Modul 1.4
Pembelajaran PJOK
Berpusat pada Murid
Penulis :
AGUS MAHENDRA, DR, MA.
Copyright © 2023
Selamat datang Bapak dan Ibu guru PJOK dari mana pun Anda berasal. Selamat
bertemu dengan modul Pembelajaran PJOK Berpusat pada Murid yang kami
siapkan untuk Bapak dan Ibu.
Modul ini memaparkan tentang upaya-upaya riil dan konsisten dalam hal bagaimana
pelajaran PJOK dapat dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang
mendukung upaya menjadikan murid memiliki kemampuan belajar yang lebih baik
dan kondusif, dengan menjadikan pelajaran PJOK yang berpusat pada murid. Hal
tersebut dipandang penting karena selama ini, baik iklim maupun tuntutan
kurikulum modern telah menyepakati secara lugas bahwa murid harus merasa
terlibat dalam pembelajaran, di mana salah satu syaratnya adalah bahwa
pembelajaran yang dilakukan memberi kesempatan kepada murid untuk
bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya, sedangkan guru bertugas
sekedar sebagai fasilitator.
Sebagai guru PJOK, barangkali Bapak dan Ibu sadar bahwa selama ini pelajaran
PJOK lebih banyak diajarkan dengan format dan pendekatan yang berpusat pada
guru. Artinya, seluruh aksi pembelajaran umumnya menempatkan murid sebagai
objek, sedangkan semua keputusan akademik dalam pelajaran PJOK, selalu dibuat
ditetapkan oleh guru PJOK. Barangkali ini pula yang selama ini diklaim oleh para ahli
pendidikan bahwa pelajaran dan proses pembelajarannya (termasuk PJOK) belum
memberi kesempatan kepada murid untuk merasa terlibat atau bahkan turut
bertanggung jawab dalam menciptakan suasana belajar yang membuat murid
merasa diberdayakan. Bahkan kita barangkali harus berani mengakui bahwa
pelajaran PJOK malah masih layak disebut sebagai pelajaran yang otoriter, di mana
Bapak dan Ibu masih mengajar dengan gaya komando. Semua keputusan tentang
apa yang harus dipelajari sudah ditetapkan oleh guru. Murid harus berbaris, berapa
bersaf dan bagaimana baris tersebut dilakukan, semuanya juga ditetapkan oleh
guru. Itulah gambaran umum yang masih terjadi di lapangan.
Modul ini secara substansi memperkenalkan Bapak dan Ibu terhadap pendekatan
pembelajaran berpusat pada murid (PBPM) sebagai terjemahan dari SCL (Students
Centered Learning). Di dalamnya Bapak dan Ibu akan berkenalan dengan konsep,
ciri-ciri, jenis, dan kelebihan PBPM, serta didukung oleh bagian-bagian pembelajaran
berikutnya yang memberi penekanan pada pentingnya Bapak dan Ibu mengenal
minat dan karakteristik murid, pola pertumbuhan murid dan apa saja yang perlu
murid pelajari dan tingkatkan, teori motivasi dan teknik memotivasi melalui PJOK,
pembelajaran terdiferensiasi dalam PJOK, serta pengembangan suara murid
(students choice). Itu semua merupakan sebuah upaya utuh untuk membekali Bapak
dan Ibu dengan seperangkat kompetensi yang diperlukan dalam mengajar dan
memperlakukan murid secara edukatif, yaitu yang menjunjung tinggi penghargaan
kepada eksistensi murid.
Students voice dan pembelajaran terdiferensiasi sendiri merupakan ciri unik dari
Kurikulum Merdeka secara keseluruhan. Pada bagian pembelajaran modul yang
berkaitan dengan dua subyek tersebut, guru diajak untuk memahami benar
mengapa eksistensi siswa perlu diakomodasi dan bahkan diperhitungkan dalam
proses pembelajaran, mengapa aspirasi dan suara atau keinginan mereka perlu
dihargai dan dijadikan salah satu pertimbangan dalam memutuskan unit-unit
pedagogis dalam pembelajaran PJOK. Bahkan dari sisi prinsip pembelajaran
Sebagai upaya agar Bapak dan Ibu menguasai konten modul dengan baik dan
memuaskan, kami sebagai pengembang modul telah menyiapkan langkah-langkah
pembelajaran yang diharapkan membantu. Bapak dan Ibu akan diajak untuk melalui
tahap pembelajaran modul ini melalui 4 tahap; yaitu pertama tahap ‘elaborasi isi’,
tahap ‘penguatan pemahaman’, lalu tahap ‘lakukan’, dan keempat tahap ‘refleksi.’
Saat di tahapan elaborasi isi di dalam modul ini, kami secara sengaja meminta Bapak
dan Ibu untuk mencoba mengaitkan konsep yang sedang dipelajari tersebut dengan
tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Semoga proses pembelajaran yang Bapak dan Ibu lewati di modul ini dapat
memberikan pengalaman baru, bermakna, dan membuka cakrawala berpikir yang
lebih luas, sehingga dapat membantu Bapak dan Ibu dalam melakukan pengelolaan
berbagai program atau kegiatan yang berpihak pada murid di sekolah melalui
Pembelajaran PJOK Berpusat pada Murid. Tetaplah semangat!
Hlm.
Gambar 2 ........................................................................................................................................ 50
Gambar 3 ........................................................................................................................................ 60
Gambar 4 ........................................................................................................................................ 60
Gambar 5 .......................................................................................................................................... 61
Gambar 6 ......................................................................................................................................... 62
Gambar 7 ....................................................................................................................................... 102
Tabel 1 ................................................................................................................................................ 16
Tabel 2 ............................................................................................................................................... 17
Tabel 3 ............................................................................................................................................. 20
Tabel 4............................................................................................................................................... 21
Tabel 5 .............................................................................................................................................. 23
Tabel 6 .............................................................................................................................................. 25
Tabel 7 .............................................................................................................................................. 35
Tabel 8 .............................................................................................................................................. 39
CAPAIAN AKHIR Guru dapat mengetahui siswa mereka dan bagaimana mereka
PELATIHAN belajar dalam PJOK.
PEMBELAJARAN 2
PEMBELAJARAN 3
ELABORASI ISI
Untuk mewujudkan pembelajaran PJOK yang berpusat pada murid, salah satu strategi
yang direkomendasikan adalah pembelajaran berdiferensiasi. Dalam pembelajaran 3 ini,
peserta akan diberikan petunjuk praktis untuk mengembangkan pembelajaran
berdiferensiasi dalam konteks PJOK.
Untuk menguatkan pemahaman dari tiga pembelajaran dalam modul ini, peserta akan menganalisis
dua (2) RPP yang menunjukkan pembelajaran berdiferensiasi dan tidak berdiferensiasi. Peserta
diminta untuk menyampaikan alasan berdasarkan konten, proses, dan produk.
REFLEKSI
Kegiatan refleksi akan mengarahkan peserta untuk mengaitkan konsep yang dipelajari di
dalam modul dengan konteks dan fakta yang terjadi di sekolah masing-masing. Peserta
akan melakukan refleksi berdasarkan pertanyaan panduan yang disediakan.
A. ELABORASI ISI
1. PENDAHULUAN
Sebelum Bapak/Ibu menyimak modul belajar ini, lakukan refleksi sejenak
dengan menjawab pertanyaan di bawah. Harapannya, hati dan pikiran
Bapak/Ibu mulai masuk ke dalam konteks berdasarkan pengalaman.
Sehingga konten modul ini lebih relevan dan kontekstual.
Dalam materi ini, kita akan mengeksplorasi berbagai aspek penting dalam
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) yang memungkinkan murid
untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam pembelajaran mereka. Kami akan
membahas bagaimana murid dapat memahami pentingnya kemampuan
mengarahkan diri sendiri untuk mengambil tanggung jawab yang lebih berarti
dalam pembelajaran untuk kepentingan menguasai materi secara lebih baik.
Penggunaan istilah student centered learning juga dapat merujuk pada pola
pikir pendidikan atau metode instruksional yang mengenali perbedaan
individu pada peserta didik. Dalam pengertian ini, pembelajaran yang
berpusat pada murid menekankan minat, kemampuan, dan gaya belajar
setiap murid.
Dalam SCL, guru akan berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar.
Murid akan dilatih untuk memiliki tanggung jawab atas kegiatan belajarnya
dengan panduan guru sebagai fasilitator agar materi, kegiatan, dan
pengukuran pembelajaran masih dalam koridor capaian pembelajaran
yang diharapkan. Sehingga, guru dapat mendorong perkembangan murid,
bukan satu-satunya sumber belajar.
Hubungan antara murid yang satu dengan yang lainnya adalah setara,
yang tercermin dalam bentuk kerja sama dalam kelompok untuk
menyelesaikan suatu tugas belajar.
1) Guru memiliki wawasan yang luas dan terbuka terhadap masukan dan
kritik yang membangun dari siswanya.
2) Role-Play and Simulation. Metode ini berbentuk interaksi antara dua atau
lebih murid tentang suatu topik atau kegiatan dengan menampilkan
simbol-simbol atau peralatan yang menggantikan proses, kejadian, atau
sistem yang sebenarnya. Jadi dengan model ini murid mempelajari
sesuatu (sistem) dengan menggunakan model.
Tabel 1
Tabel 2
KELEBIHAN KEKURANGAN
A. ELABORASI ISI
Seiring bertambahnya usia, seorang anak menunjukkan karakteristik fisik, sosial,
emosional, dan mental yang berkembang. Seperti yang telah dibahas dalam
Pembelajaran 1, Student Centered Learning (SCL) mengisyaratkan guru hendaknya
mempertimbangkan karakteristik murid dalam menyusun program pembelajaran
yang berpusat pada siswa.
Murid di sekolah berkembang pada tingkat yang berbeda-beda. Apa yang mungkin
menjadi tantangan yang baik untuk anak yang lebih besar mungkin menjadi terlalu
sulit atau membosankan untuk anak yang lebih kecil. Setiap kelompok murid juga
sangat mungkin memiliki minat yang berbeda. Beberapa anak lebih suka kegiatan
yang aktif dan kompetitif, sementara yang lain lebih suka kegiatan yang lebih santai
dan kooperatif.
