses yang utuh, saling kait mengait guna mencapai
suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan pelajaran itu pada
hakekatnya adalah perubahan tingkah laku siswa baik yang bersifat kognitif, afektif
maupun psikomotor. Yang diharapkan terjadi setelah proses pengajaran berakhir.
Guru sebagai pengemban tugas mengajar harus dapat membimbing aktivitas
siswa kearah perubahan perilaku yang diharapkan oleh tujuan Pendidikan atau
pengajaran. Adapun tujuan Pendidikan yang ditetapkan oleh MPR dalam GBHN,
yang isinya sebagai berikut :“Pendidikan nasional berdasarkan pancasila, Bertujuan
untuk meningkatkan manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadapTuhan Yang Maha Esa , Berbudi luhur, Berkepribadian, Berdisiplin, Bekerja
Keras, Cerdas, tangguh, Bertanggung jawab, mandiri dan terampil serta sehat
jasmani dan rohani.”
Untuk mendukung tercapainya tujuan Pendidikan tersebut maka setiap guru
diberi wewenang dan tanggung jawab yang besar dalam penyelenggaraan proses
belajar mengajar. Begitu juga halnya dengan guru matematika . Dalam mengajar
matematika , baik di kelas maupun di luar kelas, harus benar-benar menjalankan
misinya sebagaimana mestinya, agar tujuan Pendidikan tersebut dapat tercapai.
Untuk menunjang tercapainya tujuan Pendidikan, maka guru matematika harus
berperan efektif dengan cara sebelum proses belajar mengajar dimulai guru
matematika harus memperhatikan berbagai faktor yang ditafsirkan dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Sebagaimana dikemukakan oleh Ruseffendi,
bahwa :“Terdapat 10 faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam
belajar, yaitu : Kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemampuan anak,
minat anak, model penyajian materi mengajar, pribadi dan cara guru mengajar,
suasana belajar, kompetensi guru serta kondisi masyarakat luas.”
(Ruseffendi,1980 : 6)
Hal serupa dikemukakan juga oleh Nasution, bahwa :“Guru harus
mengadakan persiapan yang cermat dengan menganalisis tujusn, memilih bahan
dan metode yang paling tepat serta mengatur proses belajar secara sistematis
dengan menilai hasil belajar utnuk mendiagnosis kelemahan murid agar dapat
memberikan bantuan yang duperlukan murid.”(Nasution, 1987 : 92)
Dari berbagia faktor tersebut di atas, ada salah satu faktor mengajar yang
harus dipersiapkan dalam proses belajar dan tidak kalah pentingnya serta berperan
sekali dalam menentukan keberhasilan guru waktu mengajar, yaitu komponen
metode. Pengertian mengenai, Supandi dan Seba menjelaskan bahwa : Cara yang
digunakan oleh guru dalam mengajar satuan atau unit materi pengajaran dengan
memusatkan pada keseluruhan proses atau situasi belajar untuk mencapai tujuan.”
(Supandi dan Seba, 1983 : 29)
Proses belajar mengajar yang baik hendaknya mempergunakan beberapa
jenis metode mengajar secara bergantian atau saling bahu menbahu datu dama
lainnya. Tugas guru adalah memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan
proses belajar dan mengajar. Ketepatan menggunakan metode tersebut sangat
tergantung pada tujuan, dan isi dari proses belajar dan mengajar itu sendiri.
Memahami teori tentang bagaimana orang belajar serta kemampuan
menerapkannya dalam pengajaran matematika merupakan persyaratan penting
untuk menciptakan proses pengajaran yang efektif. Berbagai studi tentang
perkembangan intelektual manusia telah menghasilkan sejumlah teori belajar yang
sangat bervariasi. Menurut Bell tiap teori dapat dipandang sebagai suatu metoda
untuk mengorganisasi serta mempelajari berbagai variabel yang berkaitan dengan
belajar dan perkembangan intelektual, dan dengan demikian guru dapat memilih
serta menerapkan elemen-elemen teori tertentu dalam pelaksanaan pengajaran di
kelas.
Bagaimana matematika seharusnya dipelajari? Pertanyaan ini nampaknya
sederhana, akan tetapi memerlukan jawaban yang tidak sederhana. Karena
pandangan guru tentang proses Pembelajaran matematika sangat berpengaruh
terhadap bagaimana mereka melakukan pembelajaran di kelas, maka mempelajari
teori-teori yang berkaitan dengan belajar matematika harus menjadi prioritas bagi
para pendidik matematika terutama dalam menentukan model pembelajaran yang
akan digunakan.
Ketidakberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari beberapa indikasi baik dari
proses maupun capaian hasil belajarnya. Dari segi proses pembelajaran dapat
diamati misalnya bagaimana siswa dapat menikmati pembelajaran sebagai suatu
kegiatan yang menyenangkan. Artinya jika suatu pembelajaran tidak berhasil
membangkitkan minat, bakat dan motivasi serta kreatifitas siswa untuk belajar, maka
pembelajaran itu tidak dapat dikatakan efektif.
Kegagalan para siswa dalam hasil belajar yang dicapai hendaknya tidak
dipandang sebagai satu kegagalan pada diri siswa semata-mata, tetapi juga bisa
disebabkan oleh program pengajaran yang diberikan kepadanya atau oleh
kesalahan strategi dalam melaksanakan program tersebut. Hal ini bisa dilihat pada
kekurangtepatan dalam memilih dan menggunakan metode mengajar dan alat bantu
pengajaran. Untuk itu maka komponen yang selama ini dianggap mempengaruhi
proses peningkatan mutu pendidikan adalah komponen guru. Hal ini memang wajar,
sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa
sebagai subyek dan obyek belajar. Bagaimanapun idealnya kurikulum pendidikan,
bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi
kemampuan guru dalam mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang
bermakna. Sehingga untuk mencapai standar proses pendidikan, sebaiknya dimulai
dengan menganalisa komponen guru. Hal ini menjadi penting mengingat faktor
keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh strategi pembelajaran, sistem penilaian,
interaksi di kelas, dan faktor guru sebagaimana disebutkan di atas. Bertolak dari
sistem penilaian yang dilakukan oleh seorang guru diketahui bahwa sejak di sekolah
dasar sampai sekolah menengah penilaian lebih cenderung mangukur hasil bukan
pada proses bagaimana dan cara memperoleh jawaban dan langkah-langkah
pemecahannya.
Sejalan dengan tuntutan tersebut maka muncullah banyak teori yang
berhubungan dengan belajar, kemudian diuji kecocokannya dengan pembelajaran
yang ada di suatu sekolah. Sebuah model pembelajaran yang relepan dengan
kondisi pendidikan di Indonesia untuk saat ini, yaitu model pembelajaran inkuiri.
Metode Inquiri berasal dari bahasa inggris ”inquiry”, yang secara harafiah berarti
penyelidikan. Piaget, dalam (E. Mulyasa, 2007 : 108) mengemukakan bahwa
metode inkuiri merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi
untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi,
ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari
jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan
yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta
didik lain. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama
Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh
rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Oleh karena itu, prosedur ilmiah dapat
diajarkan secara langsung kepada mereka.(www.eduarticle.com)
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas penulis memcoba untuk melakukan
penelitian di sekolah dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri pada mata
pelajaran matematika di kelas VIII. Adapun judul dalam penelitian ini adalah “ Upaya
Meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika pada materi
Keliling dan Luas Segitiga dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri”.
(Penelitian di Kelas VIII MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor).

