Anda di halaman 1dari 19

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL)

BERBANTUAN MEDIA “PAPA BILANG” UNTUK MENINGKATKAN


KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA MATERI NILAI TEMPAT
SISWA KELAS III MI MAMBAUL ULUM TEGALGONDO
KEC. KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

Oleh:

DINA FATMAWATI, S.Pd.I

NIP. 198202182005012002

KANTOR KEMENTRIAN AGAMA KABUPATEN MALANG

2018
PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING (CTL)
BERBANTUAN MEDIA “PAPA BILANG” UNTUK MENINGKATKAN
KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA MATERI NILAI TEMPAT SISWA
KELAS III MI MAMBAUL ULUM TEGALGONDO
KEC. KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

Dina Fatmawati, S.Pd.I


Guru Kelas MI Mambaul Ulum

ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas III SD. Penelitian
mengunakan penerapan pendekatan CTL berbantuan media “papa bilang” untuk meningkatkan keaktifan
belajar matematika materi nilai tempat. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III MI
MAMBAUL ULUM Tegalgondo. Instrumen pengumpulan data menggunakan angket, lembar observasi,
wawancara dan dokumentasi. Sebelum melakukan penelitian, peneliti membuat rencana pembelajaran
dan media “papa bilang” yang dirancang serta disepakati oleh gutu kelas, pembimbing serta peneliti,
kemudian diterapkan ke siswa kelas III MI MAMBAUL ULUM Tegalgondo. Teknik analisis data
menggunakan deskriptif kualitatif dan data kuantitatif. Hasil penelitian ini diperoleh dari angket yang di
isi oleh siswa, lembar observasi yang dilakukan guru, serta wawancara dan dokumentasi yang dilakukan
saat penelitian. Penerapan pendekatan CTL berbantuan media “papa bilang” dikatakan sangat dapat
meningkatkan keaktifan siswa karena hasil penelitian dari siklus 1 hingga siklus 2 meningkat yaitu siklus
1 presentase keaktifan siswa 70% aktif dan siklus 2 sangat meningkat yaitu 91% yang menunjukkan
bahwa penerapan pendekatan CTL berbantuan media “papa bilang” sangat membantu meningkatkan
keaktifan belajar siswa.

Kata Kunci: Pendekatan CTL, Media “Papa Bilang”, Keaktifan


Belajar
ABSTRACT
This classroom action research is aimed at improving students' learning activity in third grade
elementary school. The study used the application of CTL approach assisted by the media "papa
bilang" to improve the activity of learning mathematics matter place value. Subjects in this study were
students of class III MI MAMBAUL ULUM Tegalgondo. The data collection instrument uses
questionnaires, observation sheets, interviews and documentation. Before doing the research, the
researcher made the lesson plan and media "papa bilang" which was designed and agreed by the class
giver, mentor and researcher, then applied to third grade students of SDN 3 Banjarejo. Data analysis
techniques used qualitative descriptive and quantitative data. The results of this study were obtained
from questionnaires that were filled by students, observation sheets by teachers, and interviews and
documentation conducted during the study. The application of CTL approach with media aid "papa
bilang" is said to be able to increase student activeness because the research result from cycle 1 to cycle
2 increase that is cycle 1 percent active 70% active students and cycle 2 is greatly increase that is
91% indicating that applying approach of media assisted CTL "Papa Bilang" is very helpful in
improving student learning activeness.