Perkembangan karakteristik jasmani, sosial, emosional, dan mental ini dapat menjadi
dorongan dasar (basic urge)/minat untuk melakukan atau mencapai sesuatu. Semua
murid memiliki minat yang dipengaruhi secara turun-temurun atau dibentuk oleh
Tabel 3
NO USIA KARAKTERISTIK
Tabel 4
NO USIA KARAKTERISTIK
Berikut beberapa tips tambahan untuk guru PJOK dalam merancang aktivitas
yang sesuai dengan perkembangan fisik anak:
c. Berikan dukungan positif. Anak-anak belajar lebih baik saat merasa didukung
dan diberi semangat. Bersikaplah positif dan antusias terhadap aktivitas yang
Anda pimpin.
Dalam lingkungan sekolah, murid yang belajar di sekolah yang mendukung dan
inklusivitas cenderung memiliki keterampilan sosial yang lebih baik. Murid juga
dapat belajar banyak keterampilan sosial dari teman sebaya mereka, termasuk
ketika melakukan kegiatan fisik dalam PJOK.
Tabel 5
NO USIA KARAKTERISTIK
Bagaimana guru PJOK menciptakan lingkungan yang aman dan suportif agar
murid mengembangkan keterampilan sosial mereka? Berikut adalah langkah
yang dapat dilakukan Bapak/Ibu saat melaksanakan kegiatan PJOK:
a. Tetapkan aturan yang jelas dan tegas. Murid perlu tahu apa yang diharapkan
dari mereka dalam hal perilaku sosial.
Tabel 6
NO USIA KARAKTERISTIK
Jika Bapak/Ibu masih mempertanyakan, apa kaitan antara PJOK dan emosi murid?
Jawabannya dapat dicari dari fenomena atlet yang terkadang mengekspresikan
kegagalan dan kekalahan melalui aksi yang kurang tepat, misalnya marah dan adu jotos
dengan lawan main. Tidak hanya di lapangan, manajemen diri dalam keseharian juga
dapat dikembangakan melalui kegiatan PJOK.
Untuk melatih emosi murid, sesuai dengan perkembangan karakteristik emosional dalam
tabel di atas, guru PJOK dapat membantu murid mengelola emosi mereka dengan cara
sebagai berikut:
a. Menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. Murid perlu merasa aman dan
didukung untuk dapat mengelola emosi mereka dengan cara yang sehat. Guru
pendidikan jasmani dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung
dengan menetapkan aturan dan harapan yang jelas, bersikap adil dan konsisten, serta
memberikan penguatan positif.
A. ELABORASI ISI
Ki Hajar Dewantara telah menyampaikan bahwa maksud dari pendidikan adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai
manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Sebagai pendidik, Bapak/Ibu tentu menyadari bahwa setiap anak adalah unik dan
memiliki kodratnya masing-masing yang dicerminkan juga dalam berbagai
karakteristik yang telah disampaikan dalam Pembelajaran 2. Tugas kita sebagai guru
adalah menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan setiap anak untuk
dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan kodratnya masing-
masing. Dengan begitu, guru dapat berpartisipasi dalam memastikan bahwa dalam
proses pembelajaran, anak-anak tersebut merasa aman dan bahagia.
Setiap murid yang duduk di kelas kita adalah individu yang unik dan ini seharusnya
menjadi dasar dari praktik-praktik pembelajaran yang kita lakukan di kelas dan di
sekolah, serta menjadi kerangka acuan saat mengevaluasi praktik-praktik
pembelajaran kita. Seperti yang dibahas dalam Pembelajaran 2, setiap murid di kelas
Bapak/Ibu mungkin memiliki karakteristik jasmani, sosial, emosional, dan mental
yang berbeda.
Bapak/Ibu mungkin pernah berada dalam posisi ketika membantu sebagian kecil
murid yang mengalami kesulitan melakukan loncat jauh. Di saat yang bersamaan
sebagian besar murid lain dengan lancar menyelesaikan. Akibatnya, Bapak/Ibu
tidak bisa mengontrol aktivitas semua murid.
Dengan kata lain, semua murid belajar materi yang serupa, tetapi strategi untuk
mencapai tujuan bersama tergantung pada tingkat perkembangan individu dan
gaya belajar murid (Ellis, Lieberman, & LeRoux, 2010). Dalam pengajaran
terdiferensiasi, tiga (3) elemen kurikulum dapat dibedakan berdasarkan
kebutuhan murid yaitu; konten, proses, dan produk.
1) apa saja pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini (pra-
knowledge) untuk membantu memahami konsep/aktivitas yang akan
dipelajari?,
2) dalam pembelajaran PJOK, apa saja gerak dasar dan pengalaman aktivitas
olahraga yang pernah, dan/sudah dikuasai murid sebagai dasar dari
aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan
b. MINAT MURID
Di samping perkembangan karakteristik yang menjadi pertimbangan dalam
memilih aktivitas PJOK, juga perlu guru mengetahui sifat anak yang secara
alamiah memiliki keinginan-keinginan yang manusiawi, minat. Mengetahui
minat murid akan membantu guru untuk menyiapkan kegiatan dan pola
interaksi yang dibutuhkan ketika mengajar PJOK. Mari kita lihat keinginan
anak tersebut di bawah ini:
Keinginan anak untuk menjadi bugar, sehat, dan menarik sangat penting
dipertimbangkan guru PJOK. Masyarakat sadar akan perlakuan negatif
dan masalah yang dihadapi individu sepanjang hidup jika mereka
kelebihan berat badan, lemah, atau tidak menarik.
Orang yang sehat secara fisik merasa fit dan sehat dapat membanggakan
citra positif tersebut kepada orang lain. Keberhasilan ini menambah
konsep diri yang positif. Sebaliknya, orang yang kelebihan berat badan
sering mengalami kesulitan dalam kegiatan sehari-hari sederhana seperti
berpakaian, duduk, dan berjalan, mereka mungkin memiliki citra diri yang
negatif dan sering tidak dapat berpartisipasi dalam atau ketika menikmati
banyak kegiatan.
Tabel di bawah adalah contoh dokumen yang dapat dikembangkan oleh guru
PJOK untuk membuat Profil Belajar Murid. Ingat! Gunakan tabel ini sebagai
salah satu referensi saja. Bapak/Ibu dapat mengembangkan sendiri sesuai
kebutuhan.
KESIAPAN BELAJAR
PRE-
NO NAMA MINAT KNOWLLEDGE &
KARAKTER KARAKTER KARAKTER KARAKTER PENGALAMAN
JASMANI SOSIAL EMOSIONAL MENILAI
2) Dalam kolom minat, Bapak/Ibu dapat mengobservasi apa saja minat siswa
dari kategori minat yang disampaikan dalam sub-bab ‘Minat Murid’ dalam
Pembelajaran 3 ini.
2) Jika dalam satu kelas terdapat 40 murid, guru tidak harus merancang 40
aktivitas berdasarkan 40 profil, tetapi gunakan kategori yang sudah
dibuat.
a. DIFERENSIASI KONTEN
Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid. Konten merupakan
materi/bahan ajar dan materi belajar dapat berupa pengetahuan, konsep atau
keterampilan yang harus dikuasai oleh murid, sesuai dengan standar
kurikulum.
b. DIFERENSIASI PROSES
Diferensiasi Proses merujuk pada strategi membedakan proses yang harus
dijalani oleh murid. Proses di sini juga mengacu pada bagaimana murid akan
memahami atau memaknai apa informasi atau aktivitas yang dipelajari.
c. DIFERENSIASI PRODUK
Diferensiasi produk adalah cara murid untuk menunjukkan apa yang telah
mereka ketahui, pahami dan mampu lakukan selama periode pembelajaran
tertentu. Produk merupakan hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang harus
ditunjukkan oleh murid kepada kita. Produk adalah sesuatu yang berwujud.
Bisa berbentuk karangan atau tulisan, hasil tes, pertunjukan, presentasi,
pidato, rekaman, diagram dan lain sebagainya.
Tabel 8
B. KUATKAN PEMAHAMAN
Setelah mempelajari uraian materi pembelajaran PJOK berpusat pada murid, saat
ini Bapak/Ibu akan melakukan kegiatan bersama fasilitator yang diharapkan dapat
untuk menguatkan pemahaman terkait materi. Aktivitas pertama adalah dengan
meninjau ulang konsep-konsep kunci dari materi, disusul dengan aktivitas kedua,
yaitu menganalisis dua (2) RPP yang menunjukkan pembelajaran berdiferensiasi dan
C. REFLEKSI
Setelah menyimak uraian terkait
1. Student Centered Learning,
2. Karakteristik Perkembangan Murid, dan
3. Pembelajaran Berdiferensiasi,
berhentilah sejenak dan resapi. Gunakan panduan pertanyaan di bawah ini untuk
membantu Bapak/Ibu merefleksikan konsep-konsep dalam modul ini dengan
pengalaman dan fakta yang terjadi di sekolah.
Tabel 9
PERTANYAAN JAWABAN
__________________________________
__________________________________
Inspirasi apa yang Bapak/Ibu __________________________________
dapatkan dari modul ini untuk __________________________________
diterapkan dalam pembelajaran __________________________________
PJOK di sekolah? __________________________________
__________________________________
__________________________________
Bernstein, E., Phillips, S. R., & Silverman, S. (2011). Attitudes and Perceptions of Middle School
Students toward Competitive Activities in Physical Education. Journal of Teaching in
Physical Education, 30, 69-83. https://doi.org/10.1123/jtpe.30.1.69
Cardinal, B.J., Yan, Z., Cardinal, M. K. 2013. Negative Experiences in Physical Education and Sport:
How Much Do They Affect Physical Activity Participation Later in Life? Journal of Physical
Education, Recreation & Dance. 84(3):49-53.
Cothran, Donetta J. and Ennis, Catherine D. 1997. Students' and teachers' perceptions of conflict and
power. Teaching and Teacher Education, 13(5), 541–553. https://doi.org/10.1016/S0742-
051X(97)85542-4
Couturier, L. E., Chepko, S., & Coughlin, M. A. (2005). Student Voices—What Middle and High School
Students Have to Say about Physical Education. Physical Educator, 62, 170-177.
