Anda di halaman 1dari 213

Sanksi Pelanggaran Pasal 44:

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang


Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau


memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

ii
Ruvira Arindita
Alma Mandjusri
Rahman Asri

MEDIA DAN MASYARAKAT KINI


Perkembangan teknologi komunikasi dan
peran media baru dalam perubahan gaya hidup

iii
MEDIA DAN MASYARAKAT KINI
Perkembangan teknologi komunikasi dan
peran media baru dalam perubahan gaya hidup

Copyright © Ruvira Arindita, Alma Mandjusri, Rahman Asri 2017


Hak cipta dilindungi undang-undang
All right reserved
ISBN: 987-602-73176-7-3

Tim Penulis
Ruvira Arindita
Alma Mandjusri
Rahman Asri

Ukuran: 200 hlm + XIII; 15 x 23 cm


Cetakan: II, Oktober 2017
Editor: Tata Septayuda
Penata Letak: Tim Ilkom
Ket. Cover: Lukisan Castles Fields Head Rubble
karya Jacek Yerka

Penerbit
UAI Press
Universitas Al Azhar Indonesia
Komplek Masjid Agung Al Azhar
Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran Baru Jakarta 12110
Telp: (021) 727 92753 Website: www.uai.ac.id

Isi di luar tanggung jawab percetakan

iv
DAFTAR ISI

Sambutan Rektor UAI vi


Pengantar Penulis viii
Pengantar Ahli xi

1 MEDIA BARU DALAM KOMUNITAS MOTHERHOOD 2


Oleh RUVIRA ARINDITA
Era Konvergensi Media Baru
Media Sosial 6
Riset Terdahulu Media Baru 13
Konstruksi Sosial sebagai Pendekatan 15
Dinamika Role Model Ibu 22
Penggunaan Media Baru di Kalangan Ibu 26
Ibu Sebagai Konsumen Media Baru 27
Literasi Digital dan Media 33
Penggerak Komunitas Media Baru 36
Aspek Psikologi Komunikasi 56

2 JEJARING IKLAN FATHERHOOD MEDIA BARU 73


Oleh ALMA MANDJUSRI
Perkembangan Iklan di Indonesia 78
Fatherhood vs Manhood 81
Citra Fatherhood di Media Baru 83
Perubahan Pola Fatherhood dalam Iklan 87
Fatherhood dan Media Baru 96
Citra Fatherhood dalam Iklan 92
Perspektif Fatherhood dalam Iklan Masa Kini 101
Fatherhood Menurut Ilmu Psikologi 108
Fatherhood dalam Perspektif Islam 111
Citra Fatherhood dalam Realitas Imajiner 116
Iklan Sebagai Agent of Change 119

3 HUBUNGAN MEDIA MASSA DAN KHALAYAK 125


(Reinterpretasi di Era Milenial)
Oleh RAHMAN ASRI
Media Massa dan Khalayak 141
Efek Isi Media Massa dan Teori Khalayak 148
Media Massa Tidak Selalu Menang 155
Literasi Digital dan Media Sosial Sebagai Pilar Kelima 165
Realitas Paralel: Dunia Nyata-Dunia Maya 172
Diskursus 183
Internet: Yang Mencengangkan dan Mencemaskan 185

TENTANG PENULIS 200

v
SAMBUTAN REKTOR

Assalaamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

K
ita panjatkan rasa syukur kepada Allah Swt, atas
segala curahan rahmat dan anugerah-Nya kepada
Keluarga Besar Universitas Al Azhar Indonesia
(UAI) dalam usianya ke-17, sebuah institusi pendidikan
tinggi pencetak kader bangsa di bawah naungan Yayasan
Pesantren Islam (YPI) Al Azhar.
Budaya edukasi di UAI didasarkan pada prinsip-
prinsip memuliakan ilmu dan mengintegrasikannya
dengan nilai-nilai religius yang diharapkan dapat menjadi
aspek penting perubahan masa depan anak bangsa. Sebab
di masa mendatang mereka dapat menjadi insan harapan
bangsa yang cerdas cendekia, berakhlak Islami dan
memahami ethical practice dan menjalankannya secara
benar sehingga mampu bersaing secara kompetitif dalam
dunia kerja. Hal ini sangat selaras dengan konsep
pembangunan suatu bangsa secara komprehensif, sesuai
cita-cita Nation and Character Building, yang diamanatkan
dalam pembukaan UUD Republik Indonesia 1945.
Sebagai komitmen bersama, bahwa civitas
akademika UAI menjalankan visi-misi Universitas secara
utuh dengan didukung oleh penerapan kaidah-kaidah An
Enterprising University yang progresif yang bertumpu pada
sistem pendidikan yang unggul (excellent education system),
sistem korporat yang inovatif yang menumbuhkan jiwa
entrepreneurial (entrepreneurial corporate system), dan sistem
nilai yang berkeadilan (equity-based values system) yang
merupakan satu wujud Islam Rahmatan lil ‘Alamin, Rahmat
bagi alam semesta, serta melaksanakan Tujuh Elemen Da-

vi
sar UAI secara simultan menuju universitas yang sejajar
dengan Perguruan Tinggi lain baik di tingkat nasional mau-
pun internasional.
Untuk mendukung hal tersebut, UAI berdiri di
barisan terdepan dalam menghadapi tantangan global,
mengikuti perubahan dalam dunia pendidikan serta terus
meningkatkan mutu pendidikan dengan jalan
meningkatkan kualitas dosen, di antaranya melalui
penulisan karya ilmiah sebagai program kegiatan unggulan.
Dengan disusunnya buku ini “Media dan Masyarakat
Kini”, merupakan pengayaan literatur media dalam kaitan
perkembangan di masyarakat mutakhir. Buku ini diharap-
kan dapat memiliki dua kegunaan. Selain dijadikan refe-
rensi bagi mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi da-
lam mengembangkan fokus studinya, buku ini berguna juga
untuk mendorong program studi lainnya dalam mening-
katkan budaya riset ilmiah dosen. Lebih jauh lagi buku ini
diharapkan memberikan kontribusi nyata dalam upaya
meningkatkan kualitas karya ilmiah yang didasarkan atas
prinsip dan kaidah ilmiah.
Kami menyambut baik dan ucapan terimakasih serta
penghargaan yang tinggi atas kehadiran buku yang ditulis
oleh Tim penyusun dari program studi Ilmu Komunikasi
UAI untuk dipersembahkan dalam rangka milad UAI ke-17.
Semoga bermanfaat. Amien.
Wassalaamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

Jakarta, 10 Juli 2017


Rektor

Dr. Ir. Ahmad H. Lubis, MSc.

vii
PENGANTAR PENULIS

P
erkembangan Teknologi komunikasi telah lama
disadari turut membawa dampak terhadap budaya,
nilai, norma, dan pandangan serta cara hidup
masyarakat. Menurut Marshal McLuhan (1964), seorang
tokoh kritis asal Kanada, bahwa perubahan teknologi
komunikasi akan menghasilkan sebuah perubahan yang
mendasar baik dalam tatanan budaya maupun sosial
masyarakat. Dalam pandangannya McLuhan menegaskan
bahwa perubahan teknologi secara tidak terhindarkan me-
nyebabkan perubahan tertentu dalam cara orang berpikir,
dalam cara masyarakat dibangun, dan dalam bentuk bu-
daya yang diciptakan masyarakat.
Pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi yang
begitu pesatnya akan berdampak pada budaya hampir
semua masyarakat di dunia. Hal itu terjadi karena dengan
perkembangan teknologi kini, terjadi apa yang disebut
globalisasi informasi di mana penyebaran informasi secara
massal akan mempengaruhi budaya suatu masyarakat.
Pengaruhnya ini secara cepat dan massal diawali dengan
adanya pertukaran budaya antar negara di berbagai be-
lahan dunia, yang kemudian nantinya dimodifikasi bahkan
diadaptasi secara langsung oleh salah satu negara.
Dengan perkembangan teknologi komunikasi yang
begitu cepat saat ini berdampak langsung pada kecepatan
dalam proses penyampaian dan penerimaan informasi, se-
hingga banyak ahli komunikasi maupun teknologi me-
nyebutkan bahwa saat ini masyarakat telah memasuki era
informasi. Kajian studi yang mempelajari hubungan media
dan budaya merupakan sebuah pembahasan menarik yang
terletak pada bagaimana media tersebut mempengaruhi

viii
budaya masyarakat, dan begitupun sebaliknya dilihat
bagaimana budaya masyarakat mempengaruhi media da-
lam memproduksi konten program tayangannya. Menurut
Dennis McQuail (2010) berkaitan dengan tema kajian Teori
Media dan Budaya ada beberapa topik bahasan yang
menarik antara lain: kualitas budaya massa, karakter dasar
budaya popular, dampak teknologi, ekonomi politik dan
budaya, globalisasi, identitas, gender, dan ideologi.
Beberapa pakar dan peneliti komunikasi melihat
adanya efek negatif media massa terhadap budaya di
masyarakat yang terindikasi dengan mulai pudarnya nilai-
nilai budaya yang telah ada, seiring pesatnya perkem-
bangan media massa yang terjadi saat ini. Dampak ini akan
lebih terasa lagi dengan masuknya nilai-nilai budaya baru
yang terbawa dalam konten media massa, dimana nilai-nilai
tersebut nantinya akan diserap oleh masyarakat dan sering
terjadi nantinya bisa menggantikan identitas budaya
masyarakat yang telah ada sebelumnya.
Dalam kaitan hal tersebut, maka bunga rampai
“Media dan Masyarakat Kini” dihadirkan untuk melihat
bagaimana peran dan fungsi media dihubungkan dengan
perkembangan masyarakat saat ini. Interaksi antara media
dengan masyarakat tentunya akan saling mempengaruhi
dan membawa dampak perubahan yang meliputi berbagai
aspek sosial kemasyarakatan yang terjadi di tengah perkem-
bangan teknologi saat ini. Berkaitan dengan peran media
dalam pembangunan masyarakat saat ini, disadari tidak bisa
dilepaskan dari stakeholder yang beragam. Salah satunya
adalah keluarga yang merupakan pilar dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Di dalam sebuah keluarga,
sosok ibu memegang peranan penting sebagai agen sosial-
isasi. Bahasan Ruvira Arindita tentang peran ibu tersebut
dikupas dalam tulisan tentang Media Baru dan Ibu yang

ix
membahas secara lugas “Media Baru dan Komunitas
Motherhood”. Peran pentingnya keluarga, selain diwakili
peran seorang ibu, juga dilengkapi peran sosok ayah yang
dihadirkan di media yang merepresentasikan posisi ayah
dalam membentuk karakter anggota keluarga. Dalam baha-
sannya Alma Mandjusri menuliskan “Jejaring Iklan Father-
hood Media Baru” yang menggambarkan tentang fenomena
munculnya representasi fatherhood ketika harus berhadapan
dengan realitas sosial dan citra yang harus dibangun me-
lalui perspektif yang lebih menonjol dalam iklan-iklan di
media baru.
Selanjutnya dalam tataran makro Rahman Asri
menghadirkan tulisannya tentang, “Hubungan Media Massa
dan Publik: Reinterpretasi di Era Millenial”. Dalam tulisan
tersebut Rahman menekankan bagaimana perkembangan
teknologi digital yang begitu pesat berdampak pada per-
ilaku masyarakat dalam mengkonsumsi media termasuk
bentuk-bentuk kreatifitas media yang dihasilkan.
Berharap dengan hadirnya beragam tema pemba-
hasan dalam buku ini akan memberikan perspektif dalam
melihat media yang cukup berpengaruh dalam kehidupan
masyarakat, dan sebaliknya masyarakat dengan perkem-
bangan teknologi komunikasi yang begitu pesat saat ini juga
mempengaruhi baik bentuk maupun konten media yang
akan terus berkembang di masa mendatang. Semoga
kontribusi pemikiran dalam buku ini dapat memberikan
sedikit percikan-percikan yang akan menjadi titik masuk
dalam pembahasan yang lebih besar lagi nantinya. Aamiin.

Jakarta, Agustus 2017

Ruvira Arindita
Alma Mandjusri
Rahman Asri

x
PENGANTAR AHLI

Dr. Heri Budianto, M.Si.


Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi
(Aspikom) periode 2016-2019

S
eiring perkembangan teknologi komunikasi, media
berubah dalam bentuk dan karakternya yang dapat
mempengaruhi khalayak (masyarakat). Khalayak ti-
dak lagi pasif sebagai konsumen, tapi turut memberikan
warna pada media massa yang dikonsumsinya. Khalayak
tidak hanya sebatas merespon informasi yang diterimanya
melainkan juga menyampaikan opini, pandangan atau
pemikiran dalam berbagai platform media massa.
Penggunaan media digital (online) seperti social media, blog,
dan platform media digital lainnya dalam banyak hal telah
merubah juga pola hubungan media massa dan khalayak
(audiences), di mana media massa tidak lagi ditempatkan
dalam posisi superior di atas khalayak seperti sebelumnya.
McQuails dalam Mass Communications Theories (2010)
menyebutkan ada enam peran media bagi masyarakat:
Pertama, melihat media massa sebagai jendela yang
memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi
di luar sana atau sarana belajar untuk mengetahui berbagai
peristiwa. Kedua, media sering dianggap sebagai cermin
berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang
merefleksikan apa adanya. Ketiga, memandang media
sebagai filter yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi
perhatian atau tidak. Keempat, media acapkali dipandang
sebagai guide, penunjuk jalan atas berbagai ketidakpastian.
Kelima, media sebagai forum untuk mempresentasikan
berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga
memungkin terjadinya tanggapan dan umpan balik.

xi
Keenam, media sebagai interlocutor yang bukan sekadar
tempat berlalu-lalangnya informasi, tapi juga partner
komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi
interaktif.
Apa yang disampaikan McQuails tersebut masih
cukup relevan hingga saat ini. Namun, kehadiran teknologi
digital cukup mengubah posisi khalayak sekarang. Khalayak
tidak lagi pasif dan sekedar mengkonsumsi media. Mereka
mampu memberikan ‘warna’ pada media massa, mulai dari
memberikan feedback secara langsung melalui beragam
platform media yang ada hingga berperan aktif sebagai
produsen pesan di media baru.
Keberadaan media massa di tengah kehidupan
masyarakat saat ini, menimbulkan fenomena yang
mempengaruhi corak pandangan, gaya hidup, serta budaya
di masyarakat, bahkan kepada hal-hal yang bersifat
destruktif. Para pengelola media perlu melakukan langkah-
langkah perubahan agar bisa mengantisipasi kecende-
rungan format-format media yang tidak bertanggung ja-
wab terhadap isi yang disebarkannya seperti hoax, meme,
black campaign, serta mengeliminir kerja jurnalistik semu
(pseudo-journalism) yang sangat mempengaruhi opini dan
sikap individu masyarakat terhadap sebuah persoalan yang
sedang ramai dibicarakan.
Buku yang berjudul, “Media dan Masyarakat Kini”
membingkai dengan baik dinamika yang terjadi di antara
media dan masyarakat; seperti fenomena media baru
dalam komunitas ibu, jejaring iklan perspektif fatherhood,
hingga relasi media dan khalayak. Tiga bahasan tersebut
dikupas dari sudut pandang Ilmu Komunikasi sekaligus
dibahas dengan renyah sehingga menarik untuk dibaca
publik secara luas.

xii
Saya memberikan apresiasi kepada para penulis
yang telah menyajikan bacaan bermutu tentang relasi me-
dia dengan kehidupan masyarakat kini. Sebab keberadaan
media yang memproduksi informasi tak bisa dilepaskan
dengan kehidupan masyarakat itu sendiri. Sarana informasi
yang ditopang oleh perkembangan teknologi telah memba-
wa banyak perubahan berarti. Buku ini menjadi penting
bagi mereka yang memiliki minat pada perkembangan isu-
isu media, komunikasi dan masyarakat masa kini.
Akhir kata, saya ucapkan selamat untuk dosen Ilmu
Komunikasi UAI dalam penerbitan perdana ini. Semangat
dan terus berkarya!

Sentul City, 19 Juli 2017

xiii
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

“Media massa telah ikut menciptakan keretakan yang


tajam dalam kehidupan emosi kita ”

Richard M. Restak
Professor of Neurology
at George Washington Hospital University
Media dan Masyarakat Kini

bagian satu
MEDIA BARU DALAM KOMUNITAS
MOTHERHOOD

Ruvira Arindita

Kemunculan media baru membawa manfaat bagi kehidupan kaum ibu.


Di antara nilai positifnya ialah memberi kesempatan untuk
mengekspresikan diri, mempromosikan hasil kreasi mereka hingga
menggalang simpati antar-sesama.

ERA KONVERGENSI MEDIA BARU

S
ebuah pertanyaan bernada kritik dilontarkan oleh
pakar media dan budaya Marshall McLuhan,
“Apakah ikan tahu bahwa dirinya basah?”
Jawabannya adalah, “Tidak”. Ikan yang hidup di air
begitu terdominasi oleh air, sehinga hanya jika air tidak
ada, ikan baru menyadari kondisi sebenarnya. Begitu
pula dengan masyarakat dan media. Kehadiran media
sangat erat dengan kehidupan kita sehari-hari hingga
terkadang kita tidak menyadari keberadaan, terlebih lagi
pengaruh mereka. Media menjadi sumber informasi,
menghibur, menyenangkan dan bahkan terkadang
mengganggu kita. Mereka menggerakkan emosi,
menantang sekaligus merendahkan intelegensi kita.

2
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Media membantu kita mendefinisikan siapa kita hingga


membentuk realitas masyarakat (Baran, 2013).
Sejalan dengan perkembangan teknologi
informasi, media pun mengalami perkembangan yang
pesat. Bermula dari penemuan mesin cetak oleh
Guttenberg yang membuka jalan pada budaya menulis
dan membaca buku, kemudian revolusi industri pada
abad XVIII-XIX yang menciptakan budaya menikmati
waktu luang sehingga menjadi cikal bakal adanya
kebiasaan menyaksikan televisi untuk menghabiskan
waktu luang, disusul dengan kemunculan internet yang
pertama kali. Terdapat beragam pandangan mengenai
masa depan teknologi komunikasi bagi masyarakat itu.
Marshal McLuhan mengungkapkan pandangan yang
positif dalam bukunya Understanding Media yang terbit
di tahun 1964. Optimisme McLuhan tentang apa yang
dapat dilakukan oleh media tertuang dalam konsep
global village. Definisi global village menurut McLuhan
adalah dunia yang dapat menjadi bagian dari hidup
orang lain dengan mudahnya.
Apa yang diramalkan oleh McLuhan pada 1964
tentang kemajuan teknologi komunikasi tersebut
menjadi nyata menjelang milenium baru. Media baru
(new media) hadir dengan sambutan yang begitu antusias
dan positif, bahkan disertai ekspektasi dan prediksi yang
bersifat euforia (Rossler, 2001 dalam McQuail, 2010).
Kehadiran media baru telah menyentuh hampir seluruh
tatanan masyarakat, dari sisi mikro maupun makro.
Untuk menyebut di antaranya adalah internet dan
teknologi multimedia yang semakin canggih. Akses
media baru yang semakin mudah dan murah kini juga
membawa budaya baru dalam pemanfaatan waktu

3
Media dan Masyarakat Kini

luang. Seperti halnya bentuk media sebelumnya, media


baru memiliki karakteristik tersendiri. Sementara itu,
McQual (2000: 127) membuat pengelompokkan media
baru menjadi empat kategori. Pertama, media
komunikasi interpersonal yang terdiri dari telepon,
handphone dan e-mail. Kedua, media bermain interaktif
seperti komputer, videogame, permainan dalam internet.
Ketiga, media pencarian informasi yang berupa portal/
search engine. Keempat, media partisipasi kolektif seperti
penggunaan internet untuk berbagi dan pertukaran
informasi, pendapat, pengalaman dan menjalin melalui
komputer di mana penggunaannya tidak semata-mata
untuk alat namun juga dapat menimbulkan afeksi dan
emosional.
McQuail (1994 dalam Livingstone, 2006)
menyebutkan karakter khas media baru sebagai berikut:
Media baru secara umum mencakup desentralisasi
saluran distribusi pesan, peningkatan dalam kapasitas
pentransferan pesan (berkat hadirnya satelit serta
jaringan komputer dan kabel), peningkatan dalam hal
ketersediaan pilihan bagi audiens untuk terlibat dalam
dalam proses komunikasi karena kerap menyediakan
bentuk komunikasi yang interaktif, serta peningkatan
dalam tingkatan fleksibilitas untuk menentukan bentuk
dan konten media melalui proses digitalisasi pesan.
Negroponte (1995 dalam Livingstone, 2006)
menganggap bahwa aspek terakhir merupakan fitur yang
paling fundamental, digitalisasi menurutnya berarti
konten dari satu medium dapat dipertukarkan dengan
medium lainnya. Sifat media baru yang interaktif, sosial,
penuh otonomi, menyenangkan serta mendukung
privasi dan personal (McQuail, 2010) membuat

4
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

kehadirannya disambut dengan optimisme masyarakat


global.
Era globalisasi sangat erat kaitannya dengan
evolusi teknologi media baru. Munculnya media baru
telah meningkatkan komunikasi antara orang di seluruh
dunia dan jaringan internet. Hal ini memungkinkan
orang untuk mengekspresikan diri melalui blog, situs
web, gambar, dan user-generated content lainnya.
Pandangan positif lainnya mengungkapkan bahwa
teknologi komunikasi baru dapat menghapuskan
ketidaksetaraan di masyarakat. Pemerataan akses
pendidikan dapat meningkat tajam,
masyarakat dapat menjadi lebih aktif Media sosial
dan peduli, serta dunia perdagangan didefinisikan
akan maju pesat. Rheingold (dalam
sebagai media
Livingstone, 2006) beranggapan bahwa
yang digunakan
internet dapat membantu menemukan
dan menyegarkan kembali semangat orang untuk
yang tumbuh di masyarakat. Dalam bersosialisasi. Ia
bukunya yang terkenal The Virtual juga disebut
Community, Rheingold menyuarakan jejaring sosial
bahwa hilangnya nilai-nilai tradisional yang dijelaskan
pada komunitas dapat dikembalikan
sebagai jaringan
melalui hadirnya saluran komunikasi
yang dapat
bermedia internet.
Terbang (2002) menyatakan
dipercaya.
bahwa sebagai hasil dari evolusi
teknologi media baru, globalisasi terjadi. Globalisasi
umumnya dinyatakan sebagai lebih dari perluasan
kegiatan di luar batas-batas negara bangsa tertentu.
Globalisasi melalui komunikasi elektronik membuat
jarak antara orang-orang di seluruh dunia lebih pendek

5
Media dan Masyarakat Kini

(Carely 1992 di Flew 2002). Media baru secara radikal


memecahkan hubungan antara fisik dan tempat-tempat
sosial, sehingga membuat lokasi fisik yang jauh menjadi
kurang berarti untuk hubungan sosial kita (Croteau dan
Hoynes, 2003: 311).

MEDIA SOSIAL
Salah satu wujud konkret dari media baru adalah media
sosial. Media sosial secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai media yang digunakan untuk bersosialisasi. Ia
juga kerap disebut sebagai jejaring sosial yang dijelaskan
sebagai jaringan yang dapat dipercaya, komunitas virtual
atau komunitas online merupakan sekelompok orang
yang berinteraksi melalui newsletters, blog, komentar,
telepon, e-mail dan pesan singkat, serta mereka yang
menggunakan teks, audio, foto dan video untuk tujuan-
tujuan profesional dan pendidikan. Tujuan utama
jejaring sosial adalah untuk membangun kepercayaan di
dalam komunitas tersebut (Safko, 2010).
Komunitas virtual yang menggunakan teknologi
Web 2.0 untuk menciptakan serta membangun
komunikasi disebut sebagai Komunitas 2.0. Jejaring
sosial dan ikatan kuat terhubung melalui jalur online
sejak awal-awal kemunculan Usenet (sistem diskusi
internet yang terdistribusi secara gobal). Jejaring sosial
juga sangat tergantung dari interaksi dan pertukaran
kolektif yang dilakukan oleh para anggotanya.
Kemampuan untuk memudahkan bergaul dengan
individu-individu yang memiliki pemikiran yang sama
secara cepat dan berasal dari manapun di seluruh dunia
adalah keuntungan yang diperoleh pengguna jejaring
sosial.

6
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Pada tahun 1993, seorang psikolog evolusioner


Dr. Robin I. M Dunbar dari Human Evolutionary Biology
Research Group di University College London membuat
sebuah penemuan penting mengenai cara kerja jejaring
sosial dan interaksi manusia. Dunbar mengajukan teori
bahwa batas jumlah orang di mana seseorang dapat
membina hubungan sosial yang stabil adalah 150 orang.
Jumlah tersebut merupakan batas di mana setiap
individu mengetahui satu persatu orang yang ada dalam
lingkaran sosial tersebut serta bagaimana setiap orang
berhubungan dengan orang lain. Ukuran dari jejaring
sosial sebaiknya dibatasi hingga maksimal 150 orang
karena hal tersebut terkait dengan batas kapasitas dari
saluran komunikasi manusia (Safko, 2010). Meskipun
demikian melalui perangkat media sosial dan jejaring
sosial, jumlah ini telah meningkat tinggi. Dan dengan
mentautkan jejaring kita ke kontak lainnya dalam
jejaring sosial, jumlah kontak kita bahkan dapat
mencapai jutaan. Namun hal yang harus diingat adalah
bukan berapa banyak kontak yang dimiliki dalam
sebuah jejaring sosial, tapi seberapa penting dan
bernilainya masing-masing kontak tersebut.
Terdapat banyak alasan yang membuat orang
mau berkontribusi menulis dan berbagi pengetahuan
melalui media sosial. Bahkan, jumlah orang yang
menghabiskan banyak waktu untuk berkontribusi
terhadap website semacam blog dan wiki cukup banyak.
Orang-orang biasanya menjadi termotivasi untuk
menulis informasi dengan ekspektasi bahwa para
pembaca bisa mendapatkan informasi yang berguna.
Dengan demikian penulis itu merasa telah melakukan
sebuah kontribusi penting dan menimbulkan rasa

7
Media dan Masyarakat Kini

memiliki pengaruh di lingkungannya. Psikologi sosial


menyebutkan bahwa manusia adalah mahkluk sosial
yang merasakan keuntungan jika mereka mendapatkan
respon yang langsung mengenai apa yang mereka
sampaikan. Blog adalah contoh yang tepat untuk segala
bentuk penerimaan, di mana pembaca dapat segera
memberikan komentar dan partisipasi dalam beberapa
konten yang dibuat secara live.
Berdasarkan pengamatan penulis mengenai
komunitas motherhood, terdapat beberapa jenis media
sosial yang digunakan untuk membuat komunitas
misalnya Facebook, YouTube, Instagram dan Blog.
Instagram biasanya digunakan untuk mempromosikan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan komunitas, sementara
ketiga media lainnya merupakan wadah inti di mana
kegiatan komunikasi dengan anggota komunitas tersebut
sebagian besar dilaksanakan. Berikut adalah penjelasan
ringkas mengenai beberapa media sosial sebagaimana
disebutkan di atas.
1. Facebook merupakan website yang diluncurkan pada
Februari 2004 dan telah menjadi website paling
populer dalam sejarah. Awalnya ia hanya dapat
diakses oleh mahasiswa Harvard, kemudian terbuka
untuk mahasiswa di univeristas lain. Baru pada
September 2006 ia dapat diakses oleh seluruh orang
di dunia yang memiliki alamat email dan berusia 13
tahun ke atas. Sejak saat itu Facebook menjadi media
sosial yang begitu berpengaruh dan dibicarakan di
mana-mana. Terdapat sejumlah alasan yang
mendukung kekuatan Facebook, beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut:

8
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

a. Facebook memiliki jumlah pengguna yang begitu besar.


b. Pengguna Facebook menghabiskan sebagian besar
waktu mereka berselancar di dalamnya.
c. Karakteristik demografis penggunanya sangat berbeda
dengan dua jejaring sosial besar lainnya (Linkedin dan
MySpace).
d. Pengguna Facebook memiliki rentang perbedaan usia
yang tinggi, mulai dari awal remaja hingga orang tua.
e. Facebook selalu memberikan fitur-fitur baru yang
menarik sekaligus berguna kepada para penggunanya.
f. Facebook memberi kesempatan bagi para pengembang
web untuk merancang aplikasi-aplikasi baru yang dapat
digunakan pada profile pengguna Facebook dan
dilakukan dengan beberapa peraturan yang cukup ketat
g. Dengan segala kelebihannya tersebut, Facebook masih
menjadi salah satu media sosial yang sangat diminati
oleh berbagai lapisan masyarakat termasuk kaum ibu
(Alba, 2008).

2. Blog begitu populer hingga pada tahun 2006 majalah


Time menobatkan “2006 Person of the Year”.....”You”.
Blog berasal dari kata web log atau kata lain dari jurnal
online. Seorang blogger dan penulis asal Amerika
John Barger adalah orang pertama yang menemukan
frase tersebut di Desember 1997. Kemudian tercetus
ide dari Peter Merholz yang menggunakan kata
WeBLOG dan memisahkannya menjadi We Blog di
dalam halaman webnya www.peterme.com pada Mei
1999. Seorang pengusaha Evan Williams pertama kali
menggunakan kata blog sebagai kata kerja sekaligus
kata benda, yang kemudian juga menciptakan istilah
blogger. Blog pada awalnya hanya merupakan update
yang kontinyu dari website standar HTM—sebuah
proses yang cukup rumit dan membutuhkan
tingkatan pengetahuan tertentu untuk menjalankan

9
Media dan Masyarakat Kini

kode-kode HTML. Namun perkembangan terbaru


dalam browser yang berbasis platform blog
memudahkan pengguna untuk memposting artikel.
Kegiatan blogging akhirnya menjadi sesuatu yang
mudah untuk dilakukan oleh setiap pengguna
komputer.
Sebuah blog dapat didefinisikan sebagai suatu
website yang dijalankan oleh individu dengan
postingan reguler yang mencakup pendapat,
komentar, pikiran, ide. Di dalamnya juga bisa
terdapat foto-foto, grafik, audio atau video. Postingan
biasanya terpajang dalam urutan kronologis yang
terbalik. Sebagian besar blog menyediakan berita dan
konten mengenai subjek yang spesifik, dan sebagian
lainnya lebih memilih untuk menggunakannya
sebagai jurnal pribadi. Blog biasanya memiliki teks,
gambar, video, dan tautan yang menghubungkan
dengan blog lain serta website yang berkaitan denan
subjek bahasan utama dari blog yang bersangkutan.
Salah satu fitur terpenting dari sebuah blog adalah
akses bagi pembaca untuk dapat berinteraksi dengan
penulis melalui komentar-komentar tentang konten
dalam bog tersebbut. Blog dapat terbagi menjadi
beberapa kategori. Salah satu jenisnya memiliki fitur
Question Blog (Qlogs) di mana pembaca dapat
mengirimkan pertanyaan melalui kolom komentar,
submission form, atau email. Penulis blog dan tim
admin kemudian bertanggungjawab untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebuah blog yang
memposting segala sesuatu dalam bentuk video
disebut Vlog (video blog website), ada pula blog yang
hanya memposting tautan kepada blog-blog lainnya

10
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

disebut linklogs. Di luar kedua jenis tersebut juga ada


blog yang disebut tumblogs, yang memposting
pesan-pesan yang lebih singkat; dan blog yang
membahas tentang isu-isu legal disebut blawgs
(Safko, 2010).
3. Instagram pertama kali diluncurkan pada tanggal 6
Oktober 2010 sebagai aplikasi iPhone. Instagram
semula dirancang agar para penggunanya dapat
berbagi momen-momen kehidupan melalui foto-
foto yang diambil dari kejadian dalam hidup
mereka. Sejak 2010, instagram telah menjadi salah
satu website paling populer yaitu
rangking ke-17 di Amerika Serikat Media baru
dan ke-30 secara global. Pada tahun memecahkan
2012, sekitar 57% pengguna
hubungan antara
Instagram mengunjungi situs
tersebut setidaknya satu kali sehari
fisik dan tempat-
dan sekitar 58 foto baru diunggah tempat sosial,
setiap detiknya. Kemudian pada sehingga membuat
tahun 2015 Instagram melewati lokasi fisik yang
jumlah 300 juta pengguna aktif dan
jauh menjadi
70 juta foto diunggah setiap harinya.
Instagram kini selain menjadi media
kurang berarti
untuk terhubung dengan teman dan untuk hubungan
kolega, juga sebagai sarana untuk sosial kita.
promosi, berjualan hingga upaya
pembentukan citra bagi public figure.
Bagaimana menggunakan aplikasi ini? Instagram
menyediakan fitur untuk mengambil gambar
menggunakan kamera handphone melalui aplikasi
Instagram. Setelah foto berhasil diambil, pengguna
dapat mengedit foto tersebut dengan menggunakan

11
Media dan Masyarakat Kini

beragam aplikasi filter sebelum memposting foto


tersebut di akun mereka. Selain itu, pengguna juga
dapat menambahkan deskripsi foto, menyebutkan
nama teman melalui fitur tagging serta bisa
menyebutukan lokasi di mana foto tersebut diambil.
Ketika pengguna sudah merasa cukup puas dengan
tampilan foto serta keterangan yang menyertainya,
ia dapat memposting dan kemudian fotonya akan
muncul dalam newsfeed. Lalu setelah foto masuk
dalam newsfeed, para pengikut (followers) dari
pengguna dapat melihat foto tersebut dan
berkesempatan untuk memberi tanda “like” maupun
memberi komentar di bawah foto. Pengguna dapat
melihat siapa yang memberi “like” pada foto mereka
dengan cara meng-klik ‘‘news’’ atau pengguna dapat
memilih ‘‘following’’untuk mengetahui informasi
terkini dari orang-orang yang mungkin tidak dapat
kita kenal di kehidupan sehari-hari.
4. YouTube dirintis dan diciptakan oleh Chad Hurley,
Steve Chen dan Jawed Karim di San Manteo
California sekitar tahun 2005. Berawal dari ide
untuk berbagi video mengenai kegiatan di kantor
dengan cara yang lebih mudah dan efisien, ketiganya
kemudian berlanjut memikirkan strategi untuk
menyederhanakan proses berbagi video dengan
teman, keluarga dan bahkan dunia. Dari ide
sederhana tersebut, sebuah aplikasi besar dan
populer pun terwujud.
Pengembangan website YouTube dilakukan pada
Februari 2005 dan secara resmi dirilis pada
Desember 2005. Tujuan utamanya begitu sederhana:
memperoleh sebanyak-banyaknya proses pemuatan

12
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

video dan membangun anggota yang royal.


Akhirnya. YouTube telah berhasil memanfaatkan
momentum dan mendapatkan dana sebesar 3,5 juta
dollar sebagai modal awal. Kemudian akhirnya
YouTube dibeli oleh Google sebesar 1,65 milyar
dollar.
YouTube menawarkan kemudahan bagi para
penggunanya. Sebagai pengguna, kita dapat mencari
segala jenis video yang kita inginkan tanpa harus
mengungkapkan identitas kita. Namun apabila kita
ingin melakukan sesuatu yang lebih menarik, seperti
berinteraski dengan sesama pengguna YouTube,
menciptakan playlist, berlangganan suatu channel dan
mengunggah video sendiri, pengguna harus
membuat akun. Namun YouTube tidak menuntut
informasi peronal yang terlalu detail, yang perlu
dilakukan pengguna adalah menyetujui persyaratan
mereka dan memberikan informasi-informasi
sederhana.

RISET TERDAHULU MEDIA BARU


Beragam riset tentang media baru telah banyak
dilakukan. Mulai dari riset yang fokus pada medium,
pesan, khalayak, efek, hingga produsen pesan. Keluarga,
khususnya ibu sebagai salah satu stakeholder media juga
tidak lepas dari minat para peneliti untuk menelaah
lebih jauh mengenai hubungannya dengan media baru.
Sebagian penelitian mengklaim bahwa internet hanya
meneguhkan norma-norma femininity dan konsume-
risme sehingga dapat memberi pengaruh buruk bagi ibu
terutama dalam hal tekanan dalam pengasuhan,
kompetensi, dan penyesuaian pada transisi peran ibu

13
Media dan Masyarakat Kini

baru. Penelitian lain menemukan bahwa penggunaan


internet yang tinggi membuat sedikitnya waktu yang
dihabiskan bersama orang-orang terdekat sehingga
meningkatkan rasa kesepian (McDaniel, Coyne, Holmes,
2011).
Belum banyak penelitian yang khusus membahas
bagaimana ibu dapat menggunakan media baru untuk
hal yang produktif. Namun terdapat beberapa tulisan
yang mengupas persoalan ibu memanfaatkan media
baru. Dalam penelitian berjudul New Mothers and Media
Use: Association between Blogging, Social Networking and
Maternal Well-Being (McDaniel, Coyne, Holmes, 2011)
disebutkan bahwa para ibu baru menghabiskan waktu
sekitar 3 jam per hari di depan komputer dan sebagian
besar waktunya digunakan untuk berselancar di internet.
Temuan dari penelitian tersebut menyatakan
kegiatan menulis blog secara rutin dapat diasosiasikan
dengan perasaan terhubung dengan keluarga dan teman
-teman yang kemudian dipersepsikan oleh para ibu
tersebut sebagai dukungan sosial. Selanjutnya dukungan
sosial itu dapat mendukung kesejahteraan ibu, dilihat
dari aspek kepuasan pernikahan, meredakan konflik
pasangan, tekanan pengasuhan dan depresi.
Sementara itu di Indonesia, Mira Rainayati dalam
tesisnya berjudul, “Komunitas Menulis Virtual: Suatu
Studi Komunikasi Kelompok Tentang Komunitas Ibu-
Ibu Rumah Tangga Berbasis Social Media” menemukan
bahwa para ibu rumah tangga yang bergabung dalam
komunitas tersebut mendapatkan kebanggaan tersendiri
ketika berhasil membuat sebuah tulisan. Selain itu,
Facebook memiliki peran yang sangat penting dalam
membagikan tema-tema fantasi dalam komunitas Ibu-

14
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Ibu Doyan Nulis (IIDN). Karena dalam Facebook, tema-


tema fantasi dapat berseliweran dengan mudahnya
tanpa harus dibatasi ruang dan waktu. Dari kedua
penelitian di atas terlihat sinergi yang saling
menguntungkan antara para ibu dan media baru. Para
ibu menemukan wadah untuk mengekspresikan diri
secara produktif melalui media baru.

