Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANORGANIK

PERCOBAAN II
KUAT MEDAN ANTARA LIGAN AMIN-AIR

NAMA : RESKY DWI CAHYATI


NIM : H311 12 015
KELOMPOK / REGU : IV (EMPAT) / IV (EMPAT)
HARI / TANGGAL PERC. : SELASA / 4 MARET 2014
ASISTEN : MUH. HASRIANDY

LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Unsur transisi sering didefinisikan sebagai kelompok, yang sebagai unsur

mempunyai kulit-kulit d dan f yang terisi sebagian. Unsur transisi semuanya adalah

logam, kebanyakan berupa logam keras yang menghantarkan panas dan listrik yang

baik. Mereka membentuk banyak senyawaan berwarna dan paramagnetik, karena

kulit-kulitnya yang terisi sebagian (Cotton dan Wilkinson, 1989).

Sifat unsur transisi memiliki kecenderungan membentuk ion kompleks atau

senyawa kompleks. Ion-ion dari unsur logam transisi memiliki orbital-orbital kosong

yang dapat menerima pasangan elektron pada pembentukan ikatan dengan molekul

atau anion tertentu membentuk ion kompleks.

Pada senyawa kompleks, atom pusat terikat langsung dengan suatu senyawa

yang disebut ligan. Ligan adalah senyawa atau ion yang terikat pada atom pusat

yang memberi pasangan elektron. Ligan tersebut memiliki peran yang sangat penting

dalam suatu senyawaan kompleks yang mana semakin kuat suatu ligan berikatan

dengan suatu senyawa kompleks maka kompleks tersebut akan semakin stabil.

Sifat magnetik dari ion kompleks yang mengandung ligan tergantung dari

kuat lemahnya ligan yang terdapat dalam ion kompleks tersebut. Kuat lemahnya [

ligan ini ditentukan dari jenis ligannya yang diurutkan berdasarkan

deret spektrokimianya. Oleh karena itu, untuk melihat perbandingan

kuat medan ligan antara amin dan air, serta menentukan panjang gelombang

keduanya, maka percobaan ini dilakukan.


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah mengetahui kekuatan medan antara ligan

amin dan air berdasarkan panjang gelombang maksimum.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu :

1. Menentukan panjang gelombang maksimum dari larutan ion logam Cu2+ 0,02

M dalam pelarut air, campuran 1:1 antara air dan NH4OH 1 M, dan campuran

3:1 antara air dan NH4OH 1 M dengan menggunakan spektrofotometer.

2. Membandingkan kuat medan antara ligan amin dengan air dari ketiga larutan

yang telah dibuat dengan melihat panjang gelombang maksimumnya.

1.3 Prinsip Percobaan

Penentuan panjang gelombang maksimum dari larutan ion logam Cu2+ 0,02 M

dalam pelarut air, campuran 1:1 antara air dan NH4OH 1 M, dan campuran 3:1 antara

air dan NH4OH 1 M dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan menggunakan

spektronik 20 D+ pada rentang panjang gelombang 560-610 nm pada pelarut air,

rentang panjang gelombang 480-540 nm pada campuran 1:1 antara air dan

NH4OH 1 M dan rentang panjang gelombang 460-530 pada campuran 3:1 antara air

dan NH4OH 1 M. Panjang gelombang maksimum ketiga larutan digunakan untuk

membandingkan kuat medan ligan amin dan air.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Selama beberapa tahun terakhir, telah terjadi banyak perkembangan aplikasi

dalam katalisis homogen logam transisi kompleks yang mengandung donor nitrogen

pengkelat ligan. Dari literatur, korelasi antara logam transisi dan sifat ligan

tambahan muncul secara spontan, yaitu ligan dengan bagian siklopentadienil

umumnya berikatan dengan logam transisi awal, sedangkan ligan donor non-karbon

berikatan sempurna dengan logam transisi akhir (Hussain dkk, 2010).

Pembentukan kompleks dalam analisis anorganik kuantitatif sering terlihat dan

dipakai untuk pemisahan atau identifikasi. Fenomena yang paling umum yang

muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna dalam larutan.