Dagkas, Symeon and Armour, Kathleen. 2011. Inclusion and Exclusion Through Youth Sport. (1st Ed.).
Routledge. London.
Darling-Hammond, Linda and Mclaughlin, Milbrey. Policies that Support Professional Development
in an Era of Reform. Phi Delta Kappan, 1995, 76(8) pp 597–604
Darst, Paul W., and Pangrazi, Robert P. 2015. Dynamic physical education for secondary school
students. Eighth edition. Pearson Education.
Graham, George. 1995. Physical Education through Students' Eyes and in Students' Voices:
Implications for Teachers and Researchers. Journal of Teaching in Physical Education, v14
n4 p478-82 Jul 1995.
Gunter, Helen and Thomson, Pat. 2007. But, where are the children? Management in Education.
Volume 21, Issue 1.
Hobin, E. P., Leatherdale, S. T., Manske, S. R., Burkhalter, R., & Woodruff, S. J. (2010). A Multilevel
Examination of School and Student Characteristics Associated with Physical Education
Class Enrollment among High School Students. Journal of School Health, 80, 445-452.
Lawson. Hal A. 1998. Rejuvenating, reconstituting, and transforming physical education to meet the
needs of vulnerable children, youth, and families. Journal of Teaching in Physical Education.
10/1
National Association for Sport and Physical Education [NASPE] & American Heart Association, 2012.
2012 Shape of the Nation Report: Status of Physical Education in the USA. American Alliance
for Health, Physical Education, Recreation and Dance.
https://www.shapeamerica.org/advocacy/son/2012/
Pagnano, Karen. Find Meaning in Middle School Physical Education. Eric. Teaching Elementary
Physical Education, v17 n4 p12-14 Jul 2006
Pangrazi, Robert P. and Beighle, Aaron. 2017. Dynamic physical education for elementary school
children (Eighteenth edition). Pearson Education.
Quaglia, Russell J. 2016. School Voice Report 2016. Quaglia Institute for School Voice and
Aspirations. Corwin Press.
Trudeau, François and Shephard, Roy J., Relationships of Physical Activity to Brain Health and the
Academic Performance of Schoolchildren. American Journal Of Lifestyle Medicine
OnlineFirst, published on November 6, 2009.
Shimon, Jane M. 2011. Introduction to teaching physical education : principles and strategies. Human
Kinetics P.O. Box 5076. Champaign, IL.
https://www.education.vic.gov.au/school/teachers/teachingresources/di
scipline/humanities/civics/Pages/studentvoice.aspx diunduh pada tanggal 25 Juni 2023
4. Menurut Siswono dan Karsen (2008), Student Center Learning (SCL) adalah
model pembelajaran yang fokus pada kebutuhan, kemampuan, minat dan gaya
pembelajaran dari murid dengan pengajar sebagai fasilitator pembelajaran,
sehingga menjadikan setiap murid untuk lebih aktif dan mampu untuk
bertanggungjawab terhadap proses pembelajarannya sendiri.
Para ahli teori seperti John Dewey, Jean Piaget, dan Lev Vygotsky, yang bekerja
sama dalam mempelajari bagaimana murid belajar, merupakan pendukung utama
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada murid. Dewey adalah pendukung
pendidikan progresif yang meyakini bahwa pembelajaran adalah proses sosial dan
Teori penentuan nasib sendiri fokus pada sejauh mana motivasi individu dan
"kebebasan berperan dalam menentukan nasib sendiri". Ketika murid diberi
kesempatan untuk mengontrol pembelajaran mereka sendiri, pembelajaran menjadi
lebih bermakna dan memberikan insentif yang lebih besar. Menempatkan murid di
pusat proses pembelajaran memungkinkan mereka untuk mengembangkan harga
diri sendiri, yang pada gilirannya meningkatkan motivasi intrinsik.
Perbedaan lebih lanjut antara kelas yang berpusat pada guru dan kelas yang
berpusat pada murid adalah peran guru sebagai fasilitator, bukan hanya instruktur.
Pada dasarnya, tujuan guru dalam proses pembelajaran adalah membimbing murid
untuk membuat interpretasi baru dari materi pembelajaran, sehingga mereka benar-
benar "mengalami" kontennya, yang sejalan dengan gagasan Rogers bahwa
"pembelajaran yang signifikan terjadi melalui pengalaman".
1. Aktif. Memungkinkan murid dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang
menarik dan bermakna.
A. POLA PERTUMBUHAN
Guru dan orang tua secara teratur memantau anak-anak mereka untuk mengetahui
apakah anak mereka tumbuh dan kembang secara normal. Kurva jarak, yang
memplot tinggi dan bobot pada grafik dari tahun ke tahun, menunjukkan harapan
tentang tinggi dan berat badan pada usia tertentu.
Cara lain untuk memeriksa pola pertumbuhan adalah dengan melihat kurva
kecepatan (Gambar 3.1), yang menunjukkan seberapa tinggi seorang anak dapat
diharapkan tumbuh dari tahun ke tahun. Anak-anak mengalami periode
pertumbuhan yang cepat sejak lahir hingga usia 5 tahun. Dari usia 6 hingga awal
masa remaja, pertumbuhan melambat. Ketika pertumbuhan fisik cepat, kemampuan
untuk mempelajari keterampilan motorik baru umumnya menurun. Karena tingkat
Selama masa remaja, anak-anak tumbuh dengan cepat hingga mencapai usia
dewasa. Di sekolah dasar, anak laki-laki umumnya lebih tinggi dan lebih berat. Anak
perempuan mencapai percepatan pertumbuhan remaja terlebih dahulu, tumbuh
lebih tinggi dan lebih berat selama kelas enam dan tujuh. Percepatan pertumbuhan
ini kemungkinan terkait dengan anak perempuan yang mencapai pubertas lebih
awal. Dalam beberapa tahun terakhir, usia rata-rata ketika anak perempuan
mencapai pubertas telah menurun.
Anak-anak bukanlah orang dewasa kecil. Proporsi mereka secara dramatis berbeda
dari orang dewasa. Anak-anak kecil memiliki ukuran tungkai yang relatif pendek
untuk tinggi badan mereka secara keseluruhan. Togoknya lebih panjang dalam
kaitannya dengan tungkai selama masa kanak-kanak. Rasio panjang tungkai (tinggi
berdiri) terhadap panjang togok (tinggi duduk) serupa untuk anak laki-laki dan
perempuan sampai usia 11 tahun. Kepala membentuk seperempat dari total panjang
anak saat lahir, tetapi hanya sekitar seperenam pada usia 6 tahun. Gambar 3.4
menunjukkan bagaimana proporsi tubuh berubah dengan pertumbuhan. Karena
murid K-2 memiliki tungkai pendek dalam kaitannya dengan tubuh bagian atas
mereka, mereka "sangat berat" dan jatuh lebih mudah daripada orang dewasa.
Mereka juga berjuang dengan kegiatan seperti push-up dan sit up karena ini. Pusat
gravitasi mereka yang lebih tinggi secara bertahap menurun, memberi anak-anak
Gambar 1
Ectomorph sangat tipis, dengan perkembangan otot minimum, dan ditandai sebagai
"kurus." Anak-anak ektomorfik mungkin kurang mahir dalam kegiatan yang
membutuhkan kekuatan dan power tetapi mampu melakukan dengan baik dalam
kegiatan ketahanan aerobik seperti jogging, lari lintas alam, dan trek dan lapangan.
Endomorph lunak dan bulat, dengan perut yang terlalu menonjol. Anak-anak
endomorfik dapat berkinerja buruk di banyak bidang, termasuk kegiatan
berorientasi keterampilan aerobik dan anaerobik. Anak-anak yang kelebihan berat
badan umumnya dirugikan dalam semua fase kinerja fisik. Inti dari pemikiran tentang
somatotype adalah menjadi lebih sensitif tentang bagaimana tipe tubuh
mempengaruhi kinerja fisik. Klasifikasi somatotype menggambarkan bagaimana
secara dramatis anak-anak berbeda dalam fisik dan bagaimana instruksi pendidikan
jasmani harus dimodifikasi untuk mengakomodasi perbedaan- perbedaan individu
ini.
C. KEMATANGAN SKELETAL
Kematangan fisik sangat mempengaruhi kinerja murid dalam pendidikan jasmani.
Kematangan biasanya diukur dengan membandingkan usia kronologis (yaitu, usia
dalam hari, bulan, dan tahun) dengan usia kerangka. Osifikasi (pengerasan) dari
tulang terjadi di pusat-pusat poros tulang dan di ujung tulang panjang (lempeng
pertumbuhan). Tingkat pengerasan secara akurat menunjukkan usia kerangka anak.
Usia kerangka adalah ukuran kematangan sejati yang diidentifikasi dengan x-ray
tulang pergelangan tangan dan membandingkan perkembangan tulang subjek
dengan satu set x-ray standar (Roche, Chumlea, & Thissen, 1988). Seorang anak
yang usia kronologisnya melebihi usia kerangkanya dikatakan terlambat (atau
ketinggalan) dewasa. Jika usia kerangka anak melebihi usia kronologisnya, di sisi
lain, ia diberi label dewasa awal (atau cepat dewasa).
Anak-anak dari kedua jenis kelamin yang matang lebih awal umumnya lebih berat
dan lebih tinggi untuk usia mereka daripada murid rata-rata atau yang terlambat
matang. Anak-anak yang kelebihan berat badan (endomorphs) seringkali lebih
dewasa untuk usia mereka daripada anak-anak dengan berat badan normal dan
membawa lebih banyak otot dan jaringan tulang. Namun, anak-anak yang kelebihan
berat badan juga membawa persentase berat badan yang lebih besar daripada
jaringan lemak (Malina, Bouchard, Bar-Or, 2004), membuat mereka kurang efisien
dan menurunkan kinerja motorik mereka. Kinerja motorik anak laki-laki berhubungan
dengan kematangan kerangka karena anak laki-laki yang lebih dewasa biasanya
berkinerja lebih baik pada tugas-tugas motorik (Clarke, 1971). Untuk anak
perempuan, kinerja motorik tampaknya tidak terkait dengan kematangan fisiologis.