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat penulis rumuskan
masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi kelas ketika penerapan model pembelajaran inkuiri
berlangsung.
2. Bagaimanalangkah-langkah implementasi metode pembelajaran Inkuiri pada
mata pelajaran matematika
3. Bagaimana Hasil Belajar siawa mata pelajaran matematika pada materi Keliling
dan Luas Segitiga dengan menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan penelitian tindakan kelas ini sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitiaan.
a. Untuk Mengetahui bagaimana kondisi kelas ketika penerapan model
pembelajaran inkuiri berlangsung.
b. Untuk Mengetahui bagaimana langkah-langkah implementasi metode
pembelajaran Inkuiri pada mata pelajaran matematika
c. Untuk Mengetahui bagaimana Hasil Belajar siswa mata pelajaran
matematika pada materi Keliling dan Luas Segitiga dengan
menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri.

2. Manfaat Penelitiaan
Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :
a. Untuk Guru yaitu sebagai bahan perbaikan diri dalam menjalankan proses
pelaksanaan pembelajaran (PBM).
b. Untuk siswa yatiu untuk membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajar
khususnya pada mata matematika
c. Untuk sekolah yaitu untuk meningkatkan mutu sekolah.
BAB II
KAJIAN TEORITIK /PUSTAKA

A. Metode Inkuiri
1. Definisi Metode Inkuiri
Metode Inquiri berasal dari bahasa inggris ”inquiry”, yang secara
harafiah berarti penyelidikan. Piaget, dalam (E. Mulyasa, 2007 : 108)
mengemukakan bahwa metode inkuiri merupakan metode yang
mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen
sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta
menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain,
membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta
didik lain. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang
bernama Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan
individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Oleh karena itu,
prosedur ilmiah dapat diajarkan secara langsung kepada mereka.
(www.eduarticle.com)
Metode inkuri adalah sebuah metode pembelajaran yang termasuk
dalam model pembelajaran pemrosesan informasi. Menurut B. Joyce and M.
Weil (1996 : 187), metode inkuiri adalah sebuah model yang intinya
melibatkan siswa ke dalam masalah asli dan menghadapkan mereka dengan
sebuah penyeledikan, membantu mereka mengidentifikasi konseptual atau
metode pemecahan masalah yang terdapat dalam penyelidikan, dan
mengarahkan siswa untuk mencari jalan keluar dari masalah tersebut.
Wina Sanjaya (2008 :196) mendefinisikan bahwa metode inkuiri adalah
rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir
secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya
dilakukan melalui tanya jawab anatara guru dan siswa.
Jadi, Metode inkuiri adalah sebuah model pembelajaran yang mampu
menciptakan peserta didik yang cerdas dan berwawasan. Dengan metode ini
peserta didik dilatih untuk selalu berpikir kritis karena membiasakan peserta
didik memecahkan suatu masalah sendiri. Model ini bertujuan untuk melatih
kemampuan peserta didik dalam meneliti, menjelaskan fenomena, dan
memecahkan masalah secara ilmiah. Dalam proses inkuiri guru dalam hal ini
hanya bertindak sebagai fasilitator, nara sumber dan penyuluh kelompok.
Para peserta didik didorong untuk mencari pengetahuan sendiri, bukan dijejali
dengan pengetahuan.