KONSTRUKSI SOSIAL SEBAGAI PENDEKATAN


Tulisan ini perlu mengetengahkan teori konstruksi sosial
untuk menafsirkan dunia realitas antara individu dengan
lingkungan sekitarnya. Adalah Peter L. Berger dan
Thomas Luckmann yang pertama kali memperkenalkan
istilah konstruksi realitas sosial melalui bukunya yang
berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in the
Socioogical of Knowledge yang terbit pada tahun 1966.
Berger dan Luckmann menggambarkan proses sosial
melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu
menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang
dimiliki dan dialami bersama secara kolektif.
Berger dan Luckmann memulai penjelasan
realitas sosial dengan memisahkan antara kenyataan dan
pengetahuan. Mereka mengartikan realitas sebagai
kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas, yang
diakui memiliki keberadaan (being) tidak bergantung
pada kehendak kita sendiri. Sementara, pengetahuan
diartikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu
nyata (real) dan memiliki karakter secara spesifik.
Institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan
atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia.
Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata
secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya

15
Media dan Masyarakat Kini

dibangun dalam definisi subjektif melalui proses


interaksi. Pada tingkat generalitas tertinggi, manusia
menciptakan dunia dalam makna simbolis yang
universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh,
yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk
sosial serta memberi makna pada berbagai bidang
kehidupannya.
Berger dan Luckmann membagi realitas menjadi
dua yaitu realitas obyektif dan realitas subyektif. Realitas
obyektif dibentuk dengan institusionalisasi dan
legitimasi. Sedangkan realitas subyektif terjadi melalui
internalisasi. Realitas obyektif adalah realitas yang
terbentuk dari pengalaman di dunia obyektif yang
berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap
sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi
simbolis dari realitas obyektif dalam berbagai bentuk.
Sedangkan realitas subyektif adalah realitas yang
terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas
obyektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses
internalisasi. Realitas subyektif yang dibentuk melalui
internalisasi individu terhadap berbagai peristiwa,
pengalaman dan pengetahuan pribadi yang diperoleh
melalui interasi sosial. Interaksi sosial yang dimaksud
adalah proses sosialisasi.
Proses masuknya individu menjadi anggota
masyarakat disebut dengan sosialisasi. Berger dan
Luckmann membagi sosialisasi menjadi dua, yaitu
sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi
primer adalah sosialisasi pertama yang terjadi ketika
individu berada di masa anak-anak. Sedangkan
sosialisasi sekunder merupakan proses selanjutnya yang
memasukkan individu ke dalam sektor baru di dunia
masyarakatnya yang obyektif.

16
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Pada sosialisasi primer, anak-anak pertama kali


belajar mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang
terdekat dalam kehidupannya, terutama keluarga.
Setelah mampu mengidentifikasi diri, kemudian lama
kelamaan mulai nilai-nilai yang dianut oleh sebuah
keluarga tertanam di dalam diri anak-anak tersebut.
Dunia pertama seorang individu terkonstruksi di dalam
sosialisasi primer.
Proses sosialisasi primer meliputi tahap belajar
yang didefinisikan secara sosial, sehingga selalu unik dan
berbeda antara satu keluarga di sebuah masyarakat dan
keluarga lain di masyakarat lainnya. Konten yang
terinternalisasi pada sosialisasi primer pun beragam.
Karakteristik lainnya dari sosialisasi primer adalah ia
ditentukan oleh sejumlah pengetahuan yang ditransmisi.
Misalnya ketika orangtua berusaha menyampaikan suatu
nilai tertentu pada anak-anak mereka. Fuller dan Jacobs
(dalam Kamanto Sunarto, 1993: 28) mengidentifikasikan
empat agen sosialisasi utama: keluarga, teman bermain,
sekolah dan media massa.
Keluarga, pada awal kehidupan manusia biasanya
agen sosialisasi terdiri dari orangtua dan saudara
kandung. Gertrude Jaeger, mengemukakan bahwa peran
agen sosialisasi pada tahap awal ini, terutama orangtua
sangat penting. Sang anak sangat tergantung pada
orangtua dan apa yang terjadi antara orangtua dan anak
pada tahap ini jarang diketahui orang lain.
Teman bermain (peer group), setelah mulai dapat
beraktivitas secara mandiri, seorang anak akan
memperoleh agen sosialisasi lainnya: teman bermain,
kerabat, tetangga maupun teman sekolah. Di sini
seorang anak memperoleh kemampuan baru. Jika dalam
keluarga seorang anak baru mempelajari hubungan yang

17
Media dan Masyarakat Kini

tidak sederajat, maka dalam kelompok bermain seorang


anak belajar berinteraksi dengan orang-orang sederajat
karena usianya sebaya.
Sekolah, merupakan agen sosialisasi berikutnya
dalam kehidupan individu. Di sini seseorang
mempelajari hal baru yang belum dipelajarinya dalam
keluarga atau kelompok bermain. Di sekolah-sekolah
seorang anak harus belajat mandiri. Jika di rumah
seorang anak dapat mengharapkan bantuan dari
orangtua dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, maka
di sekolah ia harus mampu mengerjakan segala
sesuatunya sendiri. Sekolah merupakan suatu jenjang
peralihan antara keluarga dan masyarakat.
Media massa, Light, Keller dan Calhoun (1989)
mengemukakan bahwa media massa, baik media cerak
(surat kabar, majalah) maupun media elektronik (radio,
televisi, film, internet) merupakan bentuk komunikasi
yang menjangkau sejumlah besar orang dan dianggap
sebagai agen sosialisasi yang berpengaruh terhadap
perilaku khalayaknya.
Sosialisasi primer dianggap berakhir ketika
konsep mengenai hal-hal lainnya yang telah
tergeneralisasi telah terbentuk di dalam alam sadar
individu. Namun proses internalisasi dari masyarakat,
identitas dan realitas bukan merupakan suatu proses
yang dapat berhenti begitu saja. Sebenarnya berakhirnya
sosialisasi primer membawa kita pada pertanyaan
berikutnya, yaitu bagaimana realitas yang terinteralisasi
pada sosialisasi primer dapat terus terpelihara dalam
alam sadar dan sejauhmana internalisasi dalam
sosialisasi sekunder berlangsung dalam kehidupan
individu.

18
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Pada sosialisasi sekunder, terjadi internalisasi


institusi yang disebut sub-dunia. Cakupan dan karakter
sosialisasi sekunder ditentukan oleh kompleksitas
pembagian kerja dan keserentakan distribusi
pengetahuan secara sosial. Kemudian sub-dunia yang
terinternalisasi di sosialisasi sekunder secara umum
merupakan realitas parsial dibandingkan dunia-dasar
yang diperoleh di sosialisasi primer. Internalisasi pada
sosialisasi sekunder juga dikarakterisasi oleh realitas
yang kohesif dan komponen-komponen normatif,
afektif dan kognitif.
Pada tahap sosialisasi ini proses pembelajaran
difokuskan untuk membangun unsur-unsur instrinsik
dan dasar-dasar struktur pengetahuan. Selain itu, pada
sosialisasi sekunder, tidak memerlukan kedekatan
emosional untuk mencapai proses identifikasi seperti
pada sosialisasi primer. Identifikasi dapat berlangsung
selama terjalin komunikasi yang saling menguntungkan
satu sama lain.
Karena pada sosialisasi sekunder tidak diperlukan
kedekatan emosional sebagaimana halnya pada
sosialisasi primer, maka konteks institusional biasanya
diterapkan. Terdapat formalitas dan anonimitas pada
sosialisasi yang menggambarkan karakter afektif dari
relasi sosial pada sosialisasi sekunder. Proses sosialisasi
sekunder membutuhkan urutan pembelajaran yang
terkontrol secara rasional dan emosional. Beberapa
teknik khusus diperlukan untuk menciptakan identifikasi
dan keniscayaan. Kebutuhan akan teknik-teknik khusus
tersebut bisa berupa intrinsik dalam hal proses belajar
dan penerapan konten internalisasi, atau bisa juga
diposisikan demi kepentingan pihak yang berniat
melakukan sosialiasi kepada masyarakat.

19
Media dan Masyarakat Kini

Teknik-teknik yang berusaha diaplikasikan dalam


proses sosialisasi sekunder berupaya untuk
menumbuhkan sisi afektif untuk mendorong terjadinya
identifikasi. Segala upaya yang dilakukan merupakan
cara untuk mereplikasi karakter yang ada pada sosialisasi
primer. Hubungan antara individu dengan agen
sosialisasi akan terhubung secara semakin dekat, karena
pihak yang melakukan sosialisasi tersebut berupaya
meniru karakter dari orang-orang terdekat individu
yang menjadi target sosialisasi. Dalam sosialisasi
sekunder juga sangat mungkin terjadi persaingan antara
beberapa pihak yang berupaya mensosialisasikan hal-hal
yang berbeda.
Dalam perkembangannya dari masa ke masa,
teori Konstruksi Realitas Sosial menarik para akademisi
untuk mengeksporasi lebih dalam. Vivian Burr dan
Barnett Pearce (2009) dalam tulisan mereka yang
berjudul Communication and Social Construction: Claiming
Our Birthright membahas konstruksi sosial dilihat dari
perspektif komunikasi. Burr dan Pearce mengemukakan
keempat asumsi. Asumsi pertama adalah sikap kritis
terhadap pandangan menerima begitu saja atas
pemahaman dunia termasuk diri kita sendiri. Konstruksi
sosial mendorong kita untuk mencurigai bagaimana kita
memahami dunia dan diri kita.
Asumsi kedua menekankan bahwa semua
pengetahuan bersifat spesifik secara historis dan budaya.
Pelabelan, klasifikasi, denotasi dan konotasi dari identitas
sosial selalu merupakan hasil produk di zamannya.
Lebih lanjut proses mengkonstruksi identitas sangat
tergantung pada faktor sosial, politik dan sejarah, sebagai
manusia ang bersandar pada ideologi keknian untuk

20
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

menciptakan kategori identitas sosial dan pemaknaan


mereka. Makna biasanya muncul dari proses politik
sebagai hasil kepentingan kelompok-kelompok tertentu
yang membentuk prasangka atas kelompok yang lain.
Asumsi ketiga dari konstruksi sosial berlandaskan
atas premis bahwa proses sosial melanggengkan suatu
pengetahuan. Di antara proses sosial, yang paling
mendasar adalah bahasa, di mana ia digunakan untuk
memproduksi dan mereproduksi pengetahuan yang
berlaku sebagai beragam peran dengan beragam
konteks. Bahasa membantu kita memahami dunia, dan
membagi pengalaman dan makna kepada orang lain.
Bahasa adalah sistem yang digunakan untuk
mengobyektifkan makna subjektif dan menginternalisasi
makna sosial yang terkonstruksi.
Asumsi terakhir dari konstruksi sosial menjamin
bahwa pengetahuan dan aksi sosial saling berhubungan.
May dan Mumby (2005) mencontohkan bahwa dahulu
sebelum abad ke-20, anak-anak lebih bernilai sebagai
aset ekonomis dibandingkan wujud yang berharga secara
emosional. Selama masa Revolusi Industri anak-anak
diperintahkan untuk ikut bekerja dalam indutsri.
Sementara itu, pada abad 20 sebagai hasil dari gerakan
buruh anak dan perkembangan pendidikan, anak-anak
berubah dari yang semula bermanfaat ekonomis
menjadi tidak bermanfaat ekonomis namun tidak
ternilai secara emosional. Masa kanak-kanak
dikonstruksikan sebagai periode pertumbuhan dan
perkembangan yang menyenangkan (Fass & Mason,
2000: 3).

21
Media dan Masyarakat Kini

DINAMIKA ROLE MODEL IBU


Menjadi ibu masa kini memiliki dinamika tersendiri. Jika
dulu yang menjadi panutan adalah figur orangtua
maupun kerabat, keberadaan media yang semakin
mudah dijangkau membuat sosok role model bisa
menjadi semakin beragam. Bukan lagi ibu atau nenek
sendiri yang menjadi idola, sosok selebriti yang tidak
dikenal secara personal pun bisa menjadi panutan baru.
Tugas yang diemban ibu masa kini juga tidak semakin
mudah. Seolah tugas membesarkan seorang anak belum
cukup berat, tantangan yang dihadapi ibu dari generasi
milennial pun tidak main-main: mulai dari menjaga
buah hati dari dampak negatif kemajuan teknologi
hingga yang paling menakutkan yaitu ancaman predator
seksual yang mengintai anak-anak. Belum lagi adanya
tuntutan untuk menjadi sosok ibu ideal seperti yang
banyak digambarkan oleh media massa, bahwa seorang
ibu itu harus serba bisa: andal dan cekatan dalam urusan
rumah tangga, berkarir cemerlang atau memiliki bisnis
sendiri, hangat dan penuh kasih sayang, sekaligus tetap
cantik menawan serta memiliki tubuh seramping gadis
belia.
Terlepas dari semua tantangan yang dihadapi,
masyarakat dan negara banyak bergantung pada sosok
ibu. Dalam perayaan Hari Ibu pada 22 Desember 2016
lalu, Menteri Sosial Menteri Sosial Khofifah Indar
Parawansa memaknai bahwa Hari Ibu tidak sekadar
'Mothers’ Day' biasa. Di Indonesia menurut Khofifah,
peringatan Hari Ibu kental dengan nuansa nasionalis dan
heroik untuk membangun kesatuan dan persatuan
bangsa. ”Jadi bagi saya Hari Ibu di Indonesia ini luar
biasa, bukan sebagai ibu house wife (rumah tangga) tapi

22
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

sebagai ibu bangsa,” kata Khofifah seperti dikutip


Republika (22/12/2016). Ibu memang kerap disebut
sebagai sosok yang menentukan kesejahteraan keluarga.
Jika seorang ibu bahagia dan berdaya, maka hampir bisa
dipastikan seluruh anggota keluarga akan merasakan hal
yang sama. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang
bahagia dan sejahtera biasanya tumbuh dan berkembang
menjadi dewasa yang mandiri dan berdaya guna.
Figur seorang ibu ideal pun beragam dari masa ke
masa seperti yang diungkapkan oleh Shari L. Turner
dalam bukunya berjudul The Myth of Motherhood: How
Culture Reinvents The Good Mother (1994). Ia memaparkan
secara mendetail mengenai gambaran makna ibu ideal
dari masa ke masa di Eropa dan Amerika Serikat sebagai
berikut:

23
Media dan Masyarakat Kini

Kurun
Posisi Ibu di Masyarakat dan Makna Ibu Ideal
Waktu
Pra • Perempuan dengan kemampuan bereproduksi dianggap suci, tinggi dan
Sejarah dihormati.
• Pembagian kerja sama antara perempuan dan laki-laki bersifat egaliter
Peralihan • Pergeseran menuju paham patriarki
• Bidang politik, sosial, filosofi, keagamaan dan ekonomi hanya untuk laki-laki
Yunani Kuno • Perempuan tidak memiliki hak politik dan pendidikan
(abad ke 5 ) • Kedudukan perempuan dalam pernikahan tidak dihormati
• Hubungan ibu-anak kurang dekat dan Garis keturunan bersifat paternal
Abad • Anak-anak diperlakukan seperti orang dewasa dalam bentuk kecil
pertengahan • Tingkat kematian anak tinggi
• Ibu maupun ayah tidak menunjukkan cinta dan perhatian pada anak
Tahun • Mulai muncul konsep “good mother” atau “ibu yang baik”
1500-1700 • Good mother: perempuan yang menikah, setia, penurut dan selalu
mengesampingkan kepentingannya sendiri demi anak-anaknya.
Tahun • Kehidupan masyarakat di Eropa dan Amerika mulai terbagi menjadi ranah
1800-1900 publik dan privat
• Ranah publik penuh kompetisi dan keras adaah bagian para ayah
• Ranah privat kebalikan dari ranah publik menjadi bagian ibu
Tahun • Scientific mom, para ibu membesarkan anak mengikuti petunjuk sains
1900-1940 • Figur New Woman menggantikan Victorian Women
• Perempuan mengeyam pendidikan lebih tinggi daripada ibu atau nenek
mereka, aktif berorganisasi, memiliki anak dengan jumlah lebih sedikit, mulai
masuk dunia kerja
Tahun • Betty Friedan dalam bukunya “The Feminine Mystique” mengungkapkan
1950-1970 bahwa para ibu rumah tangga kelas menengah dan berpendidikan di AS
mengalami sindrom kehampaan diri karena rata-rata mereka kehilangan
identitas dirinya setelah menjadi istri dan ibu.
• Tahun 1970-an, Adrienne Rich dalam bukunya Of Woman Born menyebutkan
bahwa terdapat dua cara pandang terhadap peran ibu: institution of
motherhood (produk kultur patriarki) dan the experience of mothering.
(pemberdayaan perempuan dalam posisinya sebagai ibu).
Tahun 1980- • Perempuan menikmati kesetaraan dalam hal kesempatan berkarir sekaligus
2000 menjadi ibu (superwoman)
• Di AS pada 1990-an mulai muncul perdebatan antara ibu rumah tangga dan
ibu bekerja.
• Pada 2000-an saat internet muncul, isu mommy wars semakin marak di
kalangan ibu-ibu di AS.

Sumber: Ruvira Arindita, Konstruksi Realitas Ibu


Ideal. Depok: Universitas Indonesia, 2016

24
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Berdasarkan tabel itu, terlihat bahwa terdapat


pergeseran figur ibu yang dianggap ideal dari waktu ke
waktu. Salah satu momentum yang sangat berpengaruh
pada tatanan masyarakat dan peran ibu adalah revolusi
industri di tahun 1800-1900-an. Pada saat itulah di
masyarakat mulai terbagi antara ranah domestik dan
ranah publik. Pembagian tersebut menempatkan kaum
perempuan di ranah domestik karena ranah publik
dianggap lebih keras dan penuh kompetisi. Kemudian di
awal tahun 1900-an ketika perempuan mulai
mengenyam pendidikan tinggi, konsep Victorian Woman
berganti menjadi New Woman. Hal itu berpengaruh pada
bagaimana sosok ibu harus menjalankan perannya.
Seorang ibu tidak hanya berkiprah di ranah
domestik, namun dengan bekal pendidikan dan
keterampilan yang dimilikinya ia menjadi lebih berdaya
untuk berpartisipasi aktif di masyarakat. Tetapi, di tahun
1950, sempat muncul kembali semangat Victorian Women
di mana para ibu diharapkan kembali tinggal di rumah.
Berikutnya, antara tahun 1960-1970 muncul pergerakan
untuk kesetaraan dalam hal politik dan intelektual. Di
sini peran media massa mulai terlihat.
Media massa, dalam hal ini berupa buku hasil
karya kelompok feminis menjadi corong dalam
menyampaikan gagasan mengenai kesetaraan.
Kemudian di tahun 1980-an ketika media massa semakin
jamak dan mudah diakses oleh ibu, timbul keinginan
untuk menguasai kedua ranah (domestik dan publik)
sekaligus. Lalu di tahun 2000-an, ketika media baru
menjadi kebutuhan sehari-hari, muncul dinamika bagi
sebagian ibu memutuskan untuk bekerja dari rumah
menggunakan teknologi internet. Pembagian antara
ranah domestik dan publik pun menjadi rancu.

25
Media dan Masyarakat Kini

Sementara itu, bagaimana dengan Indonesia?


Pergerakan Women’s Liberation tahun 1960-an yang
terjadi di dunia Barat berdampak pula di Indonesia. Pada
1970-an terjadi peningkatan jumlah perempuan berkarir
yang terus berlangsung hingga saat ini. Kemudian, dalam
dua dasawarsa terakhir muncul sebutan Superwoman
Syndrome. Sebutan itu merujuk pada keadaan ketika
perempuan menjalani peran dan tanggung jawab ganda
yang sangat berat (Newell, 1993 dalam Jurnal Perempuan,
2010). Ternyata, tidak jauh berbeda dengan apa yang
terjadi di dunia Barat, kehadiran media baru dapat
mengantarkan ibu Indonesia ke sebuah era baru yang
memberi peluang untuk memudahkan menjalankan
peran ganda mereka.

PENGGUNAAN MEDIA BARU DI KALANGAN IBU


Perkembangan zaman terus bergulir dan menyajikan
beragam problematika. Media baru dalam hal ini, bisa
menjadi kawan maupun lawan dalam menghadapi segala
tantangan yang ada. Kehadiran media baru menjadi
salah satu sumber informasi yang dapat diandalkan oleh
para ibu sekaligus sumber kekhawatiran bagi mereka.
Lalu, bagaimana para ibu memanfaatkan media baru?
Hal itu bukan saja berlaku di Indonesia, tapi juga
di Amerika Serikat. Salah satu sisi negatif dari kehadiran
media baru dalam kehidupan ibu adalah fenomena
Information Overload. Dalam artikel, Longing for the
carefree parenting style of yesterday? Kelly Wallace (2014)
dari CNN melakukan wawancara dengan para ibu di
Amerika Serikat yang membesarkan anak-anak di tahun
1960-an, 1970-an dan 1980-an serta di tahun 2000-an.
Sebagian ibu menganggap bahwa di masa sebelum

26
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

adanya internet, terdapat lebih sedikit penilaian


terhadap pola pengasuhan dan lebih sedikit orang yang
bisa membuat para ibu merasa tidak aman. Ada pula
yang menganggap apa yang berbeda setelah masuknya
internet adalah tingkat paranoid para ibu. Segala macam
informasi dapat diakses selama 24/7 di internet. Banjir
informasi tersebut dapat menimbulkan keresahan
tersendiri bagi para orang tua terutama kaum ibu.

IBU SEBAGAI KONSUMEN MEDIA BARU


Berdasarkan hasil riset perempuan memang dinilai lebih
aktif di dunia jejaring sosial dibanding laki-laki. Hasil
statistik comScore dari 40 negara di dunia pada 2010
menunjukkan bahwa perempuan memang lebih suka
berjejaring sosial dibanding dengan laki-laki. Menurut
comscore.com perempuan menghabiskan waktu lebih
banyak di internet dibandingkan dengan laki-laki, yaitu
rata-rata 24,8 jam untuk perempuan dan 22,9 jam untuk
laki-laki. Terdapat perbedaan kegiatan favorit antara
perempuan dan laki-laki saat menggunakan internet.
Dari data tersebut, sebanyak 16,3% perempuan
menggunakan waktu di internet untuk aktif di jejaring
sosial, sedangkan laki-laki hanya 11,7%. Data tersebut juga
memperlihatkan bahwa dalam tiga kategori yang bisa
dimasukkan ke media sosial, yaitu jejaring sosial, instant
messengers, dan email, perempuan mengungguli laki-laki.
Ketiga kegiatan ini menghabiskan waktu lebih dari 35%
waktu yang digunakan perempuan dalam berinternet.
Sebagian kaum ibu pun tidak kalah aktif dalam
memanfaatkan internet dan berselancar di jejaring
sosial. Berdasarkan survei pada 2014 yang dilakukan
Marketers dan MarkPlus Insight di 10 kota urban di

27
Media dan Masyarakat Kini

Indonesia, sekitar 5,4 juta netizen atau orang yang


menghabiskan waktu tiga jam per hari menggunakan
internet merupakan ibu rumah tangga dari total 32 juta
netizen. Data lebih menarik mengenai pengguna
internet di kalangan ibu rumah tangga terpapar dalam
survei Asian Digital Mom yang dirilis theAsianparent.com.
Survei yang dilakukan terhadap 10.000 calon ibu
dan ibu yang memiliki anak berusia di bawah 16 tahun di
empat negara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand dan
Indonesia menunjukkan bahwa perempuan lebih sering
menggunakan internet setelah menjadi ibu. Sekitar 80
persen perempuan di Asia menggunakan internet
setelah mereka menjadi ibu dan pada saat yang sama 58
persen dari mereka mengurangi jam menonton televisi.
Sejumlah 99 persen dari mereka menggunakan
smartphone untuk mengakses internet (Hafnie, 2014).
Kegiatan yang paling sering dilakukan para ibu saat
berselancar di internet di antaranya belanja secara online,
mencari referensi tentang pengasuhan dan tumbuh
kembang anak serta berkomunikasi dengan teman-
teman di jejaring sosial.
Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh Asosiasi
Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun
2016, kelompok Ibu Rumah Tangga merupakan
kelompok kedua terbesar yang menjadi pengguna
internet. Berikut komposisi pengguna internet
berdasarkan pekerjaan:

28
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Sumber: Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) 2016

Melihat besarnya jumlah perempuan, khususnya


Ibu Rumah Tangga yang menggunakan media baru, lalu
pertanyaannya bagaimana mereka memanfaatkannya
dalam menjalankan perannya sehari-hari? Belum lepas
dari ingatan kita sebuah puisi parodi yang berjudul “Ibu
dan Facebook” yang ditulis oleh Seraphina Ophelia,
seorang murid kelas 4 SD. Puisinya sempat menjadi viral
di media sosial dan ia pun mendapat penghargaan puisi
kocak terbaik versi Pusat Kebudayaan Perancis di tahun
2016. Berikut isi puisi yang menyiratkan sindiran kepada
kaum ibu yang sangat hobi bermain Facebook:

Ibu dan Facebook


Ibu,
Facebook,
Hubungannya erat sekali

Setiap hari
Sehabis mandi
Selesai makan
Sehabis apapun
Dalam hatiku,

29
Media dan Masyarakat Kini

Aku berpikir
Mau kemana gerangankah ia?
Notebook
Tapi...
Apa yang selalu ia lihat di notebook?
Facebook!
Setiap hari
Tawanya menggema

Sampai kapankah
hubungan erat antara ibu dan facebook?

Mungkin sampai akhir hayatnya


Notebooknya akan dibawanya
Ke Surga...

Puisi tersebut mungkin tidak menggambarkan


secara utuh kebiasaan para ibu dalam bermedia sosial,
namun ternyata cukup senada dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh sebuah perusahaan riset dunia dan
majalah perempuan ternama di Indonesia. Dalam
sebuah seminar literasi media di Universitas Padjadjaran
tahun 2016 lalu, perusahaan konsultan dunia Accenture
yang bekerja sama dengan Majalah Femina memaparkan
temuan riset mereka mengenai kefasihan digital di
kalangan masyarakat kelas menengah. Ternyata
Indonesia menduduki ranking kedua terendah dari 31
negara dalam hal kefasihan digital (digital fluency)
menggunakan media internet.
Ranking ini cukup mencengangkan, mengingat
Indonesia selalu menempati peringkat kedua tertinggi

30
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

dalam jumlah pengguna media sosial Facebook dan


Twitter terbanyak di dunia (Maulana, 2017).
Kefasihan digital didefinisikan sebagai bagaimana
laki-laki dan perempuan memanfaatkan internet untuk
meningkatkan kapasitas pengetahuan, konektivitas, dan
efektivitas kerja. Faktor kefasihan digital ini akan
menentukan bagaimana hubungan internet dengan
peningkatan edukasi, efektivitas kerja, dan kemajuan
individu antara laki-laki dan perempuan. Jika
dikategorikan secara gender, faktor kefasihan digital
level edukasi untuk kelompok perempuan Indonesia
berada di posisi 26. Hasil survey
menyebutkan bahwa sebagian besar Literasi digital
perempuan menggunakan internet
bermakna
untuk chatting dan mendukung hobi,
seperti mencari resep masakan atau kemampuan
mencari pola pembelajaran suatu berhubungan
bahasa.
dengan informasi
Keterlibatan di media baru juga
bukan sekedar monopoli kelompok
hipertekstual
ekonomi menengah ke atas. Kelompok yaitu bacaan tak
masyarakat berpenghasilan rendah pun berurut
tidak lepas dari fenomena kehadiran
berbantuan
media baru. Penelitian pada tahun 2015
terhadap warga berpenghasilan rendah komputer.
di kota Jakarta menunjukkan bahwa 36%
dari mereka menggunakan internet,
termasuk 50% laki-laki dan 31% perempuan. Penelitian
yang dilakukan oleh Web Foundation bersama dengan
ICT Watch yang bekerja sama dengan LPPM-LSPR
(Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat,
London School of Public Relation, Jakarta)

31
Media dan Masyarakat Kini

menunjukkan bahwa penyebaran ponsel yang pesat


masih belum cukup untuk membuat perempuan
mengakses internet atau memberdayakan perempuan
dengan teknologi. Bahkan, perempuan yang telah
mengakses internet, memiliki kemungkinan 30-50%
lebih rendah dibanding laki-laki untuk menggunakan
internet dalam rangka meningkatkan penghasilan
mereka atau berpartisipasi di ranah publik (Suryadhi,
2017).
Kedua penelitian tersebut di atas sejalan dengan
hasil survey yang dilakukan oleh APJII. Facebook
merupakan media sosial yang paling sering dikunjungi
oleh pengguna media baru, disusul oleh Instagram dan
YouTube. Berikut gambaran perilaku pengguna internet
Indonesia dilihat dari konten yang paling sering diakses:

Sumber: Iskandar. Apa yang Dilakukan Orang Indonesia Saat Akses Internet.
Diakses pada 18 Juni 2017 dari http:tekno.liputan6.com

32
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

LITERASI DIGITAL DAN MEDIA


Terdapat adagium yang mengatakan bahwa, “mendidik
perempuan sama artinya mendidik dua generasi”. Di
dalam keluarga, ibu memegang peranan sebagai
pendidik anak, madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Untuk menghadapi kemajuan zaman yang diiringi
dengan kemajuan teknologi informasi, ibu harus
menjadi garda terdepan dalam menjaga keluarga agar
derasnya arus informasi yang masuk tidak membawa
dampak negatif bagi anggota keluarga. Sebelum ibu
mampu mendidik anak-anak, ia terlebih dulu harus
memiliki keterampilan literasi media dan digital yang
memadai. Mengapa keduanya? Karena kini konteks
media dan digital telah menjadi kesatuan yang sangat
berkaitan erat.

Literasi Digital
Seperti yang telah ditunjukkan dalam beberapa survey
di atas, terdapat paradoks dalam penggunaan dan
kefasihan bermedia digital di Indonesia. Penggunaan
media yang tinggi tidak diimbangi dengan kefasihan
digital yang memadai. Untuk mampu mencapai
kefasihan bermedia digital, masyarakat tidak terkecuali
kaum ibu perlu memiliki keterampilan literasi digital.
Dalam kaitannya dengan literasi digital, konsep
James Potter paling jelas dan gamblang untuk bisa
diterapkan dalam tulisan ini. Definisi literasi digital
menurut James Potter ialah sebagai berikut:
“A set of perspectives that we actively expose ourselves to
the media to interpret the meaning of the messages we
encounter. We build our perspectives from knowledge
structures. To build our knowledge structures, we need

33
Media dan Masyarakat Kini

tools and raw material. These tools are our skills. The
raw material is information from the media and the real
world. Active use means that we are aware of the
messages and are consciously interacting with them
(Potter, 2005: 22).”

Literasi digital sebagaimana menurut Potter


adalah ketertarikan, sikap, dan kemampuan individu
dalam menggunakan teknologi digital dan alat
komunikasi untuk mengakses, mengelola, sekaligus
mengintegrasikan, menganalisis dan mengevaluasi
informasi, membangun pengetahuan baru, membuat
dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat
berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat. Dalam
konsepsi Potter usaha untuk meliterasi masyarakat
berbasis digital berarti tidak sekadar mengenalkan media
digital, tetapi juga menyinergikan dengan kegiatan
seharihari yang berujung pada peningkatan
produktivitas.
Istilah literasi digital sendiri mulai populer sekitar
tahun 2005 (Davis &Shaw, 2011). Literasi digital
bermakna kemampuan untuk berhubungan dengan
informasi hipertekstual dalam arti bacaan tak berurut
berbantuan komputer. Istilah literasi digital pernah
digunakan pada tahun 1980-an (Davis & Shaw, 2011),
ketika teknologi komputasi mulai digunakan untuk
menunjang kehidupan sehari-hari. Gilster (1997)
kemudian memperluas konsep literasi digital sebagai
kemampuan memahami dan menggunakan informasi
dari berbagai sumber digital untuk kepentingan
pengembangan diri dan organisasi. Dengan kata lain
kemampuan untuk membaca, menulis, dan
berhubungan dengan informasi akan menentukan

34
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

bagaimana seorang individu dan organisasi berkembang.


Kemampuan individu untuk bisa mengakses informasi
di era digital merupakan hal penting, termasuk bagi
perempuan dan ibu.

Literasi Media
Tidak cukup hanya memiliki kemampuan literasi digital,
ibu pun perlu memiliki keterampilan literasi media.
Literasi media dapat didefinisikan sebagai sebuah
keterampilan untuk menguasai dan menggunakan
bentuk apa saja dari komunikasi bermedia secara efektif
dan efisien (Baran, 2010). Akademisi dan praktisi media
Art Silverblatt (2008) mengidentifikasi tujuh elemen
yang menjadi karakteristik literasi media sebagai berikut:
1. Pemikiran kritis yang memungkinkan audiens
membangun penilaian yang independen mengenai
konten media.
2. Pemahaman mengenai proses yang terjadi dalam
komunikasi massa. Jika kita memahami komponen
dari proses komunikasi massa dan bagaimana mereka
berhubungan satu sama lain, maka kita akan memiliki
ekspektasi tertentu bagaimana mereka bisa melayani
audiens.
3. Kesadaran akan dampak media bagi individu dan
masyarakat. Jika masyarakat tidak menyadari dampak
tersebut maka mereka akan mudah terseret arus dan
tidak lagi memegang kendali atas konsumsi media.
4. Strategi untuk menganalisa dan mendiskusikan pesan
-pesan media. Masyarakat setidaknya memiliki dasar
pengetahuan tentang bagaimana media memproduksi
sebuah konten acara.
5. Pemahaman bahwa konten media memberikan insight
untuk kebudayaan masyarakat.

35
Media dan Masyarakat Kini

6. Kemampuan untuk dapat menikmati, memahami dan


menghargai konten media. Karena literasi media
bukan berarti selalu mencurigai media sebagai
pembawa dampak buruk bagi masyarakat.
7. Pengembangan kemampuan memproduksi konten
media secara efektif dan bertanggungjawab.
8. Pemahaman mengenai tanggung jawab moral dan
etika praktisi media

Literasi digital dan literasi media merupakan


keterampilan yang mutlak diperlukan di tengah
gempuran informasi yang begitu luar biasa dewasa ini.
Kemampuan untuk mengakses sekaligus memilah dan
memilih informasi yang berguna serta membuang
informasi yang kurang berguna serta pemahaman untuk
membaca teks yang tidak tersurat dalam media akan
sangat membantu masyarakat untuk mengambil sebesar
-besarnya manfaat dari keberadaan media baru-
sehingga bukan sebaliknya yang terjadi.

PENGGERAK KOMUNITAS MEDIA BARU


Motherhood sebagai Isu Utama
Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah, apakah benar
bahwa ibu-ibu hanya bisa menjadi audiens pasif di
media baru? Ternyata jawabannya tidak. Dalam
penelitian sebelumnya, terdapat temuan tentang
aktivitas menulis di blog yang dilakukan oleh para
perempuan atau ibu di emak2blogger, khususnya yang
menjadi finalis Srikandi Blogger 2015, telah mereduksi
keterbatasan perempuan dalam akses media digital.
Perempuan mampu menyampaikan aspirasi,
perempuan punya ruang untuk menyampaikan
problematika hidup sehari-hari. Pada titik ini

36
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

perempuan mampu memberdayakan dirinya lewat


informasi yang diperoleh dari dunia digital. Penggunaan
media digital memungkinkan sasaran untuk
menggunakan, aktif, membangun kedekatan dan
mendorong kemampuan untuk belajar (Kervin, 2016
dalam Widyastuti, 2016).
Dunia blogging telah popular belakangan ini di
berbagai kalangan tidak terkecuali para ibu. Beragam
tema telah diangkat sebelumnya, namun yang menjadi
fokus perhatian penulis kali ini adalah tema motherhood,
atau dunia ibu. Seperti yang telah penulis singgung
sebelumnya, konteks sosok ibu yang ideal mengalami
perubahan seiring dengan perkembangan zaman
teknologi. Kesejahteraan dan kebahagiaan seorang ibu
sangat menentukan kesejahteraan dan kebahagiaan
keluarga. Hal yang sering terlupakan karena masyarakat
biasanya hanya berfokus pada kepentingan sang anak
sebagai anggota keluarga termuda. Padahal jika ditelisik,
pada kasus terjadinya kekerasan pada anak yang
dilakukan oleh ibu kandung, akar permasalahannya
adalah masalah psikis ibu.
Masyarakat dan anggota keluarga mengabaikan
ibu yang sebetulnya membutuhkan bantuan moril
dalam menjalankan perannya. Pada titik ekstrim, ibu
yang depresi dapat menghilangkan nyawa buah hatinya.
Belum hilang dari ingatan kita tentang kasus Ibu Anik
seorang alumnus perguruan tinggi ternama di Bandung
yang membunuh ketiga buah hatinya. Menurut hasil
pemeriksaan tim psikologis, Ibu Anik memiliki kelainan
schizophrenia, suatu kondisi depresi yang menyebabkan
seseorang mengalami gangguan halusinasi. Penyebab
depresi bisa jadi beragam dan sebetulnya dapat

37
Media dan Masyarakat Kini

disembuhkan jika terdeteksi sejak awal. Dalam kasus


tersebut tampak bahwa keluarga dan masyarakat abai
dalam melindungi kesejahteraan batin sang ibu.
Transisi seorang perempuan menjadi seorang
ibu pun bukan selalu menjadi hal yang mudah bagi
setiap orang. Terkadang para ibu baru mengalami
keterasingan dari lingkungan sehari-hari mereka
terutama di awal kehidupan sang buah hati di mana
seluruh waktu ibu banyak dihabiskan untuk mengurus
anak semata. Perempuan yang terbiasa aktif terlibat
dalam masyarakat secara intens kemudian setelah
menjadi ibu harus mengubah fokus hidupnya
sedemikian rupa menjadi seputar mengurus bayi di
rumah. Perubahan tersebut disertai perubahan faktor
biologis (ketidakseimbangan hormon setelah
persalinan) dapat menjadi faktor pencetus terjadinya
depresi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Post
Partum Depression.
Motherhood menjadi suatu topik yang menarik
untuk diangkat menjadi wacana dalam blog para ibu
karena berangkat dari pengalaman pribadi masing-
masing. Adanya kesamaan minat dan fokus inilah yang
menjadi titik awal para ibu kelompok kelas menengah
perkotaan dengan pendidikan yang cukup tinggi
mampu untuk berbagi pikiran dan perasaan sekaligus
hasrat untuk menulis blog sekaligus mendirikan
komunitas ibu untuk saling berbagi dan menguatkan
sesamanya dalam perjalanan menjadi seorang ibu.