Fenomena lain yang sering terlihat bila kompleks terbentuk adalah kenaikan

kelarutan. Dalam pelaksanaan analisis anorganik banyak digunakan reaksi-reaksi

yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (molekul) kompleks terdiri

dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat dengan atom (ion) pusat

itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak

mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan di

dalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan

koordinasi, suatu angka bulat yang menunjukkan jumlah ligan yang dapat

membentuk kompleks yang stabil dengan dengan atom pusat (Svehla, 1985).

Terdapat dua hal yang memisahkan studi mengenai struktur elektron

senyawaan-senyawaan logam transisi, dan teori valensi lainnya yang tersisa. Yang

pertama yaitu kulit-kulit d dan f yang tersisa sebagian. Hal ini menuju kepada tidak
mungkinnya pengamatan eksperimen dalam kebanyakan kasus lain: keparamagnetan,

spektra serapan tampak, dan tampaknya ada keragaman tidak teratur dalam sifat-sifat

termodinamika serta struktur. Yang kedua ialah adanya pendekatan kasar namun

efektif yang disebut teori medan kristal, yang menyediakan metode pemahaman yang

ampuh namun sederhana, dan mengaitkan sekalian sifat yang timbul, terutama dari

kehadiran-kehadiran kulit-kulit yang terisi sebagian. Teori medan kristal

menyediakan cara penentuan melalui tinjauan elektrostatik yang sederhana,

bagaimana energi dari orbital-orbital ion logam akan dipengaruhi oleh set atom atau

ligan sekelilingnya. Teori itu bekerja baik bila simetri tinggi tetapi dengan usaha

tambahan dapat diterapkan secara lebih umum (Cotton dan Wilkinson,1989).

Reaksi dimana kompleks terbentuk dapat dianggap sebagai suatu reaksi asam

basa Lewis dengan ligan bertindak sebagai basa, dengan menyumbangkan sepasang

elektronnya kepada kation yang merupakan asamnya. Ikatan yang terbentuk antara

atom logam pusat dan ligan sering bersifat kovalen, namun dalam beberapa kasus

antaraksi itu dapat berupa tarik menarik Coulomb. Beberapa kompleks mengalami

reaksi subtitusi dengan sangat cepat dan kompleks itu dikatakan labil (tidak mantap),

suatu contoh adalah (Day dan Underwood, 1986) :

Cu(H2O)42+ + 4NH3 ↔ Cu(NH3)42+ + 4 H2O

Reaksi mudah berjalan ke kanan dengan penambahan amonia kepada kompleks

air, penambahan asam kuat yang menetralkan amonia menggeser kesetimbangan

dengan cepat kembali ke kompleks airnya (Day dan Underwood, 1986).

Kompleks dibentuk oleh reaksi suatu ion logam, suatu kation, dengan suatu

anion atau molekul netral. Ion logam dalam kompleks itu disebut atom pusat

dan gugus yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Banyaknya ikatan yang
dibentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi logam itu

(Day dan Underwood, 1986).

Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar atom

atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi, yang masing-masingnya

dapat dihuni satu ligan (monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah

simetris. Jadi, suatu kompleks dengan satu atom pusat dengan bilangan koordinasi 6,

terdiri dari ion pusat, dipusat suatu oktahedron, sedang keenam ligannya menempati

ruang-ruang yang dinyatakan oleh sudut-sudut oktahedron itu. Bilangan koordinasi 4

biasanya menunjukkan suatu susunan simetris yang berbentuk tetrahedron, meskipun

susunan yang datar atau hampir datar, dimana ion pusat berada dipusat suatu

bujursangkar dan keempat ion menempati keempat sudut bujursangkar itu

(Svehla, 1985).

