Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

PERCOBAAN IV
TERMOKROMIS

Oleh :
Nama : Dian Ernawati
NIM : 17728251004
Kelas : Pendidikian Kimia A
Pengampu : Dr. Hari Sutrisno
Tanggal Praktikum : 13 November 2017
Tanggal Pengumpulan : 20 November 2017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
PERCOBAAN IV
TERMOKROMIS

A. TUJUAN
Memahami peristiwa (efek) termokromis, adalah suatu efek senyawa kompleks yang
memiliki warna berbeda-beda dalam berbagai larutan dan dalam temperatur yang berbeda.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Logam transisi merupakan unsur golongan B yang mempunyai orbital d yang belum
terisi penuh dengan elektron, kecuali golongan IIB (Zn, Cd, dan Hg) berisi penuh sepuluh
elektron. Logam-logam transisi merupakan logam yang banyak dipelajari dan disintesa
menjadi senyawa-senyawa kompleks.
Senyawa kompleks akan terbentuk apabila terjadi ikatan kovalen koordinasi antara
suatu atom atau ion logam dengan beberapa molekul netral atau ion donor elektron. Ikatan
yang terjadi pada senyawa kompleks adalah ikatan kovalen koordinasi. Senyawa koordinasi
merupakan interaksi asam basa. Atom pusat berperan sebagai asam Lewis, sedangkan ligan
berperan sebagai basa Lewis. Atom pusat biasanya ion-ion logam transisi yang berfungsi
sebagai penerima pasangan elektron bebas dari ligan. Kemampuan suatu ion logam untuk
berikatan dengan sejumlah ligan dinyatakan oleh bilangan koordinasinya (Cotton, et al.,
1988).
Ligan adalah suatu molekul atau ion yang terikat langsung pada atom pusat dan
bertindak sebagai donor elektron atau basa lewis yang atom atau molekulnya memiliki
pasangan elektron bebas non ikatan tetapi tidak terdapat orbital kosong. Jenis ikatan pada
atom pusat adalah ikatan kovalen koordinat (Cotton, et al., 1988). Didalam ligan terdapat
atom yang mempunyai pasangan elektron bebas yang akan dipakai untuk berikatan dengan
logam dan disebut atom donor. Ligan memiliki kemampuan sebagai donor pasangan elektron
sehingga dapat dibedakan atas ligan monodentat, bidentat, tridentat dan polidentat. Salah satu
logam yang memiliki sifat ini adalah kobalt.
Kobalt merupakan logam transisi golongan VIII B mempunyai nomor atom 27,
massa atom 58,9332 g/mol dan terletak pada periode keempat dalam tabel sistem periodik
unsur, berwarna abu-abu seperti baja dan bersifat sedikit magnetis, melebur pada 1490°C.
Kobal mudah larut dalam asam-asam mineral encer dan mempunyai bilangan oksidasi
umumnya +2 dan +3 akan tetapi +2 relatif lebih stabil (Cotton, et al., 1988). Ion - ion Co2+
dan ion terhidrasi [Co(H2O)6]2+ stabil di air. Konfigurasi elektron kobalt adalah [Ar] 3d7 4s2,
sedangkan konfigurasi elektron kobalt(II) adalah [Ar] 3d7 4s0 seperti disajikan pada Gambar
1.

Gambar 1. konfigurasi kobalt (I) dan kobalt (II)