Keywords: CTL Approach, Media "Papa Bilang", Activity Learning


PENDAHULUAN
Pendidikan menurut UU No.20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi diriya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Badan Nasional Pendidikan, 2013). Pendidikan
sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia yang bermutu. Untuk mencapai
kualitas pendidikan yang baik maka perlu sistem pendidikan yang baik pula. Guru merupakan
pihak yang sangat dekat dengan siswa dan terlibat secara langsung dalam pelaksanaan
pembelajaran. Dengan demikian guru memiliki kewajiban untuk menciptakan pembelajaran
yang baik. Guru harus memiliki kemampuan atau kompetensi yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesional. Salah satu kompetensi Guru yang sangat berpengaruh
dalam proses pembelajaran adalah kompetensi pedagogik yaitu kemampuan pengetahun guru.
Guru harus memiliki pengetahuan yang luas dan mampu mengembangkan pengetahuan yang
dimiliki agar dapat memberikan pengajaran yang maksimal. Pembelajaran akan tercapai jika
Guru dapat mengelola kelas dengan baik. Contohnya guru tidak hanya memberikan materi
ceramah dengan kemampuan pengetahuan yang dimiliki, namun guru dalam proses
pembelajaran harus menggunakan media atau alat bantu mengajar yang lain.
Penggunaan media pembelajaran dapat mengkomunikasikan materi pelajaran dengan lebih
baik dan jelas. Media membantu siswa menyerap materi pelajaran lebih mendalam dan utuh.
Bila hanya dengan mendengarkan informasi verbal dari guru saja, siswa kurang memahami
pelajaran dengan baik. Tetapi jika penyampaian materi diperkaya dengan kegiatan melihat,
menyentuh, merasakan atau mengalami sendiri melalui media maka pemahaman siswa
diharapkan lebih baik. Media juga dapat menarik rasa ingin tahu pada diri siswa. Keingintahuan
tersebut membuat anak lebih fokus terhadap pembelajaran dan memiliki rasa senang terhadap
pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, guru sebagai subyek pembelajaran harus dapat
memilih media yang tepat. Penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat memudahkan
siswa dalam memahami materi yang disampaikan dan membantu meningkatkan keaktifan
belajar siswa.
Dalam pembelajaran, aktivitas siswa yang diharapkan tidak hanya aktivitas fisik
melainkan juga aktivitas mental. Misalnya siswa aktif bertanya, mengemukakan pendapat,
menulis, dan membaca merupakan aktivitas siswa yang aktif secara mental maupun fisik.
Dengan intensitas kegiatan siswa yang semakin meningkat diharapkan materi pelajaran yang
mereka pelajari akan bertahan lebih lama di memori otak. Keterlibatan siswa secara langsung
dapat membuat pembelajaran menjadi lebih mudah dipahami dan bermakna yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang diperoleh. Penggunaan media juga
sangat diperlukan dalam pembelajaran matematika, karena “matematika memiliki ciri-ciri
khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis” (Muhsetyo dkk, 2008: 1.2).
Berdasarkan ciri matematika yang berkenaan dengan ide-ide abstrak, sementara tingkat
perkembangan kognitif siswa sekolah dasar pada umumnya masih berada pada tahap
operasional konkret dimana mereka belajar memahami suatu konsep melalui manipulasi
benda-benda kongkrit, maka didalam menyajikan konsep-konsep matematika seharusnya guru
menggunakan media pembelajaran untuk membantu siswa memahami konsep matematika.
Depdiknas (2003) dalam Prihandoko (2006: 21) menyebutkan “standar kompetensi untuk mata
pelajaran matematika pada satuan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah meliputi tiga aspek
yaitu bilangan, pengukuran dan geometri, serta pengelolaan data”. Kegiatan pembelajaran
matematika selama ini banyak dianggap oleh siswa sebagai aktivitas yang tidak
menyenangkan.
Dalam standart isi mata pelajaran matematika di SD mempunyai tujuan untuk memberi
kemampuan. Pertama, memahami, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan
konsep secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Kedua,
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika serta menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Ketiga, memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
serta menafsirkan solusi yang diperoleh. Keempat, mengkomunikasikan dengan simbol, tabel
maupun media lain untuk menjelaskan keadaan masalah. Kelima, memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajari matematika.Tujuan tersebut akan terpenuhi jika siswa antusias dan aktif
mengikuti pembelajaran matematika sehingga dapat menerima dan memahami materi
pembelajaran dengan baik.