Ligan monodentate adalah salah satu yang melekat ke atom logam oleh ikatan

dari hanya satu atom (donor atom) ligan. Ligan seperti F-, Cl-, O2-, PR3, H2O, CH3-,

OR-, dan CO adalah monodentate. Ligan monodentate tersebut sering bertindak

sebagai jembatan antara dua atau lebih atom-atom logam. Contohnya kompleks

Fe2(CO)2, Au2Cl6, dan Cr2(OH)2(H2O)84+ yang melibatkan jembatan ligan CO, Cl-,

OH-, dan lain-lain (Jolly, 1976).

Dalam teori medan kristal, senyawa kompleks dipandang sebagai satu molekul

tunggal yang terisolasi. Dalam molekul kompleks tersebut, elektron-elektron atom

logam pusat, khususnya yang beredar dalam orbital d yang belum terisi penuh,

dipengaruhi oleh medan elektrostatik yang dibangkitkan oleh ligan-ligan

disekitarnya. Meskipun penerapan teori medan kristal dapat dikenakan pada senyawa

kompleks dimana degenerasi orbital f dianggap dipengaruhi oleh medan ligan,


namun keberhasilan terbesar dan penerapan terluas dari teori ini telah dicapai untuk

senyawa kompleks yang elektron sebelah luarnya bergerak dalam orbital d

(Day dan Selbin, 1993).

Dalam ion bebas, elektron d akan memiliki kemungkinan sama mengenai

kehadirannya dalam salah satu dari lima orbital d dimana saja, karena semuanya

setara. Namun, orbital-orbital d tidak semuanya setara. Beberapa terkonsentrasi

dalam daerah ruang lebih dekat ke ion-ion negatif daripada yang lain, dan elektron

jelas akan lebih menyukai berada dalam orbital, dimana elektron berada sejauh

mungkin dari muatan negatif (Cotton dan Wilkinson, 1989).

Elektron d dari ion logam jelas akan lebih suka untuk menempati kumpulan

orbital t2g daripada kumpulan eg. Itu karena tingkat energi eg terletak di atas tingkat

energi t2g. Susunan oktahedral dari ligan negatif di sekitar ion logam sebidang

dengan energi orbital d dari atom logam sebagai fungsi dari distribusi enam serangan

yang negatif di kulit sekitar atom (Jolly, 1991).

Kekurangan teori medan kristal pada dasarnya adalah karena teori ini tidak

menyinggung efek ikatan kovalen. Dengan begitu kita bisa memodifikasi tanpa harus

mengambil-alih model yang secara eksplisit menggunakan ikatan kovalen. Metode

yang biasanya digunakan untuk memodifikasi teori medan kristal agar mampu

menjelaskan paling tidak sebagian efek tumpang-tindih orbital adalah dengan jalan

mengijinkan semua parameter antaraksi antar elektron menjadi variabel daripada

menganggapnya sebagai tetap dan sama nilainya dengan parameter-parameter yang

dimiliki oleh ion logam bebas. Jika orbital betul-betul mengalami tumpang-tindih

maka pastilah elektron-elektron atom pusat tidak hanya dipengaruhi oleh medan

elektrostatik dari muatan atau dwikutub ligan (Day dan Selbin, 1993).
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan

CuSO4 0,1 M, larutan NH4OH 1 M, akuades, kertas label, sabun cair, dan tissue roll.

3.2 Alat percobaan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu gelas kimia 100 mL, gelas

kimia 250 mL, spektronik 20D+, labu ukur 50 mL, pipet skala 10 mL, sikat tabung,

pipet volume 10 mL, bulb, labu semprot, batang pengaduk, sendok tanduk, dan kuvet.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan Larutan Ion Logam Cu2+ 0,02 M Dalam Pelarut Air

Labu ukur 50 mL disediakan. Sebelum dipakai, dicuci terlebih dahulu dan

dibilas dengan akuades. Selanjutnya bulb dipasang pada pipet skala 10 mL. Pipet

skala dibilas terlebih dahulu dengan larutan ion logam Cu2+ sebelum dipakai. Setelah

itu, larutan ion logam Cu2+ 0,1 M dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu ukur

50 mL. Diencerkan sampai tanda garis dan dihomogenkan. Diamati absorbansinya

dengan menggunakan spektronik 20D+ pada rentang panjang gelombang

460-520 nm dengan interval 20 nm. Digunakan air sebagai blanko.