Komunitas di Era Media Baru


Hubungan komunitas dan media telah mengalami tiga
fase besar seiring dengan perkembangan teknologi

38
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

komunikasi. Fase pertama terjadi sekitar tahun 1920-an


hingga 1985-an di mana ahli media dari Chicago School
mulai melakukan penelitan tentang dinamika hubungan
antara komunitas dan media cetak khusus komunitas,
majalah dan koran. Dalam penelitian Merton disebutkan
bahwa penggunaan media dan partisipasi komunitas
merupakan refleksi dari sikap dan pandangan individu.
Kemudian fase kedua dimulai sekitar tahun 1970-an
hingga 2000-an dan berfokus pada peran media
elektronik dalam komunitas seperti radio dan televisi
komunitas. Fase ketiga yaitu komunitas dan internet
muncul di akhir tahun 1990-an dan penelitian tentang
hal tersebut terus berlangsung hingga sekarang.
Komunitas merupakan salah satu konsep paling
fundamental dan luas dari Sosiologi (Nisbet, 1996 dalam
Livingstone 2006). Namun ternyata tidak mudah untuk
mencapai kesepakatan definisi dari komunitas. Dalam
kamus resmi Sosiologi komunitas disebut sebagai “salah
satu konsep yang sulit dipahami dan samar hingga kini
belum memiliki makna yang spesifik” (Abercrombie et
al., 1994: 75). Diskusi awal mengenai definisi komunitas
berawal dari kontribusi Tonnies (1887/1957) tentang
formula Gemeinschaft and Gesellschaft. Gemeinschaft, biasa
diterjemahkan sebagai komunitas untuk merujuk pada
hubungan yang intim, awet, dan berdasarkan
pemahaman yang jelas mengenai posisi seseorang di
masyarakat (Bell and Newby, 1972: 24). Hubungan ini
banyak ditemukan dalam masyarakat pra industri.
Istilah komunitas lebih menekankan pada lokalitas atau
tempat di mana seorang individu tinggal dan menetap.
Bentuk hubungan dalam komunitas seperti dijelaskan di
atas kental terasa di zaman generasi ibu atau nenek dari

39
Media dan Masyarakat Kini

para ibu masa kini. Biasanya komunitas mereka berkisar


di antara arisan tetangga, kelompok pengajian, PKK atau
Posyandu. Semua bentuk komunitas yang ada di masa
itu berbasis kedekatan geografis dari individu anggota
komunitas.
Definisi mengenai komunitas terus mengalami
penyesuaian seiring dengan perkembangan kehidupan
sosial di masyarakat. Salah satu argumen yang muncul
adalah pendekatan analisis jaringan —penelusuran lebih
dalam mengenai hubungan antara individu, kelompok
maupun institusi. Pendekatan ini membuka jalur
koneksi yang lebih luas mencakup kelompok rural dan
urban, hingga kelompok suburban dan metropolitan.
Dalam analisis jaringan yang menadi fokus bukan
hubungan dalam level individu, melainkan pada
hubungan antara unit-unit di dalam sebuah jaringan
seperti keeratan hubungan, tingkat heterogenitas di
antara unit dalam jaringan serta dampak dari hubungan
dan posisi di dalam jaringan terhadap tindakan individu
maupun kelompok.
Rheingold dalam bukunya The Virtual Community:
Homesteading on the Electronic Frontier (2000) memberi
gambaran melalui sudut panang personal mengenai
bagaimana kehidupan berkelompok di dalam dunia
cyber. Ia menjelaskan bagaimana aktivitas yang terjadi di
dalam kelompok virtual seperti berikut:

People in virtual communities use words on screens to


exchange pleasantries and argue, engage in intellectual
discourse, conduct commerce, exchange knowledge, share
emotional support, make plans, brainstorm, gossip, feud,
fall in love, find friends and lose them, playgames, flirt,
create a little high art and a lot of idle talk People in

40
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

virtual communities do just about everything people do


in real life, but we leave our bodies behind. You can’t kiss
anybody and nobody can punch you inhe nose, but a lot
can happen within those boundaries (1993b: 3).

Banyak kritik yang dilontarkan para ahli terhadap


pandangan dan definisi komunitas virtual dari
Rheingold. Ia dianggap terlalu euforia dan kurang kritis
serta kurang memiliki dasar teori dalam pendekatannya.
Namun, di balik pandangan positif Rheingold mengenai
bagaimana komunitas virtual dapat memperkaya
kehidupan berkelompok di dalam masyarakat, ia juga
menyimpan kekhawatiran mengenai ketidakpastian
apakah komunitas virtual akan tetap berjalan ke arah
tersebut.
Setelah Rheingold, Jones membawa pendekatan
yang lebih komprehensif mengenai komunitas virtual,
atau ia menyebutnya sebagai “masyarakat cyber”. Jones
membahas kemungkinan serta permasalahan yang
mungkin terjadi dalam komunitas yang berbasis CMC
(computer-mediated communication) serta kritik mengenai
definisi komunitas yang selalu diasosiasikan dengan
lokalitas secara geografis. Stone juga menambahkan
definisi komunitas virtual yang sesuai dengan sudut
pandang Jones. Sebuah ruang sosial yang jelas dan dapat
dibuktikan di mana orang saling bertemu “tatap muka”
namun dengan definisi baru mengenai tatap muka itu,
“Komunitas virtual merupakan titik temu antara
kepercayaan umum dan praktek yang menyatukan
orang-orang yang secara fisik terpisah” (Jones, 1995: 19).
Serangkaian kontribusi tentang komunitas juga
dijelaskan oleh Fernback. Ia merujuk pada definisi
komunitas dari Tonnies dan Simmer namun sekaligus

41
Media dan Masyarakat Kini

mereview kontribusi dari Dewey serta literatur terkini


mengenai “new communitarians”. Berbeda dari definisi
sebelumnya tentang komunitas, Fernback menekankan
sifat dinamis dari konsep, “Seiring dengan evolusi
masyarakat, maka komunitas pun berevolusi secara
bersamaan” (Fernback, 1997).
Fernback mendefinisikan komunitas virtual
sebagai hubungan sosial yang terjalin di dalam ruang
cyber melalui kontak yang terus menerus di dalam
tempat tertentu yang digambarkan secara simbolis
berdasarkan topik ataupun minat tertentu (Fernback dan
Thompson, 1995b). Salah satu problematika utama dari
komunitas virtual menurut Fernback dan Thompson
adalah kelenturan ikatan antara individu dan komunitas.
Individu bisa menjadi begitu aktif berpartisipasi, namun
bisa juga begitu saja menghilang dari komunitas,
“Leaving a virtual community might be as easy as changing the
channel on a television set”.
Kelenturan tersebut tentu memiliki konsekuensi
yang lebih besar untuk stabilitas komunitas virtual,
dibandingkan dengan komunitas offline yang relatif lebih
solid.
Sementara Van Dijk menjalankan pendekatan
berbeda dari Jones dan Fernback mengenai komunitas
virtual (1998). Secara tegas ia menentukan bentuk
konstruksi sosial yang aman, dapat mengkompensasi
rasa kehilangan tentang komunitas yang muncul di
masyarakat. Kemudian ia membuat definisi komunitas
virtual yang serupa dengan formulasi lainnya dengan
menyebutkan bahwa komunitas virtual adalah
komunitas yang tidak terikat tempat dan waktu, namun
tetap menghadirkan minat-minat yang sama dalam hal

42
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

sosial, budaya dan realitas mental yang berkisar antara


minat yang umum hingga minat dan kegiatan yang
khusus (1998). Van Dijk juga menyebutkan ada empat
karakteristik yang menjadi dasar definisi komunitas:
memiliki anggota, organisasi sosial, memiliki bahasa dan
pola interaksi, serta identitas dan budaya yang serupa.
Karakteristik tersebut menjadi dasar untuk
membandingkan komunitas virtual dan komunitas
organik (offline). Van Dijk menjelaskan perbedaan di
antara keduanya dalam tabel di bawah ini:
Kesimpulan Van Dijk adalah komunitas virtual
tidak dapat mengklaim kembali komunitas yang “hilang”
di masyarakat, sebagian besar adalah karena budaya dan
identitas yang diciptakan terlalu terbagi-bagi, heterogen

KARAKTERISTIK KOMUNITAS ORGANIK KOMUNITAS VIRTUAL


(OFFLINE)
Komposisi dan Rentang usia anggota Rentang usia anggota
Aktivitas sangat dekat sangat beragam
Kegiatan beragam Kegiatan lebih khusus
Organisasi Sosial Terikat tempat dan waktu Tidak terikat tempat dan
waktu

Bahasa dan Verbal dan non verbal Verbal dan


Interaksi paralanguage

Budaya dan Satu budaya dan identitas Budaya dan identitas


Identitas dangat heterogen sebagian jamak lebih
heterogen

Sumber: Van Dijk (1998: 45)

43
Media dan Masyarakat Kini

dan luwes untuk menciptakan kekuatan dan keeratan


keanggotaan dan rasa memiliki (1998:59). Van Dijk
berpendapat bahwa dalam komunitas virtual kualitas
dari diskursus “minim” dan dialog yang sesungguhnya
hilang. Paling baik adalah bahwa komunitas virtual dapat
menjadi suplemen atau tambahan dari komunitas
organik namun tidak dapat menggantikannya.
Melihat beragam pandangan dan definisi para
ahli tersebut di atas, fenomena munculnya komunitas
motherhood dapat dikatakan sebagai wujud komunitas
semi virtual. Mengapa demikian? Karena meskipun
komunitas tersebut berbasis media sosial, mereka tetap
mengadakan kegiatan-kegiatan tatap muka secara
kontinyu untuk mengeratkan ikatan yang ada di antara
anggotanya. Komunitas motherhood juga merupakan
wujud dari rasa rindu akan adanya rasa guyub di antara
sesama ibu yang kini mulai sulit didapatkan dari
lingkungan terdekat seperti rumah dan sekitarnya.
Tekanan ekonomi mendesak setiap individu
untuk bersaing dan berupaya keras mendapatkan
kehidupan yang layak menjadikan ritme hidup
masyarakat perkotaan bergerak serba cepat. Ritme yang
serba cepat tersebut menyisakan sedikit ruang untuk
beramah tamah dan berkumpul dengan tetangga sekitar
rumah. Semangat solidaritas didorong oleh keinginan
untuk berinteraksi dengan sesama ibu mendorong ibu-
ibu untuk membuat blog yang berujung pada
terbentuknya sebuah komunitas. Para ibu memerlukan
media untuk berinteraksi dengan lebih efisien dan
efektif dengan komunitasnya. Dalam lima tahun terakhir
berikut adalah beberapa blog dan komunitas berbasis
daring yang dibuat oleh para ibu dan telah memiliki
banyak anggota:

44
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

1. The Urban Mama (TUM)


TUM merupakan salah satu website pertama yang
menjadi acuan para ibu muda kelas menengah
perkotaan untuk mendapatkan informasi dan referensi
seputar dunia pengasuhan anak (parenting). TUM
berawal dari tulisan blog para ibu rumah tangga di
Indonesia yang saling berbagi cerita seputar pengasuhan
anak. Kemudian mereka memutuskan untuk membuat
sebuah portal agar dapat mengakomodir kebutuhan para
orang tua terutama ibu untuk saling bertukar kisah dan
pengalaman secara lebih luas lagi.

Pada tanggal 22 Desember 2009 bertepatan


dengan perayaan Hari Ibu, website ini diluncurkan
secara resmi. Semangat yang diusung oleh TUM adalah
keragaman pola pengasuhan (parenting). Hal tersebut
juga terlihat pada tagline TUM yang berbunyi “There is
always different story in every parenting style”. Tujuan

45
Media dan Masyarakat Kini

utama website ini adalah menciptakan komunitas untuk


menjadi wadah diskusi dan berbagi, sekaligus
menjadikan anak-anak sebagai fokus utama dari setiap
artikel, review maupun kegiatan yang mereka adakan.
Komunitas online yang telah memiliki setidaknya
80.000 anggota ini memiliki beberapa kontributor
utama serta memberi peluang bagi setiap anggota
mereka untuk ikut berpartisipasi menulis artikel sesuai
dengan tema yang ada. Selain itu, para ahli juga turut
terlibat menjadi kontributor sesuai bidangnya. Mulai
dari dari dokter spesialis anak, dokter mata, dokter
SpOG, financial advisor, psikolog, arsitek, konselor
kaktasi, ahli gizi, hingga ahli yoga dan meditasi.
TUM terdiri dari tujuh rubrik utama, yaitu:
Breastfeeding, Parenting, Finance, Home & Kitchen, Recipes,
Health and Fitness, dan Forum. Dari masing-masing rubrik
tersebut memiliki sub-sub konten yang lebih spesifik
lagi. Misalnya dalam rubrik Breastfeeding terdapat bahasan
seputar nutritions, basics, illness, weaning, support group,
latching on, pump & save, serta special case. Berikut adalah
contoh display di website TUM tentang event yang
diadakan serta forum tempat mereka membincangkan
beragam topik:

46
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

2. Productive Mama (PM)


PM adalah blog parenting & motherhood di Indonesia yang
memberikan inspirasi dan membahas mengenai
aktivitas-aktivitas positif yang bisa dilakukan oleh ibu
dan anak. Setahun pertama saat blog ini dibuat di April
2015, hanya ditulis dan dijalankan oleh Danesya Juzar
(Nesya) dan hanya membahas seputar aktifitas anak dan
ibu via blog dan Instagram.

47
Media dan Masyarakat Kini

Namun di tahun 2016, bersamaan dengan


bertambahnya tim dan berkembangnya blog ini,
topiknya bertambah menjadi lebih luas. Selain DIY
activities dan playdate, ada interview dengan inspiring
mamas, juga rubrik-rubrik lainnya seperti lifestyle, travel,
pregnancy, healthy living, product review and motherhood
tips. Blog ini memiliki visi untuk menyebarkan
semangat positif dan memotivasi para ibu di Indonesia
untuk menjadi aktif, kreatif dan produktif. Berikut
adalah contoh laman
instagram PM serta
foto kegiatan mereka:

Sumber: https://www.instagram.com/productivemamas/

48
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

3. Changemaker Moms (CM)


Changemaker Moms (CM) adalah sebuah komunitas
untuk para ibu yang dibentuk pada tahun 2016. Ia
bermula dari akun instagram, kemudian membentuk
sebuah page di Facebok untuk para anggotanya. CM
memiliki tujuan untuk menjadi sistem pendukung bagi
para ibu di Indonesia dalam hal keterampilan hidup
sehari-hari dan menjadi wadah berbagi keahlian masing
-masing anggotanya.
Sesuai dengan tagline yang diusung, “Learning,
Sharing, Inspiring”, CM secara rutin mengadakan
workshop untuk para ibu. Mulai dari workshop tentang
pengembangan bakat anak, kecerdasan finansial,
keselamatan anak, hingga belajar membuat kue dengan
menggunakan bahan makanan yang lebih sehat. Di luar
workshop besar yang rutin diadakan, para ibu terkadang
mengadakan pertemuan kecil untuk berbagi keahlian
masing, misalnya ada ibu yang pandai berbahasa Jepang,
ada yang pandai merajut atau membuat kerajinan
tangan dari barang-barang bekas yang tidak terpakai.
Gambar di bawah ini merupakan foto dan cerita salah
satu kegiatan yang dilakukan oleh CM:

Sumber: https://www.facebook.com/changemakermoms/

49
Media dan Masyarakat Kini

4. Halo Ibu
Berawal dari Video Blog yang dibuat oleh pendirinya,
Ashtra Effendy di tahun 2016 Halo Ibu kemudian
berkembang menjadi sebuah wadah berbagi untuk para
ibu mengenai perjalanan sekaligus transisi hidup
mereka dalam menjalani peran baru sebagai ibu.
Transisi hidup seorang perempuan menjadi seorang ibu
tidak lah mudah. Mengandung, melahirkan, menyusui
dan membesarkan anak telah disepakati masyarakat
sebagai kodrat perempuan. Sehingga seolah perempuan
sudah ditakdirkan untuk siap lahir dan batin
menghadapi sederetan perubahan besar dalam hidup
ketika memiliki seorang anak.
Halo Ibu hadir sebagai ekspresi kegelisahan sang
pendiri akan resiko Postpartum Depression yang kerap
melanda ibu baru. Beragam artikel tertuang dalam
website Halo Ibu seputar pengalaman menjadi seorang

Sumber: http://www.haloibu.id

50
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

ibu, mulai dari cerita bersalin , pilihan ibu bekerja atau


tinggal di rumah, kisah single mom, hingga ibu yang
ditinggal anak untuk selamanya. Selain artikel dan video
blog, Halo Ibu setiap 1-2 bulan sekali mengadakan
sebuah kegiatan bernama Lingkaran Ibu, di mana para
ibu diberikan kesempatan bercerita tentang kisahnya
tanpa dihakimi oleh ibu-ibu lainnya yang juga hadir
dalam sesi tersebut. Ketika bercerita para ibu seringkali
menangis untuk mengekspresikan perasaan mereka, di
sana ibu-ibu lainnya diharapkan memberikan dukungan
moral berupa pelukan dan kata-kata yang menenangkan.
Berikut adalah contoh gambar video blog dan artikel
yang dibuat oleh Halo Ibu:

Sumber: https://www.youtube.com/results?search_query=halo+ibu
Sumber: https://www.haloibu.id/2017/02/ibu-disayang-ibu-lain/

51
Media dan Masyarakat Kini

Memaknai Kehadiran Blog dalam Komunitas Ibu


Keberadaan media baru memang memiliki efek yang
spesial dalam integrasi sosial pada masyarakat modern.
Mengambil dari teori modernisasi Giddens (1991),
kontribusi paling esensial dari media baru adalah
menjembatani jarak yang semakin melebar antara ranah
privat dan ranah publik akibat modernisasi. Media baru
dapat melekatkan kembali masyarakat (Mcquail, 2010).
Demikian pula yang terjadi pada kelompok ibu di
masyarakat. Menjadi ibu merupakan proses transisi yang
tidak mudah bagi sebagian besar perempuan.
Keberadaan media baru dapat membuka peluang bagi
mereka untuk bersosialisasi dengan para ibu lainnya
sekaligus memperkaya wawasan tanpa harus pergi
meninggalkan anak di rumah.
Selain menjadi pengguna media baru, sebagian
ibu telah melangkah lebih jauh untuk memanfaatkan
kemajuan teknologi dan menciptakan sendiri komunitas
mereka. The Urban Mama, Productive Mama, Changemaker
Moms dan Halo Ibu adalah segelintir pionir yang
menunjukkan bahwa para ibu kini tidak lagi sekedar
menjadi audiens pasif di media baru. Mereka telah
menjadi pihak yang aktif memproduksi pesan yang
disebarkan pada khalayak yang jumlahnya tidak sedikit.
Meskipun demikian status dan reward penulis di media
baru sangat tergantung signifikansi dan tempat publikasi
serta seberapa banyak perhatian yang didapat oleh
audiens. Tetap dibutuhkan kerjasama dengan media
tradisional untuk mendapatkan perhatian audiens. Hal
tersebut juga telah dilakukan ketiga komunitas tersebut
di atas. Mereka kerap melakukan kegiatan offline untuk
bertemu langsung dengan para anggota komunitas.

52
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Salah satu ciri khas media baru adalah adanya


otonomi dan kesetaraan antara audiens dan produsen
konten. Dalam hal ini, para ibu yang menjadi anggota
komunitas online aktif mencari konten sesuai dengan
kebutuhan mereka sekaligus memiliki kesempatan utuk
berdiskusi dan berinteraksi. Istilah audiens pun kini
semakin tumpang tindih dengan istilah user. Hasil studi
menunjukkan bahwa kelompok yang berinteraksi via
internet memiliki tingkat partisipasi antar anggota yang
lebih setara dibandingkan kelompok yang berinteraksi
secara tatap muka (Livingstone, 2006).
Mengapa demikian? Penjelesan umumnya adalah
bahwa orang merasa lebih sedikit hambatan ketika
berinteraksi melalui media komputer sebagai hasil
adanya pengurangan petunjuk sosial yang menjelaskan
status seseorang di dalam kelompok. Karena ketika
orang berkomunikasi melalui internet, perbedaan sosial
menjadi tidak terlalu terlihat, tingkat anonimitas lebih
tinggi dan menangkap individualitas yang lebih rendah
dari diri orang lain (Sproull and Kiesler, 1991 dalam
Livingstone, 2006)
Namun, kelenturan yang dimiliki media baru
sesungguhnya menuntut kemampuan yang lebih dari
audiens. Tidak ada yang berfungsi sebagai gatekeeper dan
editor seperti di media massa tradisional. Audiens harus
mampu memilih di antara begitu banyak pilihan yang
ada, memiliki bekal pengetahuan dan memahami
komunikasi. Di dalam konteks penggunaan media baru
oleh ibu pun demikian. Ibu memiliki banyak pilihan
kegiatan yang dapat dilakukan di media baru. Ketika ia
sudah memilih sebuah komunitas khusus yang
menyajikan beragam informasi seputar dunia ibu, ia pun

53
Media dan Masyarakat Kini

harus tetap menjadi gatekeeper untuk dirinya sendiri.


Karena tidak semua konten yang tersaji di sana sesuai
untuk diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Hal yang paling menonjol dari keterlibatan ibu
untuk berperan aktif menjadi produsen pesan adalah
munculnya kekuatan baru untuk mendorong suatu
perubahan. Minimal perubahan dalam ranah kognitif
para ibu yang dihasilkan dari kelenturan dan
kemudahan arus informasi serta pengetahuan. Media
baru di sini telah menjalankan fungsinya sebagai sumber
edukasi. Contohnya, dengan adanya forum online di
website komunitas ibu mereka dapat bertukar informasi
seputar pemilihan produk dan jasa berdasarkan
rekomendasi dan pengalaman nyata ibu-ibu lainnya.
Iklan yang disajikan media massa cenderung hanya
menonjolkan kebaikan dari sebuah produk atau jasa
namun dengan testimoni nyata ibu dapat mengambil
keputusan yang lebih bijak sebelum menjatuhkan
pilihan. Para ibu tersebut, jika secara waktu dan jarak
mungkin tidak dapat bertemu secara langsung tanpa
diakomodir oleh keberadaan forum online tersebut.
Keberadaan media baru memang sangat berguna untuk
mengatasi kendala ruang dan waktu.
Tidak hanya untuk keputusan penggunaan
barang atau jasa, keberadaan komunitas online juga
mendekatkan para ibu dengan sederetan ahli di
bidangnya, mulai dari dokter spesialis anak, ahli gizi,
psikolog hingga financial advisor. Baik dalam forum
online maupun offline, komunitas ibu biasanya secara
rutin mengundang para ahli untuk menjadi pembicara
dalam membahas topik tertentu. Kesempatan tersebut
tentu mempermudah terjadinya transfer pengetahuan
dan wawasan.

54
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Dalam kegiatan yang dilakukan secara tatap


muka, para ibu dapat bertemu secara langsung dengan
para ahli sekaligus saling berkenalan dengan teman-
teman baru yang pada ujungnya akan memperluas
jaringan pertemanan mereka. Jaringan pertemanan yang
luas tentunya juga dapat berdampak pada sisi ekonomi
di mana para ibu yang memiliki usaha rumahan dapat
mempromosikan produk maupun jasa mereka bagi ibu-
ibu lainnya.
Pada akhirnya, media baru yang membawa
sedemikian banyak kemudahan harus dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk mengembangkan diri. Terlebih
bagi para ibu yang setelah menikah dan memiliki anak
mengalami transisi peran yang berdampak besar.
Mengutip pendapat Tannen (1990), perempuan
cenderung menggunakan komunikasi untuk menjalin
relasi dan kolaborasi dengan sesama. Berbeda dengan
laki-laki yang menggunakan komunikasi untuk
mengembangkan kemandirian dan kompetisi atau
persaingan.
Menarik juga untuk melihat bagaimana komunitas
yang beranggotakan perempuan cenderung lebih
mudah menjadi kohesif karena perempuan dengan
kefemininannya identik dengan kepatuhan dan
perhatian yang tinggi seperti yang diungkapkan oleh
Seibert dan Gruenfeld (1992). Kehadiran blog dan
komunitas online yang diciptakan dari, oleh dan untuk
ibu merupakan suatu bentuk kemajuan yang
menunjukkan bahwa ketika perempuan berdaya untuk
membuat suatu perubahan ia tidak lupa mengajak
perempuan lainnya untuk turut maju berdaya. Berikut
ini contoh event yang diadakan oleh TUM yang
mempertemukan para ibu dengan pakar internet:

55
Media dan Masyarakat Kini

ASPEK PSIKOLOGI KOMUNIKASI


Media baru yang membawa sedemikian banyak
kemudahan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
mengembangkan diri. Terlebih bagi para ibu yang
setelah menikah dan memiliki anak mengalami transisi
peran yang berdampak besar. Mengutip pendapat
Tannen (1990), perempuan cenderung menggunakan
komunikasi untuk menjalin relasi dan kolaborasi dengan
sesama. Berbeda dengan laki-laki yang menggunakan
komunikasi untuk mengembangkan kemandirian dan
kompetisi atau persaingan. Menarik juga untuk melihat
bagaimana komunitas yang beranggotakan perempuan
cenderung lebih mudah menjadi kohesif karena
perempuan dengan kefemininannya identik dengan
kepatuhan dan perhatian yang tinggi seperti yang
diungkapkan oleh Seibert dan Gruenfeld (1992).

56
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Interaksi yang terjadi di antara para ibu di dalam


komunitas motherhood berlangsung pada beragam tataran
komunikasi, mulai dari komunikasi interpersonal hingga
komunikasi kelompok. Pada tahap komunikasi
interpersonal, terdapat faktor-faktor personal yang
mendukung terbentuknya hubungan interpersonal yang
erat di antara para ibu:

Kesamaan Karakteristik Personal


Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai,
sikap, keyakinan, tngkat sosioekonomi, agama, ideologis
cenderung saling menyukai. Menurut teori Cognitive
Consistency dari Fritz Heider, manusia selalu berusaha
mencapai konsistensi dalam sikap dan perilakunya, “Kita
cenderung menyukai orang, kita ingin mereka memilih
sikap yang sama dengan kita, dan jika kita menyukai
orang, kita ingin mereka memilih sikap yang sama
dengan kita”.

Sumber:
https://www.haloibu.id/2017/02/ibu-disayang-ibu-lain/

57
Media dan Masyarakat Kini

Don Bryne (1971) menunjukkan hubungan linear


antara atraksi dengan kesamaan, dengan menggunakan
teori peneguhan dari Behaviorisme. Persepsi tentang
adanya kesamaan mendatangkan ganjaran, dan
perbedaan bukanlah hal yang mengenakkan. Kesamaan
sikap orang lain dengan kita memperteguh kemampuan
kita dalam menafsirkan realitas sosial. Kita benar. Kita
mendapat dukungan. Kita menyukai orang yang
mendukung kita. ‘An agreeable person’ kata Disraeli “is a
person who agrees with me” (Tubbs dan Moss, 1974: 93
dalam Rakhmat, 2011).
Hal ini pula yang terjadi dalam komunitas
motherhood. Kesamaan latar belakang anggota komunitas
yaitu posisi mereka sebagai ibu (terlebih lagi ibu baru),
menciptakan banyak persamaan di antara mereka di
luar persamaan karakteristik sosial seperti pendidikan
dan ekonomi. Perempuan yang bergabung dalam
komunitas motherhood memiliki begitu banyak
persamaan lainnya misalnya: sama-sama mengalami
transisi peran dari perempuan lajang, lalu menjadi istri
dan akhirnya menjadi ibu, sama-sama masih bingung
menghadapi bayi yang baru lahir atau balita dengan
segala polah tingkah lakunya, sama-sama mengalami
masalah kepusingan mencari Asisten Rumah Tangga
yang dapat dipercaya, hingga sama-sama memerlukan
tips mengenai pengaturan keuangan rumah tangga serta
menjaga kekompakan dengan suami. Tagline salah satu
komunitas motherhood (Halo Ibu) menyebutkan bahwa,
“If you are a mother, then you are my tribe”. Definisi ibu
sendiri juga tidak terbatas pada perempuan yang
melahirkan sendiri anaknya dan berada di dalam sebuah
keluarga yang utuh (terdapat suami, istri dan anak), ibu

58
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

di sini juga bisa berarti single mom (baik karena


perceraian maupun kematian) dan perempuan yang
mengadopsi anak.
Bahkan masing-masing komunitas tersebut
memiliki ciri khas yang membedakan (walau tipis)
antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, di
Changemaker Moms, kegiatan yang diadakan lebih
mengarah pada mengasah keterampilan ibu rumah
tangga (meskipun mereka juga memiliki tema-tema
yang lebih umum dan bisa diaplikasikan oleh ibu
bekerja). Para ibu rumah tangga memiliki waktu luang
yang lebih fleksibel sehingga dapat diisi dengan kegiatan
saling berbagi informasi, wawasan dan keterampilan
dengan sesamanya. Minat yang mereka miliki juga lebih
homogen, misalnya membuat kue, menjahit atau
memasak. Kegiatan yang mereka adakan juga seringkali
dilakukan di hari kerja, mengingat para anggota mereka

59
Media dan Masyarakat Kini

sama-sama memiliki waktu luang di jadwal tersebut.


Sementara di komunitas Productive Mama dan The Urban
Mama yang cakupannya lebih luas (anggota komunitas
lebih beragam, termasuk ibu bekerja) lebih sering
mengadakan kegiatan di akhir pekan dengan tema-tema
yang lebih general seperti pola asuh anak dan keuangan
keluarga.

Tekanan Emosional (Stress)


Dalam teori psikologi, bila orang berada dalam keadaan
yang mencemaskannya atau harus memikul tekanan
emosional, ia akan menginginkan kehadiran orang lain.
McDaniel menyebutkan dalam jurnalnya bahwa transisi
menjalani peran baru sebagai ibu merupakan proses
restrukturisasi jangka panjang yang dimulai dari saat
kehamilan dan berlanjt hingga beberapa tahun setelah
anak lahir.
Terlepas dari betapa bernilainya kehadiran
seorang anak dalam keluarga, ia juga memiliki
konsekuensi berupa tuntutan yang tinggi bagi keluarga.
Transisi menjadi orang tua (khususnya ibu) merupakan
salah satu kejadian hidup yang paling memberikan
tekanan emosional. Tekanan emosional (stress) tersebut
bahkan dapat diasosiasikan dengan permasalahan
psikologis, fisik dan sosial bagi orangtua. Di sinilah
pentingnya dukungan sosial dari masyarakat. Dukungan
sosial berbanding lurus dengan meningkatnya kesehatan
maternal yang lebih baik, kepuasan relasi antara suami
dan istri, kesejahteraan anak serta hubungan orangtua
dan anak.
Komunitas motherhood menyatukan para ibu yang
sama-sama memiliki tekanan emosional dalam

60
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

menjalani transisi peran dalam hidupnya. Dalam


komunitas HaloIbu, di kegiatan utama mereka yaitu
Lingkaran Ibu, para ibu diberi kesempatan untuk
mencurahkan segala kegelisahan, kesedihan, ketakutan,
trauma terkait dengan perjalanan hidup sebagai ibu
hingga harapan-harapan mereka dalam sebuah sesi
khusus. Mendengarkan dan didengarkan oleh ibu-ibu
yang baru mereka kenal merupakan sebuah pengalaman
unik yang ternyata melegakan. Dalam beberapa sesi
khusus, bahkan kegiatan berbagi cerita tersebut juga
disertai oleh kehadiran instruktur yoga untuk memandu
mereka melakukan meditasi ringan.
Selain dalam bentuk komunikasi tatap muka,
tekanan emosional ini dapat dilepaskan dan menyatukan
para ibu pada forum-forum online sesuai dengan topik
yang berlangsung. Misalnya di The Urban Mama, terdapat
beberapa topik yang menjadi perhatian para ibu.
Contohnya tentang menentukan dokter spesialis obsgyn
dan tempat bersalin. Para ibu di sana saling berbagi
kebingungan, keresahan dan juga solusi hingga terjadi
pertukaran informasi tentang karakteristik dokter seperti
apa yang tepat dan dapat dipercaya, bagaimana
pengalaman ibu-ibu lainnya dengan dokter mereka, juga
plus minus mengenai pelayanan rumah sakit bersalin.
Bentuk komunikasi interpersonal yang dimediasi
internet ini juga menjadi wadah yang tepat untuk
meredakan tekanan emosional serta mengeratkan
hubungan interpersonal para ibu.

Low Level of Self Esteem dan Isolasi Sosial


Elaine Walster melakukan eksperimen sosial mengenai
bagaimana konsep diri mempengaruhi atraksi

61
Media dan Masyarakat Kini

interpersonal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan


bahwa ketika seseorang memiliki self esteem yang
rendah (misalnya merasa tidak dewasa, antisosial, dan
tidak memiliki bakat kepemimpinan), maka hasrat
afiliasi (bergabung dengan orang lain) akan bertambah
dan makin responsif menerima kasih sayang orang lain.
(Tubbs dan Moss, 1974).
Salah satu hal yang mempengaruhi self esteem yang
rendah adalah isolasi sosial. Ketika merawat bayi yang
baru lahir, tidak semua ibu mendapatkan dukungan
sosial berupa kehadiran keluarga untuk membantunya.
Beberapa ibu harus mengerjakan segala sesuatunya
sendiri. Suami pergi ke kantor dan ibu hanya berdua
dengan sang bayi di rumah Berada terus-menerus
berdua bersama bayi dapat membuat ibu merasa
terisolasi. Oleh sebab itu momen bertemu dan berbagi
dengan sesama ibu begitu ditunggu. Walau terkadang
“pertemuan” itu tidak harus selalu berbentuk tatap
muka, melainkan melalui media baru (blog, website dan
jejaring sosial).
Dalam komunitas Halo Ibu, salah satu topik yang
menjadi bahasan utama adalah “Self Love”. Para ibu baru
yang mengalami beragam perubahan dalam hidupnya
seringkali “lupa” bagaimana cara mencintai diri mereka
sendiri. Seluruh waktu dan energi mereka berpusat pada
pemenuhan kebutuhan bayi. Dalam kegiatan di
komunitas tersebut, baik melalui online maupun offline,
para ibu diingatkan kembali untuk mencintai diri
mereka sendiri terlebih dulu sebelum membagikan cinta
untuk buah hati dan keluarga. Berikut contoh artikel
mengenai isu self love sekaligus refleksi tentang kegiatan
Lingkaran Ibu oleh Halo Ibu:

62
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Why Self Love ?

Dear Ibu April 13, 2017


Halo ibu

Rasanya nggak habis-habis, ya jika membahas “self love”. Saya pernah


baca tulisan Deborah Khoshaba Psy.D. Di sebuah web psychology today,
bahwa “Self Love” adalah penghargaan kepada diri sendiri yang tumbuh dari
tindakan yang mendukung pertumbuhan fisik, psikologis dan spiritual. Self love
bersifat dinamis dan tumbuh dari tindakan dan pemikiran yang matang. Semua
itu sangat berperan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. How you cope
with the problems in your life.
Minggu, 26 Februari 2017 lalu, Lingkaran Ibu Volume 3 yang diadakan
di Nujuh Bulan Studio Bintaro, dihadiri 12 peserta yang bersedia duduk
melingkar, termasuk Tia Pratignyo dan Irma Syahrifat owner Nujuh Bulan Studio
ada di dalam lingkaran.
Semua peserta tanpa sungkan sharing mengenai tantangan dalam
perjalanan menjadi seorang ibu yang ternyata kerap lupa untuk mencintai diri
sendiri. Ketika ditanya kapan waktu untuk diri sendiri, kebanyakan peserta
malah tertawa. Kenapa? Karena hampir tidak ada celah untuk self love. Me time
itu ketika mandi, tidur malam atau mengajar yoga. Segenap waktu, pikiran dan
tenaga sepanjang hari rasanya sudah dicurahkan untuk suami, keluarga, dan
orang lain. Ya, tanpa dilebih-lebihkan, ini adalah realita.

63
Media dan Masyarakat Kini

“Speak love to your self, listen to your self carefully, what you want and
what you need” – Ashtra, Doula.
Di Lingkaran Ibu Volume 3 kali itu semua peserta belum saling kenal
dan baru pertama kali ikut. Tapi mereka bilang justru ruang seperti inilah yang
mereka cari, ruang yang membuat mereka mau bercerita, melepaskan
kepenatan dan perasaan yang mengganjal selama ini, karena mungkin mereka
tidak memiliki ruang ini dari orang-orang di sekeliling mereka. Di lingkaran,
peserta merasa didengarkan, dipercaya, dirangkul dan disayang. A place to
release trauma in a cirlce of women.
“Seru banget dan bermanfaat sekali, belom bisa move on kalo habis
playdate bareng ibu-ibu gini, senang bisa ikut lingkaran ibu volume 3 ini,
semoga punya kesempatan lagi buat bergabung lagi. Speachless.. gak bisa
bilang apapun, yang jelas terimakasih untuk sharing yang sangat menyentuh
hati, menyemangati, menebar cinta, inspiratif dan supportif, the power of hugs
and the power of sharing saya rasakan sekali dari awal hingga akhir acara, juga
sampai terbawa ke rumah.., semangat membuka hari baru hari ini untuk
mencintai diri saya sendiri dan menebar kasih juga semangat untuk semua
terutama keluarga kecil saya. . Terimakasih @haloibu.id , terimakasih sudah
menyadarkan saya bahwa seorang ibu harus mencintai diri sendiri, membuat
saya berpikir tentang apa yang saya sukai, dan protect myself terhadap hal
yang negatif, juga menyadarkan apa kelebihan saya, karena sangat mudah
untuk menulis kekurangan dalam diri, dibandingkan kelebihan yg kita miliki.
Terimakasih hari ini indah sekali, @haloibu.id“ – Wina, Bunda Prazada-

Being a Mom = Lost Your identity


Hari itu saya mendengar cerita dari ibu tiga anak yang biasa membantu proses
kelahiran ibu-ibu lain, memilih untuk meletakkan pekerjaan serta cita-citanya
sementara waktu, untuk fokus merawat ketiga anaknya. Ia berusaha bagaimana
caranya agar tetap waras menjadi ibu dengan segala hal yang berputar di
kepala dan hal ia temui setiap hari.
Ada pula mantan career woman yang biasa bekerja di kantor bertahun-
tahun, memakai high heels, terbiasa dengan julukan wanita baja yang kuat.
Setelah sekian tahun belum diberikan momongan, akhirnya Tuhan
memberikannya anak. Demi buah hatinya, dirinya memutuskan meninggalkan
karir yang selama ini membuat waktu di hidupnya kian teratur dan tertata. Ketika
resign, waktu di hidupnya tidak lagi tertata, feeling guilty pun muncul entah
karena apa, padahal dikaruniai anak yang sehat tapi ada saja perasaan kurang
puas. Dirinya merasa kehilangan identitas.
Ibu lain merasa bahwa status full time mom kurang membanggakan jika
dibanding working mom, apalagi yang yang punya jabatan. Bukannya tidak

64
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

bersyukur, tapi hanya di rumah saja sambil mengurus anak cukup membuatnya
bingung untuk mencapai keinginannya. Satu ibu lagi merasa pencapaian di
tempat kerjanya dahulu sudah tidak bisa dilakukan setelah memutuskan resign
dan menjadi full time mom. Bagi dirinya sebuah tantangan besar ketika harus
meninggalkan pekerjaan demi sang buah hati.