2. Tujuan dan ciri Metode Inkuiri


Tujuan utama pembelajaran melalui metode inkuiri adalah menolong
siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan
berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan
jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.
Menurut Wina Sanjaya (2007 : 196 – 197) mengemukakan bahwa ada
beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu :
a. Metode inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal
untuk mencari dan menemukan, artinya metode inkuiri menempatkan
siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak
hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru
secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari
materi pembelajaran itu sendiri.
b. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Guru
bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator dan motivator
belajar siswa. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan menggunakan
teknik bertanya, karena dalam proses pembelajaran dilakukan melalui
proses tanya jawab antara guru dan siswa.
c. Tujuan dari penggunaan metode inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses
mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya
dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka
dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Dengan demikian metode atau setrategi pembelajaran inquiri adalah
rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir
secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban
dari suatu masalah yang dipertanyakan. Ciri srategi pembelajaran inkuiri ini,
pertama, strategi ini menkankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa
sebagai subjek belajar. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa
diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu
yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan motivasi
belajar dan sikap percaya diri. Ketiga, tujuan dari penggunaan stretegi
pembalajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berfikir secara
sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual
sebagai bagian dari proses mental. (Wina Senajaya, 2006 : 194)
3. Langkah-langkah Metode Inkuiri
Adapun langkah konkrit metode ini sebagai berikut :
a. Membuat satu pertanyaan tentang materi pelajaran yang dapat
membangkitkan minat peserta didik untuk mengetahui lebih lanjut atau
mau mendiskusikannya dengan teman. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat
disusun oleh guru seperti bagaimana cara sevice yang baik dan benar.
sehingga dengan pertanyaan tersebut anak dapat mencari atau
menemukan jawabannya sendiri dalam referensi buku sumber, majalah,
LKS dan Internet.
b. Anjurkan peserta didik untuk menjawab apa saja sesuai dengan
dugaan/hipotesis mereka, dengan menggunakan kata-kata coba pikirkan,
apa kira-kira, dan yang lainnya.
c. Jangan memberi jawaban secara langsung. Tampung semua dugaan-
dugaan. Biarkan peserta didik bertanya-tanya tentang jawaban yang
benar. Sehingga tumbuh motivasinya untuk mengetahui sesuatu.
Gunakan pertanyaan tersebut sebagai jembatan untuk
mengajarkan/masuk pada materi yang akan diajarkan, serta jangan lupa