Kedua temuan ini menunjukkan bahwa perkembangan motorik mengikuti jalan yang
berbeda untuk anak laki-laki daripada anak perempuan (Gidley Larson et al., 2007).
Selanjutnya, Malina (1978) menemukan bahwa pematangan yang terlambat
umumnya dikaitkan dengan kinerja motorik yang luar biasa.
Guru pendidikan jasmani sering meminta murid untuk belajar pada tingkat yang
sama, terlepas dari tingkat kematangan. Praktek ini dapat merugikan
perkembangan murid yang jatuh tempo pada tingkat yang lebih cepat atau lebih
lambat. Murid tidak matang pada tingkat yang sama dan tidak pada tingkat kesiapan
yang sama untuk belajar (Gambar 3.5). Menawarkan spektrum yang luas dari
memiliki keuntungan, bahkan jika mereka mirip dengan anak perempuan dalam hal
tinggi dan massa. Ketika memasangkan anak-anak untuk kegiatan, jangan bermitra
murid dengan seseorang yang jauh lebih tinggi dan lebih berat (atau lebih dewasa)
dan dengan demikian lebih kuat.
Jaringan otot rangka mengandung serat yang berkontraksi cepat (fast twitch—FT)
dan serat yang berkontraksi lambat (slow twitch—ST) (Saltin, 1973). Persentase
serat yang berkontraksi cepat versus lambat bervariasi dari otot ke otot dan di
antara individu. Persentase masing-masing jenis serat otot ditentukan selama
minggu-minggu pertama kehidupan pasca kelahiran (Dubowitz, 1970). Sebagian
besar individu memiliki proporsi 50-50, yaitu, setengah dari serat otot adalah FT
Apa pentingnya variasi dalam rasio jenis serat otot? Serat ST memiliki pasokan
darah yang kaya dan mekanisme energi terkait. Ini menghasilkan serat otot yang
berkontraksi perlahan dan tahan lelah yang cocok untuk aktivitas ketahanan
(aerobik) (misalnya, lari jarak jauh). Sebaliknya, serat FT mampu melakukan
semburan aktivitas intens tetapi mengalami kelelahan yang cepat. Serat ini sangat
cocok untuk kegiatan yang menuntut kecepatan dan kekuatan jangka pendek
(misalnya, pull-up, lompat jauh berdiri, dan shuttle run, atau lari sprint).
Anehnya, anak-anak usia sekolah dasar yang melakukan yang terbaik dalam
kegiatan yang membutuhkan serat FT juga melakukan yang terbaik dalam lari jarak
jauh (Krahenbuhl & Pangrazi, 1983). Spesialisasi metabolisme serat otot tidak terjadi
sampai remaja, ketika ada peningkatan testosteron pada awal pubertas. Ini
memberikan argumen kuat untuk menjaga semua anak terlibat dalam berbagai
kegiatan fisik sepanjang tahun-tahun dasar. Seorang anak yang berprestasi buruk di
sekolah dasar dapat melakukannya dengan cukup baik selama dan setelah masa
remaja ketika persentase serat ST yang lebih tinggi akan membantu dalam kegiatan
aerobik atau persentase serat FT yang lebih tinggi akan membantu mereka dalam
olahraga tim yang menuntut kecepatan dan kekuatan. Merancang program yang
menggabungkan kegiatan menggunakan berbagai atribut fisik (yaitu, daya tahan,
keseimbangan, dan fleksibilitas) sangat penting.
Anak-anak menunjukkan tingkat pemulihan yang cepat setelah olahraga berat. Guru
harus menggunakan tingkat pemulihan cepat anak untuk keuntungan penuh.
Latihan sekitar 30 detik harus diselingi dengan periode pemulihan peregangan dan
gerakan non-lokomotor. Pelatihan interval sangat efektif dengan anak-anak karena
memungkinkan mereka untuk berolahraga aerobik dan kemudian pulih. Selanjutnya,
penelitian menunjukkan bahwa aktivitas intermiten yang disediakan oleh pelatihan
interval melepaskan jumlah optimal hormon pertumbuhan (Bailey et al., 1995).
Anak-anak yang kelebihan berat badan jarang melakukan aktivitas fisik yang setara
dengan anak-anak yang lebih ramping. Hal ini disebabkan, sebagian, karena
metabolisme kerjanya yang lebih besar. Anak-anak yang kelebihan berat badan
membutuhkan penyerapan oksigen yang lebih tinggi untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan. Artinya, dibutuhkan lebih banyak energi dan oksigen bagi murid
yang kelebihan berat badan untuk jogging atau berjalan dengan kecepatan yang
sama dengan teman sebaya yang lebih ramping. Anak-anak yang kelebihan berat
badan harus bekerja pada persentase yang lebih tinggi dalam hal penyerapan
oksigen maksimalnya. Biasanya, nilai serapan maksimal mereka lebih rendah
daripada anak-anak kurus. Ini menyebabkan kapasitas cadangan mereka kurang
optimal dan membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas
dibandingkan dengan remaja dengan berat badan normal.
Reaksi-reaksi ini berkontribusi pada persepsi umum di kalangan guru bahwa "anak-
anak yang kelebihan berat badan tidak suka berlari." Guru harus memahami bahwa
Dasarkan beban kerja murid kepada waktu tempuh, bukan pada jarak. Pelari yang
ramping dan efisien dapat diharapkan untuk bergerak lebih jauh daripada murid
yang kelebihan berat badan selama periode waktu yang ditentukan. Semua anak
seharusnya tidak diharuskan untuk melakukan beban kerja yang sama. Tidak masuk
akal untuk mengharapkan anak-anak yang kelebihan berat badan mampu
melakukan beban kerja yang serupa dengan anak-anak kurus dan ektomorfik.
Program latihan untuk anak-anak yang kelebihan berat badan harus dirancang untuk
meningkatkan pengeluaran kalori daripada meningkatkan kebugaran
kardiovaskular. Intensitas kegiatan harus sekunder terhadap jumlah waktu murid
melakukan beberapa jenis kegiatan moderat.
Jika anak terbaik selalu ditugaskan pada posisi yang membutuhkan keterampilan
paling banyak, yang berbakat akan diuntungkan, tetapi mengorbankan anak-anak
lain. Karena semua anak berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar
keterampilan olahraga, guru harus memastikan bahwa semua anak dapat atau
pernah memainkan semua posisi dan menerima jumlah waktu latihan yang sama.
Jumlah umpan balik positif harus serupa untuk semua anak, terlepas dari tingkat
A. POLA PERTUMBUHAN
Pematangan dini cenderung meningkatkan peluang untuk sukses dalam aktivitas
fisik. Orang-orang muda yang matang lebih awal kadang-kadang bisa lebih baik
dalam olahraga daripada rekan-rekan mereka yang berkembang kemudian karena
mereka mencapai kesuksesan lebih cepat dan menerima lebih banyak kesempatan
untuk melatih keterampilan. Orang yang kematangannya terlambat mungkin
tertinggal karena mereka tidak mampu berhasil dalam keterampilan yang kompleks,
dan dengan demikian dapat dianggap sebagai kelemahan dalam kegiatan
kelompok. Ketika murid yang berkembang lebih lambat ini mencapai kedewasaan,
kurangnya kesempatan latihan mereka dapat membatasi kemampuan mereka untuk
mengejar ketinggalan dengan teman sebaya. Orang tua sering ingin mengetahui
perawakan fisik anak mereka dibandingkan dengan anak-anak lain pada usia yang
sama. Berat dan perawakan (tinggi) untuk persentil usia telah diproduksi untuk
tujuan ini. Gambar 3.2 dan 3.3 menampilkan persentil perawakan dan berat badan
tersebut. Bagan ini adalah cara terbaik untuk menunjukkan kepada orang tua dan
murid bagaimana tinggi dan berat badan mereka dibandingkan dengan murid lain.
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 3.4. Kurva Jarak Pertumbuhan Tinggi dan Berat Badan Gambar 3.5, Kurva
Kecepatan Pertumbuhan Tinggi Badan
Seiring bertambahnya usia, murid yang matang lebih awal mungkin menjadi putus
asa karena rekan-rekan mereka yang semula ketinggalan meningkat lebih dari
mereka. Sebaliknya, orang yang matang awal dapat membuat orang yang matang
lambat merasa tidak kompeten dalam melakukan tugas-tugas fisik. Pada tahun-
Anak laki-laki terus berkembang pesat sepanjang sekolah menengah. Hal ini sering
membuat waktu yang sulit bagi mereka untuk belajar dan melakukan keterampilan
motorik. Di sisi lain, pertumbuhan anak perempuan telah melambat pada kelas tujuh
atau delapan, meningkatkan kesiapan mereka untuk mempelajari keterampilan baru.
Fokus pada pembelajaran keterampilan motorik harus diminimalkan selama periode
pertumbuhan yang cepat ini, karena inilah waktu untuk memberi penekanan pada
lingkungan belajar yang positif dan belajar pola gerakan yang benar (sebagai
kebalikan dari periode pertumbuhan lambat dengan fokus pada belajar
keterampilan) sampai pertumbuhan melambat.
Percepatan pertumbuhan yang cepat ini para remaja serasa membawa tubuh
"baru". Kepala adalah sekitar 90 persen dari ukuran dewasa pada usia enam tahun,
sehingga ketika remaja memasuki masa remaja, mereka menjadi kurang berat.
Mereka harus beradaptasi dengan pusat gravitasi yang lebih rendah saat mereka
tumbuh "ke kepala mereka," dan lengan dan kaki mereka bertambah panjang
sebanding dengan togok mereka. Selain itu, terjadi diferensiasi serat otot, artinya
remaja sekarang memiliki kombinasi serat otot berkedut lambat (aerobik/slow-
twitch) dan cepat (anaerobik/fast-twitch). Perubahan ini menyebabkan mereka
mungkin tidak lagi unggul pada jenis kegiatan tertentu karena perubahan fisiologi
otot mereka.