Self love untuk keseimbangan fisik dan mental


Pekerjaan’ sebagai seorang ibu kedengarannya seperti kurang memiliki prestasi
yang harus diapresiasi dan diakui masyarakat luas. Cintai dirimu dengan
memberikan penghargaan bagi dirimu sendiri. Status full time mom bukan
sekedar kata “hanya”. Ibu mengurus segala hal di rumah, mengurus keluarga,
menjadi menteri keuangan, manajer, kepala koki, kepala house keeping, dan
masih banyak lagi.
Dari buku yang pernah saya baca, kita bisa tanya ke diri kita, seberapa
banyak kita fokus ke kualitas-kualitas diri yang positif? Berapa banyak kita fokus
pada kesalahan-kesalahan? Kapan terakhir kali kita memuji prestasi sebagai ibu
yang sibuk di rumah? Bagaimana cara kita merayakan pencapaian prestasi
sebagai ibu?
The more we cherish and celebrate life, the more we can celebrate in life, –
Oprah Winfrey
Saya pernah menulis ini sebelumnya untuk video “how to be stay at
home mom”. Ibu bisa lihat di channel youtube haloibu https://www.youtube.com/
watch?v=nmtGvFoc-Q0. Semua itu berhubungan dengan bagaimana cara
mencintai diri sendiri. Ibu bisa memilih salah satu dari cara sederhana yang
dipaparkan di video, atau mungkin ibu punya cara sendiri yang lebih sesuai
dengan kondisi di rumah saat ini. Silahkan saja, asal hal itu membahagiakan
dan bisa memenuhi kebutuhan jiwa ibu. Jangan lupa untuk selalu bersyukur
dan memuji dirimu sendiri. Kasih selamat ke diri kita sendiri dan anak kita
ketika berhasil melewati proses, contohnya menyapih atau toilet training.
You’re great and strong team!
“Tidak ada cara yang lebih baik untuk menyegarkan tubuh, pikiran, dan
semangat selain merawat diri kita sendiri” –Stephanie Tourles-

Kurang support, sulit memaafkan diri dan melupakan masa lalu


Cerita lain datang dari ibu muda yang merasa bahwa ibu lain jauh lebih
beruntung, karena di tengah kebingungan dan kejenuhan, masih ada suami
sebagai support. Namun ia merasa bahwa pasangannya kurang supportif.
Dirinya tidak boleh mengeluh, bahkan tidak boleh menceritakan masalah yang
dihadapinya sebagai seorang ibu rumah tangga.
Ada pula ibu yang berprofesi sebagai konselor. Dirinya merasa konselor
hanyalah manusia yang dirinya juga perlu dibantu. Perlu mencurahkan

65
Media dan Masyarakat Kini

masalahnya di ruang yang aman dan dapat membuatnya nyaman, tanpa ada
penghakiman dari siapapun. Dirinya merasa sulit untuk memaafkan
kesalahannya di masa lalu dan terkadang masih ada rasa sesal kenapa pernah
melakukan hal tersebut.
Lain lagi cerita ibu muda yang sulit move on dari cerita pilu masa
lalunya. Kisah itu membuat ia sulit menghargai dirinya sendiri. Membuat dirinya
merasa tidak bernilai dan tidak pantas menerima penghargaan. Saya sampai
meneteskan air mata mendengar ceritanya saat itu.

Self love untuk keseimbangan emosi dan spiritual


“Forgive your self with what you doing in the past. Protect your self from what
you see, from what you hear, from the toxic person in your life” – Ashtra, Doula,
founder haloibu
Cintai diri sendiri sebagai gambaran rasa syukur ibu pada Pada Sang
Pencipta. Kesalahan dan kegagalan dimasa lalu adalah hal yang sudah berlalu.
Yuk maafkan diri sendiri, ambil hikmah dan mintalah pada Tuhan untuk
membantu lupakan kesedihan ibu. Pergilah bersama teman, jalan-jalan
bersama anak ke taman, atau bicara di depan kaca bahwa ibu adalah hebat,
lihatlah bahwa ibu dikaruniai fisik luar biasa yang dipercaya Tuhan untuk
melahirkan dan membesarkan manusia baru. Memang mengatakan dan
menulis ini semua rasanya lebih mudah jika dibanding apa yang ibu alami
sendiri, tapi semoga Lingkaran ibu dan tulisan ini bisa sedikit membantu
mencari jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi.
Berawal dari mencintai diri sendiri dengan baik, membuat kita menjadi
pribadi yang lebih rendah hati dalam menilai orang lain. Jika setiap orang
mampu menghargai kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri dengan baik, ia
akan mudah untuk menghargai kekurangan dan kelebihan orang lain. Dengan
demikian, bukankah dunia akan lebih menyenangkan?
– Margaret Paul, Ph.D, Koes Ayunda-

Artikel di atas mengupas betapa ketika seseorang telah


menjadi seorang ibu terkadang ia lupa untuk mencintai
dirinya sendiri. Ketika ia lupa mencintai dirinya sendiri,
maka konsep dirinya pun cenderung menjadi negatif. Di
saat itulah perempuan membutuhkan banyak dukungan
dari orang-orang di sekitarnya. Keberadaan komunitas
motherhood membantu menjawab kebutuhan perempuan
akan kebutuhan berafiliasi dengan sesama ibu untuk

66
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

saling memberi dukungan atau sekadar berbagi cerita.


Bentuk komunitas secara online dengan sesekali
pertemuan secara langsung memberikan angin segar
bagi para ibu untuk menyegarkan kembali batin dan
pikiran mereka yang lelah.

“ Definisi ibu tidak terbatas pada perempuan yang


melahirkan sendiri anaknya dan berada di dalam
sebuah keluarga yang utuh (terdapat suami,
istri dan anak),
ibu di sini bisa berarti single mom
(baik karena perceraian maupun kematian) dan
perempuan yang mengadopsi anak.

67 ”
Media dan Masyarakat Kini

Pada akhirnya, komunitas motherhood yang dibuat


oleh, dari dan untuk kaum ibu jika ditelisik dari sudut
media baru maupun psikologi komunikasi merupakan
wujud pemanfaatan teknologi media baru untuk
pemberdayaan perempuan secara demokratis dan
egaliter. Perempuan tidak lagi pasif sekadar menjadi
konsumen media yang hanya tahu berkeluh kesah atau
justru menjadikan media sosial sebagai ajang pamer
melalui postingan status atau foto. Perempuan mampu
berbagi informasi dan pengetahuan bermanfaat yang
dapat menginspirasi sesamanya.
Perempuan juga tidak sekadar menjadi sasaran
empuk bisnis online yang mengundang konsumerisme
berlebihan, namun juga dapat aktif memproduksi atau
memasarkan barang atau jasa buatan mereka sendiri
(kini populer disebut mompreneur). Kehadiran media
baru memberi jalan dan membuka lebih banyak
kesempatan bagi perempuan khususnya kaum ibu untuk
mengekspresikan diri, berhubungan dengan ibu-ibu
lainnya dengan minat serupa, mempromosikan kreasi
mereka hingga membantu ibu-ibu lainnya yang
dirasakan membutuhkan bantuan. Pemberdayaan diri
perempuan telah berlangsung dengan begitu dinamis
melalui beragam komunitas motherhood yang ada dewasa
ini.

68
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Alba, Jason. 2008. I’m on Facebook, Now What?.
California : Happy About
Baran, Stanley. 2013. Introduction of Mass Communication:
Media Literacy and Culture. New York: McGrawHill
O’Reilly, Andrea. (2004. From Motherhood to Mothering:
The Legacy of Adrienne Rich’s Of Woman Born. New
York : State of New York University Press
Livingstone, Lievrouw. 2006. Handbook of New Media
(Student Edition): Social Shaping and Social
Consequences of ICTs. London: Sage Publication
Rakhmat, Jalaluddin. 2010. Psikologi Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Rich, Adrienne. 1995. Of Woman Born: Motherhood as
Experience and Institution. New York: W.W Norton
Company, Inc.
McQuail, Dennis 2010. McQuail’s Mass Communication
Theory (6th edition). London: Sage Publication.
Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Safko, Lon. 2010. The Social Media Bible: Tactics, Tools and
Strategies for Business Success. New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc.
Thurer, Shari L. 1994. The Myths of Motherhood: How
Culture Reinvents The Good Mother. New York :
Penguin Books.

Tesis
Arindita, Ruvira. 2015. Konstruksi Realitas Ibu Ideal. Tesis
Fakultas Ilmu Sosial Politik Departemen Ilmu

69
Media dan Masyarakat Kini

Komunikasi Program Pasca Sarjana Ilmu


Komunikasi Universitas Indonesia
Hidayat, Andes Masyri. 2013. Peranan Media Sosial
Twitter Dalam Mendukung Gerakan Sosial (Studi
Kasus: Gerakan sosial #SaveKPK) Tesis Fakultas Ilmu
Sosial Politik Departemen Ilmu Komunikasi
Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi
Universitas Indonesia
Rainayati, Mira. 2013. Komunitas Menulis Virtual: Suatu
Studi Komunikasi Kelompok Tentang Komunitas Ibu-
Ibu Rumah Tangga Berbasis Social Media. Tesis
Fakultas Ilmu Sosial Politik Departemen Ilmu
Komunikasi Program Pasca Sarjana Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia

Jurnal
Widyastuti, Nuswantoro dan Sidhi. 2016. Literasi Digital
Pada Perempuan Pelaku Usaha Produktif di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal ASPIKOM, Volume 3
Nomor 1, Juli 2016, hlm 1-15
McDaniel, Holmes, Coyne. 2011. New Mothers and
Media Use: Associations Between Blogging, Social
Networking and Maternal Well-Being

Dokumen Online
Irvan Beka. Kritik Kocak Anak di Puisi Ibu dan Facebook.
http://life.viva.co.id Diakses pada 17 Juni 2017
Aeranie Nur Hafnie. Tren Penggunaan Smartphone di
Kalangan Ibu Rumah Tangga. www.solopos.com.
Diakses pada 15 Juni 2017
Iskandar. Apa yang Dilakukan Orang Indonesia Saat Akses
Internet. http://tekno.liputan6.com Diakses pada 18

70
Media Baru dalam Komunitas Motherhood

Juni 2017
Arif Pitoyo. Perempuan Ternyata Lebih Aktif di Internet
dibanding Pria. www.merdeka.com Diakses pada
21 Juni 2017
Arif Maulana. Internet Indonesia Masih Digunakan Untuk
Media Sosial. www.unpad.ac.id Diakses pada 17
Juni 2017
Khofifah Mursid Fauziah. Ibu Bukan Sekadar Mothers
Day Tapi Ibu Untuk Bangsa. www.republika.co.id
Diakses pada 17 Juni 2017
Adhi Suryadhi. Realita Penggunaan Internet Oleh
Perempuan di Indonesia. https://inet.detik.com
Diakses pada 16 Juni 2017
Kelly Wallace. Longing for the carefree parenting
style of yesterday? http://edition.cnn.com
Diakses pada tanggal 10 Desember 2014
https://www.facebook.com/changemakermoms/
http://www.productivemamas.com/
http://theurbanmama.com/
http://haloibu.id

71
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

“Jika orang ingin melambangkan kapitalisme dalam citra


visual, boleh jadi iklanlah yang teringat”

Peter L. Berger
Media dan Masyarakat Kini

bagian dua
JEJARING IKLAN FATHERHOOD MEDIA BARU

Alma Mandjusri

K
emunculan iklan-iklan televisi (TV) dengan pola
fatherhood di awal tahun 2000-an, menggeser
citra maskulinitas pada tokoh ayah dalam iklan-
iklan sebelumnya. Sebuah sisi lain dari realitas sosial
iklan yang mencoba mengonstruksi pandangan khalayak
terhadap budaya patriarki dalam keluarga.
Pandangan positif terhadap peran iklan dalam
masyarakat mengatakan bahwa periklanan memiliki
peran edukasi untuk mengajarkan tentang manfaat suatu
produk dan kegunaannya. Periklanan juga membantu
khalayak membentuk citra diri melalui identifikasi
seseorang pada model iklan, dan memberikan wawasan
untuk mengekspresikan gaya hidup sesuai kelas
sosialnya. Sebaliknya, pandangan skeptis terhadap peran

73
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

iklan dalam masyarakat, mengatakan bahwa periklanan


hanya ditujukan untuk menciptakan permintaan
produk, membuat orang semakin materialistik,
mengubah kultur masyarakat dengan mengajarkan
budaya konsumerisme dan hedonisme.
Tulisan Moriarty, Mitchell, Wells (2011: 78)
menyampaikan pandangannya, bahwa periklanan dapat
menciptakan tren sosial dan dapat memengaruhi
khalayak dalam hal cara berpikir dan bertindak. Jika
sebuah iklan tidak dapat mengontrol perilaku kita, efek
kumulatif dari iklan di televisi, radio, media cetak dan
internet dapat memengaruhi kita. Di lain pihak, para
pengiklan percaya bahwa iklan mencerminkan nilai,
bukan menentukan nilai. Atau yang lebih tepat, iklan
mencerminkan sekaligus membentuk nilai. Pengiklan
hanya dapat mencari tren yang sedang berkembang dan
kemudian membuat pesan yang sesuai dengan tren pada
saat itu. Oleh karena itu, sebelum menyusun strategi
pesan, perencana iklan mau mengeluarkan banyak uang
dan waktu, untuk mengidentifikasi apa yang mendorong
konsumen berperilaku atau percaya pada sesuatu?
Apakah karena iklan, atau karena faktor lain.
Pendapat yang berbeda, dikemukakan oleh
Noviani, (2002: 53-55) yang melihat bahwa realitas yang
ditampilkan dalam iklan, bukanlah sebuah sebuah
cermin realitas sosial yang jujur. Tapi iklan adalah
sebuah cermin yang cenderung mendistorsi realitas.
Iklan cenderung membangun realitas yang cemerlang,
melebih-lebihkan, dan melakukan seleksi tanda-tanda
atau images, sehingga tidak merefleksikan realitas akan
tetapi mengatakan sesuatu tentang realitas. Iklan
merangkum dilema-dilema sosial atau aspek-aspek

74
Media dan Masyarakat Kini

realitas sosial dan mempresentasikannya secara tidak


jujur. Iklan menjadi cermin yang mendistorsi realitas
yang dipresentasikannya dan sekaligus menampilkan
imaji dalam visinya.
Pembicaraan mengenai realitas sosial yang
terkandung dalam iklan, selalu menjadi perdebatan yang
menarik. Melalui pengamatan beberapa iklan, penulis
mencoba menjawab pertanyaan yang sering menjadi
perdebatan di kalangan kritikus, tentang apakah iklan
merefleksikan realitas sosial atau menciptakan realias
sosial. Kajian untuk ini, penulis lakukan dengan cara
mengamati iklan-iklan dengan tema “ayah” sejak tahun
80–an hingga 2017. Beberapa diambil dari iklan majalah
di internet, sebagian besar diambil dari iklan-iklan TV di
channel YouTube. Mengapa penulis lebih banyak
menggunakan iklan TV sebagai bahan kajian? Karena
penulis percaya bahwa televisi merupakan media
sosialisasi yang kuat dan dapat memengaruhi identitas
gender. Bagaimana tokoh ayah ditampilkan dalam iklan
dapat menciptakan atau memperkuat stereotipe
fatherhood.
Iklan televisi juga dikenal memiliki karakteristik
khusus yang membuatnya menjadi lebih menarik
perhatian penonton, karena terdiri dari kombinasi
gambar, suara dan gerak. Oleh karena itu pesan yang
disampaikan juga menjadi jauh lebih menarik. Penonton
disajikan sebuah pengalaman baru tanpa harus melihat
dan mengalaminya secara langsung. Tetapi, untuk para
pemikir kritis, iklan televisi dianggap memberikan
gambaran atau realita dunia pulasan yang telah
disesuaikan untuk masyarakat sasaran. Menurut Burhan
Bungin (2001: 51-64), tidak semua realitas sosial dapat

75
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

dikonstruksi oleh iklan televisi. Ada berbagai keputusan


pemirsa, justru diskenario oleh faktor lain yang berasal
dari luar pengaruh konstruksi iklan. Sebab realitas iklan
televisi itu terbentuk melalui beberapa lapisan (layer),
yaitu lapisan realitas teknologi, realitas ekonis, dan
realitas verbal. Bahwa penonton iklan televisi akan
mengkode iklan televisi sebagai suatu realitas yang
dibangun oleh alat-alat elektronika. Karena kecanggihan
alat-alat elektronika saat ini, mampu membangun
realitas maya, super-realitas, di mana digambarkan
tentang sebuah realitas kehidupan, berdasarkan
keinginan pencipta iklan televisi itu.
Sehingga akhirnya muncul pertanyaan,
realitas sosial macam apa yang
Perkembangan
dikonstruksi oleh iklan televisi?
Sistem teknologi dalam dunia periklanan di
pertelevisian, semakin lama semakin Indonesia, baru
mampu menguasai jalan pikiran dimulai kira-kira
masyarakat, seperti yang diistilahkan satu tahun setelah
dengan theater of mind. Bahwa siaran- berdirinya
siaran media televisi, termasuk iklan TV
stasiun Televisi
secara tidak sengaja meninggalkan kesan
Republik
siaran di dalam pikiran pemirsanya.
Sehingga ketika televisi telah dimatikan,
Indonedia (TVRI),
kesan itu selalu hidup dalam pikiran pada tahun 1963.
pemirsa dan membentuk panggung-
panggung realitas di dalam pikiran
mereka. Apa yang digambarkan dalam
iklan televisi, adalah gambaran realitas dalam dunia
yang diciptakan oleh teknologi. Iklan-iklan itu begitu
mengagumkan karena selain realistis, adegan-adegan
tersebut mampu membawa pemirsa kepada kesan dunia
lain yang maha dahsyat.

76
Media dan Masyarakat Kini

Masyarakat, terutama kelas menengah percaya


bahwa iklan adalah cara untuk melihat kebutuhannya
dalam dunia modern. Kebutuhan ini merupakan ciri
khas masyarakat modern di perkotaan, yang disebut
oleh para pemikir kritis sebagai salah satu karakteristik
perilaku konsumerisme berlebihan atau disebut dengan
masyarakat konsumen, yang amat menyukai pencitraan
terhadap budaya modern atau kelas sosial atas.

PERKEMBANGAN IKLAN DI INDONESIA


Berdasarkan penelusuran pustaka dari berbagai sumber,
perkembangan periklanan di Indonesia, menurut
sejumlah catatan, baru dimulai kira-kira satu tahun
setelah berdirinya stasiun Televisi Republik Indonedia
(TVRI), atau ketika sebuah perusahaan periklanan
dengan nama InterVista di tahun 1963 mulai
memproduksi iklan TV dan ditayangkan di stasiun
Televisi Republik Indonesia, pada “Siaran Niaga” (nama
program di TVRI khusus untuk tayangan iklan-iklan).
Periklanan di Indonesia baru benar-benar menggeliat
setelah munculnya stasiun Televisi Swasta di akhir tahun
80-an.
Di antara sekian banyak iklan TV yang tayang
tahun 80-an, beberapa produk yang menggunakan tema
keluarga dalam iklannya, selalu menempatkan tokoh
ayah sebagai pelengkap ibu. Peran ayah, terlihat tidak
begitu dominan. Tokoh ayah sebagai sosok yang sibuk,
mencari nafkah, tidak berinteraksi secara aktif dengan
isteri dan anaknya. Setting yang sering terlihat, adalah
ayah duduk di meja makan bersama anak, atau ayah
duduk sambil membaca koran, atau sedang sibuk di
kantor. Sedangkan pakaian yang digunakan rata-rata

77
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

kemeja lengan panjang, ada yang tidak berdasi, tetapi


ada juga yang lengkap dengan dasi. Sedangkan
penggambaran untuk tokoh ibu yang ditampilkan dalam
iklan, sebagai sosok perempuan yang patuh pada suami,
bertanggung jawab mengasuh anak-anak, bekerja di
dapur, menyiapkan makanan dan minuman untuk anak
dan suami, dan bekerja mencuci pakaian keluarga
kalaupun ada kegiatan di luar rumah, karena menjemur
pakaian.
Tahun 1990-an, dalam iklan TV, Pepsodent, ada
hal yang menarik. Iklan ini menampilkan tokoh ibu dan
ayah yang sama-sama sibuk, terkesan lebih
mementingkan kesibukannya daripada anak, sampai
waktunya si anak ke dokter gigi, tidak ada satupun yang
bisa mengantar. Lalu muncul tokoh kakek mengambil
peran orangtua. Membujuk cucunya supaya tidak takut
ke dokter gigi, hingga mengantarnya ke dokter gigi.
Menurut penulis, iklan ini termasuk anomali, mengingat
iklan-iklan Unilever selalu menampilkan pendekatan
positif dengan memasukkan unsur edukasi dalam
konsep-konsep iklannya. Dalam kasus ini, penulis
sependapat dengan pandangan Noviani, yang melihat
bahwa iklan tidak merefleksikan realitas akan tetapi
mengatakan sesuatu tentang realitas.
Berikut beberapa screen shot dari iklan-iklan TV
dan beberapa iklan majalah, yang penulis dapatkan dari
internet. Antara lain iklan TV Indomie rasa ayam (1980),
iklan TV Good Time Cookies (1990), Ikan TV Pepsodent
versi ke dokter gigi; Iklan TV Susu Cap Nona (1997).
Sementara untuk iklan cetak, yaitu iklan sirup ABC di
majalah Kartini (1989), iklan Kilimas di majalah Femina
(1990), dan iklan Bank Bumiputera di majalah Femina
(1990).

78
Media dan Masyarakat Kini

Iklan TV Indomie (1980) ini, peran ayah sebagai pencari nafkah berada di
ruang publik, dan ibu berada di wilayah domestik, dapur.

Iklan TV Good time cookies (1990) peran ayah terlihat dari pakaian yang
dikenakan, kemeja dan dasi, sebagai pencari nafkah

Iklan TV Pepsodent versi Tasya ke dokter Gigi (1990) ayah dan ibu sibuk,
kakek mengambil peran orangtua, mengantar cucunya Tasya ke Dokter Gigi

Iklan TV Susu cap Nona (1997) menggambarkan keluarga kecil yang rajin
minum susu, ayah terlihat sudah bersiap kerja, ibu di dapur menyiapkan susu
untuk anak-anak dan suaminya.

79
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

Pada iklan cetak yang terbit di majalah di awal


tahun 90-an, seperti contoh di bawah ini, citra seorang
ayah sering ditampilkan secara stereotip dengan
memperlihatkan pembagian peran antara ayah dan ibu
dalam pola budaya patriarki yang memosisikan fungsi-
fungsi di dalam keluarga didasarkan pada struktur yang
kaku, dengan hirarki kekuasaan yang membatasi peran
partisipatif antar anggota keluarga. Ibu sebagai
perempuan ditempatkan dalam posisi subordinasi
terhadap pria. Ayah sebagai laki-laki lebih berperan di
ruang publik sedangkan ibu sebagai perempuan berada
di ruang domestik.
Widyatama (2006) mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan peran ruang publik dan domestik
yaitu, (1) Peran publik adalah aktivitas yang produktif
yang berhubungan dengan masyarakat luas; (2) Peran
domestik adalah lebih pada kegiatan reproduktif,
misalnya menyiapkan masakan, menjaga kebersihan
rumah, mengasuh anak dan semacamnya. Ayah
ditampilkan sebagai sosok pria yang kuat, tegas, serius,
sebagai pencari nafkah, dan tidak dilibatkan dalam
pekerjaan rumah tangga, sedangkan ibu ditampilkan
sebagai sosok wanita yang penuh empati, kasih sayang,
suka belanja, dan patuh pada suami.

80
Media dan Masyarakat Kini

Iklan Kilimas, Femina, Iklan sirup ABC, Iklan Bumiputera,


No. 49/XVIII, Kartini, No. 300, Femina,
13—19 Desember 19 Mei—1 Juni 1986. 5/XVIII, 1—7 Februari
1990, hal 66. 1990

Sumber :
https://indoprogress.com/2014

FATHERHOOD VS MANHOOD
Dalam sebuah tulisan ilmiah berjudul The Meaning of
Fatherhood for Men, Tanfer dan Mott (1997) mengatakan,
fatherhood adalah sebuah status yang diraih oleh seorang
laki-laki yang memiliki anak dan tidak dapat dibatalkan
(kecuali anak itu meninggal).
Dalam literatur penelitian kontemporer, istilah
fatherhood digunakan secara bergantian dengan istilah
fathering yang mencakup, melampaui prokreasi tindakan
itu sendiri, yaitu berkenaan dengan semua peran
pengasuhan anak, aktivitas, tugas, dan tanggung jawab
yang seharusnya dapat dilakukan dan dipenuhi oleh
seorang ayah. Pada perkembangannya, istilah fatherhood
yang sebelumnya tersirat hanya disematkan untuk ayah
biologis saja, dengan perubahan yang cepat dalam
struktur keluarga, status fatherhood juga memasukkan

81
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

ayah non-biologis. Tanfer dan Mott lebih lanjut


menjelaskan bahwa istilah fatherhood juga memasukkan
tanggung jawab pengasuhan anak, terlepas dari apakah
pekerjaan itu dilakukan oleh ayah biologis atau non-
biologis.
Dalam bahasa Indonesia, istilah fatherhood
dipadankan dengan “keayahan” (kebapakan) atau
“perayahan” (perbapakan), atau malah
“mengayahi” (membapaki). Pengertian ini, merujuk
pada istilah brotherhood yang diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia sebagai persaudaraan, bukan
kesaudaraan.
Tetapi untuk istilah motherhood Istilah
ketika diterjemahkan ke dalam bahasa “fatherhood”
Indonesia menjadi ‘keibuan’. Sedangkan diindonesiakan
untuk istilah childhood diterjemahkan ke menjadi
dalam bahasa Indonesia sebagai
‘keayahan’ atau
‘kekanakan’. Oleh karena itu, istilah
‘kebapakan’.
fatherhood menurut penulis, lebih cocok
“Hood”, dalam
diindonesiakan dengan istilah
kamus Oxford’s,
‘keayahan’ atau ‘kebapakan’. Hood,
merupakan kata
menurut kamus Oxford’s, merupakan
sifat yang
kata sifat yang menunjukkan keadaan
menunjukkan
atau kondisi menjadi sesuatu. Dengan
demikian, fatherhood adalah sifat
keadaan atau
keadaan menjadi ayah atau bapak menjadi sesuatu.
dengan segala perilaku sebagai seorang
ayah.
Sedangkan manhood atau boyhood, manliness dalam
wikipedia (http://www.wikipedia.co.id.) yaitu satu set
atribut, perilaku dan peran, umumnya terkait dengan
anak laki-laki dan laki-laki. Maskulinitas terdiri dari

82
Media dan Masyarakat Kini

faktor-faktor yang berbeda dari definisi biologis. Baik


laki-laki maupun perempuan dapat menunjukkan ciri-
ciri maskulin dan perilaku maskulin. Ciri-ciri maskulin
termasuk keberanian, kemerdekaan dan ketegasan.
Sifat-sifat ini bisa berbeda di setiap lokasi dan konteks,
dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan budaya.
Maskulinitas dan kekuasaan, sering dikaitkan dengan
mengabaikan konsekuensi dan tanggung jawab, yang
dikenal sebagai kejantanan.
Pendapat lain mengatakan bahwa manhood adalah
seorang laki-laki yang dianggap jantan dan sepenuhnya
dewasa tanpa memiliki kecenderungan untuk menikah
atau membesarkan anak-anak. Sedangkan fatherhood
adalah seorang laki-laki yang memilih untuk mengambil
tanggung jawab atas pilihannya. Dia menginginkan
manfaat pernikahan dan berani memikul tanggung
jawab yang menyertainya. Dia tidak mencari kesenangan
dari pernikahan dengan mengabaikan komitmen itu.
Demikian juga, seseorang tidak bisa menjadi ayah dari
seorang anak dan tidak bisa menjadi pria tanpa menjadi
ayah bagi anak itu sejauh keadaan memungkinkan
termasuk memberikan dukungan apa pun yang
dibutuhkan oleh anak tersebut. Keterampilan dan
tanggung jawab ayah merupakan keterampilan yang
penting bagi kedewasaan.

CITRA FATHERHOOD DI MEDIA BARU


Teknologi komunikasi yang melaju dengan pesat,
melahirkan kategori baru untuk media yang disebut
dengan media baru, untuk membedakan dengan media
yang tidak berbasis komputer. McQuail dalam bukunya
yang berjudul McQuails’s Communication Theory 4th

83
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

edition (2000: 119) bahwa media baru memungkinkan


komunikasi dua arah yang bersifat interaktif, yang
memungkinkan adanya pengumpulan sekaligus
pengiriman informasi yang membuat implikasi yang
beragam, misalnya untuk produser bisa menjadi peluang
untuk melakukan publikasi dan dikenal secara luas;
untuk penerbit, dapat memberikan bentuk alternatif
untuk melakukan komunikasi dan publikasi, dan dapat
melakukan editing maupun validasi terhadap
publikasinya. Oleh karena itu, faktor produksi dan
distribusi tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu,
karena jumlah informasi yang diberikan bisa sangat
besar, kemanapun dan dimanapun tempatnya dalam
waktu yang sama.
Dalam hal pembagian kategori, McQuail (2000:
127) membagi media baru menjadi empat kategori;
Pertama adalah media komunikasi interpersonal yang
terdiri dari telepon, telepon genggam, e-mail; Kedua,
media interaktif berbasis komputer, seperti videogame,
dan permainan yang menggunakan internet; Ketiga,
media pencarian informasi berupa portal atau search
engine; Keempat, media partisipasi kolektif berupa
penggunaan internet untuk bertukar, berbagi informasi,
mengemukakan pendapat, pengalaman dan menjalin
pertemanan melalui komputer yang penggunanya tidak
semata-mata untuk alat, tetapi bisa menimbulkan afeksi
dan emosional.
Yang menarik adalah, kehadiran media baru
dalam masyarakat postmodern seperti saat ini,
melahirkan sebuah konsep masyarakat baru yang melek
teknologi atau sangat sadar terhadap apa yang disebut
oleh McQuail (2002:302) complex electronic information

84
Media dan Masyarakat Kini

and communication networks atau teknologi informasi dan


jaringan komunikasi yang kompleks. Yang menarik
adalah, McQuail (2000: 125) melihat bahwa media baru
dianggap sebagai social change atau agen perubahan
sosial, sekaligus agen perubahan ekonomi yang
terencana, yang memungkinkan tidak adanya kontrol
pesan, baik dari pemberi maupun penerima pesan.
Untuk memudahkan kita membedakan media baru dan
media tradisional, McQuail (2002:312) membuat skema
sebagai berikut:

OLD MODEL
Limited supply – Homogeneous content – Passive mass

NEW MODEL
Many Differen – Diverse channels and channels and
contents – Fragmented and active users/audience –
Varied and unpredictable reception/effect

Ciri-ciri media baru ini secara umum antara lain:


1. Pengadaan informasi tidak sepenuhnya berada
pada sumber sesungguhnya
2. Kemampuan yang tinggi dalam pengiriman pesan-
pesan melalui kabel dan satelit sehingga mengatasi
hambatan komunikasi
3. Proses komunikasi berjalan dua arah (inter-
activity) antara sumber dan penerima. Artinya
penerima dapat memilih, menjawab kembali, dan
menukar informasi secara langsung.

85
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

Adanya kelenturan atau flexibility dalam hal bentuk, isi,


dan penggunaan medium. Menurut Werner J. Severin
dan James W. Tankard beberapa ciri lingkungan media
baru ini adalah sebagai berikut:
1. Teknologi yang dahulu berbeda dan terpisah
seperti percetakan dan penyiaran sekarang
bergabung.
2. Kita sedang bergeser dari kelangkaan media
menuju media yang berlimpah.
3. Kita sedang mengalami pergeseran dari mengarah
kepuasan massa audiens kolektif menuju kepuasan
kelompok atau individu
4. Kita sedang mengalami pergeseran dari media satu
arah menuju media interaktif.

Munculnya YouTube di kalangan masyarakat dunia


memunculkan persepsi orang dalam bentuk pro dan
kontra. Bagi mereka yang pro terhadap fenomena
mutakhir YouTube, mereka memanfaatkan YouTube
sebagai media pembelajaran musik dan di sisi lain
sebagai sarana menuju popularitas yang instant dan
berkembang menjadi “mesin pencetak uang” melalui
popularitas tersebut.
Proses pembelajaran melalui media YouTube
adalah: download > transkip > latihan. Pengguna
melakukan streaming atau downloading dengan
membuka situs YouTube, setelah proses itu pengguna
melakukan save file dan membukanya kembali untuk
melihat gaya atau cara si guru (objek dalam video)
memainkan teknik atau memberikan arahan, seperti
itulah terjadi proses latihan yang berulang-ulang dan
intesif. Sementara itu mekanisme terjadinya pencapaian

86
Media dan Masyarakat Kini

instan seseorang lewat media YouTube: action > respon


viewer > publikasi oleh media > legitimasi > popularitas.
Pengguna melakukan aksi yang unik atau impresif dan
mendapatkan respon oleh viewer. Proses respon ini bisa
mengalami duplikasi yang sangat cepat dikarenakan
penyebaran informasi dari satu viewer ke viewer lain,
atau rasa penasaran seseorang atas perbincangan di
suatu komunitas tertentu.
Selanjutnya respon ini sampai kepada respon
media yang melihat ini sebagai fenomena baru yang
menarik untuk diangkat. Hal ini mengakibatkan
penegasan informasi bahwa misalnya artis A telah
mengunggah video yang menarik dan menyaksikannya
lewat internet, media masa, radio atau televisi. Proses
duplikasi informasi yang berulang-ulang inilah yang
secara tidak langsung menimbulkan legitimasi publik
bahwa artis A telah menjadi perbincangan seru diseluruh
media dan berbagai lapisan masyarakat, setelah itu
lahirlah seorang artis baru dengan popularitas yang
tinggi.

PERUBAHAN POLA FATHERHOOD DALAM IKLAN


Roderic White dalam bukunya Advertising, (McGraw-
Hill, 2000: 258), memberikan pandangan, bahwa figur
manusia pada iklan, membuat pesan-pesan yang
disampaikan lebih mudah dan dan lebih cepat diterima
oleh khalayak. Figur manusia, pria atau wanita menjadi
lambang yang menunjukkan kepada siapa produk itu
diarahkan. Sifat-sifat umum yang dimiliki oleh figur-
figur wanita ataupun pria ditampilkan dalam konstruksi
yang sesuai dengan pemahaman khalayak pada
umumnya. Hasil penelitian Erving Goodman pada

87
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

sejumlah iklan cetak yang menggunakan figur manusia,


menyimpulkan bahwa wanita cenderung digambarkan
pemalu, penghayal, lembut, sangat suka dibohongi, dan
butuh pertolongan. Sementara figur pria digambarkan
sebagai kuat, menguasai dan mendominasi (dalam Wells,
Burnett, Moriarty, Advertising, Principles & Practice, 2000:
37).
Pola ini yang kemudian diikuti oleh kebanyakan
iklan televisi yang menggunakan figur manusia untuk
tujuan komersial. Para pengiklan televisi berusaha
mengkonstruksi pandangan khalayak tentang sosok
idola pria atau wanita, dengan tujuan kapitalistik, agar
khalayak bisa menjadi konsumen yang setia
mengonsumsi produk-produk mereka.
Figur manusia yang sering digunakan pada iklan,
salah satunya adalah figur ayah. Figur ayah selain
menimbulkan empati, juga membuat pesan-pesan
komersial yang disampaikan lebih mudah dan lebih
cepat diterima oleh khalayak.
Contoh iklan TV yang menggunakan figur
manusia, yang sampai hari ini masih sangat dikenal
adalah iklan TV Pepsodent versi “Ayah Adi dan
Dika” (2008). Iklan TV Pepsodent menggunakan figur
ayah sebagai laki-laki dalam iklan TV Pepsodent versi
“Ayah Adi dan Dika” tidak menggunakan pola stereotype
pria yang kuat, menguasai dan mendominasi, tetapi
menggunakan pola fatherhood, seperti yang dijelaskan
oleh Tanfer & Mott. Pola fatherhood pada iklan TV
Pepsodent versi “Ayah Adi dan Dika” jelas terlihat pada
peran ayah sebagai pengasuh anak yang smart dan
kreatif. Figur ayah idola yang bertanggung jawab
terhadap pengasuhan anak.

88
Media dan Masyarakat Kini

Iklan TV Pepsodent versi “Ayah Adi & Dika” (2010)

Iklan TV Pepsodent versi “Ayah Adi & Dika” (2010) pada


waktu itu berhasil mengonstruksi pandangan khalayak
tentang peran ayah. Bila sebelumnya figur ayah lebih
banyak ditampilkan sebagai laki-laki yang kuat,
menguasai dan mendominasi, menjadi figur ayah
sebagai laki-laki yang memiliki naluri ke-ayahan, yang
dengan senang hati mengasuh anak dan membiasakan
anak senang menggosok gigi pagi dan malam.
Keberhasilan iklan TV Pepsodent versi “Ayah Dika &
Adi” yang tayang dalam beberapa versi, berhasil
menampilkan aspek fatherhood pada figur ayah dan
mendapat sambutan yang positif dari masyarakat.