Pembelajaran yang biasanya digunakan guru dalam pelajaran matematika adalah
metode
ceramah dimana guru menjelaskan materi dan siswa mendengarkan lalu mencatat materi.
Siswa tidak memperhatikan pelajaran karena merasa bosan dengan penjelasan yang diberikan
apalagi jika pembelajarannya kurang menarik mengakibatkan siswa cenderung tidak termotivasi,
tidak fokus, dalam mengikuti pembelajaran yang pada akhirnya anak sulit untuk memahami
materi. Interaksi yang terjadi hanya bersifat satu arah yaitu dari guru ke siswa sehingga
keterlibatan siswa dalam pembelajaran kurang maksimal. Selain itu guru juga lebih
mementingkan tercapainya materi pelajaran bukan pemahaman siswa. Pembelajaran yang
demikian merupakan pembelajaran yang tidak membuat siswa aktif sehingga tujuan
pembelajaran akan sulit dicapai. Keadaan yang demikian juga terjadi dalam pembelajaran
matematika di kelas III MI Mambaul Ulum .
Matematika kurang didukung dengan media yang memadai. Guru jarang menggunakan
media yang dapat memperjelas pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. Media
pembelajaran yang digunakan cenderung tidak bervariasi, yaitu menggunakan lembar kerja
siswa (LKS). Ditambah lagi LKS yang terbuat dari kertas buram, tidak ada gambar dan hanya
berwarna hitam saja. Hal ini menyebabkan siswa kurang tertarik dan bosan sehingga kurang
memperhatikan penjelasan guru dan kurang serius dalam mengerjakan soal.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas III MI Mambaul Ulum
diperoleh bahwa pembelajaran matematika materi Nilai Tempat lebih banyak menggunakan
metode ceramah yang kurang membuat siswa aktif. Pembelajaran cenderung berpusat pada guru
dengan cara guru menjelaskan materi dan siswa mencatat. Interaksi yang terjadi masih bersifat
satu arah dari guru ke siswa. Selain itu guru juga hanya memberikan penjelasan di papan tulis.
Dengan demikian guru belum menggunakan media yang menarik. Sesekali guru melakukan
tanya jawab terhadap siswa tetapi siswa cenderung kurang aktif dan tidak merespon pertanyaan
guru. Siswa juga kurang tertarik terhadap pembelajaran karena merasa bosan dengan
penjelasan yang diberikan guru sehingga masih banyak siswa yang berbicara dengan teman
pada saat pembelajaran berlangsung. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa
masih bersifat individual belum melaksanakan pembelajaran secara berkelompok. Pembelajaran
yang demikian jelas tidak efektif untuk materi Nilai Tempat yang mengakibatkan motivasi,
aktivitas, dan hasil belajar siswa kurang maksimal.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan siswa kelas III MI MAMBAUL ULUM
Tegalgondo Kabupaten Malang. Hasil yang didapat bahwa 74% siswa kelas III tidak
menyukai mata pelajaran matematika, (1) siswa merasa tidak menyukai pelajaran matematika
kearena selalu kesulitan dalam memahami soal-soal matematika. (2) siswa kurang memahami
konsep-konsepnya, (3) siswa sering lupa menghafalkan rumus, (4) sering tidak paham saat
guru menerangkan karena guru jarang menggunakan media pembelajaran, (5) siswa merasa
bosan dengan model pembelajaran yang tidak bervariasi. Dengan demikian banyak siswa yang
kurang aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar pada mata pelajaran matematika.
Dari masalah tersebut peneliti memberikan solusi terhadap guru agar menerapkan
pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) berbantuan Media Papa Bilang. Pendekatan
Contextual Teaching Learning (CTL) adalah upaya guru untuk membantu siswa memahami
bahwa materi pembelajaran yang dipelajarinya degan mengaplikasikan di dunia nyata siswa.
Pembelajaran Kontekstual pada awalnya dikembangkan oleh John Dewey dari pengalaman
pembelajaran tradisionalnya. Pada tahun 1918 Dewey merumuskan kurikulum dan
metodologinya pembelajaran yang berkaitan dengan minat siswa. Siswa akan belajar dengan
baik jika yang dipelajari terkait dengan pengetahuan dan kegiatan yang terjadi di
sekelilingnya. Pembelajaran Kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antar materi pembelajaran yng diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2004:18).
Dengan demikian pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) berbantuan Media
Papa Bilang mengutamakan pada pengetahuan dan pengalam pada dunia nyata , berfikir tingkat
tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar
menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan, dan adanya bantuan media tersebut siswa
juga akan berminat untuk mengikuti pelajaran seta menggunkan berbagai sumber belajar.