Anak-anak usia sekolah dasar tidak memiliki diferensiasi serat otot, sehingga mereka
yang unggul dalam aktivitas anaerobik juga cenderung unggul dalam aktivitas
aerobik. Diferensiasi serat otot terjadi selama percepatan pertumbuhan remaja. Para
murid yang berakhir dengan lebih banyak serat lambat cenderung melakukan lebih
baik pada aktivitas aerobik sementara mereka yang memiliki proporsi serat
berkedut cepat yang lebih tinggi berkinerja lebih baik dalam aktivitas anaerobik.
Program sekolah menengah berbasis luas harus menawarkan murid kesempatan
untuk menemukan bidang kompetensi fisik baru mereka.
B. KEMATANGAN FISIK
Guru PJOK secara teratur membahas kematangan sosial murid tanpa
mempertimbangkan kematangan fisik. Kematangan fisik, bagaimanapun, memiliki
dampak yang kuat pada penampilan murid dalam tugas fisik. Metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi kematangan fisik remaja adalah dengan
membandingkan usia kronologis dan usia kerangka. Osifikasi (terjadinya tulang
rawan berubah menjadi tulang) terjadi di tengah poros tulang dan di ujung tulang
panjang (lempeng pertumbuhan). Pematangan fisik atau usia kerangka
(diidentifikasi dengan membandingkan perkembangan tulang pergelangan tangan
subjek dengan satu set sinar-X standar) memberikan data objektif tentang
kematangan fisik (Roche, Chumlea, & Thissen 1988; Malina, Bouchard, & Bar-Or
2004). Jika usia kronologis lebih besar dari usia rangka, anak dikatakan terlambat
(atau lambat) dewasa. Di sisi lain, jika usia kerangka maju melampaui usia kronologis,
murid diberi label dewasa awal (atau cepat).
Murid yang matang lebih awal dari kedua jenis kelamin umumnya lebih berat dan
lebih tinggi untuk usia mereka daripada murid yang rata-rata atau terlambat
matang. Remaja yang kelebihan berat badan seringkali lebih dewasa untuk usia
Kinerja motorik laki-laki terkait dengan kematangan awal; Anak laki-laki yang lebih
dewasa biasanya tampil lebih baik pada tugas-tugas motorik (Malina, Bourchard, &
Bar-Or 2004). Untuk wanita, bagaimanapun, kinerja motorik tampaknya kurang
terkait dengan kematangan fisiologis. Karena banyak olahraga membutuhkan
ukuran dan kekuatan, ada kemungkinan bahwa laki-laki dewasa awal memiliki
keuntungan yang kuat dalam kegiatan olahraga. Ini menunjukkan perlunya
merancang kurikulum pendidikan jasmani untuk memenuhi kebutuhan orang
dewasa awal dan akhir. Termasuk unit pengajaran yang menekankan kegiatan yang
tidak terlalu besar pada kekuatan dan lebih pada kapasitas aerobik, kelincahan,
keseimbangan, dan koordinasi. Pengajaran yang memaksa murid untuk belajar pada
tingkat yang sama atau berpartisipasi dalam kegiatan yang sama untuk murid lain,
berdampak negatif terhadap seluruh kelompok. Praktik ini memperlambat murid
berbakat dan membuat frustasi murid yang kurang mampu. Guru sering
mengharapkan murid untuk melakukan kegiatan yang sama pada saat yang sama,
terlepas dari tahap kematangan anak. Murid tidak matang pada tingkat kecepatan
yang sama dan karena itu anak-anak dari satu kelas tidak berada pada tingkat
kesiapan yang sama untuk belajar. Jika pendidikan jasmani ditujukan untuk semua
murid, kurikulum harus menawarkan pengalaman sukses bagi semua peserta
terlepas dari tingkat kemampuan pribadi.
D. KAPASITAS AEROBIK
Daya aerobik maksimal adalah kemampuan maksimum individu untuk
menggunakan oksigen dalam tubuh untuk tujuan metabolisme. Penyerapan oksigen
seorang individu, menentukan kualitas kinerja yang berorientasi pada daya tahan.
Daya aerobik meningkat dengan usia kronologis selama tahun-tahun sekolah dasar
pada pria dan wanita pada tingkat yang sama, meskipun pria menunjukkan tingkat
yang lebih tinggi sedini usia lima tahun (Malina, Bouchard, & Bar-Or 2004). Pada
usia dua belas tahun, penyerapan oxygen terus meningkat pada pria dan berhenti
membaik pada wanita setelah usia empat belas tahun. Karena kekuatan aerobik
maksimal terkait erat dengan massa tubuh tanpa lemak, pengurangan kekuatan
aerobik pada anak perempuan, menunjukkan adanya peningkatan lemak tubuh alat-
alat reproduksi mereka. Ketika kekuatan aerobik berhubungan dengan massa otot
dan penyesuaian dilakukan untuk perbedaan lemak tubuh, kekuatan aerobik
menjadi sama antara kedua jenis kelamin.
Metode lain untuk melihat kekuatan aerobik pada anak-anak muda adalah dengan
menyesuaikan penyerapan oksigen maksimum mereka berdasarkan berat badan per
kilogram. Ketika disesuaikan dengan cara ini, kekuatan aerobik menunjukkan sedikit
perubahan untuk laki-laki (tidak ada peningkatan) dan penurunan terus-menerus
untuk perempuan (Malina, Bouchard, & Bar-Or 2004). Sekali lagi, penurunan di
kalangan wanita ini sebagian besar disebabkan oleh peningkatan lemak tubuh dan
penurunan proporsional dalam massa tubuh tanpa lemak. Kurangnya peningkatan
ini menimbulkan pertanyaan, apakah aktivitas jasmani yang mereka lakukan
meningkatkan kinerja aerobik mereka.
Mengembangkan sikap positif terhadap kebugaran dan aktivitas fisik lebih penting
daripada melatih dan menguji murid untuk melihat apakah mereka dapat mencapai
kapasitas maksimum dan batas fisik mereka. Beberapa orang dewasa berolahraga
sepanjang hidup mereka menggunakan aktivitas intensitas tinggi.
Tetapkan beban kerja untuk murid berdasarkan waktu daripada jarak atau
intensitas. Pelari berbakat aerobik harus diharapkan untuk bergerak lebih jauh dan
lebih cepat daripada pelari yang kelebihan berat badan selama periode waktu yang
ditentukan. Semua murid tidak perlu dan tidak harus melakukan jumlah latihan yang
sama. Sama seperti orang tidak akan mengharapkan murid kelas tujuh untuk
melakukan beban kerja yang sama dengan senior sekolah menengah, karena tidak
F. KEKUATAN
Kekuatan otot meningkat secara linear dengan usia kronologis (Malina, Bouchard, &
Bar-Or 2004) sampai remaja, pada saat itu terjadi peningkatan kekuatan yang
cepat. Kekuatan berhubungan dengan ukuran tubuh dan massa tubuh tanpa lemak.
Ketika perbedaan kekuatan antara jenis kelamin disesuaikan dengan tinggi badan,
tidak ada perbedaan dalam kekuatan tubuh bagian bawah dari usia tujuh sampai
tujuh belas tahun. Namun, ketika penyesuaian yang sama dilakukan untuk kekuatan
tubuh bagian atas, remaja laki-laki memiliki ekstremitas atas dan kekuatan togok
yang lebih besar. Pria dan wanita dapat bersaing dalam kondisi yang agak genap
dalam kegiatan yang menuntut kekuatan kaki, terutama jika ukuran dan massa
serupa. Di sisi lain, dalam kegiatan yang menuntut kekuatan lengan atau togok, laki-
laki memiliki keuntungan yang pasti, bahkan jika mereka mirip dengan perempuan
dalam tinggi dan massa. Pertimbangan ini penting ketika murid dipasangkan untuk
menciptakan kesetaraan dalam situasi kompetitif.
Apa pentingnya variasi dalam rasio jenis serat otot untuk pelajaran PJOK? Serat ST
memiliki pasokan darah yang kaya dan mekanisme energi terkait. Ini menghasilkan
serat otot yang berkontraksi perlahan dan tahan lelah yang sangat cocok untuk
aktivitas daya tahan (aerobik). Sebaliknya, serat FT mampu melakukan semburan
aktivitas intens (anaerobik) tetapi mengalami kelelahan yang cepat. Serat ini sangat
cocok untuk kegiatan yang menuntut kecepatan dan kekuatan jangka pendek
(seperti pull up, lompat jauh tanpa awalan, dan shuttle run). Serat ST memfasilitasi
kinerja dalam lari jarak jauh atau aktivitas berorientasi daya tahan lainnya. Jika
seseorang memiliki rasio serat ST yang tinggi, mereka mungkin memiliki kinerja
kurang baik dalam program pendidikan jasmani yang didominasi oleh olahraga tim
yang mengutamakan kecepatan dan kekuatan. Di sisi lain, murid yang sama ini akan
berkinerja baik dalam kegiatan aerobik seperti senam aerobik, lari lintas alam, dan
petualangan. Merancang program yang menawarkan kegiatan yang menuntut
berbagai atribut fisik — yaitu, daya tahan, keseimbangan, dan fleksibilitas — sangat
penting jika semua murid memiliki pengalaman yang sukses.
Ambil koran apa saja, dan akan ada artikel tentang manfaat yang diperoleh dari gaya
hidup aktif. Sayangnya, antusiasme bangsa untuk aktivitas fisik tidak mempengaruhi
program pendidikan jasmani. Dalam Sistem Pengawasan Perilaku Risiko Pemuda
(USDHHS 2012), kurang dari 28,7 persen murid melaporkan bahwa mereka
mengumpulkan enam puluh menit dari semua jenis aktivitas fisik dalam tujuh hari
sebelum survei. Di sisi lain, 31,1 persen murid bermain video atau permainan
komputer selama tiga jam atau lebih per hari. Sayangnya, hanya 35,5 persen anak
laki-laki SMA dan 27,2 persen anak perempuan SMA menghadiri kelas pendidikan
jasmani harian selama tahun ajaran 2009-2010 (USDHHS 2012). Statistik ini
menunjukkan betapa pentingnya bagi guru pendidikan jasmani untuk
mempromosikan aktivitas fisik bagi murid di luar lingkungan sekolah. Sekolah pada
dasarnya adalah kegiatan menetap dan banyak murid meninggalkan sekolah dan
terus menetap dengan menonton TV atau bermain video game.