89
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

Iklan TV Susu Bendera Gold versi “Raih Esokmu” (2011)

Seperti iklan TV dan pada iklan TV Susu Bendera Gold


versi “Raih Esokmu” (2011) pola fatherhood pada figur
ayah ditampilkan melalui kegiatannya mengasuh anak di
antara kesibukannya sebagai pedagang nasi goreng
keliling, antara lain mengantar anak ke sekolah,
menunggui anak di sekolah, menemani anak
mengerjakan PR, dan memberikan minuman yang
bergizi.

90
Media dan Masyarakat Kini

Iklan TV Oreo versi “Ayah” (2013)

Pada iklan TV Oreo (Feb, 2013) pola fatherhood pada figur


ayah ditampilkan melalui kegiatan mengasuh anak
perempuan balitanya. Figur ayah di sini terlihat sebagai
pria modern yang sibuk, tetapi masih mau meluangkan
waktunya untuk mengasuh anak perempuannya,
mendengarkan celotehnya dan bahkan menanggapinya.

91
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

Iklan TV Indomie versi “Nonton bola” (2014)

Indomie versi “nonton bola bareng ayah” konsep cerita


yang diangkat berdasarkan pengalaman konsumen yang
sebenarnya, menampilkan pola fatherhood pada figur
ayah melalui kedekatan hubungan ayah dan anak
perempuannya. Ayah dalam iklan ini melakukan
pekerjaan domestik, yaitu memasak untuk anak
perempuannya.

92
Media dan Masyarakat Kini

Iklan TV Molto, bertema “Ayah Mandiri” (2017)

Iklan TV dengan tema fatherhood yang tayang awal tahun


2017 adalah iklan TV Molto (Januari, 2017) dengan tema
“Ayah mandiri” terdiri dari versi “Bermain bersama si
kecil” dan “Menidurkan si kecil”. Tokoh ayah dalam iklan
TV Molto ini, berperan sebagai pengasuh anak,
mengajaknya bermain dan menidurkan anak. Figur ayah
dalam iklan TV Molto ini juga melakukan pekerjaan
domestik, seperti mencuci baju.

93
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

Iklan TV Sariwangi, versi “Lebih Berani Bicara” (2017)

Pada iklan TV Sariwangi versi “Lebih Berani


Bicara” (Maret 2017) pola fatherhood pada figur ayah
dimunculkan dalam hubungan dengan anak
perempuannya. Ayah sebagai figur pengasuh anak yang
bertanggung jawab. Ayah mengabulkan permintaan anak
perempuannya nonton konser walaupun tetap harus
dalam pengawasannya.

94
Media dan Masyarakat Kini

Iklan TV Total Almeera versi “Ibadah” (2017)

Iklan TV dengan tema fatherhood yang juga baru tayang


adalah iklan TV Total Almeera deterjen halal (Maret,
2017) tokoh ayah yang ditampilkan sebagai orangtua
tunggal. Ayah mengambil peran keseluruhan dari ibu
dengan berperan sebagai pengasuh anak dan melakukan
pekerjaan domestik layaknya ibu, dan tetap bekerja
selayaknya seorang ayah. Citra SuperDad yang baru.
Apakah ini bisa disebut dengan usaha untuk
menciptakan nilai sosial baru, dan menolah budaya
patriakat yang selama ini dijadikan landasan pembagian
peran dalam keluarga.

95
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

FATHERHOOD DAN MEDIA BARU


YouTube sebagai web terpopular memiliki dampak yang
positif hingga negatif. Pengakses YouTube bisa melihat
official music video dari suatu penyanyi solo, band dari
seluruh dunia, video tutorial penggunaan macam-
macam hijab yang lucu dan tidak biasa, cover video dari
berbagai orang di dunia yang bebas mengekspresikan
diri mereka, thriller movie, video perkembangan sejarah
dunia. Selain itu, YouTube yang akunnya bebas dimiliki
siapa saja, merupakan kesempatan suatu oknum yang
tidak bertanggungjawab menampilkan video yang
kurang pantas, seperti video porno, video kekerasan,
video yang merubah reputasi orang, dan video
berkonotasi negatif terhadap nama seseorang. Tentu hal
ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan sebenarnya
di masyarakat.
Pengakses Youtube adalah siapa saja dan berumur
berapa saja, tidak menutup kemungkinan anak-anak di
bawah umur ikut menyaksikan video yang negatif
seperti video kekerasan yang telah disebutkan
sebelumnya. Selain itu, situs YouTube juga menyiarkan
tayangan-tayangan dan gambar-gambar yang berbau
pornografi. Tayangan ini sangat mudah untuk diakses
sehingga banyak anak yang dapat dikategorikan masih
dalam usia dini sering mengaksesnya. Hal ini merupakan
suatu hal pemicu utama dari perusakan moral bangsa
dan penyebab seringnya pelecahan seksual yang
dilakukan anak-anak kepada teman sebayanya. Maka di
sinilah peran orangtua, yaitu agar dapat memberikan
pengawasan yang ketat terhadap anak-anak dalam
penggunaan teknologi terutama media sosial YouTube.

96
Media dan Masyarakat Kini

Seperti yang telah dikatakan dalam teori bahwa


setiap media massa memiliki dampak sebagai objek fisik.
Begitupun web YouTube ini, yakni memiliki beberapa
dampak. Yang pertama adalah dampak ekonomi.
Semakin banyak yang mengakses web YouTube,
semakin banyak warung internet atau disebut sebagai
warnet yang dibuka. Banyak masyarakat berbagai profesi
seperti penyanyi amatir, politikus, designer, mahasiswa,
juga dosen pun membutuhkan dan tertarik untuk
mengakses web tersebut dengan berbagai kegiatan yang
beragam. Warnet tersebut merupakan kesempatan
untuk orang lain membuka lahan bisnis.

Daya Tarik Pesan Iklan


Pesan iklan tidak hanya bergantung pada apa yang
dikatakan, tetapi juga bergantung pada bagaimana pesan
disampaikan. Pengiklan harus menempatkan pesan
dengan cara sedemikian rupa sehingga mampu merebut
minat dan perhatian audiens sebagai sasaran. Pengiklan
harus dapat menemukan gaya, titi nada, kata-kata dan
format yang cocok untuk menyampaikan pesan (Kotler
dan Armstrong, 2004: 148)

Advertising –like religion dan politics– thrives on


signs. It transforms signs into symbols that give a
product its meaning or “zip” (Goldman & Papson,
1996). Glance first at Coca Cola, closing your eyes to
gain a clearer fix on the image. Do the same for
McDonald’s, The Nike swoosh, and iPod. What comes to
mind? Images, feelings, pictures, people? I’d willing to
bet they did, even if you don’t like the products or
purchase them. Such is the power of advertising. It

97
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

attempts to fill commodity signs with meaning, to give


value to brands, and to stamp imagery onto products that
differ only trivially from their competitors (Perloff, 2012:
301).

[Perloff menganalogikan iklan -seperti agama dan


politik– dipenuhi dengan tanda-tanda. Iklan mengubah
tanda-tanda menjadi simbol yang memberikan makna
pada sebuah produk atau “zip” (Goldman & Papson,
1996). Selanjutnya Perloff memberi contoh iklan Coca
Cola, iklan McDonald's, The Nike Swoosh, dan iPod
yang menghadirkan gambar-gambar, perasaan, foto-
foto, sosok orang di dalam benak audiens, sekalipun
orang tersebut tidak menyukai produknya atau tidak
membelinya. Menurut Perloff, untuk memberi nilai
pada merek dan untuk memberi cap citra pada produk
iklan berupaya mengisi tanda-tanda komoditas dengan
makna, yang memiliki perbedaan sedikit dari produk-
produk pesaingnya].

Sedangkan kekuatan iklan, dalam hubungannya


dengan masyarakat konsumer dewasa ini, menurut
Piliang (2012: 330-331) sebagai berikut:
1. Iklan adalah sebentuk tontonan yang mengiringi
sebuah produk yang menawarkan citra-citra
sebagai acuan nilai dan moral masyarakat (baik/
buruk, benar/salah).
2. Iklan adalah sebuah sistem tontonan yang utama di
dalam sistem produksi-konsumsi masyarakat
konsumer. Iklan merumuskan citra sebuah produk,
dan hubungan sosial di baliknya (status, prestise,
kelas sosial).
3. Iklan menciptakan ilusi-ilusi tentang sensualitas,
kehidupan selebritis, gaya hidup eksklusif, gaya
hidup hollywood, gaya hidup bebas, kehidupan

98
Media dan Masyarakat Kini

petualang, manusia pemberani, kota legenda,


hunian bergaya Western dan sebagainya, di balik
sebuah komoditi.
4. Iklan mengkonstruksi masyarakat konsumer
menjadi kelompok-kelompok gaya hidup, yang
pola kehidupan mereka diatur berdasarkan tema,
citra dan makna simbolik tertentu.

Dalam periklanan, ide menjadi poin penting untuk


mengomunikasikan strategi pesan, tema atau konsep
utama yang dinamakan konsep kreatif atau ide besar. Ide
besar ini yang dapat merefleksikan gaya hidup
masyarakat yang dijadikan sasaran, disampaikan dalam
bahasa yang menarik sehingga dapat memotivasi
perilaku dan mengubah sikap dalam hal ini sikap
terhadap merek, yang mulanya tidak suka, setelah
melihat iklan berulang kali, secara tidak sadar menjadi
suka atau dari biasa saja menjadi loyal terhadap suatu
merek. Artinya, terlepas dari fungsinya sebagai penjual,
pesan-pesan yang disampaikan melalui iklan TV
memiliki daya bujuk yang tinggi untuk memotivasi
perilaku masyarakat dan mengubah sikap masyarakat
terhadap suatu budaya.
Kebanyakan pesan iklan menggunakan dua strategi
dasar teknik literer untuk menjangkau kepala dan hati
konsumen, yaitu melalui (1) pengajaran dan (2) drama.
Pengajaran adalah instruksi serius yang diberikan secara
verbal, sedangkan pembicara memberikan bukti (dalam
arti luas) dan menggunakan teknik seperti argumen
untuk meyakinkan audiens. Misalnya memberikan
selusin selling point dalam hitungan detik. Sedangkan
drama memberikan kebebasan kepada audiens untuk
mengambil kesimpulan sendiri. Melalui drama karakter-

99
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

karakter berbicara satu sama lain, bukan pada audiens.


Selain itu, daya tarik psikologis juga digunakan untuk
mendeskripsikan strategi pesan yang menarik hati. Daya
tarik psikologis menghubungkan beberapa unsur emosi
yang membuat produk tampak menarik, seperti rasa
aman, harga diri, ketakutan, kesenangan indrawi
(Moriarty, Mitchell, Wells, 2012: 444-445).

CITRA FATHERHOOD DALAM IKLAN


Iklan TV dibangun atas dasar kekuatan visualisasi
objek dan kekuatan audio visual sehingga iklan TV
mampu mengkonstruksi citra (image) produk yang
diiklankan secara objektif (Bungin, 2011: 68). Pencitraan
dalam iklan televisi merupakan salah satu strategi dalam
mengiklankan suatu produk. Iklan televisi (TV) adalah
‘perwajahan’ dari sebuah produk komersial tertentu
yang disebarluaskan ke masyarakat sehingga masyarakat
mendapati informasi mengenai produk itu dengan
maksud agar setelah memperoleh informasi masyarakat
akan mengonsumsi produk yang diiklankan tersebut
(Bungin, 2011: 68).
Iklan TV dibangun atas dasar kekuatan visualisasi
objek dan kekuatan audio visual sehingga iklan TV
mampu mengkonstruksi citra (image) produk yang
diiklankan secara objektif (Bungin, 2011: 68). Dalam
membangun citra produk melihat pada kekuatan visual
yang mampu menarik pemirsa. Beberapa iklan
mengambil pola peran gender yang pada akhirnya dapat
meningkatkan citra suatu produk. Pencitraan cenderung
muncul dari aspek gender yang terdiri dari jenis kelamin
pria dan wanita (Bungin, 2011: 123).

100
Media dan Masyarakat Kini

Seiring waktu, citra yang ditampilkan terhadap


aspek fatherhood pada figur ayah dalam iklan, mengalami
berbagai perubahan. Pada iklan-iklan baik cetak maupun
elektronik yang tayang pada tahun 80-an hingga 90-an,
penulis melihat figur ayah hampir selalu ditampilkan
lengkap dengan seluruh keluarga (ibu, anak-anak), ayah
umumnya selalu diposisikan di tengah-tengah keluarga.
Setting saat ayah muncul, hampir selalu di ruang makan.
Ayah tampil dengan berkemeja rapi, lengan panjang,
terkadang lengkap dengan dasinya.
Ayah tidak berinteraksi dengan anak, lebih
banyak muncul sebagai simbol kepala rumah tangga.
Sedangkan berdasarkan pengamatan terhadap iklan-
iklan dengan tema fatherhood di atas tahun 2000, figur
ayah yang ditampilkan kebanyakan pria usia muda,
tampan, lebih banyak berpakain casual dan santai. Figur
ayah tidak lagi ingin dilihat sebagai peran stereotipe
kepala rumah tangga, pencari nafkah, tetapi cenderung
ingin dilihat sebagai individu.

PERSPEKTIF FATHERHOOD DALAM IKLAN MASA KINI


Untuk menjawab pertanyaan apakah perspektif
fatherhood dalam iklan, dekat dengan realitas sosial? Atau,
apakah menciptakan realitas sosial? Penulis akan
membandingkan dengan hasil penelitian Van Wel dkk,
(2000 dalam Allgood, 2012). Penelitiannya menghasilkan
kesimpulan, bahwa ada aspek penting dalam hubungan
ayah dengan anak, yaitu :

1. Engagement yaitu, ayah berinteraksi langsung


dengan anaknya dalam konteks merawat, bermain,
atau mengisi waktu luang, misalnya menemani anak

101
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

bermain, mengajarkan anak mengendarai sepeda di


hari libur, dan aktivitas lainnya.
2. Accesibility yaitu, ayah memberikan dukungan
secara fisik dan psikologis kepada anak, misalnya,
mengambil raport anak di sekolah, memberikan
penghargaan kepada anak dengan mengatakan
“kamu hebat!” Atau, mengucapkan kata-kata yang
dapat menghiburnya saat anak kecewa, “lain kali,
kamu pasti bisa lebih hebat lagi!” Atau “Ayah sayang
padamu nak!” dan hal-hal sederhana di mana ayah
hadir secara fisik dan psikologis untuk anaknya.
3. Responsibility yaitu, tugas utama
ayah sebagai penjamin kesehatan Aspek-aspek
dan kesejahteraan anaknya, misal fatherhood yaitu
ayah mendukung apa yang menjadi
engagement,
minat anak, menyediakan suasana
lingkungan tempat tinggal yang accesability dan
nyaman dan fasilitas untuk responsibility
mengakses ke tempat pengobatan
semakin dapat
jika ada kondisi darurat.
dikenali melalui
Ayah yang dapat memenuhi aspek
adegan-adegan
engagement, accessibility, dan responsibility
bagi anaknya selama masa yang tervisualkan
perkembangan dan pertumbuhan akan dengan jelas.
memiliki kepercayaan diri yang tinggi,
mudah memenuhi tugas sekolahnya,
dan berani melakukan hal-hal yang
positif. Ayah yang terlibat dalam pengasuhan anaknya,
akan memiliki tingkat kepuasan hidup yang tinggi
karena kebahagiaan yang terbentuk dari keterlibatan
orangtuanya.

102
Media dan Masyarakat Kini

Terakhir, ayah yang terlibat dalam pengasuhan


anaknya, akan membuat anak lebih tahan dengan
berbagai stimulus stress, dan mengetahui solusi terhadap
berbagai permasalah yang muncul dalam hidupnya.
Bagaimana dengan perspektif fatherhood dalam
iklan? Apakah iklan yang menggunakan figur ayah
sebagai tokoh utama, dalam alur ceritanya telah
memperlihatkan ketiga aspek, yaitu engagement,
accessibility, dan responsibility? Penulis ingin sedikit
mengupas alur cerita beberapa iklan TV yang tayang di
atas tahun 2000. Dengan pertimbangan, iklan-iklan TV
yang tayang di tahun 80-an hingga 90-an, lebih banyak
menempatkan figur ayah hanya sebagai simbol kepala
rumah tangga, bukan sebagai figur ayah yang memiliki
aspek fatherhood. Artinya naluri keayahan, yang secara
eksplisit ditampilkan dalam alur cerita dengan
memperlihatkan interaksi hubungan ayah dengan
anaknya secara fisik dan psikologis.
Kita mulai dari iklan TV Pepsodent berjudul Ayah
Adi & Dika (2010) yang terdiri dari beberapa versi (Role
Changing, Song of teeth, Sleeping with chicken, Bad Breath,
Little monster, Ksatria malam). Figur ayah dalam alur
cerita iklan ini, memperlihatkan aspek engagement, ketika
ayah menemani anaknya dalam kegiatan merawat gigi
pagi dan malam hari dan terlihat berinteraksi secara
langsung (ada kegiatan tanya jawab); dan juga aspek
accesibility, ayah memberikan dukungan secara fisik
maupun psikologis, yaitu pada saat anaknya bosan
dengan kegiatan sikat gigi setiap pagi dan malam, ayah
memberikan motivasi dengan cara bercerita dan
bernyanyi sehingga si anak tidak merasa bosan;
Selanjutnya aspek responsibility, diperlihatkan melalui

103
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

setting kamar mandi yang bagus dan nyaman. Figur


ayah dalam iklan TV ini memenuhi aspek fatherhood
yang dibutuhkan dalam hubungan ayah dan anak.
Pada iklan TV Susu Bendera Gold versi “Raih
Esokmu” (2011). Figur ayah dalam alur cerita yang
menggunakan alur flash back dapat diketahui melalui
cerita yang dituturkan oleh voice over anak yang
mengidolakan ayahnya, “Selalu teringat hari-hariku
bersama ayah. Aku ingin seperti dia.” Dan melalui visual
yang memperlihatkan aspek engagement, yaitu saat ayah
mengajak anaknya bermain, berjalan bersama anaknya,
mengantar ke sekolah sambil mendorong gerobak nasi
gorengnya; aspek accesibility, yaitu ayah memberikan
dukungan fisik dan psikologis dengan antar jemput ke
sekolah, menemani anaknya mengerjakan Pe-er hingga
larut malam, dan aspek responsibility yaitu ayah mencari
nafkah dan menyediakan tempat tinggal. Cerita
kemudian ditutup dengan keadaan si anak masa kini,
menjadi seorang ayah dari seorang anak laki-laki, isteri
yang cantik dan kehidupan yang mapan.
Sejalan dengan hasil penelitian Van Well, dkk,
bahwa ayah yang dapat memenuhi aspek engagement,
accessibility, dan responsibility terhadap anaknya selama
masa perkembangan-nya, menghasilkan anak yang
memiliki kepercayaan diri yang tinggi, mudah
memenuhi tugas sekolahnya, dan berani melakukan hal-
hal yang positif.
Pada Iklan TV Oreo versi Ayah (2013), figur ayah
tampil dengan gaya moderen, mengasuh anak
perempuannya sambil sibuk dengan Androidnya.
Walaupun ayah dalam iklan TV ini tidak ditampilkan
sebagai sosok ayah ideal, namun aspek engagement tetap

104
Media dan Masyarakat Kini

muncul, yaitu ketika ayah mau mengalihkan


perhatiannya dari Android ke anaknya dan mulai
berdialog dengan anaknya; selanjutnya aspek accessability
diperlihatkan pada adegan ketika si ayah memberikan
penghargaan ke si anak dengan mengucapkan “kamu
menang, deh!” saat si anak berhasil membuat ayahnya
tak bisa menjawab tantangannya mencelupkan
Handphone nya ke dalam gelas; sedangkan aspek
responsibility terlihat dari keadaan rumah yang moderen
dan nyaman.
Pada iklan TV Molto bertema “Ayah Mandiri”,
aspek fatherhood dalam alur cerita versi “bermain dengan
si kecil” dapat dikenali sebagai berikut: Untuk aspek
engagement, terlihat ketika ayah berinteraksi langsung
dengan anaknya dalam konteks menemani anak
bermain. Ayah langsung menghentikan kegiatannya saat
mendengar anaknya menangis, dan meluangkan
waktunya untuk bermain bersama si kecil, sampai si
kecil merasa senang. Aspek accesibility ditunjukkan
dengan bersedia mencucikan mainan boneka si kecil
hingga boneka si kecil bersih harum dan membuat si
kecil senang. Untuk aspek responsibility, terlihat dari
setting rumah yang bersih dan nyaman untuk si kecil.
Sedangkan dalam alur cerita versi “Menidurkan si
Kecil” pada aspek engagement terlihat ketika ayah
berinteraksi langsung untuk menidurkan si kecil dengan
menggendongnya. Untuk aspek accesibility ditunjukkan
ketika ayah berusaha mencari tahu cara terbaik
menidurkan anak dengan membuka laptopnya
kemudian bersedia mencucikan selembar kain seperti
popok yang akan digunakan untuk menidurkan si kecil,
dan berhasil. Untuk aspek responsibility, terlihat dari

105
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

setting rumah kamar yang rapih, bersih dan nyaman


untuk si kecil, artinya si ayah mampu menyediakan
tempat tinggal yang nyaman.
Pada iklan TV Teh Sariwangi (2017), ketiga aspek
fatherhood dalam alur cerita iklan dapat dikenali sebagai
berikut: Pada aspek engagement, tampak ketika ayah
meluangkan waktu minum teh bersama anak gadisnya,
dan aspek accesibility, ketika ayahnya memberikan
dukungan secara fisik dan psikologis dengan bersedia
mengantarkan anak gadisnya nonton konser band
idolanya; dan aspek responsibility terlihat pada setting
rumah dengan perabotan yang bagus.
Terakhir pada iklan TV Total Almeera deterjen
halal versi “Ibadah” (2017) yang menggunakan alur
flashback untuk menceritakan perjalanan seorang gadis
dari kecil hingga dewasa dan berhijrah dengan berhijab.
Figur ayah (single parent) diketahui melalui cerita yang
dituturkan anak perempuannya, lalu diperkuat dengan
visual. Aspek engagement terlihat ketika ayahnya
melakukan berinteraksi langsung, berbicara di depan
gerbang sekolah saat mengantarnya ke sekolah,
sedangkan aspek accesibility terlihat pada saat ayahnya
memberikan penghargaan pada perubahan anak
gadisnya yang telah menggunakan hijab dengan
memeluknya. Sedangkan aspek responsibility ditunjukkan
saat si ayah merawat anaknya yang sedang sakit, dan
setting rumah yang nyaman.
Melalui pengamatan sementara, perspektif
fatherhood pada figur ayah dalam iklan TV, terutama
iklan-iklan yang tayang di tahun 2000 an ke atas,
menunjukkan pergeseran peran ayah dalam keluarga,
terutama berkaitan dengan hubungan ayah dan anak.

106
Media dan Masyarakat Kini

Aspek-aspek fatherhood yaitu engagement, accesability


dan responsibility semakin dapat dikenali melalui adegan-
adegan yang tervisualkan dengan jelas. Ayah berinteraksi
langsung dengan anak, berperan sebagai pengasuh anak,
merawat anak, mendidik anak, memberikan dukungan
fisik dan psikologis terhadap apa yang menjadi minat
anak, dan menunjukkan tanggungjawabnya sebagai
seorang ayah. Pembagian peran berdasarkan gender,
bahwa ayah berperan di wilayah publik dan ibu bertugas
di wilayah domestik sudah semakin tipis. Seiring
perkembangan jaman, semakin banyak perempuan yang
berpendidikan tinggi, yang juga berkarir dan bekerja
membantu ekonomi keluarga.
Kajian ini tentu saja masih jauh dari sempurna, dan
perlu kajian yang lebih dalam lagi untuk mengetahui
sejauh mana perspektif fatherhood dalam iklan TV di
media baru merefleksikan realitas sosial, ataukah
menciptakan realtias sosial. Mengingat saat ini
bermunculan beberapa komunitas ayah, seperti
komunitas Ayah Edy –yang didirikan oleh seorang
pemerhati dan praktisi pendidikan anak yang
berbasiskan Multiple Intelligence dan Holistic Learning
System, Penggagas Program Keluarga Indonesian Strong
From Home www.ayahkita.blogspot.com; komunitas Ayah
ASI www.ayahasi.org, yaitu sekelompok ayah yang
punya 1 tujuan, mendukung 100% pemberian ASI
eksklusif pada buah hati. Komunitas ini hanya ingin
berbagi pengalaman, bagaimana caranya supaya istri
mampu mengeluarkan ASI semaksimal mungkin; website
komunitas National At-Home Dad Network, ayah yang
tinggal di rumah juga memberikan pendapatan kepada
keluarga baik dengan bekerja malam atau akhir pekan

107
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

dan bekerja paruh waktu di dalam atau di luar rumah.


Jadi posisi ayah rumah tangga paling baik didefinisikan
karena perannya sebagai pengasuh bagi anak-anaknya
bukan oleh pekerjaan atau pendapatannya. Semoga
tulisan ini dapat memberikan wawasan baru tentang
perkembangan perspektif fatherhood dalam iklan,
terutama ikan TV sejak tahun 80-an hingga tahun 2000
ke atas.

FATHERHOOD MENURUT ILMU PSIKOLOGI


Secara klasik, ayah digambarkan sebagai orang yang
tidak pernah ikut terlibat langsung dalam pemeliharaan
anak. Ayah seperti sudah terkondisi, bukan sebagai
pengasuh anak, dan lebih sibuk sebagai pencari nafkah.
Ayah memiliki citra stereotype perkasa dan kokoh,
namun jauh dari anak-anaknya dan seakan melepas
tanggung jawab membina kehidupan anak secara
langsung. Keadaan ini, secara tak langsung dikukuhkan
dalam kehidupan masyarakat, dan diterima seolah
sebagai sesuatu yang sudah semestinya. Anggapan lama
masyarakat tentang “fatherhood”, bahwa seorang ayah
sesungguhnya tidak terlalu berperan dalam kehidupan
anak. Dibandingkan dengan ibu, ayah kelihatan jauh dari
anak-anak dalam kehidupan sehari-hari.
Dua ahli terkenal yang memperkuat pandangan
lama ini, ialah Sigmund Freud, seorang psikoanalis, dan
John Bowlby, seorang ethologis Inggris. Teori dari dua
tokoh ini, menjadi referensi pemikiran yang
menekankan bahwa tokoh ibu merupakan sentral dalam
kehidupan anak. Freud, berpendapat bahwa hubungan
sang anak dengan ibunya sangat berpengaruh dalam
pembentukan pribadi dan sikap-sikap sosial si anak di

108
Media dan Masyarakat Kini

kemudian hari. Peranan ayah di mata Freud tidak


diperhitungkan. Menurut Freud, ayah tidak mempunyai
pengaruh bagi perkembangan anak, peranan ayah baru
muncul pada tahap akhir masa kanak-kanak. Beberapa
tahun belakangan, teori Freud cenderung dipertanyakan
(Dagun, Save. M, 2002: 7).
Sedangkan Bowlby, dalam bukunya The Nature of
Child’s Tie to His Mother – ‘Harkat anak tergantung pada
ibu’, mengatakan secara tajam, bahwa kehilangan
peranan seorang ibu dapat menimbulkan problem
dalam perkembangan anak selanjutnya. Kehidupan
seseorang, lebih-lebih pada masa kanak-kanak, sangat
ditentukan oleh peran ibu. Bowlby, menempatkan peran
ibu sebagai sentral dalam perkembangan awal anak.
Sedangkan kedudukan ayah hanya bersifat peran
sekunder saja. Suami semata-mata sebagai pendorong
moral bagi isterinya (Robert, I. Watson and Henry Clay,
1974, dalam Dagun, Save. M, 2002: 9-10).
Pandangan Freud dan Bowlby, pada dasarnya
merupakan cermin dari perilaku masyarakat Barat di
masa lalu, tempat dimana kedua tokoh ini hidup. Ayah
hanya berperan kecil dalam mengasuh anak dan hampir
tidak pernah terlihat menyuapkan makanan dan
menggantikan popok bayi. Pandangan bahwa kaum ibu,
yang paling berperanan dibandingkan ayah dalam
mengasuh anak, sebenarnya hampir sama
di semua masyarakat di seluruh dunia. Gambaran umum
ini, lebih disebabkan karena alasan perbedaan struktur
biologis antara ayah dan ibu. Ibu bisa memberikan
air susunya dan memiliki hormon keibuan yang
menentukan tingkah lakunya terhadap anak. Sebaliknya
seorang ayah, tidak dilengkapi secara biologis untuk

109
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

menyusui anak dan tidak memiliki bawaan yang


mencolok untuk mengasuh anak.
Tahun 1970-an, banyak ahli psikologi secara
langsung meneliti peran ayah dalam keluarga. Hasil
penelitian menunjukkan, kelompok anak yang kurang
mendapat perhatian ayahnya cenderung memiliki
kemampuan akademis menurun, aktivitas sosial
terhambat, dan interaksi sosial terbatas. Bahkan bagi
anak laki-laki, ciri maskulinnya (ciri-ciri kelakian) bisa
menjadi kabur (Robert I. Watson and Henry Clay
Lindgren, 1974: 187, dalam Dagun, Save. M, 2002: 15).
Dari berbagai penelitian-penelitian terdahulu,
Save. M Dagun (2002: 15), menyimpulkan bahwa ayah
berperan penting dalam perkembangan anaknya secara
langsung. Mereka dapat membelai, mengadakan kontak
bahasa, berbicara, atau bercanda dengan anaknya. Ayah
juga dapat mengatur serta mengarahkan aktivitas anak.
Menyadarkan anak bagaimana ketika menghadapi
lingkungannya dan situasi di luar rumah. Ayah memberi
dorongan, membiarkan anak mengenal lebih banyak,
melangkah lebih jauh, menyediakan perlengkapan
permainan yang menarik, mengajar membaca,
mengajak anak memperhatikan kejadian-kejadian dan
hal-hal yang menarik di luar rumah. Mengajak anak
berdiskusi.
Sifat hubungan ayah–anak ini bersifat timbal balik.
Anak dapat mempengaruhi ayahnya. Misalnya, bila anak
menangis di waktu malam, ayah terpaksa bangun. Proses
timbal-balik aktivitas ini, memunculkan suatu proses
sosialisasi antara ayah dengan anak. Seorang anak laki-
laki akan berubah sikapnya, jika kelak ia berperan
sebagai seorang ayah. Kehadirannya dalam keluarga

110
Media dan Masyarakat Kini

akan membantu menyiapkan dirinya untuk peran


sebagai ayah di kemudian. Ia juga belajar memahami
nilai-nilai dan menentukan prioritas perilakunya.
Sementara seorang ayah dapat belajar dari anak-
anaknya, sehingga menjadi lebih matang dan
bertanggung jawab.

FATHERHOOD DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Allah Swt berfirman:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar,” (QS Luqman 31: 13).

Ayat ini, bersama dengan ayat-ayat serupa (al-


Baqarah: 132, Yusuf: 67) bercerita tentang para ayah
(Luqman, Nabi Ya’kub, dan Nabi Ibrahim) yang sedang
mendidik anak-anaknya tentang pentingnya taat kepada
Allah. Bila diperhatikan dengan teliti, ternyata proses
pendidikan dalam keluarga yang tersurat dalam al-
Quran dilakukan oleh para ayah. Tidak ada ayat yang
memperlihatkan momen pendidikan dari para ibu,
kecuali perintah menyusui.
Dalam surah al-Tahrim memerintahkan Kuu
Anfusakum Wa Ahlikum Naara, jagalah dirimu dan
keluargamu agar tidak masuk neraka. Siapa diseru di
sana? Siapa yang bertanggung jawab? Jawabannya Ayah!
Karena ayat ini dhamirnya Kum, artinya laki-laki ke dua
atau jamak. Kalau perempuan pakai kunna. Jadi, ayah
yang ditegur, jagalah dirimu dan anak dari api neraka.

111
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menulis kitab Tuhfatul


Maudud Biahkamil Maulud, kitab yang ditulis sebagai
hadiah untuk anaknya, yang menguraikan kalimat
pentingnya peran ayah, karena nasab anak pada ayah,
dan fungsinya sebagai pertanggung jawaban di akherat.
Ungkapan al ummu madrasatul ula, masih belum
lengkap, karena ada tambahannya, yaitu wal abu
mudiruha, roisuha. Jadi, ayah adalah kepala sekolahnya.
Jika ibu sebagai madrasah dan guru, ayah adalah kepala
sekolahnya. Ayah seringkali digambarkan sebagai kepala
rumah tangga yang kewajibannya hanya memberi
makan, memberi hadiah dan pakaian. Seorang ayah
belum layak disebut ayah, jika hanya punya anak tanpa
menjalankan fungsi keayahan. Jadi, walau punya anak,
belum disebut ayah kalau dia bukan pengasuh. Maka
ayah menjalankan fungsi perannya bagaimana
menunjukkan nilai-nilai keayahan atau fatherhood kepada
anaknya.
Dalam Islam, ketika hak tidak diberikan, ibarat
utang piutang, kalau tidak masa kecil, saat remaja ia akan
menagihnya. Seperti dikisahkan ketika orang tua
mengadu kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab
bahwa anaknya durhaka ketika beranjak dewasa.
Sebelum dihukum, sang anak bertanya kepada Umar,
adakah hak anak? Umar menjawab bahwa hak anak ada
tiga yaitu mendapatkan ibu yang baik, nama yang baik,
pengajaran Quran dan adab yang baik. Lalu, sang anak
protes, karena ia tak pernah merasa mendapat ketiganya.
“Kamu sudah durhaka dulu sebelum anakmu
mendurhakaimu. Dan kamu sudah merugikan anakmu
sebelum anakmu merugikanmu,” kata Umar.

112
Media dan Masyarakat Kini

Pada zaman Tabiin, ada beberapa kisah ayah yang


bahkan hanya pulang setahun sekali atau meninggalkan
istri sangat lama. Faruq, seorang mujahid meninggalkan
anaknya 30.000 dinar untuk keluarganya. Lalu
darimana sang anak belajar fungsi keayahan?
Ternyata sang isterilah yang menjadi sarana anak
belajar, menceritakan kebaikan ayah. Jika ayahnya baik,
istri akan menceritakan kebaikan kepada anak kita, istri
menjadi agen ‘MLM’ kita. Seperti kisah Ibrahim yang
hanya pulang setahun sekali, tapi Hajar sama sekali tidak
pernah bercerita negatif kepada Ismail.
Di sinilah fungsi keayahan saat kita jarang bertemu
anak, ialah mencegah istri kita sebagai orang pertama
menceritakan keburukan pada anak. Menjadi ayah yang
baik mau tidak mau adalah menjadi suami yang baik.
Maka, ayah-ayah terdahulu yang jarang pulang,
mendidik anak lewat fungsi ini. Bagaimana
meninggalkan jejak yang anak akan tiru tentang ayahnya
lewat pasangan kita.
Kehadiran sosok ayah adalah mutlak. Ada ayah
persepsi dan ayah simultan. Ayah persepsi seperti
penulis jelaskan, persepsi anak baik jika ibu dan orang
terdekatnya menceritakan kebaikan kita. Kedua, ialah
ayah simultan, bahwa anak harus diajarkan tentang
bagamana menjadi laki-laki atau perempuan yang baik
dari sifat ayah.
Sosok ketegasan, nilai-nilai keayahan dan
sebagainya akan didapat dari sosok ayah yang hadir,
tidak bisa diwakilkan ibu. Maka, para ulama terdahulu
seandainya ayahnya sibuk, atau jarang bertemu anaknya,
tetap harus ada sosok ini. Salah satunya bisa dengan
dididik oleh guru, atau sosok yang mewakili ayah

113
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

simultan.
Umar bin Abdul Aziz dititipkan belajar pada
Syaikh As Shalih karena ayahnya Abdul Aziz bin
Marwan sangat sibuk. Seperti juga Sultan Muhammad Al
Fatih dititipkan pada gurunya seperti Syaih Aaq
Syamsuddin. Begitupun dengan Imam Syafii yang tidak
punya ayah dari kecil dititipkan pada Imam Waqi. Itulah
tradisi keayahan dalam Islam, mencari perwakilan
Lebih jelas, kita lihat Rasulullah yang ayahnya
wafat, sosok simultan, kakeknya sosok ayahnya.
Kemudian dilanjutkan pamannya Abu Thalib, padahal ia
orang kafir. Itu pentingnya, karena nilai keayahan, dan
jangan sampai anak kita tidak dapat mendapatkan figur
ayah.
Kita lihat misal ketika Maryam lahir, Imran telah
meninggal. Maka, sosok paman Maryam, Nabi Zakariya
menjadi figur ayahnya. Dari ayah, wanita belajar
ketegasan, tidak mudah dipengaruhi pria, dirayu seperti
fenomena perempuan zaman sekarang.
Maryam ketika hamil ia sedih. Dalam QS Maryam
ayat 42 disebutkan bagaimana Maryam bisa hamil,
bahkan ia tidak pernah disentuh seorang lelaki pun.
Inilah bahwa ketegasan diajarkan kepada Maryam.
Konteknsya sekarang, anak perempuan memerlukan
figur ayah yang dekat dengannya agar tetap tegas.
Keterlibatan ayah dalam pendidikan anak
memenuhi gambaran sejarah Islam. Dalam buku al-
Muhaddithat; The Women Scholars In Islam, Mohammad
Akram Nadwi memberikan banyak contoh bagaimana
para ulama kita menyediakan waktu untuk pendidikan
putri-putrinya sebagaimana mereka meluangkan waktu
untuk tugas-tugas lainnya.