B. Hasil Belajar Matematika


1) Pengertian belajar
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan pelatihan,
atau belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Belajar menurut Morgan dkk, merupakan setiap perubahan tingkah laku
yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Wina Sanjaya
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses mencoba berbagai
kemungkinan. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta akan tetapi belajar
adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan
potensi seluruh otak, baik otak kanan maupun otak kiri. Ini berarti bahwa tujuan
kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,
keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Kegiatan Pembelajaran
seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan hasil belajar,
termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.
Robert dalam Muhibbin Syah membatasi belajar dengan dua macam definisi.
Pertama, belajar adalah The process of acquiring knowledge, yakni proses
memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah A relatively permanent change in
respons potentiality which occurs as a result of reinforced practise, yaitu suatu
perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat.
Pembelajaran merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang
menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjukkan apa yang
harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.
Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk, seperti kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, pengetahuan atau
apresiasi (penerima atau penghargaan). Perubahan tersebut dapat meliputi keadaan
dirinya, pengetahuan atau perbuatannya. Dapat diambil pengertian bahwa orang
yang sudah belajar bisa merasa lebih bahagia, lebih pantas memanfaatkan alam
sekitar, menjaga kesehatan, meningkatkan pengabdian untuk keterampilan serta
melakukan pembedaan. Dengan kata lain di dalam diri orang yang belajar terdapat
perbedaan keadaan antara sebelum dan sesudah melakukan kegiatan belajar.
Berdasarkan teori-teori itu, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa
belajar adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau
peserta didik yang dimulai dan berakhir dari suatu pengalaman, dan diharapkan dari
belajar tersebut seseorang atau peserta didik mengalamai perubahan tingkah laku,
baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap
aspek pribadi.
2) PengertianHasilBelajar
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku siswa. Indikator
yang mewujudkan kemampuan sebagai hasil belajar itu bermacam-macam, dari
yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Akan tetapi kemampuan
siswa yang merupakan perubahan tingkah laku sebagai bukti hasil belajar itu dapat
diklasifikasikan ke dalam dimensi-dimensi atau kategori-kategori tertentu yang
masing-masing memiliki ciri-ciri formal.
Senada dengan itu dinyatakan bahwa hasil belajar adalah sebagai perubahan
tingkah laku yang meliputi tiga gaya, yaitu gaya kognitif, gaya afektif daan gaya
psikomotorik. Dari keempat pernyataan di atas, hasil belajar dapat diartikan sebagai
tingkat kemampuan aktual yang dapat diukur baik secara langsung maupun tidak
langsung berupa tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap
siswa itu sendiri.
Secara sederhana hasil belajar dapat dimengerti sebagai perubahan tingkah
laku yang terjadi akibat proses belajar mengajar. Hasil belajar diharapkan dapat
membawa manfaat yang baik bagi peserta didik dan masyarakat disekitarnya. Untuk
mencapai harapan itu banyak faktor yang menentukan proses dan hasil belajar
seperti kemampuan dasar, sikap dan penilaian siswa terhadap kualitas mengajar
guru. Faktor-faktor ini harus menunjang supaya proses dan hasil belajar lebih
memadai.
Dalam hubungan hasil belajar, menurut Bloom, hasil belajar dapat
dikelompokan ke dalam tiga gaya, yaitu gaya kognitif, efektif dan psikomotor. Gaya
kognitif adalah meliputi pengenalan pengetahuan dan pengembangan kemampuan
intelek dan keahlian (skill). Gaya ini merupakan gaya paling sentral bagi
pengembangan tes dan pengembangan kurikulum. Gaya afektif menyangkut tujuan
yang menggambarkan perubahan dalam minat, sikap, dan nilai-nilai serta
pengembangan penghargaan, serta penyesuaian yang cukup. Gaya psikomotor
adalah keahlian dalam gerakan (motor-skill area). Romiszowski mengemukakan
bahwa hasil belajar pada dasarnya dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok
saja , yaitu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan adalah yang berkenan
dengan yang tersimpan dalam otak manusia setelah ia mengalami proses belajar.
Sedang keterampilan adalah berkenan dengan tindakan seseorang baik tindakan
intelektual maupun fisik dalam mencapai sesuatu tujuan sebagai akibat dari prioses
belajar. Pengetahuan terdiri dari empat macam , (1) pengetahuan tentang fakta, (2)
pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan (4)
pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri dari empat macam, (1)
keterampilan berpikir dan keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak dan
keterampilan motorik, (3) keterampilan untuk bereaksi atau bersikap, dan (4)
keterampilan untuk berinteraksi.
Pendapat lain mengemukakan bahwa terdapat lima kemampuan yang didapat
seseorang dalam belajar yaitu : keterampilan, intelektual, strategi kognitif, informasi
verbal, sikap, dan keterampilan motorik., Keterampilan intelektual adalah suatu
kemampuan yang membuat seseorang menjadi kompeten terhadap suatu subjek,
sehingga dapat mengklasifikasi, mengidentifikasi, mendemonstrasikan, serta
menggeneralisasikan suatu gejala. Strategi kognitif adalah kemampuan seseorang
untuk dapat mengontrol aktivitas intelektualnya dalam mengatasi masalah yang
dihadapi. Informasi verbal adalah kemampuan seseorang untuk dapat menggunakan
bahasa lisan maupun tulisan dalam mengungkapkan suatu masalah atau gagasan.
Sikap adalah suatu kecenderungan pada diri seseorang dalam menerima atau
menolak objek sikap, sedang keterampilan motorik adalah kemampuan seseorang
untuk mengkoordinasikan semua gerakan secara teratur dan lancar.
Dalam rumusan hasil belajar, David Merril tampak bahwa gaya efektif dan
gaya psikomotor tidak termasuk dalam klasifikasi. Keempat hasil belajar menurut
David Merril itu selanjutnya dijabarkan lebih jauh menjadi tujuh hasil belajar yang
menunjukkan adanya hasil belajar yang berupa kemampuan mengingat dan
kemampuan menggunakan atau menerapkan. Hasil belajar fakta tidak memerlukan
kemampuan menggunakan, hanya perlu diingat. Ketujuh hasil belajar tersebut
adalah: mengingat fakta, mengingat konsep, menggunakan konsep, mengingat
prosedur, menggunakan prosedur, mengingat prinsip, dan menggunakan prinsip.
Berdasarkan pada teori-teori itu, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan
bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku setelah kegiatan belajar. Perubahan
perilaku ini dalam bentuk penguasaan kemampuan yang ditunjukkan dalam kinerja
yang tetap, sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan untuk mencapai tingkat
kemampuan tertentu.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Hasil belajar seseorang baik yang berkaitan dengan asfek kognitif, afektif,
maupun psikomotorik dapat dipengaruhi oleh beberapa factor. Secara umum factor-
faktor tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu factor yang terdapat
dalam individu itu sendiri (internal factor) dan factor dari luar individu (external
factor). Factor internal terdiri dari kemampuan yang dimilikinya, minat dan perhatian,
kebisaaan, usaha, dan motivasi. Selain itu, keadaan fisikpun termasuk ke dalam
factor internal siswa. Sedangkan factor eksternal terdiri atas factor lingkungan yang
meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Diantara ketiga lingkungan
tersebut yang paling besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa
adalah lingkungan sekolah. Selain itu salah satu lingkungan belajar siswa yang
berpengaruh besar adalah kualitas pengajaran di sekolah.
Slameto (2003:54) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar siswa dapat digolongkan ke dalam dua macam, yaitu faktor yang
berasal dari dalam diri siswa (internal) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa
(eksternal). Faktor internal siswa itu adalah: faktor jasmaniyah, faktor psikologis, dan
faktor kelelahan. Faktor jasmaniyah meliputi faktor kesehatan dan faktor cacat
tubuh. Sedangkan faktor psikologis meliputi kecerdasan (intelegensi), perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan..
Sedangkan faktor eksternal antara lain: lingkungan keluarga, lingkungan
masyarakat; dan sekolah. Untuk penjelasan factor-faktor di atas, maka penulis
menjabarkan satu persatu sebagai berikut:
a. Faktor Internal
1) Faktor Jasmaniyah
Factor jasmaniyah ini meliputi kesehatan dan cacat tubuh. Sehat berarti
dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya. Kesehatan adalah
hal sehat atau yang mempengaruhi terhadap belajar. proses belajar seseorang akan
terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia juga akan cepat lelah,
kurang bersemangat.
Dan cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang
sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat ini dapat berupa buta, setengah buta, tuli,
setengah tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain sebagainya.
2) Faktor Psikologis
Dalam factor psikologis ini sekurang-kurangnya ada tujuh factor yang
tergolong ke dalam factor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar. diantaranya
adalah:
a. Kecerdasan
Kecerdasan merupakan salah satu aspek penting dan sangat menentukan
berhasil atau tidaknya studi seseorang (Kartini Sukanto, 1995:1). Itu berarti dalam
situasi yang sama, siswa mempunyai kecerdasan yang tinggi akan lebih berhasil
dalam hasil belajarnya, bila dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
kecerdasan rendah. Dengan demikian kecerdasan sangat berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa.

b. Perhatian
Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya
dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya (Slameto, 1995:105).
Maka untuk mendapatkan hasil hasil kognitif yang baik, siswa harus mempunyai
perhatian terhadap materi yang dipelajari.
c. Minat
Higlard (Slameto, 2003:57) mengemukakan bahwa minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa
kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan
rasa senang maka bahan pelajaran yang sesuai dengan minat akan menunjukkan
keaktifan siswa dalam belajar.
d. Bakat
Bakat adalah potensi satu kemampuan siswa kalau diberi kesempatan untuk
berkembang melalui belajar, akan menjadi kecakapan nyata (Kartini Sukanto,
1995:2). Setiap siswa mempunyai bakat yang berbeda, jika bahan pelajaran itu
sesuai dengan bakat siswa maka semangat dalam belajar akan lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang lainnya, sehingga hasil yang dicapai akan
berbeda.
e. Motif
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan sesuatu (M. Ujer Usman, 1995:28). Daya ini sebagai penggerak dari
dalam diri seseorang yang melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan yang
akan dicapai. Untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedang yang menjadi
penyebab berbuat adalah motif.
f. Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di
mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.
Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus-
menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran-pelajaran. Belajar anak
akan berhasil jika anak sudah siap. Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan
itu tergantung dari kematangan dan belajar.
g. Kesiapan
Kesiapan menurut James Drever (Slameto, 2003:59) adalah kesediaan untuk
memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari diri seseorang dan juga
berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk
melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar,
karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya
akan lebih baik.