Kebutuhan untuk mempromosikan aktivitas fisik sebagai bagian integral dari gaya
hidup sehat sudah jelas. Sayangnya, alih-alih mendorong peningkatan aktivitas di
kalangan pemuda, banyak sekolah berfokus pada pengujian kebugaran fisik.
Kekhawatiran yang berlebihan tentang tingkat kebugaran remaja ini telah
mengakibatkan kebutuhan untuk "melatih murid untuk lulus tes kebugaran" untuk
memenuhi standar distrik. Ketika hasil kebugaran menjadi lebih penting daripada
partisipasi dalam aktivitas rutin, murid belajar bahwa lebih penting untuk fokus pada
tujuan jangka pendek (hasil tes kebugaran) daripada gaya hidup jangka panjang
(aktivitas sehari-hari). Tujuan kesehatan bagi bangsa untuk tahun 2020 (USDHHS
2010) didasarkan pada peningkatan tingkat aktivitas fisik harian, bukan tingkat
kebugaran. Banyak tujuan secara langsung menargetkan sekolah atau program
yang dapat berlangsung dalam lingkungan sekolah. Tujuan-tujuan ini dinyatakan
dalam hal tujuan aktivitas daripada tujuan kebugaran, dan penekanan ditempatkan
pada pengurangan ketidakaktifan dan peningkatan aktivitas fisik ringan hingga
sedang.
BMI adalah hubungan antara berat dan tinggi badan yang terkait dengan lemak
tubuh dan risiko kesehatan. Persamaannya adalah BMI = berat badan dalam
kilogram / tinggi dalam meter kuadrat, atau BMI = berat (lbs.) / tinggi (in.) /tinggi
(in.) * 703. BMI telah menggantikan lipatan kulit sebagai ukuran karena kurang
invasif. Individu dapat menyamakan BMI mereka sendiri dengan menimbang dan
mengukur diri mereka sendiri. Ada banyak kalkulator BMI di Internet yang
membuatnya mudah untuk dihitung. Data yang dikumpulkan untuk YRBSS 2012
menunjukkan bahwa lebih dari 13 persen murid sekolah menengah mengalami
obesitas. Obesitas didefinisikan sebagai BMI sama dengan atau di atas persentil ke-
95 untuk usia dan jenis kelamin (lihat Gambar 2.2 dan 2.3). Persentase murid
obesitas adalah 10,6 pada tahun 1999. Ini adalah peningkatan 19 persen selama dua
belas tahun. Ada tanda-tanda bahwa tren peningkatan obesitas di kalangan murid
Kurangnya aktivitas fisik adalah umum di antara orang muda dengan berat badan
normal dan kelebihan berat badan. Hanya sekitar 28 persen murid sekolah
menengah yang memenuhi tingkat aktivitas fisik yang direkomendasikan (USDHHS
2012). Masalah tidak aktif dan kelebihan berat badan terkait erat. Sebuah studi oleh
Vincent et al. (2003) menunjukkan bahwa tidak aktif dan masalah manajemen berat
badan sangat berkorelasi. Kelas pendidikan jasmani perlu mengajarkan murid yang
kelebihan berat badan bagaimana meningkatkan aktivitas fisik harian mereka dan
mengembangkan gaya hidup aktif. Murid perlu mengembangkan perasaan positif
tentang peran aktivitas fisik dalam strategi manajemen berat badan. Yang terbaik
adalah menangani remaja yang kelebihan berat badan dengan cara yang positif
daripada mendorong mereka untuk memecahkan masalah mereka melalui latihan
yang meningkat dan diamanatkan. Jika pengobatan tidak berhasil, murid dapat
melihatnya sebagai kegagalan lain dalam mencoba untuk mengelola berat badan
mereka dan sangat menentang program kegiatan masa depan.
Orang dewasa sering berkata: "Jangan khawatir tentang berat badan yang
berlebihan; Itu akan lepas ketika murid mencapai usia remaja." Namun, kebalikannya
sering benar. Jika orang tua remaja keduanya kelebihan berat badan, ada
kemungkinan 80 persen dia akan kelebihan berat badan. Mayoritas pra-remaja yang
kelebihan berat badan tumbuh menjadi orang dewasa yang kelebihan berat badan.
Kebanyakan orang muda jelas tidak tumbuh dari obesitas; Mereka tumbuh ke
dalamnya. Masalah manajemen berat badan perlu ditantang, dan tantangan ini harus
datang dari peningkatan gerakan dan aktivitas. Tidak ada jawaban yang mudah, dan
untuk memecahkan masalah kompleks seperti manajemen berat badan, pendidik
fisik perlu melibatkan orang tua, ahli gizi, konselor, perawat, dan dokter dalam
prosesnya.
Murid yang merasa tidak kompeten secara fisik biasanya putus sekolah dari
pendidikan jasmani dan meninggalkan sekolah dengan perasaan negatif tentang
mempertahankan gaya hidup aktif. Putus sekolah dari pendidikan jasmani biasanya
terjadi di tingkat sekolah menengah karena ditawarkan sebagai pilihan dan
beberapa murid mungkin telah memutuskan bahwa mereka bukan atlet yang
terampil. Putus sekolah karena dianggap kurangnya kompetensi keterampilan
sangat disayangkan karena kompetensi keterampilan berubah seiring waktu dan
tidak dapat diprediksi. Dengan demikian, sulit untuk memprediksi siapa yang akan
menjadi atlet berprestasi di sekolah menengah dengan mengamati kinerja mereka
di tahun-tahun sekolah menengah. Dalam sebuah studi awal oleh Clarke (1968),
pelatih menilai anak laki-laki yang merupakan atlet luar biasa. Dari anak laki-laki
yang dinilai berprestasi di tahun-tahun sekolah dasar, hanya 25 persen yang
menerima peringkat ini ketika mereka berada di sekolah menengah. Jika seorang
murid dicap sebagai tidak terampil dan tidak atletis pada usia dini, ada kemungkinan
besar mereka akan mempercayai label tersebut dan berperilaku sesuai. Ini
menunjukkan pentingnya memisahkan program atletik dari pendidikan jasmani.
Program atletik inter skolastik adalah untuk atlet terampil tetapi pendidikan jasmani
harus menjadi surga bagi para murid yang ingin belajar untuk aktif dan menikmati
aktivitas demi bergerak dan kesehatan. Kaum muda yang berbakat secara fisik
memiliki banyak kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka; Namun,
murid yang kurang terampil hanya memiliki program pendidikan jasmani untuk
membantu mereka berkembang dan meningkat.
PRESTASI AKADEMIK
Ada banyak diskusi dan artikel tentang dampak kebugaran fisik dan aktivitas pada
kinerja akademik. Jelas bahwa menjadi sehat dan memiliki energi untuk belajar akan
berdampak positif pada pembelajaran. Akal sehat menyatakan bahwa dibutuhkan
Ada sejumlah penelitian yang menunjukkan hubungan antara aktivitas fisik dan
kinerja akademik. Sebelum kita melihat studi tersebut, penting untuk diingat bahwa
studi ini adalah studi korelatif yang meneliti hubungan antara dua atau lebih
variabel. Mereka bukan studi sebab-akibat, dan penting bahwa guru tidak memberi
tahu orang lain bahwa aktivitas fisik menjamin peningkatan prestasi akademik.
Namun, itu tidak mengurangi fakta bahwa studi hubungan ini terus menawarkan
indikasi bahwa mereka yang lebih aktif, bugar, dan / atau terlibat dalam pendidikan
jasmani juga berkinerja lebih baik secara akademis. Poin yang perlu diingat adalah
bahwa studi hubungan bekerja di kedua arah (yaitu, apakah murid yang berkinerja
tinggi secara akademis aktif dan bugar, atau apakah mereka yang aktif dan bugar
unggul di bidang akademik?) Terlepas dari itu, asosiasi ini memberikan kepercayaan
pada kebutuhan untuk menawarkan kesempatan kepada murid untuk mencapai di
kedua domain. Pepatah lama "pikiran sehat, tubuh sehat" tepat sasaran.
Bukti apa yang mendukung perlunya pendidikan jasmani dan aktivitas fisik? CDC
(2010) menerbitkan sinopsis yang sangat baik dari lima puluh studi yang dilaporkan
dalam empat puluh tiga artikel. Studi ini menghasilkan total 251 hubungan antara
aktivitas fisik dan kinerja akademik. Termasuk dalam ukuran kinerja akademik adalah
prestasi akademis, perilaku akademik, dan keterampilan kognitif dan sikap. Asosiasi
diklasifikasikan sebagai positif, tidak signifikan, dan negatif. Lebih dari setengah
(51,5 persen) asosiasi positif, 48 persen tidak signifikan, dan hanya 1,5 persen negatif.
Empat belas studi terkait dengan peningkatan jumlah waktu yang dihabiskan murid
dalam pendidikan jasmani. Sebelas dari empat belas studi menemukan satu atau
lebih hubungan positif antara pendidikan jasmani dan indikator prestasi akademik.
Tiga studi lainnya tidak menemukan hubungan yang signifikan. Hubungan antara
Salah satu kekhawatiran paling umum dari guru dan administrator adalah bahwa
peningkatan waktu untuk pendidikan jasmani menghilangkan waktu dari belajar,
yang menurunkan kinerja akademik. Sebuah studi yang menangani masalah ini
adalah eksperimen regional Trois-Rivieres (Shephard, 1984). Studi ini memberikan
desain yang disusun dengan baik untuk meningkatkan pemrograman pendidikan
jasmani. Meskipun murid menerima lebih banyak waktu untuk pendidikan jasmani
(dan lebih sedikit untuk akademisi), kinerja akademik mereka tidak menurun. Selain
itu, studi lanjutan dari peserta dalam studi Trois-Rivieres dua puluh tahun kemudian
menyarankan bahwa murid yang memiliki lebih banyak waktu pendidikan jasmani di
sekolah lebih mungkin untuk aktif di kemudian hari (Trudeau et al. 1998).