Menurut Umiyati (2009), pembentukan kompleks Co(II) dijelaskan dengan teori


ikatan valensi, teori medan kristal, dan teori orbital molekul. Teori medan kristal (Crystal
Field Theory) dikemukakan oleh Hans Bethe, seorang pakar fisika, pada tahun 1929. Menurut
teori ini, ikatan antara logam/atom pusat dan ligan dalam kompleks adalah murni
elektrostatik. Logam transisi sebagai atom pusat dianggap sebagai ion positif yang dikelilingi
oleh ligan yang bermuatan negatif atau molekul netral yang mempunyai pasangan elektron
bebas (Lee, 1994).
Medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan akan mempengaruhi elektron-elektron
pada ion pusat dan medan listrik yang ditimbulkan oleh ion pusat juga mempengaruhi
elektron pada ligan-ligan yang mengelilinginya. Elektron-elektron pada ion pusat yang paling
dipengaruhi oleh medan listrik yang ditimbulkan oleh ligan adalah elektron pada orbital d,
karena elektron d tersebut yang sangat berperan dalam membentuk ion kompleks (Cotton, et
al., 1995).
Orbital d ada lima macam yaitu dxy, dxz, dyz, dx2y2 dan dz2. Orbital dx2y2 terkonsentrasi
sepanjang sumbu x dan y, sedangkan orbital d z2 terkonsentrasi sepanjang sumbu z. Ketiga
orbital d yang lain yaitu dxy, dxz, dyz terkonsentrasi diantara sumbu x, y, dan z serta membentuk
sudut sebesar 450 seperti ditunjukkan oleh kontur orbital d Gambar 4 (Huheey and Keither,
1993).
Gambar 2. Kontur orbital d
Pada ion bebas tanpa pengaruh ligan, kelima orbital d (dxy, dxz, dyz, dz2, dx2y2)
mempunyai energi yang sama (terdegenerasi). Terdapatnya muatan negatif ligan yang
ditempatkan disekitar ion logam, mengakibatkan orbital akan tetap terdegenerasi tetapi
energinya akan meningkat. Hal ini terjadi karena adanya gaya tolak menolak antara medan
negatif dari ligan dengan elektron pada ion logam (Huheey and Keither, 1993). Medan listrik
yang dihasilkan oleh ligan tergantung pada letak ligan tersebut di sekeliling ion pusat. Jadi
medan listrik ligan dalam struktur oktahedral maupun tetrahedral akan berbeda satu sama lain.
Menurut Sukardjo (1992) menyatakan bahwa perubahan warna pada senyawa
komplek dipengaruhi oleh splitting yang terjadi pada orbital d dari ion logam pusatnya.
Adanya medan ligan, memungkinkan terjadinya transisi elektronik di dalam komplek. Dengan
penyerapan energy radiasi, electron pada orbital yang energinya lebih rendah akan berpindah
ke orbital yang lebih tinggi. Sinar yang diserap untuk ini terdapat pada daerah tampak
sehingga akan menimbulkan perubahan warna pada senyawa komplek. Sinar yang diserap
untuk ini terdapat pada daerah Nampak atau visible sehingga adsorbs nya dapat ditangkap
oleh spektrofotometri UV-Vis.
Dengan mempelajari spectra adsorbsi senyawa-senyawa komplek, dapat ditentukan
besarnya energy yang diserap dengan hokum Planck. Rumus penentuan energy penyerapan
seperti berikut:
Keterangan:
E : energi yang diserap pada saat perpindahan elektron
h : tetapan planck (6,62 x 10-34 Js)
c : kecepatan cahaya (3x108 m/s)
λ: panjang geombang maksimum (nm)
(Sukardjo, 1992)
Hubungan antara energi dari berbagai keadaan kuantum yang diperlakukan oleh
orbital atom, orbital molekul, dan Teori Medan Ligan. Bila foton panjang gelombang tertentu
diserap oleh benda, maka ketika kita mengamati cahaya yang dipantulkan dari atau
dipancarkan melalui benda itu, apakah kita melihat warna komplementer, yang terbentuk dari
panjang gelombang tampak tersisa lainnya.
Bila pada ion kompleks diberikan energi dalam bentuk cahaya, maka elektron pada
orbital yang lebih rendah energinya (t2g) dapat tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi
energinya (eg) dengan menyerap cahaya yang energinya sama dengan harga ∆. Makin kecil
harga ∆ makin kecil energi yang diperlukan untuk eksitasi tersebut. Seperti telah diketahui,
energi cahaya bergantung pada panjang gelombangnya, yaitu makin pendek panjang
gelombang (λ) makin tinggi energinya. Cahaya tampak terdiri dari cahaya radiasi dengan
berbagai panjang gelombang yaitu antara 400-700 nm. Suatu larutan atau zat padat
mempunyai warna tertentu, karena menyerap sebagian komponen sinar tampak. Warna zat
yang dapat diamati dengan mata adalah komponen sinar tampak yang tidak terserap oleh zat
tersebut Tabel 1 menunjukkan hubungan panjang gelombang, warna yang diserap dan warna
yang dapat teramati oleh mata.
Tabel 1. Warna yang Diserap dan yang Diteruskan
Panjang gelombang Warna yang
Warna yang diserap
yang diserap (nm) dapat dilihat
410 – 490 Ungu/biru kehijauan Kuning/merah
490 – 530 Biru kehijauan/hijau Merah/ungu
530 – 580 Hijau/kuning Ungu/biru
580 – 680 Kuning/merah Biru/biru kehijauan