3) Faktor Kelelahan
Pada dasarnya kelelahan itu dapat digolongkan ke dalam dua jenis kelelahan,
yaitu kelelahan yang bersifat fisik, dan kelelahan yang bersifat psikis. (rohani).
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul
kecenderungan untuk membaringkan tubuh.
Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
Kelelahan ini dapat terasa pada bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit
untuk berkonsentrasi, seolah olah otak kehabisan daya untuk bekerja (Slameto,
2003:59).

b. Faktor Eksternal
1) Faktor Keluarga
Keluarga mempunyai pengaruh baik terhadap keberhasilan belajar siswa,
apabila keluarga khususnya orang tua yang memberikan motivasi, merangsang,
membimbing, dan mengarahkan anaknya untuk belajar. Ukuran kebaikan keluarga
dalam kaitannya dengan hasil belajar siswa yang meliputi: cara orang tua mendidik,
relasi antara anggota keluarga, suasana keluarga, keadaan ekonomi, pengertian
orang tua, dan latar belakang kebudayaan (Slameto, 2003:60). Dengan demikian
jika keluarga memungkinkan anaknya untuk belajar makahasil yang dicapai anak
tersebut akan sangat tinggi dan begitu juga sebaliknya.
2) Faktor Sekolah
Hubungan guru dan murid yang kurang baik karena suatu pengalaman,
hubungan murid dan murid yang tidak menyenangkan, penggunaan metode yang
kurang tepat, kurikulum yang tidak sesuai, waktu sekolah dan tujuan yang kurang
tepat dan lainnya. Semua itu dapat mempengaruhi belajar dan hasil belajar.
Masalah di atas sejalan dengan yang diungkapkan oleh Slameto (2003:64),
menurutnya factor sekolah itu meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu
sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
3) Faktor Masyarakat
Cukup banyak pengaruh dari masyarakat yang dapat menimbulkan
kesukaran belajar anak, terutama anak-anak sebayanya (Kartini Kartono, 1995:5).
Apabila anak-anak disekitarnya merupakan anak anak yang giat belajar dan
memiliki hasil yang baik, maka ia akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka,
dan sebaliknya.
Masalah di atas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Slameto (2003:70)
bahwa factor masyarakat yang dapat mempengaruhi siswa diantaranya kegiatan
siswa yang dilakukan di masyarakat, media masa, teman bergaul, dan bentuk
kehidupan masyarakat. oleh karena itu perlu adanya mengusahakan lingkungan
masyarakat yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap siswa
sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.

D. Alat Ukur Hasil Belajar


Menurut Nana Sudjana (1993:3) inti penilaian adalah proses memberikan
atau menentukan nilai terhadap objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil yang dicapai
siswa dengan kriteria tertentu.
Dilihat dari fungsinya, menurut pendapat Suharsimi Arikunto (1993:9-10)
penilaian berfungsi selektif, diagnostic, dan keberhasilan. Tetapi Nana Sudjana
mengidentifikasikan bahwa penilaian itu berfungsi sebagai alat ukur untuk
mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional, umpan balik bagi perbaikan
proses belajar mengajar dan sebagai dasar dalam menyusun laporan kemajuan
belajar siswa kepada orang tuanya.
Dalam perwujudannya, upaya pengukuran hasil belajar siswa itu harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Alat-alat Evaluasi
a. Bentuk tes berdasarkan sumbernya
Bentuk tes berdasarkan sumbernya yaitu: (1) tes buatan guru, yaitu tes yang
disusun oleh guru pada bidang studi tertentu untuk mengukur kemampuan siswa
dalam keberhasilan belajar dan sebagai tolak ukur bagi guru dalam mengajarkan
bidang studi tersebut; (2) tes buatan orang lain, yaitu tes yang dibuat oleh orang lain
yang sekiranya cocok dengan bahan pelajaran yang telah diajarkan. Bissanya
bentuk tes ini dibuat oleh suatu lembaga atau departemen seperti Departemen
Pendidikan dan kebudayaan dan bersifat menyeluruh.
b. Tes berdasarkan bentuk pertanyaan
Pendapat Nana Sudjana (1993:35-53) mengenai tes berdasarkan bentuk
pernyataan pada dasarnya ada dua jenis, yaitu:
1) Tes uraian atau essay. Tes uraian dalam literature disebut essay examination
merupakan alat penilaian belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian
pertanyaan yang menurut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alas an-alasan
dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan
menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.
2) Tes objektif. Dalam menjawab tes objektif teste cukup menjawab salah satu
jawaban yang dianggap benar atau salah. Teste memilih salah satu
alternative yang dianggap benar dari sejumlah alternative jawaban yang
tersedia atau dengan cara menuliskan pasangannya. Beberapa karakteristik
tes ini adalah (a) Material, jumlah pertanyaan cukup besar dan untuk setiap
macamnya mencakup seluruh bahan pelajaran. Salah satu butir alternative
jawaban yang disediakan harus dipilih oleh teste, (b) Operasional, yaitu tugas
yang harus dikerjakan oleh teste adalah mengerjakan apa yang
diperintahkan; dan (c) Tujuan, yaitu tes objektif digunakan untuk
mengevaluasi kemampuan dan kesanggupan teste dalam mengingat dan
mengenal kembali, mengasosiasikan dan mengaplikasikan prinsip atau azas.
Bentuk tes objektif diantaranya adalah:
- Pilihan ganda. Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu
jawaban yang benar. Dilihat dari strukturnya bentuk pilihan ganda terdiri
dari; stem (yaitu pertanyaan atau pernyataan yang mempunyai satu
jawaban yang akan ditanyakan), stem (yaitu sejumlah pilihan atau
alternative jawaban, kunci (yaitu jawaban yang benar atau yang paling
tepat), dan distractor (yaitu jawaban lain selain kunci jawaban).
- Menjodohkan. Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok
pernyataan yang parallel dan kedua kelompok pernyataan ini berbeda
dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri berisi soal-soal yang harus
dicari jawabannya. Dalam bentuk yang paling sederhana jumlah soal
sama dengan jumlah jawabannya, tetapi sebaliknya jumlah jawaban yang
disediakan dibuat lebih banyak dari soal karena hal ini akan mengurangi
kemungkinan siswa menjawab betul dengan menebak saja.
- Melengkapi. Dalam bentuk soal melengkapi terdapat kalimat yang tak
lengkap di ujung atau di tengah. Kata-kata tertentu yang dianggap penting
dihilangkan. Tugas teste adalah melengkapi hal tersebut dengan jalan
mengisi titik-titik dangan kata isian yang tepat