Pendekatan CTL berbantuan Media Papan Bilangan pernah diteliti oleh Randy Sulistyo
(2016) dengan judul Pengembangan Papan Kartu Bilangan sebagai Media Permaian dalam
Pembelajaran Matematika untuk kelas IV SD. Dengan hasil yang menunjukkan minat
serta hasil belajar siswa yang meningkat dan keaktifan siswa yang antusias saat proses
pembelajaran berlangsung. Herwanto (2013) juga melakukan penelitian yang berjudul
Penggunaan Media Kotak Stick untuk meningkatkan hasil belajar Matematika tentang
menentukan nilai tempat siswa kelas II SDN Sekar 2 Dau Malang yang hasilnya juga ada
peningkatan dari sebelumnya hasil belajarnya menurun menjadi lebih baik lagi. Liza Maulida
(2014) juga melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Pendekatan Contextual Teaching
and Learning untuk meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika di Kelas IV MIN Parang yang
hasilnya observasi aktivitas belajar siswa meningat setelah diberikan penerapan tersebut.
Selain itu, penggunaan pendekatan CTL juga dapat membantu siswa lebih mudah memahami
dan mengerti pelajaran.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dalam penelitian ini penulis mengambil
judul “Penerapan Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) Berbantuan Media “Papa
Bilang” Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Siswa Kelas III MI MAMBAUL
ULUM Tegalgondo”.
METODE
Metode PTK menerapkan pendekatan CTL berbantuan media “papa bilang” materi nilai
tempat datar adalah PTK dengan subyek 24 siswa kelas III MI MAMBAUL ULUM Tegalgondo
Kec. Karangploso Kab. Malang. Model PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model Kemmis dan Mc Taggert), alur penelitian itu terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi (Arikunto, 2006:97).
Tahap tahapan penelitian ini terdiri atas (1) perencanaan, meliputi membuat perencanaan
pembelajaran, instrumen pembelajaran dan mempersiapkan media yang sesuai dengan
kebutuhan siswa kelas III MI MAMBAUL ULUM Tegalgondo. (2) pelaksanaan, yaitu
melakukan tindakan proses belajar mengajar sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. (3)
Pengamatan, yaitu melakukan observasi dengan mengamati keaktifan siswa maupun pemberian
angket kepada siswa. (4) Refleksi, yaitu mengolah dan menganalisis data yang diperoleh dari
kegiatan pengamatan dan menarik kesimpulan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari penilaian skor angket dan lembar observasi
sedangkan data kualitatif diperoleh dari wawancara dengan guru dan murid. Instrumen
pengumpulan data berupa angket, lembar observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan
teknik analisis data menggunakan model Miles dan Huberman dalam Sugiono (2009:246)..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian mengenai peningkatan hasil belajar siswa melalui penggunaan
pendekatan CTL
berbantuan media “papa bilang” pada siswa kelas III MI MAMBAUL ULUM Tegalgondo.
Hasil penelitian yang diuraikan adalah data kondisi siswa pada pratindakan, siklus I dan siklus
II. Hasil pengamatan yang dilakukan secara langsung oleh peneliti di SDN 3 Banjarejo
dalam pembelajaran selama pratindakan menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih kurang
aktif dan mengikuti proses pembelajaran mencapai kriteria yang ditentukan yaitu ≥75%. Hal ini
sesuai dengan pendapat Slamento (2010:96) yang menyatakan bahwa waktu guru mengajar
bila hanya menggunakan salah satu metode maka akan membosankan, siswa tidak tertarik
pada pelajaran. Sedangkan pembahasan tahap tindakan siklus I dan siklus II adalah sebagai
berikut :
1. Tahapan pendekatan CTL yaitu pendahuluan (doa, motivasi, apersepsi dan menjelaskan
langkah-langkah pembelajaran), Tahap pembagian (kelompok siswa dibagi menjadi 5
kelompok), tahap penyampaian materi (penyampaian materi dan aturan pengaturan media
“papa bilang), tahap konstruktivisme guru menjelaskan tentang nilai tempat dengan
menggunakan media “papa bilang”, kemudian guru membagikan media uang mainan
kepada siswa dan memberikan tugas menaksir jumlah barang yang bisa dibeli dengan
menggunkana uang dengan materi yang sudah dijelaskan oleh guru, Tahap Inquiry
(penemuan). Pada tahap ini guru memberikan bimbingan kepada siswa agar dapat
menemukan konsep cara memecahakan masalah penjumlahan dan pengurangan bilangan
dengan menggunakan media uang, kemudian perwakilan dari siswa maju kedepan untuk
mempresentasikan hasil kerjanya yaitu konsep nilai tempat dengan menggunakan media
“papa bilang” kepada teman- temannya, Tahap Bertanya .Pada tahap bertanya guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan seputar materi yang belum dipahami