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat yang digunakan dalam praktikum termokromis adalah sebagai berikut.
a. Spektrofotometer UV-Vis b. Pipet volume + bola hisap
c. Pembakar spritus d. Neraca Analitik
e. Erlenmeyer 100 ml f. Batang pengaduk
g. Watch glass h. Gelas ukur 50 ml
i. Termometer 100oC j. Kaki 3
k. Tabung reaksi l. Rak tabung
m. Baskom o. Labu takar
n. Pipet tetes p. Kaki tiga
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum termokromis adalah :
a. Kobal(II) klorida heksahidrat (CoCl2.6H2O)
b. Aseton
c. Akuades
d. Es batu

D. CARA KERJA
1. Kristal Kobal(II) klorida heksahidrat ditimbang seberat 1.19 g
2. Kristal tersebut dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 mL lalu ditambahkan 10 ml aquades
dan 40 ml aseton ke dalam erlenmeyer tadi.
3. Kristal dilarutkan dengan cara diaduk sampai larutan larut sepenuhnya
4. Larutan dimasukan kedalam labu ukur 100 ml lalu digojog sampai larutan homogen
(minimal 20 penggojogan).
5. Larutan tersebut dibagi menjadi 3 dan dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi.Tabung reaksi
I, berada dalam suhu kamar. Tabung reaksi II dimasukkan dalam air dingin. Tabung reaksi
III, dimasukkan dalam air panas sampai suhu 50oC.
6. Pada ketiga larutan, diamati perubahan yang terjadi dan dicatatat pada tabel pengamatan.
7. Larutan blanko dibuat untuk tujuan kalibrasi sebagai larutan pembanding dengan cara
dicampurkannya 2 ml aquades ke dalam 4 ml aseton, ditempatkan pada tabung reaksi ke 4.
8. Absorbsi ketiga larutan pada berbagai macam perbedaan temperature diukur menggunakan
UV-Vis pada panjang gelombang 400-800 nm.
9. Proses pengukuran dilakukan secara cepat untuk menjaga suhu ketiga larutan: suhu rendah,
suhu kamar, dan suhu tinggi.
E. DATA HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
1. Spektrum Hasil Pengukuran Absorbansi

Gambar 3. Spektra Pengukuran Absorbansi


2. Data Hasil Pengamatan

d c b a

Gambar 4. Warna larutan (a) blanko; (b) kobalt pd suhu kamar;


(c) kobalt pd suhu dingin; dan (d) kobalt pd suhu panas

3. Data Hasil Pengukuran


hc
 ∆ E=
λ
g 1,19
 mol= = =5 x 1 0−3 mol
Mr 237,939
 Massa CoCl2.6H2O = 1,19 gr
 Mr = 237,939
Absorbansi Warna
Larutan Suhu
λ=400-800 nm Awal Akhir
Puncak dominan λ = 510 nm
Suhu Absorbansi = 1,16 ∆E
Ungu Pink
Dingin ∆E = 3.89x10-28 J
= 7,78x10-23 kJ/mol
Puncak dominan I: λ = 510 nm
Absorbansi = 0,62
∆E = 3.89x10-28 J
= 7,78x10-23 kJ/mol
Suhu
CoCl2.6H2O Ungu Ungu
Kamar
Puncak dominan II: λ = 675 nm
Absorbansi = 0,62
∆E = 2,94 x10-28 J
= 5,88x10-23 kJ/mol
Puncak dominan λ = 675 nm
Suhu
Absorbansi = 0,98
Panas Ungu Biru
∆E = 2,94 x10-28 J
(50oC)
= 5,88x10-23 kJ/mol