E. Kerangka Pemikiran
Dalam kegiatan pembelajaran banyak masalah yang ditemukan diantaranya
adalah rendahnya penguasaan siswa dalam materi pelajaran yang dibuktikan
dengan hasil tes yang rendah. Hal ini dapat didefinisikan dari tidak relevanya model
pembelajaran yang digunakan, rendahnya minat belajar, partisifasi siswa kurang
aktif, guru tidak mengembangkan materi pembelajaran, guru kurang tepat dalam
menerapkan model pembelajaran, guru jarang memberikan motivasi dan penguatan
pada siswa sehingga siswa sama selaki tidak pernah bertanya apabila mendapat
kesulitan dalam pembelajaran.
Model-model mengajar(teaching model) adalah blue print mengajar yang
direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pengajaran.
Cetak biru ( blue print) ini lajimnya dijadikan pedoman perencanaan dan
pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar (Muhibbin Syah, 1995 : 189).
Sejalan dengan tuntutan tersebut maka muncullah banyak teori yang
berhubungan dengan belajar, kemudian diuji kecocokannya dengan pembelajaran
yang ada di suatu sekolah. Sebuah model pembelajaran yang relepan dengan
kondisi pendidikan di Indonesia untuk saat ini, yaitu model pembelajaran inkuiri.
Metode Inquiri berasal dari bahasa inggris ”inquiry”, yang secara harafiah berarti
penyelidikan. Piaget, dalam (E. Mulyasa, 2007 : 108) mengemukakan bahwa
metode inkuiri merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi
untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi,
ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari
jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan
yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta
didik lain. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama
Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh
rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Oleh karena itu, prosedur ilmiah dapat
diajarkan secara langsung kepada mereka.(www.eduarticle.com)
Metode inkuri adalah sebuah metode pembelajaran yang termasuk dalam
model pembelajaran pemrosesan informasi. Menurut B. Joyce and M. Weil (1996 :
187), metode inkuiri adalah sebuah model yang intinya melibatkan siswa ke dalam
masalah asli dan menghadapkan mereka dengan sebuah penyeledikan, membantu
mereka mengidentifikasi konseptual atau metode pemecahan masalah yang
terdapat dalam penyelidikan, dan mengarahkan siswa untuk mencari jalan keluar
dari masalah tersebut.
Berdsarkan pemikiaran di atas menurut maka penulis berusaha menerapkan
salah satu tindakan dengan menerapkan salah satu model pembelajaran guna
meningkatkan penguasaan terhadap pelajaran matematika . Adapaun model
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
inkuiri

F. Hipotesis
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:64) hipotesis adalah jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahn tertentu, sampai terbukti melalui data.
Dari uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa penelitian ini menyoroti dua
variable, yaitu variable penerapan model pembelajaran inkuri (X) dan hasil belajara
siswa mta pelaran Matematika pada Keliling dan Luas Segitiga (Y). Diasumsikan
bahwa variable hasil belajar memiliki ketergantungan terhadap penerapan model
pembelajaran.
Bertolak dari pemikiran di atas, dengan menyoroti kasus yang melibatkan
siswa kelas VIII MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor , maka penelitian ini dapat
dihipotesiskan bahwa semakin baik (positif) penerapan model pembelajaran inkuiri
maka semakin baik/tinggi hasil belajar siswa. Sebaliknya, semakin jelek (negative)
penerapan model pembelajaran inkuiri akan semakin rendah pula hasil belajar
siswapada mata pelajaran matematika .
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengungkapkan permasalahan tentang
pembelajaran Matematika pada materi Keliling dan Luas Segitiga dengan model
pembelajaran inkuiri pada siswa kelas VIII MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor .
Kemudian peneliti melakukan tindakan pada pembelajaran dengan model
pembelajaran inkuiri agar siswa belajar dengan penuh makna. Dengan
memperhatikan prinsip kontekstual, yaitu proses pembelajaran yang diharapkan
dapat mendorong siswa untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya,
mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Kriteria penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena: (1)
menggunakan latar belakang alami sebagai sumber data langsung dan penelitian
merupakan alat pengumpul data utama, (2) analisis data secara induktif, (3) bersifat
diskriptif, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati sehingga yang dikumpulkan berkemungkinan
menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti, (4) adanya kriteria untuk keabsahan
data (Moeleong, 1995:4-7).
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas
(PTK). Pemilihan jenis PTK karena peneliti  terlibat  langsung  dan  sudah
merupakan tugas peneliti sebagai pendidik yang harus selalu berusaha
meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan kajian
tentang situasi sosial dan pandangan untuk meningkatkan mutu tindakan yang ada
di dalamnya. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk memberikan
pertimbangan praktis dalam situasi nyata (Elliot dalam Wahyudi, 1997:46).
            Dalam penelitian ini prosedur penelitian dimulai dengan siklus I setelah
dilaksanakan tes awal. Hasil tes awal diteliti dan diketahui kesulitan siswa dalam
memahami konsep Keliling dan Luas Segitiga . Penelitian ini akan mengungkap
persoalan yang terjadi dalam pembelajaran matematika dengan model
pembelajaran inkuiri pada materiKeliling dan Luas Segitiga . Peneliti berada di
sekolah dari awal sampai akhir penelitian guna mengetahui keadaan siswa,
merumuskan tindakan selanjutnya, memantau dan melaporkan hasil penelitian.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelas VIII MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor . Lokasi
ini dipilih berdasarkan tempat tugas peneliti. Selain itu ternyata pada pembelajaran
materi Keliling dan Luas Segitiga menunjukkan hasil belajar siswa kurang optimal,
yaitu 65% dari siswa kelas VIII masih memperoleh nilai kurang dari 70 pada saat
diberikan tes awal menulis kata-kata, prase dan kalimat sederhana serta memami
makna inter personal ideasional dan tektual yang sederhana yang terdapat dalam
teks interaksional dan naratif yang disertai gambarmyang berlaku dalam
masyarakat. Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti berusaha untuk menelusuri
kesulitan siswa dalam pembelajaran Hakekat norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat sehingga dapat diupayakan pembelajaran yang sesuai keadaan siswa.