3.3.2 Pembuatan Larutan Ion Logam Cu2+ 0,02 M Dalam Campuran 1 : 1 Air
dan NH4OH 1 M

Labu ukur 50 mL disediakan. Sebelum dipakai, dicuci terlebih dahulu dan

dibilas dengan akuades. Selanjutnya bulb dipasang pada pipet skala 10 mL. Pipet
skala dibilas terlebih dahulu dengan larutan ion logam Cu2+ sebelum dipakai. Setelah

itu, larutan ion logam Cu2+ 0,1 M dipindahkan sebanyak 10 mL ke dalam labu ukur

50 mL. Lalu, ditambahkan 25 mL larutan NH4OH 1 M. Diencerkan dengan akuades

sampai tanda batas dan dihomogenkan. Diamati absorbansi (A) dengan

menggunakan spektronik 20D+ pada rentang panjang gelombang 560-640 nm

dengan interval 20 nm. Digunakan air sebagai blanko.

3.3.3 Pembuatan Larutan Ion Logam Cu2+ 0,02 M Dalam Campuran 3 : 1 Air
Dan NH4OH 1 M

Labu ukur 50 mL disediakan. Sebelum dipakai, dicuci terlebih dahulu dan

dibilas dengan akuades. Selanjutnya bulb dipasang pada pipet skala 10 mL. Pipet

skala dibilas terlebih dahulu dengan larutan ion logam Cu2+ sebelum dipakai. Setelah

itu, larutan ion logam Cu2+ 0,1 M dipindahkan sebanyak 10 mL ke dalam labu ukur

50 mL. Lalu, ditambahkan 12,5 mL larutan NH4OH 1 M. Diencerkan dengan

akuades sampai tanda batas dan dihomogenkan. Diamati absorbansi (A) dengan

menggunakan spektronik 20D+ pada rentang panjang gelombang 560-640 nm

dengan interval 20 nm. Digunakan air sebagai blanko.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Dari percobaan yang dilakukan dengan menggunakan Spektronik 20D+ maka

diperoleh data sebagai berikut :

Pengukuran pada larutan ion logam Cu2+ dalam pelarut

Air Air-NH4OH 1:1 Air-NH4OH 3:1

λ (nm) Absorbansi λ (nm) Absorbansi λ (nm) Absorbansi

460 -0,034 560 0,860 560 0,766

480 -0,032 580 0,965 580 0,875

500 -0,044 600 1,010 600 0,920

520 -0,046 620 1,005 640 0,830

640 0,965

4.1 Tabel Data Pengamatan

Reaksi-reaksi yang terjadi dalam percobaan ini adalah :


[

CuSO4 → Cu2+ + SO42-

NH4OH ↔ NH3 + H2O

Cu2+ + SO42- + 4H2O → [Cu(H2O)4]SO4

Cu2+ + SO42- + 3H2O + NH3 → [Cu(NH3)(H2O)3]SO4

Cu2+ + SO42- + 2H2O + 2NH3 → [Cu(NH3)2(H2O)2]SO4

Cu2+ + SO42- + H2O + 3NH3 → [Cu(NH3)(H2O)3]SO4

Cu2+ + SO42- + 4NH3 → [Cu(NH3)4]SO4


Di bawah ini merupakan grafik hubungan antara panjang gelombang (λ) dan

absorbansi (A) :

0
440 460 480 500 520 540
-0.01
Absorban
-0.02

-0.03

-0.04

-0.05
Panjang Gelombang (λ) nm

4.2 Grafik hubungan panjang gelombang (λ) dan absorbansi (A)


larutan ion logam Cu2+ 0,02 M dalam Pelarut Air

1.05

1
Absorban

0.95

0.9

0.85
540 560 580 600 620 640 660
Panjang Gelombang (λ) nm

4.3 Grafik hubungan panjang gelombang (λ) dan absorbansi (A) larutan
ion logam Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1 : 1 air dan NH4OH 1 M