atau dimengerti oleh siswa, Masyarakat belajar. Pada tahap ini guru membentuk kelas
menjadi beberapa kelompok untuk melakukan diskusi dan tanya jawab dan tiap-tiap
kelompok beranggotakan 4-5 orang. Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk melatih
siswa bekerjasama dengan orang lain, Tahap Permodelan. Tahap ini guru membagikan
LKS kepada setiap kelompok, kemudian sebelum mengerjakan guru memberikan
bimbingan dan memberi contoh cara menentukan nilai tempat pada bilangan dengan
menggunakan media “papa bilang” sehingga dalam mengerjakan siswa tidak mengalami
kesulitan. Perwakilan dari masng- masing kelompok mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya kepada kelompok lain, Tahap Refleksi. Guru bersama siswa melakukan
refleksi atas kegiatan yang telah dilakukan yaitu penjumlahan dan pengurangan bilangan
serta menentukan dari nilai tempat bilangan tersebut berbantuan media “papa bilang”.
Penilaian yang sebenarnya. Pada tahap ini guru membagikan angket keaktifan siswa yang
harus dikerjakan oleh semua siswa kemudian memberikan penialain, Tahap kesimpulan
(penarikan kesimpulan), penutup (pemberian tugas belajar, refleksi, evaluasi).
Hal ini sejalan dengan Triyanto (2007:105-115), bahwa Pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (
Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assessment).
Pelaksanaan tes akhir pada siklus I mendapatkan hasil yang masih jauh dari yang
diinginkan peneliti yaitu 70%. Jadi, peneliti merasa perlu untuk melanjutkan ke siklus II
dimana hasil tes akhir pada siklus II mendapatkan kenaikan yang sangat signifikan ,
penghargaan diberikan pada akhir siklus II, hal ini dilakukan untuk menambah motivasi
siswa) dan tahap penutup (penarikan kesimpulan pada siklus I pertemuan 1 peneliti tidak
menarik kesimpulan karena keterbatasan waktu, pemberian angket dilakukan pada akhir
pertemuan 2 di siklus I dan akhir pertemuan 2 di siklus II). Hal ini sudah sejalan dengan
pendapat Slavin (M.Fathurrohman, 2016) membuat model ini dengan beberapa alasan. Pertama,
model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual. Kedua,
model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif. Ketiga, CTLdisusun
untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar
siswa secara individual. Dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran
kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelolah dan memeriksa secara rutin, saling
membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk
maju.
Pendekatan CTL ini menggunakan bantuan media ini sesuai dalam buku Strategi
Pembelajaran Karangan Wina Sanjaya (2007), ditulis bahwa penggunaan media dapat
menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa terhadap materi pembelajaran
dapat lebih meningkat. Jadi siswa akan senang, tertarik, dan karena itu akan bersikap positif
terhadap pengajaran matematika. Pada siklus I pertemuan 1 penyajian materi guru masih
terlihat kesulitan dalam penggunaan media ini sehingga cara penyampaiannya tidak
sistematis sehingga siswa menjadi kebingungan pada saat memulai pengerjaan LKS. Banyak
sekali didapati siswa yang hanya terdiam, bermain sendiri, dan mengganggu temannya. Pada
siklus II siswa dan guru sudah mulai terbiasa dengan menggunaan media ini sehingga
aktivitas siswa sangat aktif dalam pengerjaan LKS. Dan siswa merasa senang bisa lancar
dalam pengguanaan media “paapa bilang” tersebut.
Pada tahap inti peneliti menemukan siswa membaca materi, dan petunjuk pemakaian
media “papa bilang” di LKS. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamdani (2010) yang
menyatakan bahwa Lembar LKS berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun
soal-soal (pertanyaan- pertanyaan yang harus dijawab siswa). LKS merupakan perangkat
sangat baik dipakai untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar.
Ketika siswa mengerjakan LKS ada siswa yang masih kurang paham dengan cara
penggunaan media. Peneliti mengelilingi setiap kelompok untuk melihat hasil pengerjaan siswa
dan memberi bimbingan pada siswa yang kesulitan. Hal ini sesuai dengan pendapat Roestiyah
(2010) yang menyatakan “dalam proses ini guru perlu mengontrol, pelakasanaan tugas itu,
apakah dikerjakan dengan baik, apakah dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak dikerjakan orang
lain, maka perlu diawasi dan diteliti.”
Setelah siswa selesai megerjakan LKS, kegiatan selanjutnya yaitu presentasi. Pada saat
presentasi terlihar siswa kurang aktif. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat Yamin