F. PEMBAHASAN
Percobaan yang berjudul “Termokromis” dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2017.
Tujuan percobaan ini adalah untuk memahami suatu efek termokromis. Senyawa kompleks
akan memiliki warna yang berbeda-beda dalam larutan dan dalam temperature yang berbeda.
Alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah spektrofotometer UV-Vis, erlenmeyer,
tabung reaksi, gelas ukur, pipet volume dan bola hisap, kaca arloji, watch glass, kaki tiga,
pembakar spritus, rak tabung reaksi, batang pengaduk, termometer, baskom, pipet tetes, labu
ukur, dan neraca analitik. Bahan-bahan yang digunakan adalah kobalt(II) klorida heksahidrat
(CoCl2.6H2O), aseton, akuades, dan es batu.
Langkah kerja dalam percobaan kali ini diawali dengan kristal Kobal(II) klorida
heksahidrat ditimbang seberat 1.19 g, lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 mL,
kemudian ditambahkan 10 ml aquades dan 40 ml aseton. Setelah itu ristal dilarutkan dengan
cara diaduk sampai larutan larut sepenuhnya dan dimasukan kedalam labu ukur 100 ml lalu
digojog sampai larutan homogen (minimal 20 penggojogan). Larutan haisl pengojogan dibagi
menjadi 3 dan dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung reaksi I, berada dalam suhu
kamar. Tabung reaksi II dimasukkan dalam air dingin. Tabung reaksi III, dimasukkan dalam
air panas sampai suhu 50oC. Pada ketiga larutan, diamati perubahan yang terjadi dan dicatatat
pada tabel pengamatan. Langkah selanjutnya adalah pembuatan larutan blangko dengan cara
dicampurkannya 2 ml aquades ke dalam 4 ml aseton, ditempatkan pada tabung reaksi ke 4.
Setelah itu, absorbsi ketiga larutan pada berbagai macam perbedaan temperatur diukur
menggunakan UV-Vis pada panjang gelombang 400-800 nm. Proses pengukuran dilakukan
secara cepat untuk menjaga suhu ketiga larutan: suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi.
Ion Kobalt(II) merupakan senyawa kompleks dalam lingkungan oktahedral
[Co(H2O)6]2+ ataupun tetrahedral [CoCl4]2-. Dalam larutan yang berada pada kesetimbangan,
berlaku reaksi berikut:
[Co(H2O)6]2+ + 4 Cl- ⇌ [CoCl4]2- + 6 H2O
Oktahedral Tetahedral
Pada kondisi setimbang atau suhu kamar, larutan akan berwarna ungu karena ion octahedral
dan tetrahedral ada secara bersamaan di dalam larutan. Kemudian dengan memberikan
perlakuan suhu yang berbeda, akan terjadi perubahan warna larutan sampel. Ketika suhu
dibuat dingin, warna larutan berubah menjadi pink. Sedangkan untuk perlakuan pemanasan,
warna larutan berubah menjadi biru. Warna biru ini karena ion tetrahedral mendominasi pada
keadaan suhu tinggi.
Menurut Sugiyarto dan Suyanti (2010: 296), garam kobalt (II) akan berwarna pink
jika ion logam ini mengadopsi geometri oktahedral, misalnya [Co(H2O)6]2+ tetapi berwarna
biru apabila mengadopsi geometri tetrahedral, misalnya sebagai [CoCl4]2-. Hasil yang smaa
juga terjadi pada proses pelarutan kristal pink CoCl2.6H2O di dalam aseton; dalam hal ini
pelarut aseton berfungsi menarik ligan air di sekililing ion Co 2+, sehingga posisi ligan
digantikan oleh ion Cl- namun membentuk geometri yang berbeda.
[Co(H2O)6]2+ (aq) + 4Cl- (aq) ⇌ [CoCl4]2- (aq) + 6H2O (l)
Pink biru
Pada kompleks oktahedral, logam berada pada pusat oktahedron dan ligan-ligan
berada di enam sudut oktahedron. Arah sumbu x, y, dan z terhadap tiga titik yang berdekatan
pada oktahedron ditunjukkan oleh gambar 5.
Gambar 5. Struktur Oktahedral
2 2 2
Orbital d , d
z x y yang berada pada sumbu oktahedral mengalami tolakan lebih besar