1
0.8
Absorban

0.6
0.4
0.2
0
540 560 580 600 620 640 660
Panjang Gelombang (λ) nm

4.4 Grafik hubungan panjang gelombang (λ) dan absorbansi (A) larutan
ion logam Cu2+ 0,02 M dalam campuran 3 : 1 air dan NH4OH 1 M
Pengukuran larutan ion logam Cu2+ dalam pelarut air, panjang gelombang

maksimum yang diperoleh yaitu pada 480 nm, yang memperoleh absorbansi -0,032.
[

Pada panjang gelombang 460 nm memperoleh absorbansi -0,032, pada panjang

gelombang 500 nm, memperoleh absorbansi -0,044, serta pada panjang gelombang

520 nm, memperoleh absorbansi -0,046.

Pengukuran larutan ion logam Cu2+ dalam campuran 1:1 antara air dan

NH4OH 0,1 M, panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu pada 600 nm [

yang memperoleh absobansi 1,010. Pada panjang gelombang 560 nm, memperoleh

absorbansi 0,860, pada panjang gelombang 580 nm, memperoleh absorbansi 0,965,
[

pada panjang gelombang 620 nm, memperoleh absorbansi 1,005, serta pada panjang

gelombang 640 nm, memperoleh absorbansi 0,965.

Pengukuran larutan ion logam Cu2+ dalam campuran 3:1 antara air dan

NH4OH 0,1 M, panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu pada 600 nm,

yang memperoleh absobansi 0,920. Pada panjang gelombang 560 nm, memperoleh

absorbansi 0,766, pada panjang gelombang 580 nm, memperoleh absorbansi 0,875,

serta pada panjang gelombang 640 nm, memperoleh absorbansi 0,830.

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan panjang gelombang (λ)

maksimum dari larutan ion logam Cu2+ 0,02 M dalam pelarut air, campuran 1:1

antara air dan NH4OH 1 M, dan campuran 3:1 antara air dan NH4OH 1 M dengan

menggunakan spektrofotometer dan juga untuk membandingkan kuat medan antara [

ligan amin dengan air dari ketiga larutan yang telah dibuat dengan melihat panjang

gelombang maksimumnya. Digunakan tiga perbandingan larutan, ini bertujuan

untuk melihat pengaruh penambahan pelarut amin terhadap panjang gelombang

maksimum yang dapat diserap oleh senyawa yang terbentuk.


Untuk melihat hubungan panjang gelombang dan kuat medan ligan kita dapat

mengacu pada persamaan energi. Panjang gelombang berhubungan dengan energi

pada persamaan E = h.λ.c atau E = h.v, dimana E adalah energi, h adalah tetapan

Planck, λ adalah panjang gelombang, c adalah kecepatan cahaya, dan v = frekuensi.

Semakin pendek panjang gelombang maksimum yang diperoleh, makin kecil energi

yang diserap, yang berarti bahwa makin besar kuat medan ligan pada ion pusat.

Berdasarkan teori, panjang gelombang larutan ion logam Cu2+ 0,02 M dalam

pelarut air lebih kecil dibandingkan dengan larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1

antara air dengan NH4OH 1 M dan larutan ion logam Cu2+ 0,02 M dalam campuran

3:1 antara air dengan NH4OH 1 M, dapat dilihat dari nilai absorbansi yang

dihasilkan, pertambahan panjang gelombang berbanding lurus dengan pertambahan

nilai absorbansi sampai pada titik maksimum, setelah itu nilai absorbansi akan

menurun. Namun, dalam percobaan yang telah dilakukan terdapat kesalahan.

Pada penentuan panjang gelombang maksimum menggunakan alat spektrofotometer,

ion logam Cu2+ 0,02 M dalam pelarut air menunjukkan nilai negatif pada absorbansi,

tetapi panjang gelombang maksimumnya dapat diketahui. Hasil negatif pada

absorbansi mungkin disebabkan oleh dua faktor. Pertama, kesalahan pada saat

pengerjaan, seperti pemipetan yang kurang akurat sehingga kadar total ion logam

Cu2+ dalam pelarut air yang rendah terbaca. Kedua, penyimpangan instrumental

(karena polikromatis dan radiasi baur). Lampu baur adalah hasil dari hamburan dan

refleksi dari permukaan kisi, lensa cermin bijih, filter, dan jendela. Lampu ini sering

memiliki panjang gelombang yang berbeda dari radiasi utama untuk absorbansi dan

mungkin tidak melewati sampel.