(2009) yang menyatakan bahwa dalam kegiatan presentasi siswa dituntut untuk selalu aktif,
berfikir kritis untuk mengemukakan pendapat secara tepat, dan menghargai pendapat orang lain.
Hal ini dikarenakan karena siswa tidak terbiasa dengan presentasi, sehingga siswa terlihat
canggung dan malu untuk menyampaikan tanggapannya.
Kegiatan selanjutnya yaitu tes akhir, ketika pelaksanaan tes ada beberapa siswa yang
berbicara sendiri. Pada saat itu peneliti memberi peringatan pada siswa tersebut untuk segera
meyelesaikan tugasnya agar teman yang lain tidak terganggu dan melatih kejujuran siswa.
Hukuman diberikan untuk menambah semangat siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan.
Aktivitas guru Selama penelitian mengalami kenaikan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus
I dan II kegiatan awal dimulai dengan berdo’a, memotivasi siswa, hal ini sesuai pendapat Aqib
(2015:89) bahwa membuka pelajaran ialah kegiatan yang dilakukan guru/instruktur untuk
menciptakan suasana siap mental dan penuh perhatian diri siswa. Guru menyampaikan materi
yang akan dipelajari, sehingga siswa dapat mudah mengerjakan LKS. Hal ini sejalan dengan
Aqib (2015:87) salah satu keterampilan dasar guru yaitu keterampilan menjelaskan, menjelaskan
berarti mengorganisasikan materi pelajaran dalam tata urutan terencana secara sistematis,
sehingga dengan mudah dapat dipahami oleh siswa. Pada siklus I masih didapati siswa masih
kurang tepat dalam menghitung luas bangun datar trapesium dengan menggunakan media
“papa bilang” sehingga butuh waktu yang lama dalam pengerjaan LKS serta kurangnya guru
membimbing siswa dalam pengerjaan LKS. Di siklus II siswa mengerjakan LKS tepat waktu
dan lebih maksimalnya bimbingan yang diberikan oleh guru. Hal ini sesuai dengan pendapat
Roestiyah (2010:134) yang menyatakan “dalam proses ini guru perlu mengontrol, pelaksanaan
tugas itu, apakah dikerjakan dengan baik, apakah dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak
dikerjakan orang lain, maka perlu diawasi dan diteliti”. Pada akhir kegiatan guru membimbing
siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan pembelajaran serta memberikan pekerjaan
rumah. Hal ini sejalan dengan Aqib (2015:89-90) keterampilan guru menutup pelajaran yang
mencakup (1) meninjau kembali, dengan cara merangkum atau membuat ringkasan, (2)
memberikan tindak lanjut yang dapat berupa pekerjaan rumah.
2. Pendekatan CTL ini menggunakan media “papa bilang”. Pada siklus I guru menggunakan
bahan papan, sehingga siswa merasa bosan dan pasif dalam pelajaran . Pada siklus II guru
mengganti bahan “papa bilang” dan uang mainan dengan yang lebih menarik agar siswa
lebih menarik dan siswa lebih paham materi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamdani
(2011:244) “Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga
dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data yang menarik dan
tepercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.
Pada siklus I siswa kurang aktif dalam pengerjaan LKS. Di siklus II siswa sudah bisa
bekerjasama dengan teman kelompoknya, sehingga dalam pengerjaan LKS secara
berdiskusi dapat berjalan dengan lancar. Ini sejalan dengan mendapat Hamdani (2011:74-75)
“LKS sangat baik dipakai untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam bekerja, baik
dipergunakan dalam strategi heuristik dan maupun strategi ekspositorik. Dalam strategi
heuristik, LKS dipakai dalam penerapan metode terbimbing sedangkan strategi ekspositorik,
LKS dipakai untuk memberikan latihan pengembangan”. Dalam diskusi, tiap siswa
diharapkan memberikan sumbangan sehingga seluruh kelompok kembali dengan paham
dibina bersama ini sesuai dengan Sudjana (2011:79).
Selama pembelajaran berlangsung keaktifan belajar siswa meningkat dari pertemuan
pertama sampai kedua. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa,
dapat dilihat dari hasil observasi kegiatan guru, hasil observasi kegiatan siswa, dan hasil
angket. Selama kegiatan siswa sangat aktif selama proses pembelajaran matematika materi
penjumlahan dan pengurangan bilangan tiga angka dan nilai tempat yang berhubungan dengan
uang dalam kehidupan sehari-hari yang menggunakan pendekatan CTL dengan berbantuan
media “papa bilang dan uang mainan”.
Secara keseluruhan data hasil kegiatan siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.1 Presentase Kriteria Keberhasilan
Kriteria Siklus Siklus
Keberhasila I II
Keaktiva
n Belajar
Presentase 70% 91%
Aktivitas Siswa
Presentase 65% 98%
Aktivitas Guru