3. Prosedur Penelitian
Untuk kelancaran penelitian, diperlukan prosedur dalam penelitian yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti yaitu dalam bentuk persiapan
penelitian.
Prosedur penelitian adalah langkah-langkah yang digunakan untuk
memperoleh data dari sumber yang diteliti mulai dari awal sampai akhir untuk
disajikan dalam bentuk penelitian. Jalannya penelitian yang dilakukan sampai
dengan penyusunan penelitian ini adalah melalui dua tahap yaitu:

1) Tahap Persiapan
Tahap ini merupakan usaha untuk mempersiapkan penelitian, dalam hal ini
yang dipersiapkan antara lain:
a. Mengikuti  bimbingan dan pelatihan dari  nara sumber.
b. Mengadakan koordinasi dengan guru MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor
Kabupaten Sumedang khususnya guru bidang studi matematika yang
lain untuk memperoleh penjelasan materi yang diberikan kepada siswa.
c. Menetapkan obyek penelitian yaitu seluruh siswa kelas dari 7 kelas Kelas
VIII MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor Tahun Pelajaran 2014/2015 dan
terpilih kelas VIII A.
2) Tahap Pelaksanaan Penelitian
Setelah persiapan dianggap cukup baru penelitian dimulai, peneliti membagi
penelitian ini menjadi 3 siklus. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini
adalah:
a. Siklus I
1) Melakukan observasi tentang permasalahan-permasalahan yang sedang
terjadi dan mengkaji penyelesaiannya.
2) Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada materi Keliling
dan Luas Segitiga .
3) Memberikan pengajaran mengenai Keliling dan Luas Segitiga dengan
menggunakan model pembelajaran inkuiri .
4) Mengadakan evaluasi pertama sebagai pengumpulan data.
5) Mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah diberikan
b. Siklus II
1) Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada Keliling dan
Luas Segitiga
2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran inkuiri .
3) Mengadakan evaluasi kedua sebagai penjaring data.
4) Mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah diberikan.
c. Siklus III
1) Merancang Rencana Pembelajaran (RP) pada materi Keliling dan Luas
Segitiga . Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri
2) Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan.
3) Mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah diberikan.

4. Jenis dan Sumber Data


Data adalah hasil pencatatan penelitian, baik berupa fakta atau angka
(Arikunto, 1996:81). Data ada dua macam yaitu:
i. Data yang berupa bilangan atau angka-angka disebut data kuantitatif.
ii. Data yang berbentuk bukan bilangan atau angka-angka disebut kualitatif.
(Pasaribu, 1984:91)
iii. Dalam penelitian ini digunakan pengambilan data kuantitatif, sedangkan
sumber data penelitian adalah nilai ulangan harian atau hasil evaluasi dari
masing-masing siklus pada materi Keliling dan Luas Segitiga yang diperoleh
siswa selama penelitian berlangsung.