Administrator perlu diberitahu tentang penelitian ini, terutama hari ini, ketika banyak
sekolah memiliki penekanan kembali ke dasar. Penekanan ini biasanya berarti
"kembali ke kelas," tanpa aktivitas fisik atau seni. Orang bertanya-tanya apakah
kurangnya kepedulian terhadap tubuh, "rumah bagi otak" kita, merugikan
perkembangan total murid. Tidak ada prioritas dalam hidup yang lebih tinggi
daripada kesejahteraan fisik.
Dua bidang perhatian bagi pendidik fisik yang bertanggung jawab untuk
berolahraga kaum muda adalah (1) menghindari cedera fisik atau bahaya dan (2)
pemeliharaan dan pengembangan sikap dan perasaan positif tentang olahraga.
Murid yang sehat mampu menanggung beban kerja yang kuat; Namun, ketika
latihan tidak dilakukan dengan benar atau didorong berlebihan, murid dapat
mengembangkan sikap negatif tentang menjadi aktif. Bagian berikut menyajikan
pedoman untuk menawarkan murid berolahraga dengan cara yang aman dan
positif.
Cara lain untuk mengajar murid tentang aktivitas sedang dan kuat adalah dengan
mengajari mereka tentang Kompendium Panduan Pelacakan Aktivitas Fisik
(Ainsworth et al. 2011). Kompendium menggunakan metabolic equivalents (METs),
yang merupakan rasio tingkat metabolisme kerja dan tingkat metabolisme istirahat.
Satu MET didefinisikan sebagai 1 kkal / kg / jam dan kira-kira setara dengan biaya
energi duduk dengan tenang. MET juga didefinisikan sebagai penyerapan oksigen
dalam ml / kg / menit dengan satu MET sama dengan biaya oksigen untuk duduk
diam, setara dengan 3,5 ml / kg / menit. Panduan ini mencantumkan MET untuk
berbagai kegiatan. Misalnya, jika seseorang bersepeda dengan kecepatan 16-19
mph, MET kerja akan menjadi 16 (atau pengeluaran energi 16 kali lebih besar
daripada duduk saat istirahat). Bermain bola kaki kompetitif akan menjadi aktivitas
9 MET, sedangkan bola basket kompetitif akan menjadi aktivitas 8 MET. Secara
umum, aktivitas intensitas sedang adalah aktivitas yang berada dalam kisaran 3
hingga 6 MET. Aktivitas intensitas tinggi adalah aktivitas yang lebih besar dari 6
MET.
Pendidik terkadang khawatir bahwa aktivitas yang kuat mungkin tidak bermanfaat
bagi murid sekolah menengah dan atas. Sampai saat ini, tidak ada bukti bahwa
murid yang sehat dapat dirugikan secara fisik melalui olahraga berat. Ini tidak berarti
bahwa seorang murid mampu melakukan beban kerja fisik yang tidak disesuaikan
yang sama dengan orang dewasa. Bukti menunjukkan, bagaimanapun, bahwa orang
muda dapat menahan peningkatan bertahap dalam beban kerja dan mampu beban
kerja sebanding dengan orang dewasa ketika beban disesuaikan dengan tinggi dan
ukuran. Peringatan: hanya karena aktivitas yang kuat tidak menyakiti fisik seorang
murid, tidak berarti itu cocok untuk semua remaja. Ingatlah bahwa aktivitas apa pun
bermanfaat. Bukti terbaru menunjukkan bahwa aktivitas intensitas sedang
menawarkan manfaat yang sama dalam hal manajemen berat badan dan kimia
darah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan risiko penyakit panas tenaga di masa
muda selama aktivitas fisik adalah aktivitas fisik yang tidak semestinya, pemulihan
yang tidak memadai antara pertarungan latihan berulang, dan pakaian dan seragam
yang tidak pantas yang menahan panas. Temuan ini menempatkan tanggung jawab
pada guru untuk mempersiapkan murid dengan benar untuk aktivitas (hidrasi dan
pakaian yang tepat), memodifikasi intensitas aktivitas, dan menawarkan murid
istirahat teratur dan istirahat hidrasi. Poin penting lainnya adalah bahwa guru harus
belajar bagaimana memantau murid mereka dengan cermat untuk gejala stres
panas.
Meskipun remaja lebih mampu berolahraga dalam cuaca panas daripada yang
pernah diperkirakan, pedoman berikut dapat membantu mencegah masalah di kelas
pendidikan jasmani:
Intensitas kegiatan yang berlangsung tiga puluh menit atau lebih harus dikurangi
setiap kali kelembaban relatif dan suhu udara berada di atas tingkat kritis. Gambar
2.6 menunjukkan hubungan antara kelembaban dan suhu udara dan kapan perlu
untuk memoderasi tuntutan aktivitas.
Pakaian harus ringan dan terbatas pada satu lapisan bahan penyerap untuk
memfasilitasi penguapan keringat dan untuk mengekspos kulit sebanyak mungkin.
Pakaian jenuh keringat harus diganti dengan yang kering. Pakaian keringat karet
tidak boleh digunakan untuk menghasilkan penurunan berat badan.
Kondisi berikut menempatkan beberapa murid pada risiko tinggi yang berpotensi
untuk stres panas: berat badan berlebihan, keadaan demam, cystic fibrosis, infeksi
gastrointestinal, diabetes, diabetes tipe 2, gagal jantung kronis, kekurangan gizi
kalori, anoreksia nervosa, sindrom insufisiensi berkeringat, dan keterbelakangan
mental.
Masalah lain yang terkait dengan partisipasi dalam panas adalah keamanan
matahari. Kelas pendidikan jasmani di luar ruangan menghadirkan risiko kerusakan
kulit yang disebabkan oleh matahari. Di Amerika Serikat, satu dari lima orang akan
mengembangkan kanker kulit. Murid menjadi perhatian khusus karena paparan sinar
matahari yang berlebihan pada usia muda meningkatkan risiko kanker kulit
sepanjang hidup. Sekitar 80 persen paparan sinar matahari seseorang terjadi
sebelum usia delapan belas tahun (Stern, Weinstein, &; Baker 1986). Terik matahari
selama tahun-tahun sekolah secara signifikan meningkatkan risiko terkena kanker
kulit di kemudian hari (American Academy of Pediatrics, 1999). Anak-anak harus
mengetahui risiko yang terkait dengan paparan sinar matahari dan belajar
bagaimana mereka dapat melindungi diri mereka sendiri. Sekolah harus mendorong
atau mengharuskan murid untuk mengenakan pakaian lengan panjang, topi, dan
kacamata hitam (ini mencegah katarak terbentuk di kemudian hari) ketika
pendidikan jasmani dijadwalkan di luar ruangan selama jam 10:00 pagi dan 4:00
sore.
Masalah yang terkait dengan berlari adalah praktik umum pengujian kebugaran
murid pada awal tahun ajaran dalam mil lari / berjalan. Banyak murid mungkin tidak
memiliki pengkondisian yang cukup untuk berpartisipasi dengan aman dalam
kegiatan tersebut. Selain itu, di banyak bagian negara, awal tahun ajaran panas dan
lembab, menambah tekanan yang ditempatkan pada sistem kardiovaskular. Jika
pengujian dianggap perlu, disarankan agar tes dilakukan menjelang akhir tahun
ajaran setelah murid memiliki kesempatan untuk berlatih untuk kegiatan tersebut.
Jika ini tidak memungkinkan, biarkan orang muda setidaknya empat sampai enam
minggu aktivitas untuk mencapai pengkondisian yang tepat. Rowland (2005)
merekomendasikan untuk memulai dengan lari / berjalan seperdelapan mil dan
Jika keputusan dibuat untuk memasukkan program latihan beban dalam program
pendidikan jasmani, itu harus dilakukan dengan cara yang bijaksana dan dipelajari.
Fokus harus pada teknik mengangkat yang benar, bukan jumlah beban yang
diangkat. Pengawasan dan teknik yang tepat adalah bahan utama dalam program
yang sukses. Pedoman resep program yang direkomendasikan oleh Faigenbaum et
al. (2009) mengikuti:
Pastikan kegiatan dan latihan sesuai dengan perkembangan. Stretch band atau bola
obat mungkin lebih menarik bagi remaja yang kurang termotivasi dan merupakan
alternatif yang lebih aman untuk beban. Mesin berat mahal tetapi juga membantu
memastikan bentuk pengangkatan yang tepat dan ketahanan yang mudah
disesuaikan.
A. PENGERTIAN MOTIVASI
Secara konsep, Motivasi adalah sesuatu (yaitu, kebutuhan atau keinginan) yang
menyebabkan seseorang bertindak. Dalam pendidikan jasmani, murid memilih untuk
bertindak (berpartisipasi) berdasarkan banyak faktor. Beberapa anak memutuskan
untuk berpartisipasi karena tugas itu terlihat menyenangkan dan menarik. Yang lain
memutuskan untuk mencobanya karena mereka percaya bahwa mereka memiliki
keterampilan untuk menjadi sukses, sedangkan yang lain terlibat dalam tugas
karena mereka tahu bahwa jika mereka bekerja keras dan berlatih, mereka akan
dapat melakukan berbagai keterampilan gerak pada akhirnya.
1. TEORI MOTIVASI
Untuk menjadi guru PJOK yang efektif, Anda harus terbiasa dengan berbagai
faktor motivasi yang memicu murid untuk berpartisipasi aktif selama mengikuti
kelas. Teori-teori berikut dipilih dari beragam informasi tentang motivasi untuk
membantu Anda memperoleh pemahaman dasar tentang mengapa murid
mungkin atau mungkin tidak termotivasi untuk berpartisipasi di kelas.