Pengukuran absorbansi ketiga larutan tersebut menggunakan alat spektronik


20D+, dengan rentang panjang gelombang untuk larutan ion logam Cu2+ 0,02 M

dalam pelarut air adalah 460-520 nm, larutan ion logam Cu2+ 0,02 M dalam

campuran 1:1 antara air dengan NH4OH 1 M adalah 560-640 nm dan larutan ion

logam Cu2+ 0,02 M dalam campuran 3:1 antara air dengan NH4OH 1 M adalah

560-640 nm. Absorbansi tiap larutan diukur dengan menaikkan panjang

gelombangnnya (interval panjang gelombang) sebesar 20 nm. Serapan maksimum

yang dapat dideteksi dari ketiga larutan pada suatu panjang gelombang,

menunjukkan panjang gelombang maksimumnya.

4.2 Perbandingan Kuat Medan Antara Ligan Amin dan Air

Menurut teori menyatakan bahwa medan ligan amin lebih kuat dibandingkan

dengan kuat medan ligan air. Karena semakin tinggi panjang gelombang maksimum

maka semakin kecil kekuatan medan ligan tersebut. Pengecilan panjang gelombang

ini disebabkan oleh tarikan elektrostatik antara ion logam bermuatan positif dan

muatan negatif dari ligan. Apabila ligan adalah suatu molekul netral, maka ujung

negatif dari dipol tertarik ke arah ion positif pusat.

Dari percobaan yang dilakukan, data yang diperoleh menunjukkan bahwa ligan

yang paling rendah kuat medannya, yaitu yang panjang gelombang maksimumnya

paling tinggi, ialah pada larutan ion logam Cu2+ pelarut campuran dengan

perbandingan 3:1, dengan ion kompleks [Cu(NH3)(H2O)3]2+ kemudian pada larutan

ion logam Cu2+ pada pelarut campuran air dan amin dengan perbandingan 1:1 dengan

ion kompleks berupa [Cu(NH3)2(H2O)2]2+ dan yang paling kuat medannya ialah pada

larutan ion logam Cu2+ pelarut air, dengan ion kompleks [Cu(H2O)4]2+.

Data ini tidak sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa dengan

penambahan ligan amin, panjang gelombangnya semakin kecil, maka energi yang
diserap semakin besar, berarti kuat medan ligannya semakin besar. Rumus yang

menggambarkan hubungan panjang gelombang dengan energi ditunjukkan pada

persamaan E=h.λ.c, dimana E adalah energi, h adalah tetapan Planck, λ adalah

panjang gelombang, dan c adalah kecepatan cahaya. Semakin pendek panjang

gelombang maksimum yang diperoleh, makin kecil energi yang diserap, berarti

makin besar kuat medan ligan pada ion pusat. Oleh karena itu, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kuat medan ligan amin lebih besar dari ligan air. Hal ini berbeda

dengan hasil yang didapatkan saat percobaan di laboratorium.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulakan bahwa :

1. Panjang gelombang maksimum larutan ion logam Cu2+ 0,02 M dalam pelarut

air adalah 480 nm, larutan ion logam Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1

antara air dan NH4OH 1 M adalah 600 nm, serta larutan ion logam Cu2+ 0,02

M dalam campuran 3:1 antara air dan NH4OH 1 M adalah 600 nm.

2. Kuat medan ligan amin lebih kecil daripada kuat medan ligan air. Hal ini

tidak sesuai dengan teori.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk Percobaan

Sebaiknya tidak hanya ligan amin dan air yang digunakan, tetapi juga ligan

lain sebagai pembanding.