Berdasarkan tabel 5.1 pada siklus I jumlah siswa yang hasil angket keaktifan belajar
siswa hanya mendapat rata-rata kelas 68 dengan presentase ketuntasan 70% yaitu 17 siswa
aktif dan 7 siswa cukup aktif dari jumlah semua siswa kelas III. Pada siklus I nilai kriteria
keaktifan yang terendah adalah 54 dan nilai kriteria keaktifan yang tertinggi adalah 80. Oleh
karena itu, peneliti memberi perlakuan untuk meningkatkan skor indikator tersebut dengan lebih
banyak memotivasi siswa untuk aktif dalam diskusi kelas, menambah waktu untuk tahap
pemrosesan data, membimbing ketua kelompok untuk membagi tugas, dan menjelaskan isi
LKS sebelum siswa bekerja dalam kelompok pada siklus II.
Siklus II dilaksanakan selama 2 kali pertemuan. Pada siklus II guru dan siswa juga
melaksanakan tahapan-tahapan pendekatan CTL di setiap pertemuan dengan tambahan tindakan
berdasarkan hasil refleksi siklus I. Materi pembelajaran pada siklus II adalah penjumlahan dan
pppengurangan bilangan tiga angka dengan indikator yang berkelanjutan. Selama pembelajaran
pada siklus II siswa sudah terbiasa menggunakan media sehingga waktu mengerjakan LKS
mereka dapat dengan lancar mengerjakan dan waktu yang diberikan pun tersisa.
Pada siklus II hasil belajar siswa naik sangat signifikan dengan perolehan rata-rata
keaktifan belajar kelas yaitu 77 dan presentase ketuntasan 91% yaitu 22 siswa sudah sangat
aktif dan 2 siswa yang cukup aktif. Skor siklus II dari kedua instrumen tersebut
menunjukkan bahwa indikator keberhasilan penelitian sudah tercapai karena sudah ≥75%.
Hasil dari kedua instrumen yang digunakan untuk mengambil data menunjukkan
adanya peningkatan keaktifan belajar siswa selama menggunakan penerapan pendekatan CTL
berbantuan media “papa bilang” dalam pelajaran matematika materi nilai tempat. Berdasarkan
hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan CTL berbantuan media
“papa bilang” telah terbukti dapat meningkatkan aktivitas guru dan keaktifan siswa dalam
pembelajaran.
PENUTUP
Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian yang dijabarkan pada Bab IV, maka
kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Penerapan pendekatan CTL Contextual Teaching And Learning) berbantuan media “papa
bilang” materi nilai tempat berjalan dengan sangat baik. Hal ini dibuktikan dari aktivitas
guru pada siklus I dikategorikan cukup aktif dengan nilai rata-rata 65% dan siklus II
dikategorikan sangat baik dengan nilai rata-rata 98% sehingga terjadi peningkatan
aktivitas guru. Tahapan pendekatan CTL yaitu pendahuluan, tahap penyajian
(konstruktivisme, Inquiry, bertanya, kelompok belajar, pemodelan (media “papa bilang”),
refleksi, penilaian sebenarnya), tahap kesimpulan , penutup. Berdasarkan penerapan
pendekatan CTL tersebut, aktifitas guru dalam pembelajaran dapat membantu siswa akif
dalam belajar dari siklus I hingga siklus II.
2. Hasil dari Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning)
berbantuan media “papa bilang” materi nilai tempat pada siklus I terdapat 24 siswa dapat
mengikuti pelajaran dengan aktif dilihat dari presentase ketuntasan 70%, dan nilai rata-rata
angket keaktifan belajarnya 68. Sedangkan pada siklus II terdapat 24 siswa akti mengikuti
pelajaran dengan presentase keaktifan 91% dan nilai rata-rata angket keaktifan belajarnya
77. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab V maka dapat diambil
kesimpulan bahwa keaktifan belajar matematika siswa kelas III MI MAMBAUL ULUM
Tegalgondo Kec.Pakis dapat meningkat dengan penerapan pendekatan CTL (Contextual
Teaching And Learning) berbantuan media “papa bilang”. Hal ini dibuktikan oleh hasil
penelitian yang menunjukkan keaktifan belajar siswa diatas nilai kriteria 77 dengan
presentase kriteria keaktifan belajar siswa ≥91%.
Berdasarkan kesimpulan pendekatan CTL berbantuan media “papa bilang”, diharapkan
guru dapat mengembangkan lagi media pembelajaran yang lebih inovatif dalam
merencanakan proses pembelajaran agar dapat menarik siswa untuk melajar. Sehingga dapat
meningkatkan keaktifan belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta
Ahmad, Abdul Karim H. 2007. Media Pembelajara. Makassar: Badan Penerbit Universitas
Negeri Makassar.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bina Aksara
Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta
Arikunto.(2007) Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: PT Renika Cipta)
Attec. 2000. Analisa Data Kuantitatif.
Bandung:Pustaka Ilmu
Bruner. 2000. Belajar penemuan . Bandung: Pustaka Setia
Cai dkk . 2005. Jagoan origami Dengan Prestasi Global. Jakarta :Pustaka Ilmu
Depdiknas. 2000. Pembelajaran Konstektual melibatkan tujuh komponen utama dari
pembelajaran
Depdiknas. 2002. Perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching learning (CTL) dengan
Pembelajaran Konvensional
Djaali. 2007. Psikologi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Drajat. 2004. Aku Suka Matematika untuk SD kelas
III. Bandung : Grafindo Media Pratama. Elaine B.Johnson. 2011. Contextual Teaching
And Learning. Bandung: Kaifa
Ema, Siti Hatidjah, Syamsiati. (2016). Penerapan Pendekatan CTL Berbantuan Media Gambar
untuk meningkatkan Ketrampilan menulis siswa. Jurnal Sekolah Dasar.
Fajariyah Nur dan Triratnawati Defi. 2008. Cerdas Berhitung Matematika untuk SD/MI
Kelas
III. Jakarta: Pusat Pembukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Hadi, Nur. 2000. Konstektual dan penerapannya dalam KBK Malang : UM PRESS
Hakiim Lukmanul. 2012. Perencanaan
Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar.