Di sisi lain, murid yang berpartisipasi karena mereka akan menerima sesuatu
sebagai imbalan atau yang percaya bahwa mereka harus berpartisipasi
karena guru, akan termotivasi secara ekstrinsik. Sebagai contoh, beberapa
murid berpartisipasi karena mereka pikir itu adalah nilai yang baik bagi
mereka (misalnya, saya akan menjadi bugar; ini akan membantu saya
menurunkan berat badan; ini baik untuk kesehatan saya; ini akan membantu
meningkatkan tembakan basket saya), sedangkan yang lain memutuskan
untuk berpartisipasi karena mereka ingin menjadi murid yang baik di mata
guru atau karena mereka percaya mereka harus melakukannya. Beberapa
murid ini termotivasi oleh penghargaan atau hadiah, seperti mendapatkan
nama mereka di papan pengakuan, pita, atau pilihan bebas dari suatu
kegiatan.
Atribut atau penjelasan yang dibuat murid untuk keberhasilan atau kegagalan
mereka ketika melakukan tugas atau keterampilan tertentu terbagi dalam
tiga kategori: internal atau eksternal (faktor di dalamnya atau faktor
eksternal yang ditemukan di lingkungan), stabil atau tidak stabil (apakah
atribut selalu sama ketika melakukan tugas, atau apakah atributnya akan
berubah selama prosesnya di masa depan), dan terkendali atau tidak
terkendali (faktor-faktor yang dianggap mudah dikendalikan atau tidak)
(Weiner 1985). Secara keseluruhan, murid yang memiliki kepercayaan diri
yang dirasakan lebih tinggi dalam keterampilan mereka berkontribusi pada
faktor-faktor internal, terkendali, dan tidak stabil, bahkan jika mereka
menerima bahwa kegagalan itu mungkin terjadi (Nicholls 1984a; Rudisill
1989). Mereka menunjukkan lebih banyak usaha, lebih banyak ketekunan
dalam tugas, dan kinerja yang lebih baik daripada mereka yang memiliki
kepercayaan diri yang dirasakan lebih rendah (Rudisill 1989).
Di sisi lain, beberapa murid memiliki orientasi ego. Artinya, kepercayaan diri
yang mereka rasakan didasarkan pada ‘keinginan mengungguli’ orang lain
atau membandingkan kemampuan mereka dengan orang lain. Murid yang
berorientasi ego menunjukkan upaya dan merasa sukses ketika mereka
menganggap kemampuan mereka lebih besar daripada rekan-rekan mereka.
Namun, jika mereka menganggap kemampuan mereka kurang dari orang lain,
usaha mereka akan rendah atau mereka mungkin mencari tugas yang lebih
mudah atau lebih sulit untuk menyembunyikan tingkat kemampuan mereka.
Mereka sering menyerah dengan cepat ketika tugas menjadi terlalu sulit
Banyak teori motivasi yang menyarankan agar guru menawarkan tugas yang
menantang dan memberi murid kesempatan untuk membuat pilihan. Faktor-
faktor ini membantu menciptakan iklim motivasi intrinsik yang memberi
murid kesempatan untuk berhasil, mengerahkan upaya, dan menikmati
belajar dan menjadi aktif.
b. TAWARKAN TANTANGAN
Menawarkan pilihan juga menantang murid berdasarkan tingkat
perkembangan mereka. Untuk meningkatkan pembelajaran murid, berbagai
tugas harus mencakup tantangan utama bagi mereka yang memiliki
keterampilan tingkat lanjut, serta tantangan tingkat rendah untuk pemula
(Shen dan Chen 2006). Berdasarkan kompetensi yang mereka rasakan, murid
dapat memilih opsi yang akan memberi mereka peluang untuk sukses dan
menantang.
c. MEMODIFIKASI
Memberikan murid dengan pilihan juga dapat dicapai dengan memungkinkan
mereka untuk memodifikasi (1) lingkungan mereka (misalnya, memilih jarak
yang lebih pendek atau lebih panjang, area kerja yang lebih kecil atau lebih
besar, atau target ukuran yang berbeda untuk digunakan selama tugas), (2)
peralatan (misalnya, bola yang lebih besar atau lebih kecil, raket yang lebih
panjang atau lebih pendek), atau (3) aktivitas itu sendiri. Murid pandai
memodifikasi lingkungan kerja dan peralatan mereka untuk memenuhi
kebutuhan mereka sendiri; Izinkan mereka melakukannya.
Waktu: Sangat penting bahwa Anda memberikan waktu latihan yang cukup
berkualitas selama pelajaran bagi murid untuk mengembangkan dan
meningkatkan keterampilan mereka dan mendapatkan kepercayaan pada
kemampuan mereka. Terlalu sering guru terburu-buru melalui beberapa hari
latihan keterampilan dan langsung pindah ke permainan game. Pada saat itu,
banyak murid belum mengembangkan keterampilan dasar yang dibutuhkan
untuk bermain game, juga tidak memiliki kepercayaan diri untuk mencoba.
Penggunaan ekstensi dan kegiatan aplikasi akan membantu mengakomodasi
semua tingkat murid saat mereka berlatih dan mengembangkan keterampilan
mereka.
Umpan balik: Perkuat praktik keterampilan dengan umpan balik positif, korektif,
dan informatif. Umpan balik mendorong murid untuk bekerja keras dan memberi
mereka informasi untuk meningkatkan kinerja keterampilan dan mendapatkan
b. PUTAR MUSIK
Anda dapat membantu meningkatkan iklim motivasi gimnasium dengan
memainkan musik yang menyegarkan saat murid terlibat. Musik memberi
energi pada area bermain untuk anak-anak dan orang dewasa. Meskipun CD
musik khusus untuk pendidikan jasmani tersedia, banyak guru pendidikan
jasmani membuat CD mereka sendiri atau menangkap musik di iPod dari
Internet. Pastikan musik yang Anda mainkan sesuai, artinya bahasanya bebas
dari kata-kata kotor dan pesannya bersih. Berhati-hatilah jika Anda
mengizinkan murid untuk membawa musik mereka sendiri, karena beberapa
musik yang murid dengarkan tidak pantas untuk digunakan dalam lingkungan
pendidikan. Akhirnya, pastikan volume musik tidak terlalu keras sehingga
mengalihkan perhatian murid dari tugas belajar (Shen et al. 2003).
c. BERIKAN PERSAINGAN
Apa? Konsep kompetisi belum disorot dalam teori atau strategi motivasi
sejauh ini karena sering menumbuhkan iklim yang berorientasi ego. Namun,
guru pendidikan jasmani menggunakan permainan dan permainan kompetitif
sebagai bagian dari kurikulum mereka. Guru sering merancang turnamen
4) Lomba pada siapa atau tim mana yang paling sportif dan sebagainya.
Praktik inklusif yang digunakan untuk membuat konten kurikuler dapat mencakup
instruksi verbal, demonstrasi, pembimbingan dukungan fisik, demonstrasi video,
tutor sebaya, dan kegiatan mitra dan kelompok kecil (Tomlinson, 2001). Selain itu,
tujuan dan tugas harus dihubungkan dengan tujuan pelajaran karena setiap tujuan
mewakili langkah tambahan dalam kegiatan pengembangan keterampilan.
Keterhubungan ini memungkinkan langkah-langkah pembelajaran yang jelas dan
hasil pada berbagai tingkat keterampilan, sehingga menyederhanakan keputusan
yang dibuat oleh peserta didik pada berbagai tingkat pencapaian keterampilan.
Akhirnya, dan yang paling penting dari perspektif perkembangan, konten
pembelajaran harus membahas konsep yang sama dengan semua murid, tetapi
tingkat kesulitan harus sesuai untuk pelajar individu.
Dr. Agus Mahendra, MA. adalah Dosen Prodi PGSD Penjas di FPOK UPI (Universitas
Pendidikan Indonesia), yang saat ini mendalami bidang keahlian Pendidikan Guru
Pendidikan Jasmani. Pengalamannya menjadi ketua prodi PGSD Penjas selama dua
periode berturut-turut di UPI, membuatnya menaruh perhatian mendalam terhadap
kualitas penyiapan guru PJOK di Indonesia.
Agus meraih gelar Sarjana Pendidikan Olahragaan dari Fakultas Keguruan Ilmu
Keolahragaan (FKIK), IKIP Bandung, yang kemudian menjadi Universitas Pendidikan
Indonesia. Gelar Master of Art (MA) diperoleh dari dari College of Education, the
University of Iowa, AS. Sedangkan gelar Doktor diperoleh kemudian dari Universitas
Negeri Jakarta, dari program Pendidikan Olahraga.
Agus adalah country leader of AHKI (Active Healthy Kids Indonesia) yang
merupakan bagian dari AHKGA (Active Healthy Kids Global Alliance) yang
bermarkas di Kanada, dan berperan dalam upaya melaporkan level keaktivan anak-
anak Indonesia dalam hal gerak dan aktivitas jasmani. Di samping itu, Agus adalah
pengurus dari ISAPE (Indonesian Society of Adaptive Physical Education) dan
anggota ASAPE (Asian Society of Adaptive Physical Education). Pada saat yang
sama Agus juga menjadi anggota IPLA (International Physical Literacy Association)
dan menjadi anggota dari IOHSK (International Organization on Health, Sport and
Kinesiology) dan International Society of Motor Control (ISMC) yang keduanya
berkedudukan di Amerika Serikat.
Agus menulis beberapa buku pendidikan jasmani untuk guru olahraga di sekolah
dan buku pendidikan jasmani dan olahraga untuk siswa SMA, juga beberapa buku
ajar di perguruan tinggi seperti Pembelajaran Senam, Teori Belajar Mengajar Gerak,
Permainan Anak dan Tradisional, Filsafat Pendidikan Jasmani, serta Aktivitas Ritmik:
Dasar Pengembangan Gerak Berirama. Selain menulis artikel koran, Agus juga
merupakan salah satu penulis bab buku berjudul “Sport and Development in
Indonesia: Sport Policy in the Reformation Era”, sebagai bagian dari buku “Sport
Selama karir kepegawaiannya, Agus pernah menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik pada FPOK UPI selama dua periode dan pernah menjadi Asdep
Pengembangan IPTEK Olahraga, di Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik
Indonesia, dari tahun 2011 hingga 2014, kemudian menjadi anggota BSANK (Badan
Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan) dari 2015 - 2019. Di tingkat
universitas, dia sekarang menjadi salah satu anggota Senat Akademik UPI. Agus
Mahendra dapat dihubungi di: agus_mahendra@upi.edu.