5.2.2 Saran Untuk Laboratorium

Alat pengukur absorbansi sebaiknya diperiksa terlebih dahulu sebelum

praktikum dimulai, apakah itu masih layak pakai atau tidak.


DAFTAR PUSTAKA

Cotton, F.A., dan Wilkinson, G., 1989, Kimia Anorganik Dasar, Universitas
Indonesia, Jakarta.

Day, M.C., dan Selbin, J., 1993, Kimia Anorganik Teori, diterjemahkan oleh Drs.
Wisnu Susetyo, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Day, R.A., dan Underwood, A.L., 1986, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima,
diterjemahkan oleh Alyosius Hadyana Pudjaatmaka, Erlangga, Jakarta.

Hussain, R.A., Badshah, A., dan Asma, M., 2010, Synthesis, Chemical
Characterization and Catalytic Activity of Transition Metal Complexes Having
Imine Based Nitrogen Donor Ligand, Journal of the Korean Chemical Society,
54(1), 23-26, (http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source
=web&cd=1&ved=0CC0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fjournal.kcsnet.or.kr%
2Fmain%2Fj_search%2Fj_download.htm%3Fcode%3DK100103&ei=d8cVU8
HTLovI0AGz2IGQDA&usg=AFQjCNE9_7y5eqJN-w2p_ilSM6H6FXMfkQ&
sig2=H-VXw7m6FNozGcMMoNE4AA&bvm=bv.62286460,d.dmQ, diakses
pada tanggal 5 Maret 2014 pukul 07.30 WITA).

Jolly, W.L., 1991, Modern Inorganic Chemistry Second Edition, McGraw-Hill, Inc,
California.

Jolly, W.L., 1976, The Principles Of Inorganic Chemistry, McGraw-Hill, Inc,


California.

Svehla, G., 1985, Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Makro dan Semimikro,
diterjemahkan oleh Setiono, L., dan Pudjaatmaka, H.A., 1990, PT. Kalman
Media Pustaka, Jakarta.
LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 6 Maret 2014

Asisten Praktikan

Muh. Hasriandy Resky Dwi Cahyati


Lampiran I

Bagan Kerja

1. Pembuatan Larutan Ion Logam Cu2+ 0,02M dalam Pelarut Air

Cu2+ 0,1M

 Dipipet 10 mL larutan ion logam Cu2+ 0,1 M

 Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL

 Diencerkan dengan akuades sampai tanda batas

 Dihomogenkan

 Diukur absorbannya dengan menggunakan spektrotonik 20D+ pada

rentang panjang gelombang 460-520 nm.

Hasil

2. Pembuatan larutan ion logam Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1 antara air
dan NH4OH 1M

Cu2+ 0,1M

 Dipipet 10 mL larutan ion logam Cu2+ 0,1 M

 Dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL

 Ditambahkan 25 mL NH4OH 1M

 Diencerkan dengan akuades sampai tanda batas

 Dihomogenkan

 Diukur absorbannya dengan menggunakan spektrotonik 20D+ pada

rentang panjang gelombang 560-640 nm.

Hasil
3. Pembuatan larutan ion logam Cu2+ 0,02 M dalam campuran 3:1 antara air
dan NH4OH 1M

Cu2+ 0,1M

 Dipipet 10 mL larutan ion logam Cu2+ 0,1 M

 Dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL

 Ditambahkan 12,5 mL NH4OH 1M

 Diencerkan dengan air sampai tanda batas

 Dihomogenkan

 Diukur absorbannya dengan menggunakan spektrotonik 20D+ pada

rentang panjang gelombang 560-640 nm.

Hasil
Lampiran II

Gambar Hasil Percobaan

Gambar 1. Dari kiri ke kanan, hasil pengenceran larutan ion logam Cu2+ 0,1
M dengan pelarut air, hasil pengenceran larutan Cu2+ + NH4OH 1M dengan
air yang perbandingannya 1:1 antara air dan NH4OH 0,1M, hasil
pengenceran larutan Cu2+ + NH4OH 1M dengan air yang perbandingannya
3:1 antara air dan NH4OH 0,1M

Anda mungkin juga menyukai