E. Setting Penelitian
1. Gambaran Populasi
Populasi adalah obyek penelitian, yaitu kumpulan subyek sumber informasi
atau kelompok yang menjadi sasaran penelitian. Untuk pengambilan sampel dalam
suatu penelitian, terlebih dahulu harus mengetahui populasi yang dijadikan
penelitian.
“Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung maupun pengukuran,
kuantitatif maupun kwalitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek
yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi.”
(Sudjana, 1986:157)
Dari sejumlah obyek yang dijadikan populasi maka keseluruhan harus
mempunyai ciri-ciri yang sama. Ciri-ciri suatu populasi akan lebih tepat diketahui
dengan menilai tiap-tiap unsur yang dilakukan tanpa kecuali. Penentuan populasi
dan sampel dalam suatu penelitian sangat penting, guna menentukan obyek yang
akan diteliti serta batas-batasnya, sehingga akan mudah diukur variabel-variabelnya.
Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka yang diambil sebagai populasi
dalam penelitian ini adalah siswa Kelas VIII MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor Tahun
Pelajaran 2014/2015.
ii. Subyek Penelitian   
Satu masalah penting yang harus dilakukan oleh seorang peneliti, jika hendak
mengadakan Penelitian Tindakan Kelas yaitu penentuan subyek penelitian. Dari
kelas VII sampai kelas IX diKelas VIII MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor diambil satu
kelas sebagai subyek penelitian yaitu kelas VIII A yang berjumlah 45 siswa.
Pengambilan subyek penelitian dimaksudkan untuk menafsirkan sejumlah siswa
yang ada dalam populasi tanpa menganalisa secara keseluruhan permasalahan
yang ada pada populasi.
iii. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini diupayakan semaksimal mungkin agar
bisa mendapatkan data yang benar-benar valid, maka peneliti melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Membuat alat penelitian untuk mengevaluasi hasil belajar siswa kelas VIII
Melaksanakan evaluasi atau ulangan harian sebanyak tiga kali pada materi
Keliling dan Luas Segitiga Mengumpulkan data, mengoreksi hasil evaluasi
siswa dan menyimpulkan untuk mengadakan data kuantitatif daya serap siswa.
Pada penelitian ini data yang didapatkan itu belum berarti apa-apa sebab
data tersebut masih merupakan data mentah. Untuk itu diperlukan teknik
menganalisa data agar bisa ditafsirkan hasilnya sesuai dengan rumusan masalah.
Dalam penelitian ini digunakan penafsiran skor acuan kriteria (Criterion Referensi
Test).
Penafsiran skor acuan kriteria adalah pemberian skor berdasarkan
kemampuan siswa menyelesaikan evaluasi atau ulangan harian. Jawaban yang
benar dari siswa yang bersangkutan dapat dinyatakan dalam bentuk prosentase
sebagai berikut:
B
X 100 %
Skor =  N   
Dimana:
B = skor jawaban yang benar dari siswa yang bersangkutan
N = skor maksimal dari perangkat soal tes
Dari skor bisa ditafsirkan tentang ketuntasan belajar siswa sesuai dengan
standar kompetensi kurkulum sebagai berikut:
a. Ketuntasan Perorangan
Seorang siswa dikatakan berhasil (mencapai ketuntasan), jika telah mencapai
taraf penguasaan minimal 65%. Siswa yang taraf penguasaannya kurang dari 65%
diberikan remedial Kompetensi Dasar yang belum dikuasai, sedang siswa yang telah
mencapai penguasaan 65% atau lebih dapat melanjutkan ke Kompetensi Dasar
berikutnya.
b. Ketuntasan Klasikal
Klasikal atau suatu kelas dikatakan telah berhasil (mencapai ketuntasan
belajar), jika paling sedikit 85% dari jumlah dalam kelompok atau kelas tersebut
telah mencapai ketuntasan perorangan.
Apabila sudah terdapat 85% dari banyaknya siswa yang mencapai tingkat
ketuntasan belajar maka kelas yang bersangkutan dapat melanjutkan pada satuan
pembelajaran berikutnya.
Apabila banyaknya siswa dalam kelas yang mencapai tingkat ketuntasan
belajar kurang dari 85% maka:
1) Siswa yang taraf penguasaannya kurang dari 65% harus diberikan program
perbaikan mengenai bagian-bagian bahan pelajaran yang belum dikuasai.
2) Siswa yang telah mencapai taraf penguasaan 65% atau lebih dapat diberikan
program pengayaan.
3) Bila ketuntasan siswa lebih dari 85% maka pembelajaran yang dilaksanakan
peneliti dapat dikatakan berhasil. Tetapi bila ketuntasan belajar siswa kurang
dari 85% maka pengajaran yang dilaksnakana peneliti belum berhasil

F. Perencanaan Tindakan
1. Perencanaan Tindakan I
Tindakan pertama digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa pada
Keliling dan Luas Segitiga dalam pemecahan masalah-masalah dengan
menggunakan model pembelajaran inkuiri. Hal ini mengacu pada pendapat Dr.
Nurhadi dan Drs. Agus Gerrad bahwa “dalam pendekatan kontekstual dimana guru
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.”
Dalam perencanaan atau tindakan tetap mengacu pada hasil temuan
kesulitan setiap siswa. Langkah-langkah yang ditempuh dalam siklus pertama
adalah:
a. Sebagai percobaan pertama siswa diminta untuk
membuat kelompok yang masing masing kelompok beranggotakan 5 sampai
6 orang.
b. Guru menjelaskan mengenai Keliling dan Luas
Segitiga
c. Mengadakan evaluasi dengan memberi soal
latihan.

2. Perencanaan Tindakan II
Tindakan kedua ini bertujuan untuk mengetahui bagaiama cara Keliling dan
Luas Segitiga. Langkah-langkah untuk melakukan percobaan di kelas adalah
sebagai berikut:
a. siswa dalam kelas dibagi menjadi 9 kelompok
masing-masing kelompok terdiri dari 5 siswa.
b. Peneliti memberikan pengarahan mengenai teknis
pembelajaran pada tiap kelompok
c. Memberikan penjelasan mengenai materi yang
akan dibahas, berkenaan dengan Keliling dan Luas Segitiga Memberikan
praktek untuk dipraktekan secara berkelompok, kemudian tiap perwakilan
kelompok diminta untuk mengerjakan permasalahan yang telah diberikan.
d. Langkah selanjutnya mengadakan evaluasi
dengan memberikan latihan
3. Perencanaan Tindakan III
Tindakan ketiga ini bertujuan untuk mengetahui beriman kepada hari akhir.
Langkah-langkah yang dilakukan di kelas adalah sebagai berikut:
a. siswa dianjurkan bergabung ke dalam kelompok
yang telah dibentuk dalam pertemuan sebelumnya.
b. peneliti memberi pengarahan kegiatan yang akan
dilaksanakan dan apa yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok.
c. Peneliti membimbing kelompok-kelompok yang
masih mengalami kesulitan dalam materi magnet. Langkah selanjutnya
mengadakan evaluasi dengan soal latihan.
CLASSROOM ACTION RESEARCH

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA


PELAJARAN MATEMATIKA PADA MATERI KELILING DAN LUAS
SEGITIGA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
INKUIRI DI KELAS VIII MTS MA’ARIF CIKERUH
JATINANGOR – SUMEDANG

Disusun Oleh Kelompok MIPA:

KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN SUMEDANG


TAHUN

Anda mungkin juga menyukai