dari pada dxy, dxz, dyz yang berada diantara sumbu oktahedral karena adanya tolakan dari ligan.
Hal ini mengakibatkan pemisahan (splitting) orbital d, dimana orbital dz2 dan dx2y2 (orbital eg)
mengalami kenaikan energi sedangkan orbital dxy, dxz, dyz (orbital t2g) mengalami penurunan
energi.
Perbedaan energi kelompok t2g dan eg yang dinyatakan dengan lambang A0 disebut
energi pemisahan medan kristal yang juga merupakan ukuran kekuatan medan kristal.
Koordinasi tetrahedral memiliki kesamaan dengan koordinasi kubus. Pada sistem kubus
empat ligan tidak secara langsung mendekati orbital-orbital d dari logam, akan tetapi ligan-
ligan ini lebih mendekat pada orbital-orbital yang berada searah dengan sisi kubus (d xy, dxz,
dan dyz (orbital t2g)) daripada orbital yang searah dengan pusat kubus (dz2 dan dx2y2 (orbital
eg)). Orbital t2g akan berada pada tingkat energi yang lebih tinggi sementara orbital eg akan
stabil pada tingkat energi di bawahnya, sehingga akan membentuk diagram energi yang
berkebalikan dengan medan oktahedral.
Hasil analisis menggunakan spektofotometer UV-Vis menunjukkan bahwa pada
temperatur kamar, terdapat dua struktrur yang dominan pada larutan kompleks kobalt(II). Dua
struktur ini dapat diamati dari munculnya dua puncak pada intensitas yang hampir sama.
Kedua puncak ini menunjukkan bahwa terdapat dua struktur dalam larutan tersebut, yaitu
struktur oktahedral dan struktur tetrahedral.
Sukardjo (1989) menyatakan bahwa energi untuk struktur oktahedral memiliki harga
yang lebih besar daripada struktur tetrahedral. Peristiwa ini disebabkan karena pada medan
tetrahedral hanya terdapat empat ligand sedangkan pada medan oktahedral ada enam ligand,
ditambah lagi tidak adanya ligand yang langsung searah dengan orbital d pada medan
tetrahedral.
Energi berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Semakin besar energi, maka
panjang gelombang akan semakin pendek. Dengan demikian, dari kedua puncak yang tampak
pada larutan kobalt(II) pada temperatur kamar, puncak I (λ=510 nm) dengan panjang
gelombang yang lebih pendek (energi lebih tinggi) mengindikasikan puncak untuk ion
oktahedral [Co(H2O)6]2+, sedangkan puncak II (λ=675 nm) mengindikasikan struktur
tetrahedral [CoCl4]2-. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa energi yang
dibutuhkan untuk pembelahan orbital oktahedral adalah 7,78x10-23 kJ/mol dan untuk orbital
tetrahedral adalah 5,88x10-23 kJ/mol.
Pada temperatur kamar, ion yang ada dalam larutan berada pada kesetimbangan
antara struktur oktahedral [Co(H2O)6]2+ dan tetrahedral [CoCl4]2-. Hal ini dapat dilihat pada
spektra UV Vis terdapat dua puncak yang dominan pada panjang gelombang 510 nm yang
menunjukkan senyawa oktahedral [Co(H2O)6]2+ dan 675 nm yang menunjukkan senyawa
tetrahedral [CoCl4]2-.
Pada suhu tinggi, larutan hanya menunjukkan 1 puncak dominan pada hasil analisis
spektrofotometer. Puncak yang dominan adalah puncak pada λ=675 nm yang
mengindikasikan ion tetrahedral [CoCl4]2-. Hal sebaliknya terjadi pada suhu rendah. Satu
puncak dominan terlihat pada λ=510 nm yang mengindikasikan ion [Co(H2O)6]2+ dengan
struktur oktahedral. Secara keseluruhan percobaan kali ini telah sesuai dengan teori yang ada.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
1. Pada temperatur kamar terdapat kesetimbangan dominasi kompleks octahedral
[Co(H2O)6]2+ dan tetrahedral [CoCl4]2-, pada temperatur rendah (dingin) didominasi oleh
senyawa octahedral [Co(H2O)6]2+, sedangkan pada temperatur tinggi (panas) larutan lebih