114
Media dan Masyarakat Kini

Abu Bakar Ahmad bin Kamil bin Khalaf bin


Syajarah al-Baghdadi (350H), misalnya, senantiasa
memantau pendidikan putrinya, Amat as-Salam (Ummu
al-Fath, 390 H) di tengah kesibukannya sebagai hakim.
Diriwayatkan oleh al-‘Atiqi, hafalan hadits Amat as-
Salam bahkan selalu dicatat oleh sang ayah.
Syaikhul Islam Abu Abbas Ahmad bin Abdillah al-
Maghribi al-Fasi (560 H) juga tercatat mengajari putrinya
7 (tujuh) cara baca al-Quran, serta buku-buku hadits
seperti Bukhari dan Muslim. Walaupun ada yang
mengatakan bahwa beliau terlalu sibuk dengan dakwah
sehingga tidak pernah punya waktu untuk putrinya,
namun hal ini dibantah oleh Imam al-Dhahabi yang
mengatakan bahwa sulit dipercaya jika ada ulama yang
berperilaku seperti ini, sebab “perbuatan seperti ini
merupakan keburukan yang bertentangan dengan ajaran
Nabi Muhammad Saw. Sang teladan bagi umat manusia
ini biasa menggendong cucunya bahkan ketika sedang
shalat.
Contoh lain bisa kita dapati dari riwayat pakar
pendidikan Islam Ibnu Sahnun (256H). Disebutkannya,
Hakim Isa bin Miskin selalu memanggil dua putrinya
setelah shalat Ashar untuk diajari al-Quran dan ilmu
pengetahuan lainnya. Demikian pula dengan Asad bin al
-Furat, panglima perang yang menaklukkan kota Sicily,
ternyata juga mendidik sendiri putrinya. Nama lain yang
tercatat dalam sejarah adalah Syaikh al-Qurra, Abu
Dawud Sulayman bin Abi Qasim al-Andalusi (496H) dan
Imam ‘Ala al-din al-Samarqandi (539H).
Dari beberapa contoh di atas bisa kita lihat, bahkan
untuk pendidikan anak perempuan sekalipun, para
ulama tidak melemparkan tanggung jawab kepada istri-

115
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

istrinya. Begitu intensifnya peran ayah dalam


pendidikan anak-anaknya, hingga tatkala menjelang
sakaratul maut pun, seorang ayah yang baik memastikan
sejauh mana keberhasilannya dalam mendidik anak-
anaknya dengan bertanya kepada mereka, “Apa yang
kamu sembah sepeninggalku?” (maa ta’buduuna min ba’dii,
QS al-Baqarah: 133).
Sungguh berbeda dengan kondisi masyarakat kita
yang seakan-akan membebankan semua urusan anak-
anak kepada para istri, dan menghabiskan waktunya
untuk urusan di luar rumah. Seorang dokter yang sangat
sibuk ternyata bisa dengan antusias mendidik para
mahasiswa kedokterannya dan bahkan berceramah
keliling nusantara, namun, bagaimana mungkin dia
menjadi begitu loyo dan beralasan tidak punya waktu
ketika harus mendidik anak-anaknya sendiri?
Tidak mengherankan jika kenakalan remaja dan
kerusakan generasi menjadi kian parah, sebab, para ayah
hebat kita—pengacara terkenal, hakim agung, pengusaha
sukses, termasuk beberapa ustadz yang luar biasa dalam
dakwah— terlalu sibuk mendidik orang lain dan
menyepelekan kewajiban untuk mendidik anaknya
sendiri.

CITRA FATHERHOOD DALAM REALITAS IMAJINER


Herbert Marcuse seorang filosof Jerman berdarah
Yahudi yang tergabung dalam Mazhab Frankfurt,
merupakan pemikir kritis terhadap dominasi
kapitalisme global. Marcuse mengemukakan slogan
ideologisnya yang dikenal dengan Great Refusal, sebuah
perlawanan semesta terhadap kapitalisme dan struktur
kekuasan dalam masyarakat industri maju kontemporer.

116
Media dan Masyarakat Kini

Menurut CP Valentinus Saeng (2012), yang menulis buku


Herbert Marcuse: Perang Semesta Melawan Kapitalisme
Global (Gramedia, 260–264), berpendapat bahwa kini
amat sulit menilai apakah suatu pilihan sungguh lahir
dari kesadaran bebas atau sudah terkontaminasi oleh
kepentingan eksternal.
Dalam praktik hidup keseharian, kita sedang
berhadapan dengan kemubaziran yang didayagunakan,
nothing yang dipaksakan menjadi something, irasionalitas
yang dirasionalkan, kepalsuan yang dilembagakan,
kekejaman, dan ketamakan yang diformalkan,
pemiskinan yang dinantikan, penindasan yang
membahagiakan. Marcuse meringkas semangat dan
mentalitas dalam peradaban kapitalis kontemporer
dengan istilah “koeksistensi antagonis”.
Dominasi citra dalam skema berpikir dan bersikap
manusia kontemporer berakar pada empiris-positivisme
dan terutama pada kemajuan teknologi. Dengan
menafikan keilmiahan pada disiplin ilmu teoretis
(bukan berarti mengabaikan data, fakta dan peristiwa,
tetapi berusaha mengelaborasi dan sekaligus melampaui
data, fakta dan perisitiwa dengan menemukan intiasari,
hakikat, prinsip dan sebab yang mendasari dan
menggerakkannya), sikap kaum empiris positivis
memasukkan disiplin sejenis ke dalam kategori ideologi.
Kaum empiris kontemporer menegaskan kembali
credo para empiris klasik bahwa Omne Quod Videtur
Est Verum atau yang benar adalah segala yang tercerap
belaka. Akibat dari prasangka dogmatis demikian dunia
trans-empiris dan realitas adikodrati dapat diterima
sejauh dapat dilihat, diraba, didengar dan dirasakan oleh
panca indra manusia. Dalam hal ini, film dan televisi

117
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

telah berhasil membuktikan bahwa manusia memiliki


kemampuan untuk menciptakan realitas-realitas
imajiner atau dunia virtual, sebuah wilayah di mana
manusia adalah penguasa tunggal.
Penciptaan dunia rekaan menurut Marcuse
merupakan keniscayaan dari pencarian intelektual dan
kesadaran manusia tentang keberadaan dirinya. Oleh
karena itu, manusia mengisi dunia rekaan dengan apa
saja yang dianggap berguna, bermanfaat, mendatangkan
hasil dan keuntungan. Dominasi dunia citra dalam
semesta diskursus dan relasi antar individu, mengisi,
memaknai dan memaksimalkan hasil serta manfaat
dunia rekaan bagi kaum kuat yang berkuasa serta
berpengaruh.
Sebab dunia virtual sebagai mahakarya teknologi,
menyedot dana yang besar untuk riset, rekayasa teknis,
membayar profesionalisme untuk menghasilkan
rekayasa yang menguntungkan. Berpijak pada dominasi
citra dalam semesta aktivitas modern-kontemporer,
manusia saat ini bisa dikatakan hidup dalam imperium
citra. Akibatnya, generasi modern kontemporer lebih
mementingkan kesan daripada substansi, tampilan
daripada intisari, peran daripada jati diri. Sehingga
dalam tata hidup bersama, semua diskursus dan atensi
hanya berhenti pada sensasi belaka.
Bila kita kembalikan pada pemahaman imperium
citra Marcuse, peneliti melihat tema fatherhood pada
iklan TV tidak bisa dipungkiri, merupakan dunia rekaan
yang diciptakan para pembuat iklan untuk merayu
audiens sasaran masuk ke dalam imperium citra
fatherhood, sehingga audiens sasaran tidak lagi melihat
sebuah produk dari segi manfaat atau kualitas, tetapi

118
Media dan Masyarakat Kini

lebih diharapkan merasakan sensasi Fatherhood yang


mengundang simpati. Inilah yang disebut Marcuse
dengan nothing yang di–something-kan atau mentalitas
Koeksistensi Antagonis -bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk menciptakan realitas-realitas
imajiner atau dunia virtual terhadap citra Fatherhood,
sebuah wilayah di mana manusia adalah penguasa
tunggal yang memiliki kekuasaan untuk mengisi dunia
rekaan dengan apa saja yang dianggap berguna,
bermanfaat, dan yang penting adalah mendatangkan
hasil serta keuntungan.

IKLAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE


Mencermati perubahan pola fatherhood yang terjadi pada
tema iklan (dalam hal ini iklan TV), sejak tahun 2000-an
hingga 2017 ini, penulis mencoba melihat sisi lain dari
peran iklan di masyarakat, di luar fungsi iklan sebagai
penyampai pesan-pesan komersial dari kaum kapitalis.
Fenomena perubahan pola fatherhood pada tema iklan
yang dijadikan konsep kreatif dalam pesan iklan,
menurut penulis memiliki potensi untuk mengubah cara
pandang masyarakat Indonesia tentang peran ayah
dalam keluarga. Seperti yang disampaikan oleh kritikus
Bob Garfield (dalam Moriarty, Mitchell, Wells, 2011,
Advertising, hal 158-162) ketika mengatakan bahwa iklan
Dove dari Unilever dengan kampanye iklan bertema Real
Beauty, menjadi momen kultural penting. Kampanye
iklan Dove berhasil menembus obsesi kultural terhadap
tubuh yang langsing dan citra tubuh seperti boneka
Barbie. Iklan Dove secara gamblang mendefinisikan
ulang kecantikan dan mengakui perubahan cara
pandang perempuan terhadap dirinya sendiri. Dove

119
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

120
Media dan Masyarakat Kini

mendapat penghargaan pada Grand Effie; Grand Prix,


Cannes International Advertising Festival tahun 2005,
karena berhasil menyentuh kebutuhan semua
perempuan untuk tampil cantik tanpa harus
memaksakan diri mengikuti standar kecantikan yang
mustahil diraih.
Oleh karena itu, iklan menurut pandangan
penulis bisa menjadi agent of change untuk memperbaiki
kultur yang tidak lagi sesuai dengan jamannya, yang
selama ini diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam
kaitannya dengan perubahan pola fatherhood pada tema
iklan menurut pandangan penulis, semoga saja dapat
memperbaiki budaya patriarki yang sampai hari ini
masih sangat kental mewarnai berbagai aspek
kehidupan dan struktur masyarakat di Indonesia.
Patriarki dipahami sebagai sebuah sistem
pengelompokan masyarakat sosial yang sangat
mementingkan garis keturunan bapak (laki-laki),
dimana masyarakat menempatkan kedudukan dan
posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam
segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi
(Pinem, 2009: 42).
Pada tatanan kehidupan sosial, konsep patriarki
sebagai landasan ideologis, menganut pola hubungan
gender dalam masyarakat secara sistematik dalam
praktiknya dengan pranata pranata sosial lainnya.
Misalnya dalam mengerjakan pekerjaan rumah, anak
laki-laki mendapat bagian yang sedikit dari perempuan
karena perempuan diwajibkan melayani dan
mengerjakan pekerjaan rumah dan membersihkan
rumah. Perbedaan jender sebetulnya adalah kodrati,
selama tidak melahirkan ketidakadilan jender. Namun

121
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

hegemoni laki-laki atas perempuan memperoleh


legitimasi dari nilai-nilai sosial, agama, hukum
tersosialisasi secara turun-menurun dari generasi ke
generasi (Darwin, 2001: 98).
Dalam masyarakat patriarki, dominasi atau
kontrol laki-laki atas perempuan, atas badannya,
seksualitasnya, pekerjaannya, peran dan statusnya, baik
dalam keluarga maupun masyarakat dan segala bidang
kehidupan yang bersifat ancolentrisme berpusat pada laki-
laki dan perempuan (Manurung, 2002: 95). Perempuan
berada di strata bawah sehingga takut otonominya
berbeda dalam keluarga sedangkan pengertian otonomi
adalah kemampuan untuk bertindak melakukan
kegiatan, mengambil keputusan untuk bertindak atas
kemauan sendiri (www.landasanteori.com).
Pandangan tentang budaya patriarki di Indonesia,
bukan hanya disuarakan oleh kaum perempuan, seorang
mahasiswa asal Yogya dalam jejaring kompasiana,
menyampaikan pandangannya, bahwa saat ini walaupun
perempuan telah memperoleh hak pendidikan sampai
pendidikan yang paling tinggi, namun inilah faktanya
hegemoni persepsi patriarki di Indonesia susah untuk
dihilangkan, dan sudah menjadi pegangan erat
masyarakat Indonesia.
Dapat dilihat meski perempuan telah melakukan
pendidikan yang bebas sekalipun, namun ketika sudah
nikah berumah tangga perempuan harus membagi
perannya. Padahal al-Quran sebagai pedoman hidup
orang Islam sebenarnya telah menjelaskan terkait
gender. Dalam QS An-Nisa telah menjelaskan bahwa
perempuan adalah makhluk yang mulia dan harus
dihormati, bukan makhluk yang lemah dan harus

122
Media dan Masyarakat Kini

ditindas sedemikian rupa. Di surat An-Nisa ayat 1 pun


sudah dijelaskan bahwa kedudukan laki-laki dan
perempuan adalah sama sebagai hamba Allah.
Keduanya diciptakan oleh Allah dalam jiwa yang satu,
artinya tidak ada perbedaan diantara keduanya. Hanya
amal ibadah lah yang menjadikan perbedaan disetiap
makhluk dan perbedaan dalam hal fungsi peran yang
dilakukan oleh laki-laki dan permpuan. Maka Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan dalam bentuk
postur fisik yang berbeda dan emosionalnya.
Permasalahan gender di Indonesia, menurutnya
merupakan konstruksi dari masyarakat Indonesia
sendiri yang sudah mengakar turun-temurun, dan susah
sekali untuk dihilangkan. Tidak ada yang berbeda antara
laki-laki dan perempuan, keduanya sama-sama jiwa
yang satu dalam lingkup hamba Allah. Perempuan
makhluk yang mulia dan dihormati hanya amal ibadah,
fungsi dan peran yang membedakan keduanya.
Pandangan tentang masih kuatnya budaya
patriarki dalam tatanan masyarakat Indonesia memang
bisa dilihat pada iklan-iklan yang tayang di tahun 1990-
an, tokoh ayah selalu dihadirkan lengkap bersama ibu
dan dua anak. Jarang sekali kita melihat iklan yang
menampilkan tokoh ayah, hanya berdua dengan
anaknya tanpa ibu. Kegiatan ayah juga terlihat klise,
sedang membaca koran, hendak pergi kerja atau pulang
kerja, atau sedang mengendarai mobil atau motor.
Pembagian peran yang sangat jelas antara ibu dan ayah,
yang ditayangkan oleh berbagai iklan dari berbagai
merek, seolah telah menjadi sebuah template wajib untuk
menggambarkan sebuah keluarga yang harmonis.
Secara tidak sengaja, penulis menemukan bukti

123
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih


memegang erat budaya patriarki, yaitu munculnya
fenomena “kaleng biskuit Khong Guan” yang menjadi
salah satu trending topik di jejaring media digital. Sekitar
1.850 situs, mulai dari situs berita nasional kompas,
liputan6.com, hingga komunitas bukalapak.com,
mengangkat fenomena “Misteri gambar kaleng biskuit
Khong Guan” sebagai topik:
Kaleng biskuit Khong Guan yang menampilkan
gambar seorang ibu bersama dua anak dengan wajah
ceria duduk di ruang makan, menikmati teh dan biskuit,
tentunya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat
perkotaan di Indonesia. Biskuit ini, telah beredar di
pasar Indonesia sejak tahun 1971 dengan bentuk kaleng
dan gambar yang tidak berubah hingga sekarang.
Ketidakhadiran sosok ayah dalam gambar di kaleng,
rupanya telah menjadi bahan perbincangan masyarakat
konsumen selama puluhan tahun. Di era teknologi
informasi digital seperti sekarang, ketika setiap orang
memiliki kebebasan untuk bersuara, dan menyampaikan
pendapat, pertanyaan tentang gambar di kaleng biskuit
Khong Guan pun bisa menjadi di trending topik.
Munculnya pertanyaan ketidakhadiran sosok
ayah dalam gambar keluarga di kaleng biskuit, menurut
penulis, memerlihatkan kuatnya budaya patriarki di
masyarakat Indonesia. Masyarakat menganggap sosok
ayah hukumnya wajib hadir bersama ibu dan anak-
anaknya ketika harus tampil di publik, karena sosok ayah
berada di tengah keluarga merepresentasikan sebuah
keluarga yang harmonis. Artinya, sosok ibu menurut
pandangan sebagian masyarakat tidak cukup kuat
merepresentasikan sebuah keluarga yang harmonis.

124
Media dan Masyarakat Kini

Akhirnya masyarakat mendapatkan jawaban


misteri ketidakhadiran ayah pada gambar keluarga di
biskuit Khong Guan oleh si pencipta gambar kaleng
biskuit Khong Guan. Pada situs Trending topic news,
Bernardus Prasodjo selaku pencipta gambar menjelaskan
bahwa ketidakadaan sang ayah adalah, karena ayah
sebenarnya berada di balik kamera, sedang memotret
keluarga harmonisnya. Tetapi menurut Bernardus, tak
ada alasan tersendiri mengapa tak ada sosok ayah di
lukisan tersebut. Bagi dia, hal itu tidak perlu
dipermasalahkan karena tujuannya adalah untuk
memengaruhi ibu rumah tangga agar membeli biskuit
tersebut. “Yang belanja kan biasanya para ibu. Jadi
yang penting ada ibunya di situ,” jawab dia
(www.trendingtopic.info)
Fenomena kaleng biskuit Khong Guan ternyata
bukan hanya menjadi trending topik, tetapi juga menjadi
trigger munculnya berbagai macam “meme”. Istilah
“meme” berasal dari bahasa Yunani “mimema” yang
berarti sesuatu yang menyerupai/menirukan, dan
terdengar serupa dengan gen (gene). Dawkins memakai
istilah ini untuk mendefinisikan lahirnya budaya dengan
anggapan terjadinya merupakan bentukan dari banyak
replikator (penyerupaan). Meme dalam bahasa internet
memang didasarkan pada istilah Mimema dalam bahasa
Yunani ini. Ketika diadaptasi dalam bahasa
Inggris, mimema sama artinya dengan imitation atau
tiruan jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
(www.solopos.com). Berikut beberapa meme tentang
misteri gambar kaleng biskuit Khong Guan diambil dari
www.wajibbaca.com:

125
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

126
Media dan Masyarakat Kini

Keluarga memang sering dijadikan kelompok


referensi yang penting untuk memengaruhi banyak
orang, karena peran formatifnya dan intensitas
hubungannya. Oleh karena itu, gambaran keluarga yang
harmonis yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan dua anak
dengan jenis kelamin yang berbeda, laki-laki dan
perempuan, sampai hari ini masih dianggap memiliki
daya pikat komersil yang kuat.
Pada beberapa kesempatan, ketika mengajar di
kelas, penulis menyampaikan kepada para mahasiswa
bahwa iklan bukan hanya berfungsi untuk mengubah
seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak suka
menjadi suka atau dari suka menjadi loyal terhadap
sebuah brand, tetapi iklan bisa juga digunakan sebagai
agent of change untuk propaganda budaya. Contohnya,
budaya minum langsung dari botol yang dikenalkan
oleh Coca Cola, kemudian diikuti oleh produk minuman
ringan lain, dan diikuti oleh perilaku masyarakat luas,
bukanlah budaya yang berasal dari Indonesia. Budaya
Indonesia sepengetahuan penulis, tidak pernah
mengajarkan minum langsung dari botol. Juga budaya
mengonsumsi fast food, budaya menggunakan krim
pemutih kulit untuk memenuhi standar kecantikan
dunia, padahal warna kulit wanita Indonesia adalah sawo
matang karena tinggal di negara tropis, dan banyak
budaya lain yang berhasil dipropagandakan melalui
iklan, dan diadaptasi oleh masyarakat seolah menjadi
budaya sendiri.
Oleh karena itu, perubahan pola fatherhood pada
tema iklan TV yang tayang tahun 2000an ke atas,
menurut pandangan penulis, bila terus menerus diulang
-ulang dan dijadikan tema iklan berbagai produk

127
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

kebutuhan rumah tangga, dapat menjadi sebuah


momen kultural yang mendefinisikan ulang peran ayah
dalam keluarga.
Sebagaimana hasil penelitian Van Wel dkk yang
telah disebutkan di atas, bahwa ayah yang dapat
memenuhi aspek engagement, accessibility, dan
responsibility untuk anaknya selama masa
perkembangannya akan memiliki kepercayaan diri yang
tinggi, mudah memenuhi tugas sekolahnya, dan berani
melakukan hal-hal yang positif. Ayah yang terlibat
dalam pengasuhan anaknya, akan memiliki tingkat
kepuasan hidup yang tinggi karena kebahagiaan yang
terbentuk dari keterlibatan orang tuanya. Ayah yang
terlibat dalam pengasuhan anaknya, akan membuat
anak lebih tahan dengan berbagai stimulus stress, dan
mengetahui solusi terhadap berbagai permasalah yang
muncul dalam hidupnya. Bila kesadaran tentang
pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak
dapat dibangun melalui tema-tema fatherhood pada iklan
TV mungkin saja akan mengubah cara pandang kaum
ayah terhadap dirinya sendiri dalam memainkan peran
fatherhood di dalam keluarganya.
Secara umum, tema fatherhood yang diangkat
menjadi konsep iklan, mungkin saja bisa mengubah
pandangan masyarakat tentang nilai-nilai sebuah
keluarga, ketika masyarakat menganggapnya sebagai
Role Model. Secara istilah Role Model, adalah sebuah
predikat yang disandingkan kepada seseorang yang
mempunyai sifat dan perbuatan yang positif secara
norma-norma yang disepakati oleh lingkungannya.
Misalnya di lingkungan keluarga muslim, seorang imam
atau pemimpin keluarga adalah ayah. Oleh karena itu,

128
Media dan Masyarakat Kini

ayahlah yang seharusnya menjadi role model anak-


anaknya. Begitu juga di masyarakat yang menganut
patrilineal, ayah menjadi sosok yang patut dijadikan role
model. Seorang ayah yang sadar bahwa sifat dan
perbuatannya menjadi role model anak-anaknya, akan
menjaga segala kelakuan dan perbuatannya dari hal-hal
negatif karena sadar akan ditiru oleh anak-anaknya.
Role model bisa juga dibentuk melalui apa yang
ditonton oleh anak-anak. Seperti hasil riset Shrum dkk
(dalam Wyer, Adaval, “Pengaruh Gambar, Kata dan
Media”, 2010, hal. 181) dengan jelas menggambarkan
bahwa pemaparan peristiwa televisi pada peristiwa
fiksional dapat memengaruhi persepsi mereka bahwa
peristiwa-peristiwa yang mirip terjadi juga dalam dunia
nyata.
Dengan demikian, persepsi ini dapat memengaruhi
kepercayaan dan sikap mereka tentang orang dan objek
yang relevan dengan peristiwa. Penelitian ini
menunjukkan bahwa yang dijadikan role model dalam
keluarga, bisa juga dipengaruhi oleh apa yang sering
ditonton oleh anak-anak di media televisi.
Tetapi jauh lebih penting lagi adalah, Indonesia
melalui kementrian budaya dan pariwisata sudah
waktunya memiliki strategi pencirian budaya bangsa
Indonesia, yang terus menerus dikampanyekan melalui
berbagai media, kalau tidak mau ciri budaya bangsa kita
tenggelam tergulung derasnya propaganda budaya asing,
melalui jejaring media baru yang sangat masif.
Wallahu’alam.

129
Jejaring Iklan Fatherhood Media Baru

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Bungin, Burhan. 2011. Konstruksi Sosial Media Massa.
Jakarta: Kencana.
McQuail, Dennis. 2000. McQuail’s Communication Theory
(4th edition). London: Sage Publication.
McQuail, Dennis. 2002. Media Performance: Mass
Communication and the Public Interest.London: Sage
Publications.
Moriarty, Mitchell & Wells. 2011. Advertising, edisi
kedelapan, Jakarta: Kencana.
Noviani, Ratna, 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan,
Antara Realitas, Representasi dan Simulasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jurnal
Allgood, Scot M., Beckert, Troy E. 2012. The Role of Father
Involvement in the Perceived Psychological Well-Being
of Young Adult Daughters: A Retrospective Study.
North American Jurnal of Psychology. Vol. 14, No.
1, 95-110.
Kaufman, Michael. 2006. Psychology of Men and
Masculinities. Masculinity is not in our genes, it’s in our
imaginations. Psychology, 431, Spring.
Koray Tanfer, Battelle Memorial Institute & Frank Mott,
Ohio State University, January 16-17, 1997, THE
MEANING OF FATHERHOOD FOR MEN,
Prepared for NICHD Workshop, Improving Data on
Male Fertility and Family Formation at the Urban
Institute, Washington, D.C
Liu, William Ming, 2005. UI Expert On Masculinity, Asian-

130
Media dan Masyarakat Kini

American Issues Named Top Researcher,


University of Iowa Chicago.

Website
www.muslimahzone.id Peran Ayah dalam Mendidik Anak
menurut Islam, diakses 19 Juli 2017
www.alhikmah.co Sosok Ayah Penentu Arah, diakses 19 Juli
2017
www.landasanteori.com diakses 20/07/2017
www.trendingtopic.info diakses 20/07/2017
www.solopos.com diakses 30/07/2017
www.wajibbaca.com diakses 30/07/2017

131
Hubungan Media Massa dan Khalayak

“Media massa dapat menafsirkan dunia di sekitar kita


dan meritualisasikan pengalaman kita”

Prof. Quentin J. Schultze


Television: Manna from Hollywood (1986)
Media dan Masyarakat Kini

bagian tiga
HUBUNGAN MEDIA MASSA DAN KHALAYAK
Reinterpretasi di Era Milenial

Rahman Asri

P
erkembangan teknologi komunikasi yang begitu
pesat saat ini secara langsung berdampak pada
pengembangan bentuk-bentuk media yang
diciptakan pada saat ini. Teknologi komunikasi yang
terus berkembang telah mengubah perilaku masyarakat
dalam mengkonsumsi media. Perubahan yang terjadi
bukan hanya dalam kaitan teknis yang dimungkinkan
oleh kemampuan teknologi yang berkembang, namun
juga bentuk-bentuk kreatifitas media yang dihasilkan.
Di era media tradisional (pra-new media age)
masyarakat atau individu mengkonsumsi media secara
parsial (terpisah) dikarenakan teknologi pada saat itu
belum dimungkinkannya sebuah alat memiliki beberapa
fungsi media seperti saat ini. Sebelum memasuki abad

133
Hubungan Media Massa dan Khalayak

ke-21, bisa dikatakan hampir semua peralatan teknologi


komunikasi hanya memiliki satu fungsi tunggal sesuai
dengan kegunaannya. Telepon hanya digunakan untuk
berbicara, penyeranta pesan (pager) hanya untuk
mengirimkan pesan melalui operator, pesawat radio
didengarkan tersendiri, televisi ditonton terpisah, begitu
juga pemutar lagu seperti: tape recorder, pemutar
piringan hitam (player) peralatan khusus untuk rekreasi
mendengarkan musik yang bisa dinikmati pada saat itu.
Namun seiring perkembangan media digital,
kemampuan teknologi saat ini memungkinkan berbagai
fitur kegunaan terkumpul pada satu perangkat. Pada
sebuah perangkat smartphone dalam genggaman
tangan, kita bisa menggunakannya untuk berbagai
fungsi. Smartphone tidak lagi sebatas alat komunikasi
yang digunakan secara verbal (lisan maupun tulisan)
tetapi juga berbagai fiturnya memberikan berbagai
varian fitur yang lebih beragam mulai dari pemutar
video, musik, radio bahkan juga kamera digital (digital
camera).
Selain pada sisi kemampuan teknologi yang mena-
warkan berbagai fitur penggunaan, teknologi komu-
nikasi juga menghasilkan perubahan pada format
(platform) dari bentuk media yang dikenal sebelumnya.
Pada masanya, di era sebelum memasuki periode digital
(digital age) format atau platform media secara umum
memiliki karakterisitik satu arah (one way communica-
tion), adanya gate-keeper, berdampak sangat kuat ter-
hadap khalayak atau audiens yang menjadi target
sasarannya.

134
Media dan Masyarakat Kini

Dampak Kemajuan Teknologi Media

Sumber: Saroso, Future TV & Human Capital, 2014.

Namun seiring perkembangan teknologi komu-


nikasi, media berubah tidak dalam arti bentuknya sema-
ta melainkan juga merubah karakter media tersebut dari
yang kita kenal sebelumnya. Pola komunikasi media
dengan khalayak yang semula satu arah (one way commu-
nication) telah berubah menjadi dua arah (two way com-
munication), peran gate-keeper yang menyeleksi dan
memilih pesan yang ingin disampaikan oleh media
kepada khalayak mulai dikurangi, khalayak selain se-
bagai konsumen (consumer) juga sekaligus bisa menjadi
pengisi konten (producer) maka kemudian muncul apa
yang dikenal sebagai ‘procumer’.

135
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Perubahan Media Klasik dan Media Baru

Sumber: Nielsen Media Research, Nielsen Media & Marketing Presentation, 2012

Khalayak tidak lagi pasif sebagai konsumen, tapi


mengkonsumsi dan sekaligus turut memberikan ‘warna’
pada media massa yang dikonsumsinya. Respon
khalayak atas sebuah informasi menjadi langsung
(direct), berbeda pada saat dimana dulu sebatas tangga-
pan atas informasi yang dianggap tidak tepat yang
disampaikan melalui surat kepada redaksi media. Di
masa milenial saat ini, khalayak tidak hanya sebatas
merespon informasi yang diterimanya melainkan juga
menyampaikan opini, pandangan atau pemikirannya
dalam berbagai platform media massa yang bersifat two
-way communication bisa berupa jurnalisme warga
(citizen journalism) seperti Kompasiana, forum per-
bincangan seperti KasKus, VivaForum, DetikForum, User-

136
Media dan Masyarakat Kini

Generated Content (UGC), MojokCo, Tirto.id, dan berbagai


bentuk media social (social media) seperti facebook, twitter,
path, instagram, yang semakin popular digunakan
khalayak.

Platform Media Digital (New Media)

Sumber: rujukan website media online terkait

137
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Penggunaan media digital dalam banyak hal telah


merubah juga pola hubungan media massa dan khalayak
(audience), dimana dalam hubungan sebelumnya media
massa ditempatkan dalam posisi ‘superior’ di atas khala-
yak. Pemilihan informasi sebagai konten pemberitaan
yang ingin disampaikan sepenuhnya ditentukan oleh
pengelola media. Mulai dari topik bahasan yang dipilih,
narasumber yang ditampilkan, juga penempatan berita
dan format penyajian sepenuhnya dilakukan dan men-
jadi warna redaksi pengelola media tersebut.
Dampak informasi yang disampaikan media massa
saat itu, dipahami begitu besar dan berpengaruh lang-
sung pada khalayaknya. Informasi apa yang disajikan
media massa kepada khalayak akan berpengaruh meru-
bah atau mengarahkan pola berpikir (kognitif), apa yang
dirasakan (afektif), dan pada akhirnya merubah sikap dan
perilaku masyarakat sebagai khalayak sasaran media.
Dalam konsumsi media di era milenial dengan ber-
basis digital, online (cyber media) yang tidak bisa di-
abaikan juga apa yang disebut media sosial (social media)
yang menjadi pilihan alternatif para peselancar di dunia
maya (cyber) dalam memperoleh informasi terbaru mau-
pun untuk berjejaring sosial di antara mereka. Dari akun
media sosial (social media) masyarakat dapat memperoleh
informasi terkini (updating) baik dari jejaring media so-
sial berbagai media konvensional yang merambah ke
dunia digital karena tuntutan perubahan teknologi yang
ada saat ini ataupun dari banyak format media baru
yang terus muncul semakin banyak. Penyebaran infor-
masi yang didapat khalayak juga diperoleh dari akun
media sosial pribadi pertemanan dengan re-posting dan
linked kepada rujukan situs website, social media informasi
mainstream media yang ada.

138
Media dan Masyarakat Kini

Sumber: https://www.thisdaylive.com

Selain itu penyebaran (broadcasting) dari berbagai


akun media sosial (social media) tentang isu-isu bahasan
baik informasi maupun tema-tema kontroversial juga
menjadi konsumsi khalayak yang kadang sulit terverifi-
kasi kebenarannya. Di sisi lain, munculnya media sosial
yang menurut Holmes (2008) menjadi ciri komunikasi
massa baru (second media age); democratizing, decentra-
lized, two way communication, individually oriented, beyond
state control, promoting individual consciousness, telah
membuat media sosial menjadi pilihan alternatif se-
bagai pengganti saluran distribusi informasi (channel)
yang selama ini dijalankan oleh media massa.

139
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Media Social (Social Media)

Istimewa

Pilihan sumber informasi yang tidak lagi hanya


bersumber dari mainstream media dan pola interaksi yang
kini dua arah (two way communication) akan berdampak
langsung pada perubahan “bargaining position” hubungan
antara media massa dan khalayak. Berbagai bentuk me-
dia baru (new media platform) yang terus tumbuh dan
berkembang seiring perubahan teknologi komunikasi
dan komputasi saat ini di era digital, pada akhirnya tidak
sebatas pada kecanggihan teknologinya yang kian maju,
melainkan juga pada perubahan pola konsumsi media
dan juga me-repositioning hubungan media massa dan
khalayaknya.

140
Media dan Masyarakat Kini

MEDIA MASSA DAN KHALAYAK


Dampak perkembangan teknologi komunikasi
yang begitu pesat saat ini, meningkatkan rasa ke-
khawatiran akan efek media massa terhadap khalayak
(dalam hal ini masyarakat). Media massa baik berupa
media cetak (surat kabar, majalah, dan sebagainya), me-
dia elektronik (radio, televisi) maupun bentuk new media
melalui jejaring internet sudah begitu menyeruak di
masyarakat saat ini. Terpaan media (media exposure) yang
begitu masif bisa berakibat kondisi khalayak atau
masyarakat dalam keadaan banjir informasi (overloaded
information). Limpahan informasi yang berlebih tersebut
kadang menyulitkan masyarakat atau khalayak dalam
melakukan pemilahan dan pemilihan informasi yang
akurat berdasarkan sumber berita yang terpercaya
(credible).

Overloaded – Flood Information

Istimewa

141
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Menurut DeFleur (1975:159), setiap anggota massa


akan memberikan respons yang sama pada stimuli yang
datang dari media massa. Model Jarum Hypodermis
(Hypodermic Needle Theory) atau Teori Peluru (Bullet The-
ory) menguatkan pandangan tersebut dengan
mengasumsikan bahwa massa yang tidak berdaya
ditembaki oleh stimuli media massa. Dengan
menggunakan analogi pesan komunikasi seperti obat
yang disuntikkan dengan jarum ke bawah kulit pasien
(Rakhmat, 1984). Dalam hal ini kekuatan media massa
begitu dominan sehingga mampu mengarahkan dan
membentuk perilaku khalayak. Begitu beragam infor-
masi yang disampaikan melalui program berita, materi
iklan yang mempersuasi target sasarannya, konten hi-
buran (entertainment) baik dalam format drama maupun
non-drama terkirim sebagai pesan (messages) yang lang-
sung menerpa khalayak saat mereka menerimanya.
Menyadari media massa yang berdampak luas dan
dinilai efektif, media massa sering juga dimanfaatkan
secara politis oleh pengelola media atau penguasa untuk
memanipulasi opini massa. Sering tampil dalam materi
pemberitaan, muncul dalam berbagai kampanye yang
disiarkan ataupun menjadi narasumber dalam sebuah
pembahasan program talkshow akan menciptakan efek
positif dalam penggambaran image yang ingin
dideskripsikan dalam sajian sebuah media massa. Hal
demikian kita bisa menemukannya baik di jaringan se-
buah grup televisi swasta nasional maupun jaringan
penyiaran televisi asing di luar negeri.
Contoh penayangan Mars Perindo di beberapa sta-
siun televisi dalam jaringan media MNC grup (RCTI,
MNCTV, GlobalTV) dan beberapa liputan pemberitaan

142
Media dan Masyarakat Kini

Media Exposure

Sumber: https://www.emarketeers.com/e-insight/5-ways-digital-pros-can
-deal-with-information-overload/

aksi sosial Harry Tanoesudibjo -sebagai pemilik stasiun


televisi tersebut- sebagai materi pemberitaan sangat jelas
menunjukkan penggunaan media dalam rangka
mengakomodasi kepentingan politik pemiliknya. Hal
yang sama juga kita mendapatkannya di Media Grup
(MetroTV, Media Indonesia, Metrotvnews.com) untuk
Surya Paloh selaku pemilik dengan bendera Partai
Nasdem, demikian pula halnya terjadi di media grup
Bakrie (tvOne, ANTV, vivanews.com) untuk kepentingan
Aburizal Bakrie baik sebagai petinggi Partai Golkar mau-
pun secara kepentingan pribadi perusahaan.
Menurut pandangan Dofivat, media massa
dikendalikan dan dikuasai oleh kelompok atau golongan
sekelompok orang tertentu untuk kepentingannya
sendiri, sehingga jutaan manusia kehilangan

143
Hubungan Media Massa dan Khalayak

kebebasannya. Dalam hal ini media massa yang


digunakan diantaranya; elektronik radio, televisi, dan
juga media cetak suratkabar, majalah, tabloid (serta me-
dia online dalam konteks saat ini, tambahan dari penulis).
Pada suatu masa, peran media massa dipandang
sangat berpengaruh terhadap kualitas masyarakat. Na-
mun kemudian muncul pandangan kritis para ahli yang
menilai peran media massa tidak lagi dominan, bahkan
hampir dianggap tidak ada pengaruhnya sama sekali ter-
hadap masyarakat. Menurut pandangan Raymond A.
Bauer, bahwa masyarakat sebagai khalayak akan mengi-
kuti pesan yang disampaikan apabila pesan itu
menguntungkan bagi mereka.
Masyarakat akan merasa tertarik atas berita yang
diperbincangkan media apabila berita itu memang
berkesan penting untuk dirinya. Misalkan, berita kece-
lakaan lalu-lintas yang terjadi di sekitar lokasi tinggalnya,
yang mungkin akan berbeda responnya bagi masyarakat
di wilayah lain karena belum tentu merasa terlibat pada
peristiwa kecelakaan tersebut. Begitu juga apabila media
massa memberitakan tentang pelaksanaan Seleksi Bersa-
ma Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) untuk
lulusan SMA/sederajat yang heboh. Untuk para pelajar,
orang tua siswa, dan pihak sekolah dan kampus yang
terkait akan merasa berita itu sangat penting. Sebaliknya,
bagi pengemudi angkutan umum, tukang sayur, supir
angkot, dan kuli bangunan, berita mengenai SBMPTN
itu kurang mendapat perhatian mereka. Khalayak
sendiri dianggap sebagai kepala kosong yang siap untuk
menampung seluruh pesan komunikasi yang dicurahkan
kepadanya (Dervin, 1981).
Selain itu, dalam bahasan Teori Agenda Setting

144
Media dan Masyarakat Kini

upaya media massa mengatasi persaingan yang terus-


menerus dengan berbagai isu penting agar mendapatkan
perhatian dari para pekerja media, publik, dan penguasa.
Jennings Bryant dan Susan Thompson berpandangan,
bahwa agenda setting adalah hubungan yang kuat antara
berita yang disampaikan media dengan isu-isu yang
dinilai penting oleh khalayak. Pada konteksnya, agenda
setting merupakan kekuasaan untuk mengatur berbagai
isu, dimana media menyajikan stimuli kuat isu-isunya
seragam dan diperhatikan oleh khalayak. Stimuli dari
media ini membangkitkan desakan, emosi, atau proses
lain yang hampir tidak terkontrol oleh individu sebagai
sebagai bagian khalayak yang menjadi target media mas-
sa tersebut.

Liputan Media ‘baladacintarizieq’


dan Eksekusi Ahok

Sumber: rujukan website media online terkait

145
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Sumber: rujukan website media online terkait

Sebagai contoh pemberitaan tentang kasus


baladacintarizieq dengan tuduhan chat asusila dipublikasi-
kan media secara terus menerus dan mengambil porsi
begitu banyak di banyak media akan lebih terekspose
dibandingkan berita eksekusi pihak Kejaksaan terhadap
kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
yang masih bermasalah karena seharusnya penempatan
terhukum di Lembaga Pemasyarakatan (LP). Namun
dengan alasan keamanan, pihak aparat masih memper-
timbangkan tetap di sel tahanan Mako Brimob, Kelapa
Dua, Cimanggis, Depok, Jawa Barat tempat Ahok ditahan
sementara. Media massa lebih menonjolkan kasus
‘baladacintarizieq’ serta menjadikannya fokus pember-
itaan, hanya sedikit memberitakan bagaimana pelaksa-
naan eksekusi Ahok ke lembaga pemasyaratan (LP).
Terpaan media (media exposure) yang demikian dan
diterima masyarakat mengenai kedua informasi itu, pas-

146
Media dan Masyarakat Kini

ti akan lebih memusatkan perhatiannya kepada pembe-


ritaan tentang kasus baladacintarizieq dibandingkan
dengan pemberitaan eksekusi Ahok ke LP.
Pengaruh media massa memang terasa, namun
sebenarnya pengaruh media massa tersebut disaring,
diseleksi, bahkan mungkin ditolak khalayak sesuai
dengan faktor-faktor personal yang mempengaruhinya.
reaksi dari khalayak masyarakat. Berbagai faktor akan
mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa. Be-
berapa faktor yang mempengaruhi sikap khalayak ter-
hadap pemberitaan media massa diantaranya faktor
psikologis individu seperti potensi biologis, sikap, nilai,
kepercayaan, serta bidang pengalaman.
Kebiasaan mengkonsumsi media (media habit) juga
menjadi satu diantaranya, terdapat asumsi bahwa mere-
ka yang berpendidikan rendah cenderung sedikit mem-
baca surat kabar, tetapi sering menonton televisi. Se-
dangkan kelompok menengah akan cenderung me-
nyukai acara pendidikan, berita, dan informasi. Semen-
tara kelompok menengah atas lebih menyukai bahasan
ekonomi/bisnis di surat kabar atau majalah.
Hal lain, adanya kesadaran publik yang juga dapat
mempengaruhi isi media ketika perhatian publik ter-
hadap suatu isu tertentu meningkat terus-menerus
secara konsisten. Secara ideal, masyarakat pada
umumnya harus bisa memilah-milih informasi mana
yang baik dan tidak dari berbagai informasi yang ber-
sumber pada media massa. Sehingga, media massa tidak
lagi sepenuhnya mengendalikan pola pikir masyarakat,
tetapi secara cerdas mampu memilah dan memilih in-
formasi yang memang baik serta layak mereka dapatkan.

147
Hubungan Media Massa dan Khalayak

EFEK ISI MEDIA MASSA DAN TEORI KHALAYAK


Komunikasi dalam konteks cakupan tertentu, kita
mengenal adanya komunikasi interpersonal, komunikasi
kelompok, komunikasi publik dan komunikasi organisasi
dalam hal ini pada level massa (mass). Pada penera-
pannya, komunikasi pada level massa tersebut bisa
dengan atau tanpa media. Namun, menurut Littlejohn
(2005), biasanya pada level komunikasi massa lebih
cenderung menggunakan media (media massa) karena
dianggap lebih efisien dan penyebarannya menjadi lebih
luas.
Penggunaan media tersebut memanfaatkan media
cetak (poster, suratkabar, majalah, dan sebagainya), me-
dia elektronik (radio, televisi), dan perkembangan tera-
khir juga menggunakan media online (portal, website,
blog, media sosial dan berbagai format media jejaring
lainnya). Definisi komunikasi massa telah banyak
dikemukakan para ahli, diantaranya apa yang dikemuka-
kan Bittner (Rakhmat, 1985): “Mass communication is mes-
sages communicated through a mass medium to a large number
of people”
Komunikasi massa merupakan sebuah pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejmlah
orang. Dalam definisi tersebut dinyatakan bahwa komu-
nikasi massa pada hakikatnya adalah sebuah proses
komunikasi yang dilakukan oleh suatu organisasi media
massa kepada khalayak luas yang anonim. Proses komu-
nikasi yang demikian diistilahkan Littlejohn (2005)
dengan konsep media encoding, yaitu proses di mana or-
ganisasi media memediakan pesannya kepada khalayak.

148
Media dan Masyarakat Kini

“Komunikasi Massa adalah suatu proses melalui mana


komunikator-komunikator menggunakan media untuk
menyebarluaskan pesan-pesan secara luas dan terus-
menerus menciptakan makna-makna serta diharapkan
dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan beragam
dengan dengan melalui berbagai cara”
(DeFleur & McQuail, 1985 dan McQuail, 2000)

Menurut McQuail (1994) dalam Teori Normatif,


fungsi media massa itu akan sangat berkaitan dengan
iklim politik di mana media massa (pers) itu berkembang.
Dalam sistem pers libertarian, maka penciptaan im-
plikasinya relatif sepenuhnya tergantung pada masing-
masing organisasi media. Sedangkan bila beroperasi da-
lam sistem pers authoritarian, maka implikasi-implikasi
tersebut cenderung tergantung pada penguasa. Mes-
kipun dalam operasionalisasinya organisasi media sangat
tergantung pada iklim politik dimana beroperasi, namun
komponen-komponen sistem dalam operasionalisasi
bekerjanya organisasi media akan mengacu pada pan-
dangan bahwa media massa sebagai sistem sosial dimana
cenderung memiliki beberapa komponen yang konstan
dalam suatu totalitas sistem yang saling berketergan-
tungan yaitu : audiences, research organizations, distributors,
produsers and their sponsors, advertising agencies dan sub-
sistems of control (De Fleur & Rokeach, 1982).
Dari sejumlah komponen itu, diketahui bahwa
komponen audience atau khalayak diidentifikasi sebagai
salah satu komponen (variabel yang mempengaruhi
‘encoding’ media) utama yang sangat rumit dalam sistem
sosial komunikasi massa. Hal tersebut dikarenakan, sifat
dan karakter audience atau khalayak yang berjenjang

149
Hubungan Media Massa dan Khalayak

(berbeda level), bervariasi perbedaan latarbelakangnya


dan saling berkaitan diantara kategori yang berbeda.
Menurut De Fleur & Rokeach (1982) dalam pandangan-
nya bahwa “Beberapa variabel utama yang berperan dalam
menentukan bagaimana komponen ini beroperasi dalam sistem
ini adalah kebutuhan utama dan kepentingan anggota khala-
yak, ragam kategori-kategori sosial yang direpresentasikan
dalam khalayak, dan karakteristik hubungan sosial antara
khalayak. Variabel ini menunjukkan mekanisme perilaku yang
menentukan pola perhatian, penafsiran, dan respon khalayak
berkaitan isi dari jenis tertentu”.
Khalayak (audiences) merupakan salah satu faktor
penting dari sebuah proses komunikasi. Unsur khalayak
memiliki peran penting sebagai salah satu kunci
terbangunnya proses komunikasi yang ingin dicapai,
komunikasi yang efektif. Konsep khalayak (audiences)
menunjukkan adanya sekelompok pendengar atau pe-
nonton yang memiliki perhatian, reseptif, tapi relatif
pasif yang terkumpul dalam latar yang kurang lebih
bersifat publik (McQuail, 2011). Menurut Widjajanto
(2013) khalayak dapat diklasifikasi berdasarkan:

• Tempat (geografis, lokasi


atau wilayah)
• Kelompok (demografis :
usia, gender, keyakinan,
SES, pendidikan, peker-
jaan)
• Jenis media, saluran atau
media tertentu (type/
genre, topik, lifestyle)

150
Media dan Masyarakat Kini

Audiens bias disebut sekumpulan orang yang menjadi


pembaca (reader), pendengar (listener) dan atau pe-
nonton/pemirsa berbagai media atau komponen isinya
atau konten media (McQuail, 2010). Sementara khalayak
media (media audiences) dalam pandangan McLuhan
(1964), audiences merupakan sentral komunikasi massa
yang secara konstan dibombardir oleh media.

AUDIENCE (AUDIENS)
Audiences sebagai sentral komunikasi massa yang secara konstan
dibombardir oleh media (McLuhan, 1964) .

Magazine Television

Books INDIVIDU Newspapers

Radio Photography

Film

151
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Sumber: www.wealthdaily.com/articles/the-power-of-media-a-libertarian-
perspective/5895

Menurut Dervin (1981), dalam kajian teori komu-


nikasi massa kita mngenal adanya dua tipe khalayak
(audiences):
• Khalayak yang pasif, dimana khalayak yang diang-
gap sebagai ‘kepala kosong’ yang siap menampung
seluruh pesan komunikasi yang dicurahkan kepa-
danya. Dalam hal ini, pesan komunikasi yang
disampaikan dianggap ‘baik’ baik oleh komu-
nikator (sender) maupun komunikan (receiver) se-
perti Hypodermic Needle Theory (teori jarum suntik)
atau Bullet Theory (Teori Peluru).
• Khalayak yang aktif, khalayak yang dengan sengaja
dan aktif mencari informasi dalam media untuk
memenuhi kebutuhannya, seperti pemahaman
Uses & Gratification Theory.
Dalam studi komunikasi, pemahaman tentang
khalayak (audiences) bisa berupa individu atau kelompok
masyarakat (segmentasi-targeting) menjadi kunci agar
proses komunikasi berjalan efektif dan sesuai dengan
target harapan dan tujuan yang ditetapkan atau di-
inginkan. Tugas seorang komunikator atau media adalah

152
Media dan Masyarakat Kini

untuk mengetahui dan memahami siapa yang menjadi


khalayak sasaran (target audiences) dan yang akan
mengkonsumsi media tersebut atau penerima pesan
(receiver) sebelum proses komunikasi berlangsung.
Karenanya sebagai satu diantara unsur penting da-
lam proses komunikas massa (terlebih apa dikaitkan
dengan studi atas efek media massa), maka menjadi
penting unsur khalayak (audiences) menjadi perhatian
para peneliti efek yang ditimbulkan isi media (media con-
tent). Dalam hal ini kaitan isi (content) yang dimaksudkan
bisa bersifat low-taste content; non-debated content dan high
-taste content. Beberapa peneliti media berpandangan
bahwa bahwa perilaku negatif bisa degradasi moral atau-
pun tindakan kekerasan sangat mungkin distimuli kare-
na isi sebuah tayangan atau program.
Kasus anak-anak yang menirukan adegan kekera-
san seperti tayangan Smack Down (Lativi sebelum
re-branding menjadi tvOne), One Pride (tvOne) ataupun
UFC (iNews) disinyalir oleh banyak pihak diakibatkan
melihat tayangan program-program sejenisnya. Mes-
kipun realitasnya efek media televisi tidak sebagai
penyebab tunggal pada kasus tersebut, namun muncul
respon negatif dari masyarakat pada progam-program
aksi tersebut. Beberapa teori efek media telah menjelas-
kan hal itu, seperti yang dikemukakan Gerbner dengan
Teori Kultivasi (Cultivation Theory) bahwa isi media sama
seperti realitas yang pada gilirannya akan menghasilkan
koherensi yang kuat dan pesan dari media televisi
terkultivasi secara signifikan ke dalam diri individu
khalayak.
Hal senada dikemukakan Berkowitz dalam teorinya
Stimulating Effects (Aggressive Cues), bahwa terpaan atas
rangsangan-rangsangan agresif akan meningkatkan level

153
Hubungan Media Massa dan Khalayak

dorongan emosi dan kejiwaan seseorang, nantinya akan


meningkatkan kemungkinan perilaku agresif seseorang
(DeFleur & Rokeach, 1982). Studi lain yang dilakukan
Bandura & Walters dengan Observational Learning Theory
telah memperkuat bahwa pesan-pesan televisi atau ben-
tuk-bentuk lainnya dari media kekerasan, dimana bukan
hanya meningkatkan tingkat agresivitas khalayak me-
lalui bagaimana mereka belajar agresi, melainkan juga
melalui penyampaian tokoh yang memerankannya dan
menjadi contoh bagi individu khalayak yang mengkon-
sumsi konten media tersebut.
Sedangkan dalam kaitan isi atau konten media high
-taste content, bisa berupa program musik serius (musik
klasik, orchestra), sajian program drama bertema cerita
canggih (complicated, science-fiction), juga berupa sebuah
talkshow bahasan politik dengan narasumber yang kom-
peten di bidangnya. Dalam sebuah diskusi politik yang
serius misalnya, program tersebut diharapkan berkontri-
busi akan menciptakan kondusif pada indvidu masyara-
kat dalam berbangsa dan bernegara. Contoh hal tersebut
bisa kita melihatnya di beberapa negara demokratis se-
perti Amerika Serikat misalnya, dalam pemberitaan su-
rat kabar memuat tentang pemilu, pemerintahan, per-
tahanan-keamanan dan juga isu-isu nasional maupun
luar negeri.
Diharapkan dengan mengikuti isi pemberitaan
yang ditampilkan media massa, individu atau warga
masyarakat sebagai khalayak media akan menjadi kon-
dusif dalam mengikuti perkembangan nasional maupun
apa yang terjadi di dunia secara keseluruhannya. Begitu-
pun halnya terjadi di media massa tanah air, khususnya
media massa yang memformat acaranya lebih pada

154
Media dan Masyarakat Kini

program berita atau informasi seperti MetroTV, tvOne,


KompasTV maupun Radio Elshinta dengan tagline “News
and Talks”. Begitupun program-program lain di media
lain meskipun tidak mengkhususkan pada berita dan in-

formasi, namun beberapa acara programnya turut mem-


berikan iklim kondusif agar individu khalayak ikut ber-
partisipasi dalam perannya sebagai anggota masyarakat
atau warganegara.

MEDIA MASSA TIDAK SELALU MENANG


Seperti telah sangat dipahami oleh praktisi mau-
pun para ahli pengkaji media massa, akan selalu ada
tarik-menarik antara berbagai pihak terkait atau
pemangku kepentingan (stakeholder) baik dalam hu-
bungan media dengan khalayak, antar media massa se-
jenis, pihak media industri, pembuat kebijakan
(regulator) pemerintah ataupun asosiasi (board, association)
maupun perkembangan teknologi komunikasi khu-
susnya berkaitan dengan media. Hal tersebut oleh Susan
Tyler Eastman & Douglas A. Ferguson (2013) digam-
barkan layaknya terjadi perang kepentingan dari
berbagai pihak seperti terlihat dalam ilustrasi berikut:

155
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Sumber: Sumber: Susan Tyler Eastman & Douglas A. Ferguson, Media


Programming: Strategies and Practices, 9th Edition, Boston: 2013.

Patut diberikan catatan juga, bahwa bisnis media


yang berlangsung hingga saat ini menjalani apa yang
disebut sebagai ‘dual consumer’ sebagai target sasaran
penyampaian pesannya. ‘Dual consumer’ yang dimak-
sudkan adalah mencoba meraih perhatian penonton
atau khalayak (audiences) di satu sisi, sementara juga ha-
rus memperoleh pendapatan melalui iklan (advertising)
untuk menutup biaya operasional sekaligus keuntungan
yang ingin diraihnya. Dalam hal ini, kita diperkenalkan
apa yang dikenal dengan ‘two sided market’ (pasar dua si-
si) dalam pembahasan Ekonomi Media (Noor, 2010).

156
Media dan Masyarakat Kini

Sumber: https://www.thisdaylive.com

Bahkan ditegaskan oleh Eastman & Ferguson (2013),


“Contrary to popular belief, broadcasters are not in the
business of creating programs; they are in the business
of creating audiences that advertisers want to reach“

Berbeda dengan pemahaman yang dipahami,


sesungguhnya seorang praktisi penyiaran (broadcaster)
tidak di dalam bisnis mengkreasi acara atau program,
melainkan mengkreasi ‘audiences’ yang ingin dicapai oleh
pengiklan (produk atau jasa). Karena itu relasi antara
pengelola ataupun pemilik media dengan khalayak
(audiences) harusnya terjaga dengan baik. Hubungan
mutualisme (saling membutuhkan) antara pihak media
dengan khalayaknya menjadi hal penting yang tidak bisa
diabaikan. Media massa memberikan berbagai isi atau
konten acara program yang diinginkan khalayak bisa
berupa informasi maupun hiburan. Sementara bagi

157
Hubungan Media Massa dan Khalayak

pemilik atau pengelola media akan terus berusaha mem-


perluas jangkauan medianya kepada khalayak, dengan
demikian pengiklan akan melihat seberapa banyak
terpaan media tersebut dapat dinilai layak untuk mem-
bawa pesan iklan kepada khalayak yang menjadi target
sasaran mereka. Ada sebuah rangkaian yang saling
terkait antara media massa, khalayak dan pengiklan.
Apabila tidak ada hubungan positif yang saling
mendukung antara ketiga pihak tersebut (media-
khalayak-pengiklan) akan sangat mengganggu ber-
jalannya fungsi atau operasional media tersebut. Mun-
culnya persoalan tersebut misalnya saat terjadi insiden
pengusiran kru liputan pemberitaan beberapa media
massa yang dianggap mengganggu kerja jurnalis di
lapangan.
Hal tersebut telah dialami jurnalis MetroTV,
KompasTV dan GlobalTV saat peliputan “Aksi Super Damai
212” di lapangan Monas pada 2 Desember 2016 beberapa
waktu lalu yang menimbulkan kontroversi. Bahkan IJTI
(Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) maupun AJI (Aliansi
Jurnalis Independen) merilis surat resmi keberatan atas
apa yang dialami para jurnalis saat meliput di tempat
kejadian. Namun juga ada tanggapan dari pihak media
lainnya yang memberikan gambaran apa yang menjadi
latar belakang penolakan kerjasama untuk diliput
dengan tindakan pengusiran wartawan dari lokasi aksi.

158
Sumber: rujukan website media online terkait

159
Media dan Masyarakat Kini
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Peliputan yang berimbang, obyektif, tidak mem-


ihak (netral), menjunjung tinggi integritas profesi
kewartawanan (journalist) dan tetap dalam koridor etika
insan pers sesuai UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers
maupun Kode Etik Kewartawanan yang harusnya men-
jadi pedoman perilaku seorang jurnalis seperti diperta-
nyakan. Bentuk penolakan liputan bahkan lebih jauh se-
bagai reaksi tidak suka dengan mengusir kru liputan se-
perti menunjukkan protes sekaligus tidak respek atas
kinerja para jurnalis yang bekerja di lapangan. Mereka
khalayak yang ikut dalam “Aksi Super Damai 212” di
Monas pada 2 Desember 2016 merasa terciderai dan me-
rasa tidak percaya lagi dengan kerja jurnalis yang mere-
ka sikapi dengan mengganggu dan tidak berkenan dili-
put. Ada pertaruhan integritas atas profesionalisme kerja
jurnalistik yang dilakukan kru liputan beberapa media
tersebut.
Sumber: rujukan website media online terkait

160
Media dan Masyarakat Kini

Pada peristiwa ini, kemudian akan memunculkan


pertanyaan mendasar bagi sebuah media massa, akankah
sebuah media bisa hidup terus tanpa ada khalayak
(audiences) yang bagaikan menjadi jiwa atau aliran
darahnya? Khalayak (audiences) adalah jiwa atau bagaikan
darahnya sebuah program atau media. Sebuah program
atau media yang tidak disuka akan ditinggalkan
khalayaknya. Lalu jika media ditolak, apakah kemudian
media tersebut hidup bagai zombie gentayangan tanpa
jiwa di tubuhnya!

Sumber: rujukan website media online terkait

161
Sumber: rujukan website media online terkait

162
Hubungan Media Massa dan Khalayak
Media dan Masyarakat Kini

LITERASI DIGITAL DAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI


PILAR KELIMA
Transformasi konsumsi penggunaan media yang tidak
terhindarkan karena perkembangan teknologi komu-
nikasi saat ini, perlahan namun pasti mengalihkan
masyarakat dari media tradisional ke arah penggunaan
media baru (new media) yang berbasis teknologi digital.
Konsumsi media digital, online media sebuah jalan yang
mau-tidak mau, suka-tidak suka akan menjadi jalan
takdir yang harus ditapaki oleh pengelola maupun prak-
tisi media di masa depan. Pemahaman akan dunia
teknologi cyber, digital, online harus dimiliki oleh penge-
lola maupun praktisi yang masih terus aktif di dalam
industri media saat ini.
Pentingnya pemahaman akan penggunaan
teknologi digital untuk bisa dimanfaatkan secara lebih
positif bagi masyarakat telah ditekankan baik oleh Men-
teri Pendidikan Nasional Muhadjir Effendy dan di-
perkuat pandangan tersebut oleh Menteri Komunikasi
dan Informatika Rudiantara dalam siaran pers me-
nanggapi kebijakan rencana pemblokiran situs (website)
ataupun beberapa platform media sosial yang telah
menjadi isu nasional dan diberitakan media
(www.kompas.com, 03/02/2017).
Masyarakat yang telah memahami literasi digital
(digital literacy) diharapkan akan lebih memanfaatkan
jaringan menjadi sarana yang positif bagi pengem-
bangan wawasannya melalui berbagai informasi, ilmu
pengetahuan maupun teknologi terapan yang di-
perolehnya. “Penekanannya bukan hanya 'apa' atau
'bagaimana' alat-alat teknologi informasi dan komunikasi, in-
ternet, media sosial itu digunakan, tetapi 'untuk apa?'. Itu

163
Hubungan Media Massa dan Khalayak

yang terpenting," ujar Muhajir dalam siaran pers, Jumat


(3/2/2017).
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara
menambahkan, banyak yang mengatakan bahwa pem-
blokiran situs karena kontennya bermuatan negatif
merupakan keberhasilan. hal itu sebenarnya salah.
Keberhasilan yang sesungguhnya adalah terletak pada
pembangunan kesadaran pengguna internet untuk
menggunakannya secara lebih positif. Sesungguhnya,
permasalahan itu lebih pada konten (content) bukan di
sisi teknologi digitalnya. Karena itu, Rudiantara ber-
harap komunitas-komunitas digital turut mendukung
pemerintah dalam hal mewujudkan masyarakat yang
melek literasi digital (digital literated).
Menurut Davis & Shaw (2011), digital literacy atau
literasi digital merupakan kemampuan berhubungan
dengan informasi hipertekstual, dalam artian membaca
non-sekuensial berbasis sistem komputer atau platform
digital. Artinya, kemampuan analisa menjadi sesuatu
yang penting ketika individu atau sebuah masyarakat
memahami segala informasi yang diperoleh dari berse-
lancar (browsing) di dunia maya. Ditambahkan oleh Gil-
ster (2007), literasi digital dimaknai sebagai kemampuan
membaca, memahami dan analisa berbagai sumber digi-
tal. UNESCO (The United Nations Educational, Scientific
and Cultural Organization) sebuah lembaga PBB
(Persatuan Bangsa-Bangsa) yang berkaitan dengan pen-
didikan, ilmu pengetahuan dan kebuadayaan, menetap-
kan literasi digital telah menjadi bagian dari rencana
jangka panjang yang tertuang dalam roadmap UNESCO
(2015-2020), di mana literasi digital menjadi pilar pen-
ting untuk masa depan pendidikan dan menjadi basis

164
Media dan Masyarakat Kini

pengetahuan, yang didukung oleh teknologi informasi


yang terintegrasi.
Dengan kemampuan memilah dan membaca
secara analitik agar memperoleh informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan isinya, maka kemampuan li-
terasi digital masyarakat akan sangat diperlukan dalam
menghadapi ‘tsunami informasi’ di tengah percepatan
teknologi digital saat ini. Untuk itu kampanye literasi
digital secara massif, juga pembelajaran terstruktur da-
lam proses belajar-mengajar harus menjadi program
yang serius dijalankan agar dapat menumbuhkan kecer-
dasan bermedia sosial, Sehingga diharapkan penggunaan
media sosial yang mewabah di masyarakat belakangan
ini akan lebih dapat mengembangkan gagasan dan ide-
ide kreatif. Sebaliknya, individu atau masyarakat akan
lebih sadar untuk lebih bijak berperilaku di ruang ter-
buka media sosial dengan memilah informasi mana
konten-konten hoax yang menyesatkan dan lebih ber-
pegang pada informasi atau berita yang bisa diper-
tanggungjawabkan.

165
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Dalam pemahaman terhadap informasi, secara umum


masyarakat terbagi menjadi 4 kuadran (Priyambodo,
Jurnal Komunika, Volume 9, No. 2, Desember 2011), yai-
tu :
1. Masyarakat ignorance (tidak tahu), merasa tahu pa-
dahal tidak mengetahui apa-apa.
2. Masyarakat awareness (kesadaran), masyarakat yang
sadar mereka banyak tidak tahu.
3. Masyarakat profesional (professional), masyarakat su-

166
Media dan Masyarakat Kini

dah dapat bertindak komprehensif.


4. Masyarakat mastery (keunggulan), unggul dapat me-
nyelesaikan sesuatu secara baik.

Dalam masyarakat kuadran pertama dan kedua,


peran dan fungsi media massa lebih menerapkan pem-
beritaan dengan pendekatan agenda setting seperti
dikemukakan oleh McCombs & Shaw (1972) di mana
media massa begitu kuat (powerfull) dalam
mempengaruhi agenda isu-isu yang diangkat menjadi
pembicaraan publik.
Sementara, pada masyarakat yang berada di kuadran
ketiga dan keempat, media massa biasanya menerapkan
pemberitaan mereka lebih pada pendekatan uses of grati-
fication (Katz, Blumler & Gurevitch, 1974 dan 2000)
dengan jargon “give the people what they wants” (berikan
apa saja yang diinginkan publik). Dalam hal ini, media
massa tidak sebatas mengembangkan isi berita yang per-
lu diketahui publik, tetapi juga mampu menyampaikan
informasi dari berbagai aspek yang masyarakat ingin
ketahui.
Pentingnya peran media massa dalam masyarakat
telah disadari oleh berbagai pihak, bahkan banyak
pengamat menilai dengan fungsi dan perannya dalam
menegakkan fungsi kontrol dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara memposisikan pers (media massa) sebagai
pilar keempat. Seperti kita telah memahami bersama,
sebuah negara demokratis berdiri di tiga pilar yang dise-
but Trias Politika: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif dalam
masyarakat modern saat ini. Namun, sering terjadi keti-
ga lembaga negara tersebut tidak berfungsi sebagaimana
mestinya, ada yang melemah atau dilemahkan atau

167
Hubungan Media Massa dan Khalayak

bahkan menjadi super dominan di saat menjalani


perannya. Maka pers atau media massa muncul menjadi
penyeimbang sekaligus mengkoreksi apa yang seha-
rusnya dijalankan ketiga fungsi lembaga tersebut. Tho-
mas Jefferson (1787) salah seorang founding fathers Negara
Amerika Serikat pernah berujar (Syah, 2014):

“Lebih baik kita memiliki pers tanpa pemerintahan


daripada pemerintahan tanpa pers”

Apa yang ingin disampaikan dalam ungkapan ter-


sebut, harus lebih dilihat sebagai peran ideal yang seha-
rusnya dilakukan pers atau media massa untuk terus
menjadi pengontrol dan penyeimbang dalam menjaga
kepentingan masyarakat secara luas. Namun sebaliknya,
pers atau media massa harus menjauhkan dirinya kalau
hanya berperan sebagai corong penguasa atau per-
panjangan tangan dari kepentingan kelompok/golongan.
Ada terkesan pengkhianatan idealisme dari peran dan
fungsi yang diemban oleh pers atau media massa se-
bagaimana mestinya apabila kerja jurnalistik di lapangan
hanya dinisbatkan bagi kepentingan kepentingan sesaat
dengan agenda-agenda yang bukan memperjuangkan
kepentingan umum masyarakat.
Kemunculan media alternatif seperti social media,
blog atau microblogging semacam forum berbagi informa-
si memang tidak bisa dihindari di era komunikasi digital
yang terus berkembang. Namun di sisi lain, juga mem-
berikan tantangan yang akan dihadapi pengelola dan
praktisi media baik dari media cetak, elektronik (audio
visual) dan bentuk media yang ada sebelumnya. Penye-
baran informasi berbasis teknologi digital, online akan
lebih sigap, cepat, serentak dan masif.

168
Media dan Masyarakat Kini

Dampak dari teknologi informasi di era milenial


ini sangat dirasakan begitu membuka peluang sekaligus
menimbulkan kekhawatiran dari multiplier effects (efek
beruntun) yang diakibatkannya. Dari pengamatan Sirikat
Syah (2014) praktisi media sekaligus pendiri dan direktur
LKM Media Watch, sebuah lembaga pengamat dan
monitoring media, bahwa sejak tahun 2011 telah muncul
apa yang disebutnya sebagai pilar kelima yaitu media so-
sial (social media) di periode milenial yang kita men-
jalaninya hingga saat ini.
Sebenarnya, kekuatan sosial media sudah ditunjuk-
kan pada tahun 2008 saat pemilihan presiden Amerika
Serikat yang menghantarkan Barack Obama sebagai
seorang presiden berkulit hitam di tampuk kekuasaan
negara paman Sam tersebut. Padahal saat itu, ketiga pilar
demokrasi lebih mendorong lawannya George W. Bush
untuk tampil meraih kekuasaan. Bahkan jaringan media
besar seperti radio, media cetak, dan televisi saat itu ter-
lihat kurang mendukung Obama sebagai kandidat dan
tidak meyakini akan menang. Namun gerakan di media
sosial yang digunakan dalam masa kampanye telah ber-
hasil mewujudkan mimpi untuk dapat meraih kekuasaan
sesuai jalur konstitusional dari seorang Barack Obama.
Di Indonesia, fungsi media sosial sebagai kekuatan
pilar kelima mulai dirasakan khususnya saat para netizen
bergerak dalam kampanye pengumpulan “Koin Untuk
Prita” di mana facebooker maupun pengguna Twitter
mengumpulkan dana sebagai sokongan terhadap per-
juangan seorang ibu yang memiliki kasus dengan pihak
Rumah Sakit dalam kasus perdata. Begitupun saat heboh
kasus perseteruan pihak kepolisian dengan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) yang dinilai mengkriminalisasi

169
Hubungan Media Massa dan Khalayak

para pimpinan KPK yang sedang memproses dugaan


korupsi para petinggi polri.
Gereget dan rasa tidak puas masyarakat terhadap
tindakan aparat maupun pemihakan media massa (pers)
terhadap banyak kasus yang mengusik penegakan keadi-
lan telah membuat para penggiat sosial media
menggunakannya sebagai alternatif pilihan. Di saat tin-
dakan aparat tidak seperti diharapkan, dimana pemi-
hakan media massa (pers) juga kasat mata menjadi parti-
san (tidak netral) maka masyarakat menggunakan media
sosial sebagai wahana perjuangan mereka.
Secara positif, penggunaan pilar kelima media so-
sial (social media) bisa mencegah hegemoni kebenaran
informasi yang hanya dibatasi pada sumber-sumber me-
dia utama (mainstream media) yang ada. Masyarakat dan
individu memiliki akses informasi yang lebih banyak
dari sumber informasi lain yang tersedia. Informasi atau
berita yang diterima akan bisa di cross-check, diper-
bandingkan validitas dan kredibilitasnya dari berbagai
sumber yang ada. Keragaman informasi akan lebih
memberikan peluang mengembangkan wawasan bagi
masyarakat yang berpikiran terbuka. Sehingga dari in-
formasi yang diperolehnya, masyarakat akan bisa lebih
obyektif dalam merespon apapun isu-isu yang disebar-
kan oleh berbagai media mainstream. Sehingga cara ber-
pikir kritis, bersikap obyektif dan rasional diharapkan
lebih dapat terbentuk dalam masyarakat, meskipun pro-
vokasi isu-isu dilancarkan oleh berbagai pihak yang
memiliki kepentingannya sendiri.

170
Media dan Masyarakat Kini

Namun, tetap harus ada proses pendewasaan dan ke-


matangan dalam sikap masyarakat penggunaan media sosial
yang ada saat ini, baik berupa facebook, twitter, path, atau
instagram, dan berbagai format blog, serta jejaring lain yang
digunakan dalam chatting (percakapan) yang sering memba-
wa pesan konten (message) yang belum tentu isinya bisa
dipertanggungjawabkan. Bentuk-bentuk junk-information
seperti fake news, hoax, propaganda atau miss-information
yang disebarkan sangat layak diwaspadai dampaknya ter-
hadap masyarakat. Memang membutuhkan ketrampilan da-
lam memahami, memilah dan memilih berita yang banyak
beredar di media sosial.

171
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Dengan kesadaran penuh, individu atau masyarakat sa-


ngat layak menganalisa isi sebuah konten informasi dan
mempertimbangkan betul akan setiap dampak informasi
yang akan dibagikan (sharing) melalui akun media sosial
yang dimilikinya. Setiap postingan, broadcast baik berupa
teks, gambar, video yang diunduh melalui jejaring media
sosial akan menyebar dan menjadi viral di dunia maya,
saat tombol ‘enter’ ditekan dan akan dibaca oleh berbagai
masyarakat belahan dunia. Untuk itu, kita sangat layak
me-nimbang dan mewaspadai apabila jari tangan kita
saat mulai aktif menggerakkannya di atas keyboard atau
keypad baik yang menggunakan computer, laptop mau-
pun smartphone yang ada di genggaman tangan.

REALITAS PARALEL: DUNIA NYATA-DUNIA MAYA


Dalam sejarah peradaban manusia, setiap penemuan
teknologi yang dikembangkan akan membawa peru-
bahan terhadap berbagai aspek kehidupan masyara-
katnya. Begitupun yang terjadi dalam perkembangan
Teknologi Informasi Komunikasi (TIK), yang menurut
McLuhan (1964) menjadi perpanjangan dan perluasan
manusia dalam daya pikir dan akal budinya. Sehingga
kendala kemampuan panca indera, dan gerak fisik
manusia yang terbatas dapat diatasi dengan berbagai
teknologi yang selalu dihasilkan para penemu peralatan
modern.
Contohnya, kendala jarak dan waktu manusia un-
tuk berpindah dari satu ke tempat lain kini bisa teratasi
dengan ciptaan moda transportasi mulai kendaraan mo-
tor di darat, perahu bermotor, hingga pesawat terbang
yang memungkinkan seorang individu dimudahkan un-
tuk menjangkau suatu lokasi atau tempat. Begitupun

172
Media dan Masyarakat Kini

beberapa penciptaan berbagai alat bantu lain yang


didasarkan pada teknologi terapan di berbagai bidang
telah mampu mengatasi kendala dan keterbatasan
manusia.
Dalam kehidupan sehari-sehari, kita dapat merasa-
kan fungsi smartphone, kamera CCTV, teknologi drone
pesawat tanpa awak yang dilengkapi kamera dan
dikendalikan jarak jauh dengan remote control, navigasi
dalam pengaturan traffic control di airport, GPS untuk
penentuan titik lokasi, dan masih banyak lagi berbagai
peralatan yang diciptakan untuk memudahkan manusia.
Namun ada yang perbedaan yang besar apabila kita
melihat gerak perubahan yang terjadi di era milenial saat
ini. Dahulu, dibutuhkan waktu berabad-abad saat
masyarakat menerima perubahan budaya dari kereta
berkuda ke penggunaan kendaraan bermesin uap. Masih
dibutuhkan waktu sekitar 2,5 abad, saat peradaban
manusia beranjak dari mesin uap ke pesawat terbang.
Namun hanya butuh 30 tahunan, dari pesawat baling-
baling beralih menggunakan pesawat jet, dan hanya seki-
tar 1,5 dekade sudah beralih ke jet supersonic. Bahkan
perkembangan teknologi informasi komunikasi (TIK)
yang dirasakan manusia sekarang ini terjadi perubahan
yang lebih cepat dan mengalami apa yang disebut
pelipatgandaan informasi yang diramalkan Moore mela-
ju begitu cepat dalam pengolahan informasi dengan
ditemukannya microchip komputer (Carr: 2011).

173
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Ilustrasi Perubahan Peradaban Manusia

Lalu, bagaimana sikap masyarakat dalam merespon


perkembangan begitu maraknya teknologi informasi
yang memang harus diakui salah satu kontribusi
terbesarnya dari internet? Menurut Ninok Leksono
(Carr: 2011) terdapat 2 kelompok dalam menyikapi hal
tersebut :
Pertama, kelompok yang memandang perkem-
bangan teknologi informasi tersebut dengan penuh an-
tusias dan membiarkan gelombang teknologi informasi
melanda diri, menjajah, dan menguasai berbagai sisi ke-
hidupan di masyarakat. Dalam kelompok ini kita
mendapati, mereka yang bergairah menikmati gadget,
aktif dalam jejaring sosial, berinteraksi dalam chat,
e-mail, atau sebatas menelepon melalui smartphone dan
sering semua itu dilakukan secara paralel (bersamaan)

174
Media dan Masyarakat Kini

contoh, seperti seorang mahasiswa yang mengerjakan


tugas makalah sambil browsing mencari bahan-bahan
referensi dan pada saat yang sama juga mendengarkan
musik, chatting dan mengirimkan e-mail kepada sesama
teman sekampusnya.
Kedua, kelompok yang secara kritis mengingatkan
kita untuk bersikap cerdas dan hati-hati agar kita tidak
membiarkan diri kita terhanyut dalam gelombang
‘tsunami informasi’ yang begitu besar, dan terus mem-
buka kesempatan kepada pikiran dan nurani kita untuk
tetap eksis dan memegang kendali (in command) dalam
kehidupan sehari-hari, dalam pekerjaan, dan dalam gaya
hidup yang kita menjalaninya.
Tidak ada yang salah dalam Teknologi Informasi
Komunikasi (TIK) yang berkembang saat ini, karena
menurut David Sarnoff pengusaha yang mendirikan ra-
dio RCA dan televisi NBC saat berpidato di Notre Dame
University (1955) menyatakan bahwa “kita begitu mudah
mengkambinghitamkan perangkat teknologi untuk dosa para
penggunanya. Produk ilmu modern tidak dengan sendirinya
bagus atau jelek; penggunaannyalah yang menentukan nilai
mereka.”
Sebagian kita juga berpendapat, bahwa teknologi
hanyalah sekedar alat yang tidak berdaya hingga kita
menggunakannya; dan tidak berdaya lagi saat kita me-
nyingkirkannya usai digunakan atau tidak merasa diper-
lukan lagi. Namun pandangan Sarnoff itu dibantah
secara tegas oleh McLuhan (1964), karena setiap media
baru yang diciptakan akan mengubah diri individu atau
suatu masyarakat. Kritikan keras tersebut disampaikan
McLuhan, “bahwa semua media yang penting adalah
penggunaannya, merupakan pandirian orang yang ga-
gap teknologi.”

175
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Penggunaan Media Berubah:


New Media VS Media Tradisional

Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) tak lama


lagi akan membuat semua orang di muka bumi saling
terhubung (connectivity) baik melalui jalur kabel fiber-
optic dengan kecepatan yang begitu fantastis atau melalui
jangkauan nirkabel (wireless) yang disebar di berbagai
tempat umum (public area) seperti kampus, airport atau
terminal ataupun sebatas tempat kongkow atau gerai
kuliner yang menjamur di beberapa pelosok maupun
mall, pusat perbelanjaan di pusat kota. Ledakan konek-
tivitas digital tersebut akan menghasilkan peningkatan
dalam kreativitas dan produktivitas baik dalam bidang
pendidikan, industri maupun dalam kualitas hidup indi-
vidu dengan berjuta kesempatan yang terbuka di dunia
nyata. Yang menarik, semua kesempatan yang terbuka

176
Media dan Masyarakat Kini

dan diinformasikan melalui dunia maya (cyber) akan


memberikan kesempatan sama baik mulai dari mereka
yang berada di level elite hingga lapisan menengah dan
di bawahnya selama akses jejaring informasi tersebut
dapat dijangkau oleh siapapun.
Kita memang merasakan, bahwa terhubung di
dunia maya akan membuat seorang individu merasa
lebih sederajat. Dengan kita bisa mengakses platform
dasar, informasi dan berbagai sumber online yang sama,
meskipun di realitas nyata kita berbeda secara status so-
sial ekonomi (social economy status). Meskipun konektivi-
tas yang diperoleh individu tidak menghapus secara
langsung kesenjangan penghasilan sebagai fakta sosial
yang dirasakan masyarakat, namun lebih meringankan
kesulitan seperti misalnya kesempatan belajar (kelas ja-
rak jauh) dan peluang ekonomi (munculnya bisnis online,
ojek online). Secara positif, perkembangan yang dibawa
karena kemajuan teknologi informasi komunikasi ber-
basis internet telah membawa individu dan atau
masyarakat terbuka peluang yang sama dalam usaha
meningkatkan potensi maupun peluang untuk mengem-
bangkan dirinya (Schmidt, 2014).

177
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Konektivitas Nirkabel (Wifi) di Tempat Umum

Konektivitas yang dirasakan individu dalam jejaring


dunia maya saat ini sudah menjadi keseharian dalam ke-
hidupan masyarakat. Masyarakat jejaring (cyber communi-
ty) yang mengkaitkan hubungan individu atau masyara-
kat dari berbagai belahan dunia telah membentuk apa
yang disebut ‘kampung global’ (global village) yang hampir
tanpa sekat dan tidak membatasi tutorial atau wilayah
antar negara dimana individu atau masyarakat itu ber-
domisili.
Menurut Bungin (2013) ketika penemuan teknologi
informasi berkembang secara massal seperti dialami saat
ini, maka teknologi yang ada telah membawa masyara-
kat yang tadinya lokal berubah menjadi masyarakat
dunia global. Masyarakat global ini menjadikan sebuah
dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan
informasi, transportasi serta teknologi yang berkembang
cepat dan begitu pesat yang sangat mempengaruhi
peradaban manusia di masa depan. Sebuah masyarakat

178
Media dan Masyarakat Kini

yang saling mengenal dan tersambung sehingga akan


mungkin menghasilkan budaya-budaya bersama,
produk-produk industri bersama, menciptakan pasar
bersama, bekerjasama untuk pertahanan militer bersa-
ma, menyepakati mata uang yang sama, bahkan bisa
menciptakan peperangan dalam segala global di
berbagai bidang.

Masyarakat Berjejaring (Cyber Community)

179
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Perkembangan teknologi informasi tidak hanya mampu


menciptakan masyarakat dunia global, namun juga
mengembangkan ruang kehidupan baru bagi individu
maupun masyarakat. Baik disadari atau tidak, menurut
Bungin (2013) komunitas manusia telah hidup dalam
dua dunia kehidupan: (1) masyarakat nyata, dan (2)
masyarakat maya (cyber community).
Masyarakat nyata merupakan sebuah kehidupan
masyarakat yang secara panca indera dapat dirasakan
sebagai sebuah kehidupan nyata, dimana hubungan-
hubungan sosial sesama anggota masyarakat dibangun
melalui penginderaan. Kehidupan yang tergambarkan
memang nyata apa adanya. Sedangkan masyarakat maya
(cyber community), sebuah kehidupan masyarakat manusia
yang tidak dapat secara langsung terdeteksi secara in-
derawi manusia, namun dapat dirasakan dan disaksikan
sebagai sebuah realitas, misalnya komunitas tertentu
yang berjejaring di dunia maya.

SOCIETY
CYBER WORLD REAL WORLD

CYBER REAL
COMMUNITY COMMUNITY

180
Media dan Masyarakat Kini

Pada awalnya, masyarakat maya (cyber community)


adalah sebuah fantasi atau khayalan manusia tentang
dunia lain yang lebih maju dari dunia yang ada saat ini.
Fantasi yang diciptakan tersebut adalah sebuah hyper-
reality manusia tentang nilai, citra, dan makna ke-
hidupan manusia sebagai lambang pembebasan atas
kekuasaan materi dan alam semesta. Dan ketika manusia
dengan teknologinya mampu menjawab misteri penge-
tahuan, maka manusia telah menciptakan ruang ke-
hidupan baru di dalam dunia hyper-reality yang dicip-
takannya (Bungin: 2013). Individu atau masyarakat
hidup dalam kehidupan atau realitas yang paralel (dalam
waktu bersamaan), dunia nyata dan dunia maya
sekaligus.
Sama persis seperti masyarakat dunia nyata, dalam
cyber community juga dibentuk berbagai aspek kehidupan
dalam masyarakat dengan menggunakan masyarakat
dunia nyata sebagai model rujukannya seperti mem-
bangun interaksi sosial dan kehidupan kelompok di an-
tara anggota komunitas dunia maya, membangun strati-
fikasi atau lapisan social, membangun kebudayaan,
membangun pranata sosial, membangun kekuasaan
(power), wewenang dan kepemimpinan, membentuk
kontrol sosial dilengkapi perangkat reward-punishment
yang telah disepakati bersama diantara individu yang
menjadi anggota komunitas dunia maya tersebut.
Sebagai anggota dari individu yang tergabung da-
lam sebuah cyber community adalah penting memahami
aturan, norma dan nilai yang dianggap layak untuk
dipatuhi (kewajiban) ataupun yang harus dihindari
(kepatuhan) baik secara interaksi diantara anggota mau-
pun komitmen atas individu anggota kepada kelompok.

181
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Seperangkat aturan, norma, nilai yang telah disepakati


bersama dan dibuat oleh pimpinan atau kelompok elite
sering disebut dengan netiket. Netiket akan menjadi ru-
jukan bagaimana individu bersikap, berinteraksi dan
berkomitmen terhadap kelompoknya. Menjunjung ting-
gi kebersamaan, saling menghargai diantara anggota
maupun pengurus, bekerjasama untuk tujuan bersama
serta menegakkan disiplin diantara mereka secara
umum menjadi rujukan netiket dalam masyarakat dunia
maya. Tindakan cyber bulling sangat tidak dibenarkan
dan menjadi hukuman dengan sanksi tegas apabila di-
lakukan seorang individu anggota masyarakat dunia ma-
ya (cyber community). Hal tersebut menjadi hal yang sa-
ngat ditekankan agar masyarakat dunia maya diharap-
kan akan memiliki keteraturan sama seperti kehidupan
masyarakat di dunia nyata sebagai realitas kehidupan
yang ada lebih dulu.

182
Media dan Masyarakat Kini

DISKURSUS
Perkembangan teknologi digital yang begitu
marak, dan saat ini kita memasuki gerbang masa depan
yang membawa konsekuensi merubah banyak berbagai
aspek kehidupan masyarakat. Masyarakat berjejaring
(Network Society) yang membentuk apa yang disebut glo-
bal village yang saling terhubung dan berinteraksi telah
membuat individu khalayak seperti tidak lagi ter-
belenggu dalam batas-batas geografis di wilayahnya
masing-masing. Dunia maya, cyber seakan menisbikan
batas teritorial antar negara, individu masyarakat dalam
berinteraksi hampir bisa dikatakan tidak dapat dibatasi
ataupun dicegah (banned). Fungsi otoritas kelembagaan
menjadi sangat cair (meskipun masih ada, namun sudah
tidak dominan), itu pun terjadi di industri media massa.
Peran dan fungsi gate-keepers (penjaga gawang) seperti
redaksi yang memilih konten atau isi bahasan informasi,
menentukan narasumber, serta seberapa besar halaman
atau durasi yang ingin ditayangkan dalam sebuah media
massa tidak lagi begitu menentukan (superior) seperti di
masa sebelumnya. Meskipun peran dan fungsi itu tetap
ada, namun sudah sedikit tereliminasi dengan pola in-
teraksi yang berubah antara media massa dan khalayak
yang menjadi target sasarannya.
Memahami perubahan yang terjadi dan mengan-
tisipasi pola hubungan yang akan terbentuk di masa da-
tang, perlu kiranya para jurnalis dan pemilik media me-
repositioning peran dan fungsi media massa di era mile-
nial ini. Tentunya, proses repositioning media massa ter-
sebut bisa dilakukan setelah sebelumnya dilakukan
penafsiran ulang (reinterpretasi) akan peran dan fungsi
media massa serta pola hubungan media massa tersebut
dengan khalayak (audiences) yang lebih aktif saat ini.

183
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Dari aspek regulasi media massa, pihak regulator


sebagai lembaga yang menentukan arah kebijakan
industri media pun perlu mengkaji ulang ketentuan
pasal-pasal khususnya yang berkaitan dengan khalayak
atau pun narasumber yang tidak lagi sebatas hak jawab
ataupun langkah hukum somasi (tuntutan) atas isi pem-
beritaan media massa yang dinilai telah merugikan
sepihak. Langkah-langkah perubahan yang berkaitan
dengan kebijakan regulasi media ini juga sekaligus di-
harapkan dapat mengeliminir kecenderungan format-
format media yang tidak bertanggungjawab terhadap isi
yang disebarkannya (hoax, meme, media abal-abal) dan
mengklarifikasi para pekerja jurnalistik semu (pseudo-
journalism) yang sangat berpengaruh dalam
mempengaruhi opini dan sikap individu masyarakat ter-
hadap sebuah persoalan yang sedang ramai dibicarakan.
Dan apa yang harus dilakukan itu, harus dimulai dari
sekarang.

184
Media dan Masyarakat Kini

Book Review

INTERNET:
YANG MENCENGANGKAN DAN MENCEMASKAN

Berbagai bahasan baik pemikiran maupun hasil studi


kajian telah menggambarkan bagaimana teknologi kom-
puter digital berkembang, serta dampaknya baik ter-
hadap teknologi informasi, platform media yang ada
maupun apa yang kemudian terjadi pada individu atau
masyarakat secara keseluruhan. Berikut beberapa buku
yang membahas dalam kaitan perkembangan teknologi
komputer, internet dan arus informasi digital yang ter-
jadi begitu cepat saat ini.

Judul:
The Innovators: Kisah Para
Peretas, Genius, Dan Maniak
Yang Melahirkan Revolusi
Digital terjemahan dari buku
The Innovators, Walter
Isaacson, Penerbit Bentang,
Yogyakarta (2015).

185
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Periode digital yang sekarang sedang dinikmati


bukanlah sebuah rangka bangun yang terwujud secara
instant, melainkan melalui proses rintisan panjang dari
para penggagas, penemu, berbagai eksperimen yang
dijalani dengan tekun dan sabar dalam mewujudkan-
nya. Pertumbuhan dari ide, gagasan, penemuan alat-alat
dan aplikasi sesungguhnya melalui proses yang
dibangun secara perlahan. Ide-ide, gagasan yang mun-
cul diwariskan dari generasi satu ke generasi berikutnya,
mengiringi perjalanan periode panjang yang melintasi
zaman. Para penggagas (The Innovators) terbaik mengi-
kuti alur gagasan perubahan teknologi dan meneruskan
rintisan para volunteer, pioneer sebelum mereka.
Komputer dan internet bisa merupakan hasil
temuan terpenting di periode zaman kita ini. Merunut
sejarahnya, tidak banyak orang yang mengetahui bahwa
kebanyakan inovasi di era digital tersebut merupakan
hasil kolaborasi orang hebat, antara mereka yang tak
pernah berhenti berusaha mencoba dan sebagian mere-
ka yang dikelompokkan sebagai genius. Sesungguhnya,
kerjasama dalam tim kerja akan menentukan arah ino-
vasi yang dilakukan. Revolusi teknologi saat ini justru
dibentuk diantaranya oleh kreativitas kolaboratif yang
dimungkinkan agar lebih menarik.
Kolaborasi yang melahirkan era digital bukan ha-
nya antar rekan sebaya, melainkan juga terjadi antar
generasi. Ide-ide, gagasan yang pernah muncul diwaris-
kan dari satu jajaran innovator ke jajaran berikutnya.
Hal lain yang juga menarik, betapa berbagai bentuk kre-
ativitas yang muncul dicetuskan oleh orang-orang yang
mampu menghubungkan seni dengan sains. Seperti pa-
da masa hidupnya, Leonardo Da Vinci, Galileo Galilei

186
Media dan Masyarakat Kini

tercatat menunjukkan adanya persinggungan antara


ilmu humaniora dengan ilmu alam dalam karya-karya
mereka. Begitupun Albert Einstein, dalam hidup dan
pemikirannya sering bersinggungan dengan seni dan
sains.
Penggambaran proses lahirnya inovasi yang sangat
terasa belakangan ini di bidang teknologi komputer ter-
masuk dalam pembahasan buku, diantaranya
bagaimanakah para innovator paling imajinatif
mewujudkan ide-ide nyeleneh mereka? Apa saja yang
menjadi dasar kreativitas para innovator tersebut? Ke-
terampilan apa yang paling bermanfaat? Bagaimana
cara mereka memimpin dan berkolaborasi? Mengapa
sebagian sukses, sementara lainnya gagal? Digambarkan
dalam buku belasan terobosan paling signifikan di era
digital beserta para tokoh pembuatnya.
Buku The Innovators karya Walter Isaacson
(2015) ini terdiri 12 Bab bahasan dengan penggambaran
perkembangan teknologi komputer mulai dari ide-ide,
gagasan awal dan eksperimen–eksperimen yang di-
lakukan dengan penggambaran tokoh-tokoh genius ser-
ta dlengkapi dengan lini masa yang akan menjadi mile-
stones yang menjadi peletak dasar perkembangan
teknologi digital yang begitu pesat saat ini.

187
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Judul:
The New Digital Age:
Cakrawala Baru Negara,
Bisnis, dan Hidup Kita
terjemahan dari buku The
New Digital Age: Reshaping
The Future of People,
Nation and Business, karya
Eric Schmidt & Jared
Cohen, Kepustakaan
Populer Gramedia, Jakarta
(2014).

“Kami tahu dimana Anda. Kami tahu Anda baru saja dari
mana. Kami bahkan juga bisa mengetahui tentang apa yang
Anda pikirkan.”
“Kami ingin mendapatkan data Facebook dengan cara apa-
pun, dengan ataupun tanpa kesepakatan sama sekali.”
“Saya pikir mayoritas orang tidak ingin Google hanya sebatas
menjawab pertanyaan mereka, namun mereka juga ingin
Google memberitahukan apa yang perlu mereka lakukan se-
lanjutnya.”
(Eric Schmidt)

Pada periode digital saat ini, lebih dari 4 milyar


penduduk bumi hampir semuanya terhubung dalam
koneksitas internet (connectivity) dimana masyarakat
dari berbagai belahan dunia saling berkenalan dalam
platform dunia maya (cyber) yang akan membuka ba-
nyak peluang sekaligus ancaman bagi dunia kita. Setiap

188
Media dan Masyarakat Kini

saat, antar indvidu maupun masyarakat dapat saling ter-


hubung dan berinteraksi dalam bentuk akomodasi, ko-
laborasi (kerja sama) maupun bentuk konfrontasi
(konflik) yang bisa tercipta di dunia maya. Bisa terjadi di
kehidupan dunia maya mereka berkomunikasi dalam
interaksi saling menyapa, namun di dunia nyata terjadi
konflik atau peperangan yang melibatkan kedua ke-
lompok masyarakat atau Negara. Mereka berperang di
dunia nyata, namun bisa saling membangun per-
sahabatan dan mengatasi konflik di dunia maya.
Teknologi digital yang dibangun memberikan peluang
hadirnya dunia baru digital, dunia maya. Transparansi
(keterbukaan) menjadi salah satu anugerah yang dibawa
teknologi digital, namun di sisi lain kerahasiaan baik
menyangkut personal privacy (kerahasiaan pribadi)
maupun informasi yang bersifat rahasia (confidential)
menjadi sulit terjaga dengan baik.
Pada aspek politik, konektivitas masyarakat ini
dinilai juga membawa dampak positif dalam memper-
cepat proses demokratisasi dan perubahan revolusi so-
sial masyarakat seperti terjadi pada peristiwa Arab
Spring di wilayah Timur Tengah yang membawa arus
perubahan dalam dunia politik beberapa waktu lalu.
Akses informasi tidak lagi menjadi hak eksklusif seke-
lompok elite, tetapi menjadi hak publik dimana mereka
dapat mengakses langsung secara terbuka dengan hak
yang sama.
Internet sebagai sebuah hasil peradaban manusia,
satu diantara sejumlah hal yang tidak sepenuhnya kita
pahami. Melalui komputer di sebuah ruangan yang pa-
da awalnya sebagai alat transmisi informasi elektronik,
kini telah melakukan proses mutasi yang terus menerus

189
Hubungan Media Massa dan Khalayak

yang berkembang semakin besar dan kian kompleks se-


tiap detiknya. Kini fungsi internet sebagai alat sudah
menjadi saluran energi dan ekspresi manusia yang ham-
pir tiada batas dan banyak menyentuh banyak sisi ke-
hidupan kita. Kemampuan baru untuk berekspresi dan
menggerakkan informasi dengan leluasa telah me-
lahirkan lanskap virtual yang begitu kaya seperti kita
mengalaminya saat ini. Bayangkan berapa banyak situs
yang didatangi saat berselancar, berapa jumlah surat
eletronik (e-mail) yang sudah terkirim dan dibalas serta
berbagai informasi daring (online) yang dibaca, memberi
komentar dan tanggapan, juga mengunduh file-file digi-
tal dalam banyak format untuk banyak keperluan.
Teknologi komunikasi digital saat ini berkembang
biak dengan kecepatan yang begitu mengagumkan.
Koneksi internet di seluruh dunia yang di awal abad 21
baru sekitar 350 juta, berlipat penggunanya menjadi 2
milyar lebih dalam waktu singkat. Begitu juga pengguna
telepon seluler wireless bergerak dari 750 juta pelang-
gan, kini melebihi jumlah 5 milyar orang dan akan terus
bertambah seiring kemudahan, keterjangkauan dan har-
ga yang kompetitif dari operator seluler. Diperkirakan
pada tahun 2025, mayoritas penduduk di seluruh bagian
dunia akan terkoneksi dan akan mampu mengakses
semua informasi yang tersedia dari berbagai platform
media yang ada.
Di seluruh bagian dunia, berbagai lapisan
masyarakat dapat mengakses berbagai informasi dengan
perangkat jejaring internet wireless (wifi) yang dipasang
pada area public dan dapat diakses secara cuma-cuma,
tanpa biaya. Melalui kekuatan teknologi ini, kendala
teknis yang dialami masyarakat sebelumnya seperti

190
Media dan Masyarakat Kini

hambatan karena geografis, bahasa yang berbeda, sum-


ber informasi yang terbatas atau dibatasi menjadi
terselesaikan.
Namun, keberadaan internet juga menimbulkan
kekhawatiran yag wajar, karena dengan koneksi bebas
bagi setiap orang maka akan muncul pihak-pihak yang
mengambil keuntungan berdasarkan kepentingan ideo-
logis mereka. Para teroris melalui dunia maya bisa saja
memperbesar jaringan dan merekrut anggota baru.
Meskipun di dunia maya juga, kelompok kontra
terorisme bisa melakukan kampanye guna menetralisir
pengaruh global terorisme. Tindakan terorisme negara
(state-terrorism) juga bisa terjadi dengan melakukan
banned, blokir atas akses sumber informasi terhadap
seseorang atau kelompok tertentu bahkan
menghilangkan identitas etnis/suku minoritas yang pa-
da akhirnya bisa tidak dikenali lagi di masa depan.
Paradoks internet sebagai suatu alat berupa
teknologi dalam penyebaran informasi di era digital ini
haruslah disikapi dengan bijak. Pemerintah atau pen-
guasa sebagai pengambil kebijakan di dunia nyata harus
hati-hati dalam merumuskan kebijakan dunia maya
yang menjadi ‘rumah kedua’ bagi masyarakat yang
dipimpinnya. Perkembangan dunia digital akan terus
berkembang tanpa bisa dihindari, dan seiring dengan
meluasnya jejaring internet akan membuat perubahan
yang terjadi di masyarakat akan lebih cepat lagi di masa
depan.
Buku The New Digital Age: Cakrawala Baru Negara,
Bisnis, dan Hidup Kita ditulis oleh Eric Schmidt & Jared
Cohen, dua pimpinan google yang memiliki penge-
tahuan dan banyak pengalaman di dunia internet dan

191
Hubungan Media Massa dan Khalayak

teknologi komputer. Eric Schmidt dikenal sebagai sosok


seorang pimpinan hebat di Silicon Valley. Pernah men-
jabat sebagai CEO di Google ini, Schmidt memiliki andil
besar dalam membesarkan perusahaan internet terse-
but. Sementara Jared Cohen adalah direktur Google Ide-
as, unit think tank di Google yang meneliti dampak-
dampak teknologi. Cohen yang merupakan mantan
penasihat dua orang Menteri Luar Negeri AS, yakni
Condoleezza Rice dan Hillary Clinton, dan dia telah
berperan penting dalam membantu pemerintah AS
membentuk cara berpikir mereka mengenai teknologi.
Bayangkan apabila sekitar 6 milyar lebih manu-
sia seluruh dunia terkoneksi di masa depan, dan
penduduk dunia maya akan berlipat dua kali jumlahnya,
apa yang akan terjadi? Akan terbentuk masyarakat sosial
dan ekonomi baru yang akan membuat aturan bersama
dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan ber-
masyarakat dalam ikatan masyarakat dunia (big village).
Maka, saat ini tidak lagi cukup hanya fokus membangun
peradaban hanya di dunia nyata saja, melainkan harus
mulai ada sinergi untuk membangun peradaban yang
ada di dunia maya. Sebab, dunia maya kini telah
mewujud sebagai entitas indentitas kekuasaan baru yang
akan terasa dampaknya di masa mendatang,
Buku karya Eric Schmidt & Jared Cohen ini hasil
studi dan pengamatannya di 35 negara, baik negara
yang kondisinya aman maupun negara-negara yang se-
dang bergolak karena konflik atau pertentangan. Mereka
menemui para pemimpin politik, pelaku bisnis, para
ahli, aktivis dan berbagai pihak terkait untuk me-
nangkap gagasan, pemikiran yang berkembang. Ter-
dapat 7 Bab mulai dari bahasan yang menyangkut

192
Media dan Masyarakat Kini

pribadi dan identitas masa depan, masa depan negara,


revolusi, terorisme, konflik dan perang di masa depan,
dan masa depan rekontruksi. Sebuah pemaparan yang
meliputi bahasan penting dalam memprediksi kejadian
yang bisa terjadi di dunia maya maupun dunia nyata, di
bumi kita yang sama.

Judul:
The Shallows: Internet
Mendangkalkan Cara
Berpikir Kita? terjemahan
dari buku The Shallows:
What The Internet is Doing
to Our Brains? Nicholas
Carr, Bandung: Penerbit
Mizan (2011).

“Internet memberikan kemudahan dan kesenangan, namun


juga mengorbankan kemampuan kita berpikir secara
mendalam”
(Nicholas Carr).

Arus perkembangan teknologi informasi komu-


nikasi (TIK) yang melanda begitu deras individu atau
masyarakat secara keseluruhan telah dirasakan pada saat
ini. Melalui internet sebagai sebuah hasil temuan
teknologi informasi, manusia dimudahkan dan

193
Hubungan Media Massa dan Khalayak

mendapat aspek hiburan (kesenangan). Namun di sisi


lainnya, dirasakan bahwa dampak teknologi internet
tersebut juga telah mengorbankan kemampuan berpikir
manusia secara mendalam. Tapi, benarkah teknologi
internet telah mendangkalkan cara berpikir kita?
Memang kini telah dirasakan, bahwa kehidupan
modern saat ini sudah begitu lekat dengan teknologi
komputer dan internet. Belum terbayangkan kalau
manusia modern saat ini yang begitu tergantung, men-
jalani hidupnya tanpa internet dan komputer.
Penggunaan peralatan komputer dan tersambung
dengan jejaring internet (internet networking) sudah
menjadi kebutuhan yang hampir bisa dikatakan harus
dipenuhi oleh individu modern saat ini. Berbagai devices
perangkat elektronik baik berupa laptop/netbook,
smartphone, tablet PC, juga personal computer (PC) te-
lah menjadi bagian sebagai alat bantu dalam me-
ringankan pekerjaan manusia.
Dalam kajian yang membatasi hanya untuk
melihat pengaruh internet terhadap industri medianya
sudah cukup luas, apalagi kalau ditambahkan sudut pan-
dang lebih luas terkait pengaruhnya pada kebiasaan in-
dividu atau masyarakatnya. Namun telah disadari, bah-
wa pergerakan peradaban yang berkembang saat ini
sedikit berbeda dengan peradaban sebelumnya seperti
penggunaan roda, penemuan mesin uap dan mesin ce-
tak Guttenberg. Kalau pada loncatan peradaban sebelum
yag telah dibutuhkan rangkaian waktu cukup panjang
untuk manusia menerima temuan baru tersebut. Maka,
agak sedikit berbeda dalam penemuan komputer dan
teknologi internet yang tidak lagi membutuhkan waktu
lama untuk manusia melakukan loncatan peradabannya.

194
Media dan Masyarakat Kini

Dahulu, dibutuhkan waktu berabad-abad saat masyara-


kat menerima perubahan budaya dari kereta berkuda ke
penggunaan kendaraan bermesin uap. Masih dibutuhkan
waktu sekitar 2,5 abad, saat peradaban manusia beranjak
dari mesin uap ke pesawat terbang. Namun hanya butuh
30 tahunan, dari pesawat baling-baling beralih
menggunakan pesawat jet, dan hanya sekitar 1,5 dekade
sudah beralih ke jet supersonic. Bahkan perkembangan
teknologi informasi komunikasi (TIK) yang dirasakan
manusia sekarang ini terjadi perubahan yang lebih cepat
dan mengalami apa yang disebut pelipatgandaan infor-
masi dengan penemuan microchip komputer. Lalu,
bagaimana pandangan masyarakat terhadap perubahan
yang disebabkan perkembangan teknologi informasi
komunikasi yang berjalan bagai gelombang tsunami in-
formasi saat ini?
Tidak ada yang salah dalam Teknologi Informasi
Komunikasi (TIK) yang berkembang saat ini, karena
menurut David Sarnoff pengusaha yang mendirikan ra-
dio RCA dan televisi NBC saat berpidato di Notre Dame
University (1955) menyatakan bahwa kita begitu mudah
mengkambinghitamkan perangkat teknologi untuk dosa
para penggunanya. Produk ilmu modern tidak dengan
sendirinya bagus atau jelek; penggunaannyalah yang
menentukan nilai mereka. Sebagian kita juga ber-
pendapat, bahwa teknologi hanyalah sekadar alat yang
tidak berdaya hingga kita menggunakannya; dan tidak
berdaya lagi saat kita menyingkirkannya usai digunakan
atau tidak merasa diperlukan lagi. Namun pandangan
Sarnoff itu dibantah secara tegas oleh McLuhan (1964),
karena setiap media baru yang diciptakan akan mengu-
bah diri individu atau suatu masyarakat.

195
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Namun menurut Nicholas Carr, bahwa cara beker-


ja otak sangat berbeda dengan komputer sehingga ia ti-
dak percaya manusia dapat menciptakan kecerdasan bu-
atan. Mungkin demikian untuk saat ini, namun kita ti-
dak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan
yang jauh. Buku ini seperti sebuah peringatan agar pem-
baca tidak mengikuti begitu saja arus teknologi yang ada
di sekitarnya –agar tidak diperbudak mesin, dan dapat
memilih mana yang bermanfaat dan perlu, karena kita
tidak dapat menghindarkan diri sama sekali dari
perkembangan teknologi– serta hal-hal baik apa dari
masa lalu yang perlu kita pertahankan, misalnya mem-
baca buku yang dicetak. Kini muncul pertanyaan men-
dasar, siapkah kita meninggalkan itu semua yang
berkaitan dengan segala kemudahan dan kesenangan
yang ditimbulkan computer dan internet?
Buku The Shallows, karya Nicholas Carr cukup
provokatif untuk mempertanyakan apa yang sudah kita
menikmati kemudahan dan kesenangannya dengan
komputer dan internet. Buku yang terdiri dari 10 Bab
dengan tambahan prolog dan epilog memberikan gam-
baran bagaimana manusia atau individu menerima
kemajuan teknologi computer dan internet, namun
sekaligus juga mengorbankan kemampuan berpikirnya
secara mendalam yang sudah dimiliki sebelumnya.
Sebuah pilihan yang tidak ideal dan dilematis, namun
apabila harus memilih satu yang terbaik diantara
keduanya –Apakah Anda siap untuk melakukan pilihan
itu?

196
Media dan Masyarakat Kini

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Yovantra, Wisnu Prasetya Utomo, dkk. 2015. Orde
Media: Kajian Televisi dan Media di Indonesia Pasca
Orde Baru. Yogyakarta: Insist Press.
Bungin, H.M. Burhan. 2013. Sosiologi Komunikasi: Teori,
Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di
Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Carr, Nicholas. 2011. The Shallows: Internet Mendangkal-
kan Cara Berpikir Kita? terjemahan dari The Shal-
lows: What The Internet is Doing to Our Brains. Ban-
dung: Penerbit Mizan.
Chabibie, Hasan. 2017. Generasi Digital Sebagai Tulang
Punggung Pendidikan. Jakarta: Pustekkom, Ke-
mendikbud.
De Fleur, Melvin L., and Rokeach, Sandra-Ball. 1982.
Theories of Mass Communication, Fourth Edition.
New York & London: Longman.
Eastman, Susan Tyler & Douglas A. Ferguson. 2013. Me-
dia Programming: Strategies and Practices, 9th Edi-
tion, Boston: Wadsworth Cenage Learning.
Harsono, Andreas. 2010. ‘A9ama’ Saya Adalah Jurnalisme.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Imran, Hasyim Ali. 2012. “Media Massa, Khalayak Media,
The Audience Theory, Efek Isi Media dan Fenomena
Diskursus”, dalam Jurnal Studi Komunikasi dan
Media, Vol. 16 No. 1 (Januari – Juni 2012).
Littlejohn, Stephen W. & Karen A Foss. 2005. Theories of
Human Communication. Belmont, CA: Thomson
Wadsworth.
McLuhan, Marshal. 1964. Understanding Media: The Ex-
tentions of Man. New York: McGrow- Hill Book

197
Hubungan Media Massa dan Khalayak

Company.
McQuail, Denis. 2010. Mass Communication Theory. Lon-
don: Sage Publications Ltd.
Morissan, et.al. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Pratignyo, Irawati. 2012. Nielsen Media & Marketing
Presentation, Jakarta: Nielsen Media Research.
Priyambodo, RH. 2011. Melek Multi Media Massa, Jurnal
Komunika,Vol. 9 No.2, Desember 2011 FISIP –
UHAMKA, Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Ban-
dung: Remaja Rosdakarya.
Saroso, Hardijanto. 2014. “Future TV & Human Capital”,
makalah dalam “Seminar Digitalisasi Televisi” Pro-
gram Pascasarjana Magister Komunikasi, FISIP –
Universitas Indonesia.
Schmidt, Eric & Jared Cohen. 2014. The New Digital Age:
Cakrawala Baru Negara, Bisnis, dan Hidup Kita, ter-
jemahan dari The New Digital Age. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Syah, Sirikit. 2014. Membincang Pers, Kepala Negara, &
Etika. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Widjajanto, Kenmada, et.al. 2013. Perencanaan Komu-
nikasi, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Ultimis.
UU Republik Indonesia No. 32 Tahun 2002 Tentang
Penyiaran, Komisi Penyiaran Indonesia (2009).
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program
Siaran (SPS), Komisi Penyiaran Indonesia (2012).
Kebenaran Berita & Kode Etik, Ikatan Jurnalis Televisi
Indonesia (1999).

198
Media dan Masyarakat Kini

Website
www.cnnindonesia.com Rizieq Shihab Tersangka Porno-
grafi diakses 02/06/2017 www.cnnindonesia.com
Jaksa Agung dan Menkumham Saling Lempar 'Nasib'
Eksekusi Ahok, diakses 21/06/2017
www.kompas.com Dikecam, Kekerasan terhadap Jurnalis
Saat Liput Aksi 112, diakses 11/02/2017
www.merdeka.com Saat wartawan MetroTV jadi sasaran
massa di berbagai aksi bela Islam diakses 12/02/2017
www.tribunislam.com Sebut Massa Aksi Bela Islam III Han-
ya 50Ribu, Wartawan MetroTV Diusir Lagi, diakses,
02/12 / 2016
www.radarbolmongonline.com Ini sebabnya massa men-
gusir wartawan Metro TV saat liputan aksi 212, di-
akses 04/12/2016
www.kompas.com Mendikbud Tegaskan Pentingnya Lit-
erasi Digital diakses 03/02/2017
www.panjimas.com Berulang Kali Siarkan Berita Bohong,
Metro TV Lagi-lagi Diusir Aksi Bela Islam diakses
13/02/2017
www.kiblat.net Sebut Massa Aksi Bela Islam III Hanya
50Ribu, Wartawan MetroTV Diusir Lagi diakses
2/12/2016

199
TENTANG PENULIS

Ruvira Arindita, dosen tetap Prodi Ilmu Komunikasi di


Universitas Al Azhar Indonesia (UAI). Menyelesaikan
sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Hubungan Masyarakat
FIKOM, Universitas Padjadjaran Bandung dan Program
Pascasarjana Magister Komunikasi (S2) di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP-UI). Ia
pernah aktif dalam komunitas peduli pendidikan anak
dan remaja serta komunitas Sayang Ibu, sejalan dengan
minatnya di bidang komunikasi keluarga dan media baru. Di Prodi Ilmu
Komunikasi UAI mengampu mata kuliah Psikologi Komunikasi dan English
for Strategic Marketing and PR. Email: ruvira_arindita@yahool.com atau
ruvira.arindita@uai.ac.id

Alma Mandjusri, sejak lulus S1 dari Universitas Indonesia


(1987), ia menekuni profesi copywriter di beberapa
Advertising Agency. Ia pernah mendapat penghargaan di
ajang Citra Pariwara, yaitu Silver Award untuk iklan radio
Bali Visa berjudul, “Duito Amblaso” (1991); Golden Award
untuk kampanye iklan TV Motor Honda Bebek, berjudul
“Balada si Doel” (1994). Tahun 1995 menjadi Associate
Creative Director di EURORSCG Adwork! Pada 2007-2008,
sebagai Creative Consultant untuk Public Awareness Ozone Protection
Layer pada divisi Climate Change di Kementerian Lingkungan Hidup RI. Ia
menyelesaikan S2 Marketing Communication di UMB tahun 2013. Sejak
2016 menjadi dosen tetap Prodi Ilkom UAI, sekaligus Kepala Biro Humas &
PMB di UAI (Pjs) hingga sekarang. Email: mandjoesri@gmail.com

Rahman Asri, alumnus Jurusan Sosiologi Universitas Indo-


nesia (UI) dan Program Pascasarjana Magister Komunikasi
(S2) di Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik (FISIP-UI) ini,
sehari-hari menjadi dosen tetap di Prodi Ilmu Komunikasi
UAI. Ia pernah aktif sebagai praktisi media (broadcaster) di
beberapa Stasiun TV swasta di antaranya Indosiar (IVM),
ANTV, dan GlobalTV (GTV) serta sempat berkarir di biro
iklan (advertising agency) MAC909, dan BBDO Komunika/Media Direction.
Di UAI mengajar untuk beberapa mata kuliah broadcasting (programming,
produksi dan manajemen media), perencanaan periklanan, dan strategi
marketing. Penulis bisa dikontak melalui email: muhamanda@gmail.com
atau rahman.asri@uai.ac.id

200

Anda mungkin juga menyukai