Jakarta: Bumi Aksara

Harta Idris. 2007. Matematika untuk Guru SD kelas III. Jakarta : CV Karya Mandiri
Nusantara.

Hudoyono. 2000 Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Matematika.

Jeromi Burner. 2001. Teori Belajar Mengajar.


Jakarta: Bumi Aksara

Johnson LouAnne. 2009. Pengajaran yang Kreatif dan Menarik. Jakarta Barat: PT Indeks.

Johnson. 2010. Contextual Teaching And Learning


. Jakarta:Mizan learning Center (MLC)

Jumali, M, dkk. 2008. Landasan Pendidikan.


Surakarta: Muhammadiyah University Press Kemmis & Mc.Tagart
(1988)The Action
Researcher Planner . Victoria: Deakin University
Kennedy L.M. & Tips .1994 Guilding Children’s of leraning of mathemathics Belmont.
California: Wadsworth Publishing Company
Maman, Tisna . 1997. Media Pembelajaran.
Jakarta :Erlangga

Moleong, Lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Ni Made
Sri Utami Dewi’, Kt Gading, dan I Wayan Romi Sudhita. (2016). Penerapan
Pendekatan CTL Berbantuan Peta Konsep untuk Menigkatkan Hasil Belajar IPA SD.
Jurnal Sekolah Dasar.
Nova Dinda Taurina dan Wasitohadi. (2014).
Upaya peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan CTL
Berbantuan Alat Peraga Pada siswa kelas 5 SDN Lodoyong 3, Ambarawa. Jurnal Sekolah
Dasar.
Oemar. 1980. Psikologi Belajar mengajar.
Bandung :Sinar baru
Prabawanto (2010) Penelitian Tindakan Kelas/PTK. Bandung: Rosda karya
Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M. Pd. 2010. Praktek Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda
Karya

Purwanto, M. Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan.


Bandung: Remaja Rosdakarya

Purwati, Puji. 2010. “Peningkatan Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui
Pendekatan Active Learning”. Skripsi. Surakarta: UNS (Tidak Dipublikasikan)

Rahmawati, Anisa. 2010. “Peningkatan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Pendekatan


Discovery Terbimbing”. Skripsi. Surakarta: UNS (Tidak Dipublikasikan)
Ricky Yusuf Susanto. (2016). P Peningkatan Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika
Melalui CTL Variasi Snowball Trowing Berbantuan Ular Tangga di SDN Bojong
Salman 02 Semarang. Jurnal Sekolah Dasar.
Riduwan. (2007) Rumus Data Dalam Aplikasi Statistika. Bandung: Alfabeta
Roestiyah (2010) Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta
Rozak Abdullah Lili. 2011. Cara Efektif Membuat Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru.
Sukamaju Depok: CV Arya Duta.

Rusffendi. (1984) Membantu Guru mengembngkan Kompetensinya dalam pengajaran. Bandung:


Tarsito

Russffendi. 1992. Pensisikan Matematika.


Jakarta: Dekdikbud)
S.Nasution. 1980. Berbagai Pendekatan Dalam Proses
Belajar mengajar. Bandung: Bumi Aksara
Sanjaya, Wina (2007) Strategi Pembelajaran.
Jakarta: Prenada media
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Slavin. (2016) Cooperative learning:Teori ,Riset dan praktik. Jakarta:Nusa Media

Sudiman.1997. Media pembelajaran Dan Proses Belajar mengajar. Bandung:Bumi Aksara


Sudirman. 2007. Cerdas Aktif Matematika. Jakarta: Ganeca Exact

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Suharjono (2008) Penelitian tindakan Kelas.


Jakarta:Bumi Aksara
Suharta. 2006. Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Matematika.

Sutama. 2010. Penelitian Tindakan Teori dan Praktek dalam PTK, PTS, dan PTBK.
Semarang: Surya Offset

Turmudi. 2009. Landasan Filosofis dan Teoritis Pembelajaran Matematika. Jakarta Pusat: PT
Leuser Cita Pustaka.

Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara
Yamin (2009) Manajemen Pembelajaran kelas, Bandung: Rosda karya
Yupita (2016). Penerapan pendekatan CTL Berbantuan media sederhana untuk meningkatkan
hasil belajar ipa pada kelas 5 SDN Ngajaean Kec. Tuntang, Semarang. Jurnal Sekolah
D asar.

Anda mungkin juga menyukai