didominasi oleh senyawa tetrahedral [CoCl4]2-.
2. Perubahan warna senyawa kompleks karena adanya efek termokromis yang disebabkan
karena adanya splitting elektron yang ada pada orbital d. Pendinginan dan pemanasan
akan mempengaruhi energi, apabila temperatur tinggi maka akan terjadi perpindahan
elektron dari yang berenergi rendah ke yang energi tinggi dan pada temperature rendah
akan terjadi perpindahan elektron dari yang berenergi tinggi ke yang berenergi rendah.
H. PERTANYAAN DAN TUGAS
1. Pada temperatur rendah, bentuk yang manakah dari senyawa kompleks di atas yang
dominan? Demikian juga pada temperature kamar dan tinggi?
Pada temperature kamar, terjadi kesetimbangan dominasi octahedral [Co(H2O)6]2+ dan
tetrahedral [CoCl4]2+ yang ditunjukkan adanya dua puncak serapan yang tinggi. Pada
temperatur dingin didominasi oleh senyawa octahedral [Co(H2O)6]2+. Pada temperatur
panas pada larutan lebih didominasi oleh senyawa tetrahedral [CoCl4]2.
2. Jelaskan fenomena pertanyaan No.1 tersebut berdasarkan kekuatan ligan H2O dan Cl-.
Berdasarkan kekuatan ligan H2O dan Cl-, kekuatan ligan H2O lebih besar dibanding ligan
Cl-. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, ligan H2O membentuk senyawa
kompleks octahedral dengan Co sebagai pusat atomnya, sedangkan Cl - membentuk
senyawa kompleks tetrahedral dengan Co sebagai pusat atomnya. Hal ini diketahui dari
ligan Cl- yang mudah tereksitasi dalam senyawa menjadi warna biru pada suhu tinggi
kemudian akan kembali ke suhu normal dengan cepat dikarenakan ligannya mempunyai
medan yang lemah (weak ligand). Berbeda dengan ligan H2O yang terjadi pada saat suhu
rendah yang ditandai dengan warna pink yang lebih lama dipertahankan perubahannya, hal
ini dikarenakan ligannya H2O mempunyai kekuatan ligan yang besar dibandingkan Cl-.
Kekuatan ligan H2O lebih kuat dari kekuatan ligan Cl-. Sehingga pada saat didinginkan
dimana energinya berarti rendah maka ligan yang yang mudah lepas adalah Cl- dimana
senyawa tetrahedral akan berubah menjadi senyawa oktahedral. Sedangkan pada suhu
panas lebih didominasi oleh senyawa tetrahedral,karena dengan dipanaskan energinya akan
tinggi sehingga dapat memutus ikatan ligan H2O sehingga ada senyawa oktahedral yang
berubah menjadi senyawa tetrahedral.
DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., Kusnandar, F., & Herawati, D. (2011). Analisis Pangan. Jakarta: PT. Dian
Rakyat
Cotton, F.A. & Wilkinson, G. (1988). Advanced Inorganic Chemistry, Fifth Edition. New York:
John Wiley and Sons Inc.
Cotton. F.A., Wilkinson, G., & Gauss, P. L. (1995). Inorganic Chemistry, Third Edition. New
York: John Wiley and Sons Inc.
Huheey, J.E. & Keither, R.L. (1993). Inorganic Chemistry, Fourth Edition. Hamper Collins
College Publisher, New York.
Lee, J. D. (1994). Consise Inorganic Chemistry, Fouth Edition. London: Chapman and Hall.
Svehla, G. (1979). Teksbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis. London:
Longman Group Limited.
Sugiyarto, K. H. (2008). Aplikasi Teori Grup dalam Kimia Anorganik Transisi. Yogyakarta:
FMIPA UNY.
Sugiyarto, K. H. (2012). Dasar-dasar Kimia Anorganik Transisi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyarto, K. H., & Suyanti, R. D. (2010). Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sukardjo. (1992). Kimia Koordinasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Sutrisno, H. & Amanatie. (2016). Diktat Praktikum Kimia. Yogyakarta: Pascasarjana UNY.
Suyanti, R. D. (2008). Kimia Koordinasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai