Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

TERMOKROMIS

DOSEN PENGAMPU
Dr. Hari Sutrisno
NIP. 196704071992031002

OLEH
INDRY ARISKA
18708251006
KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
TERMOKROMIS

A. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui efek termokromis pada senyawa kompleks pada
temperatur yang berbeda-benda.

B. Kajian Teori
Senyawa kompleks ialah suatu senyawa yang berhasil terbentuk dari ion

logam pusat dimana terdapat 1 atau bahkan lebih suatu ligan yang kemudian

akan mendonorkan elektron bebas yang berpasangan pada ion logam pusatnya.

Pendonoran pasangan elektron ligan terhadap ion logam pusat akan

menghasilkan suatu ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks

biasa disebut dengan senyawa koordinasi.

Senyawa kompleks mempunyai bilingan koordinasi serta berbagai

struktur yang berbeda-beda. Dimulai dengan bilangan koordinasi 2-8 dengan

struktur yang linear, tetrahedral, segiempat planar, triogonal bipiramidal serta

oktahedral. Tetapi sebenarnya bilangan oksidasi yang banyak ditemui ialah 6

dengan struktur oktahedral. Bentuk geomentri dari ion kompleks biasa

berdasarkan bilangan koordinasi dan ion logam. Tabel 1. Akan

memperlihatkan bahwa geometri ion kompleks mengacu ke bilangan

koordinasinya 2,4, serta 6 sebagai contoh. Jika ion kompleks dimana ion

logamnya mempunyai bilangan koordinasi 2 misalnya [Ag(NH3)2]+

mempunyai bentuk yang linear.


Tabel 1. Bilangan Koordinasi dan Bentuk dari beberapa Ion Kompleks

Material magnetik dengan senyawa kompleks yang memakai ion-ion


logam transisi serta berbagi macam ligan. Hubungan ion logam yang terjadi
dengan kompleks polimer adalah hubungan intra dan inter molekuler, yang
nantinya menghasilkan senyawa yang bersifat magnetik yang baik. Senyawa
kompleks akan menghasilkan sifat feromagnetik. Sifat ini ada karena adanya
hubungan antara elektron yang tidak berpasangan pada ion-ion logam.
Kobalt termasuk kedalam logam unsur transisi. Kobalt terdapat pada
periode pertama atau unsur golongan delapan B periode keempat dalam sistem
periodik unsur. Unsur logam transisi ini mempunyai nomor ataom 27, dengan
konfigurasi elektron 3d7 yang ini dapat membentuk kompleks. Kobalt dapat
dikatakan cukup stabil baik itu berada pada Co (II) maupun Co(III). Tetapi
dalam senyawa yang sederhana Co, Co (II) relatif lebih stabil daripada
Co(III). Untuk segi warna kobalt berwarna abu-abu layaknya baja tetapi dapat
juga berwarna merah saat berada pada bentuk senyawa yang kompleks.
Sifatnya magnet, dengan berat atom 58,933200 gram/mol, sementara untuk
titik didihnya 2870 oC serta berat jenis 8,90 g/cm-3.
Kobalt termasuk senyawa yang mudah larut dalam asam mineral yang
encer, bilangan oksidasinya +2 dan +3 namun +2 lebih stabil bila dibandingkan
dengan +3. Jika didalam larutan kobalt berupa senyawa kompleks Co(H2O)63+
yang bersifat stabil. Kobalt jika dilarutan air berupa ion Co2+ berwarna merah
sementara kobalt berwrna biru sifatnya non hidrat. Kobalt (III) yang berbentuk
hidrat dan nonhidrat keduanya memiliki sifat yang sama yaitu stabil.
Senyawa kobalt (II) yang kompleks umumnya bentuk oktahedral dan
tetrahedral. Kobal dengan benzyl-2,4-dinitrophenylhydrazone mempunyai
bilangan koordinasi 6 serta oktahedral, seperti gambar 1.

Gambar 1. Bentuk Oktahedral Kobalt

Sementara untuk geometri tetrahedral pada pyrrolyl-2-carboxaldehyde


isonicotinoylhydrazone dengan koordinasi 4 disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Bentuk Tetrahedarl Kobalt

Oktahedral dan Tetrahedral terbentuk dari logam transisi kobalt (Co)


dan ligan yang saling berikatan. Ligan merupakan salah satu molekul yang
bersifat netral yang mempunyai paling tidak 1 satu pasangan elektron bebas
yang akan bertindak sebagai pendonor pasangan elektron. Ligan yang
membantu dalam memberikan donor 1 pasangan elektron pada logam disebut
dengan monodentat. Sementara ligan yang mendonorkan 2 pasangan elektron
disebut bidentat. Ligan yang menghasilkan bentuk cincin dari hasil ligan yang
diberikan 2 atau lebih pasangan elektronnya dapat menambah kestabilan
senyawanya. Dalam ikatan kobalt dengan senyawa kompleks yang berbentuk
oktahedral maupun tetrahedral mempunyat sifat stabil yang terbilang cukup
tinggi karena mendapatkan lebih dari 2 pasangan elektron bebas dari ligan
yang berikatan dengannya.
Kromis atau efek dari perubahan warna pada beberapa senyawa
kompleks dapat dipengaruhi karena terjadi pada orbital d dari ion logam
pusatnya. Medan ligan salah satu penyebab terjadinya transisi secara elektronik
pada senyawa kompleks. Energi radiasi yang diserap dapa berupa energi panas
ataupun energi matahari yang akan mengakibatkan elektron pada orbital yang
mempunyai energi rendah akan berpindah ke yang lebih tinggi. Penyerapan
energi ataupuun sinar akan mengakibatkan perubahan warna senyawa
kompleks. Apabila terjadi perubahan warna karena adanya energi panas yang
diserap, hal inilah yang dikatakan sebagai Termokromis. Tetapi, apabila warna
baru mengalami perubahan warna setelah adanya energi matahari yang diserap
ini sisebut dengan fotokromis.
Energi antara atom yang berbeda yang ada dalam keadaan dasar dengan
keadaan tereksitasi sama dengan energi foton/termo yang diserap namun
berbnding terbalik dengan panjang gelombang cahayanya. Sebab, hnya
gelombang cahaya (λ) tertentu yang dapat menyerap (gelombang yang
memilki energi sama dengan energi eksitasi), senyawa inilah yang
menghasilkan warna yang koplementer (gelombang cahaya yang tidak
mengalami penyerapan). Banyaknya energi foton yang mengalami penyerapan
dapat diketahui apabila jumlah panjang gelombang cahaya diketahui. Mengacu
pada hukum Planck, energi penyerapan tersebut dapat dihitung dengan
persamaan dibawah ini:
𝑐
E = h v atau h
λ
Keterangan
E : Energi yang akan diserap pada saat perpindahan elektron (J)
h : Ketetapan Plank (6,62 x 10 -34 Js)
c : Kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
λ : panjang gelombang (m)

keterkaitan antara energi dari berbagai keadaan kuantum diujikan oleh


orbital atom serta teori medan ligan. Apabila ada panjang gelombang tertentu
yang mudah mengalami penyerapan oleh benda, maka apabila diamati cahaya
yang akan dipantulkan melalui benda tersebut terlihat komplementer. Semntara
jika ion kompleks didonorkan energi cahaya maka yang akan terjadi pada
orbital yang rendah energi akan tereksitasi pada orbital yang tinggi denga kata
lain energi yang menyerap cahaya sama dengan harga ∆. Dimana semakin
kecil ∆ maka semakin kecil pula energi yang dibutuhkan untuk eksitasi. Sebab,
energi cahaya tergantung pada panjang gelombang yakni semakin pendek
panjang suatu gelombang maka energinya semakin tinggi. Cahaya tampak
terdiri dri radiasi dengan panjang gelombang 400-700 nm. Warna zat yang
dilihat dengan mata merupakan komponen yang tidak dapat diserapoleh zat.
Apabila zat yang diserap cahaya warnanya biru maka zat tersebut akan terlihat
berwarna merah orange. Warna-warna ini dapat ditangkap alat yang disebut
dengan Spektrofotometri UV-Vis.

Tabel 2. Warna yang diserap dan yang diteruskan


Panjang gelombang Warna yang dapat
Warna yang diserap
yang diserap (nm) dilihat
410-490 Ungu/biru kehjauan Kuning/merah
490-530 Biru kehijauan/hijau Merah/ungu
530-580 Hijau/kuning Ungu/biru
580-680 Kuning/merah Biru/biru kehijauan
C. Alat dan Bahan

1. Alat
a) Spektrofotometer UV-Vis 1 set
b) Pembakar spiritus 1 buah
c) Kaki tiga 1 buah
d) Kawat kasa 1 buah
e) Termos es 1 buah
f) Termometer 1 buah
g) Neraca digital 1 buah
h) Tabung reaksi 3 buah
i) Erlenmeyer 100 ml 1 buah
j) Cawan 1 buah
k) Rak tabung reaksi 1 buah
l) Gelas ukur 50 ml 1 buah
m) Gelas ukur 10 ml 1 buah
n) Gelas beker 250 ml 1 buah
o) Pipet tetes 2 buah
p) Spatula 1 buah

2. Bahan
a) Kobalt (II) klorida heksahidrat atau CoCl3. 6H2O 1,19 gram
b) Aquades 10 ml
c) Aseton 40 ml
d) Es batu
e) Air

D. Cara Kerja
1. Menimbang kobal (II) klorida heksahidrad sebanyak 1,19 gram
2. Mengukur aquades sebanyak 10 ml dan Aseton sebanyak 40 ml
3. Melarutkan kobal (II) klorida heksahidrad, aquades, dan aseton kedalam
erlemenyer
4. Kemudian membagi larutan kedalam 3 tabung reaksi dengan jumlah larutan
yang sama. Tabung reaksi 1 diberi label suhu kamar, tabung 2 air es dan
tabung 3 air panas 70◦ C
5. Untuk tabung reaksi 1 (suhu kamar) untuk mengukur panjang
gelombangnya dan spektra absorpsi dengan spektrafotometer sinar tampak
6. Untuk tabung reaksi 2, memasukkan kedalam termos air es kemudia
melakukan hal yang sama yaitu mengukur panjang gelombang dan spektra
absorpsinya dengan alat spektrafotometer sinar tampak
7. Untuk tabung reaksi 3 memasukan tabung reaksi kedalam air yang telah
dipanaskan selanjutnya melakukan pengukuran seperti pada tabung reaksi 1
dan 2

E. Data Hasil Praktikum

λ (nm)
No Larutan CoCl2. H2O Warna Panjang Absorbansi
gelombang
1 511,46 0,653
Tabung I ( suhu kamar ) Violet
668,75 0,811
2 511,98 0,990
Tabung II ( dingin ) Merah muda
668,75 0,829
3 516,67 0,769
Tabung III ( panas ) Biru
670,31 1,484
F. Analisis Data
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh analisis data sebagai
berikut :
Tabung reaksi 1 (suhu kamar)
1. Energi penyerapan suhu pada puncak gelombang I (λ1= 511,46 nm)
𝑐
𝐸𝜆1 = ℎ
𝜆1
3𝑥108 𝑚/𝑠
𝐸𝜆1 = 6,62 𝑥 10−34 𝐽𝑠 ×
5,11 𝑥 10−7 𝑚
𝑬𝝀𝟏 = 3,89 x 10-19 J

2. Energi penyerapan suhu pada puncak gelombang II (λ1 = 668,75 nm)


𝑐
𝐸𝜆2 = ℎ
𝜆2
3𝑥108 𝑚/𝑠
𝐸𝜆2 = 6,62 𝑥 10−34 𝐽𝑠 ×
6,69 𝑥 10−7 𝑚
𝑬𝝀𝟐 = 2,97 x 10-19 J

Tabung reaksi 2 (suhu dingin)


1. Energi penyerapan suhu pada puncak gelombang I (λ1= 511,98 nm)
𝑐
𝐸𝜆1 = ℎ
𝜆1

−34
3𝑥108 𝑚/𝑠
𝐸𝜆1 = 6,62 𝑥 10 𝑎𝐽𝑆 ×
5,12𝑎𝑥 10−7 𝑚
𝑬𝝀𝟏 = 3,88 x 10-19 J

2. Energi penyerapan suhu pada puncak gelombang II (λ1 = 668,75 nm)


𝑐
𝐸𝜆2 = ℎ
𝜆2
3𝑥108 𝑚/𝑠
𝐸𝜆2 = 6,62 𝑥 10−34 𝐽𝑠 ×
6,69 𝑥 10−7 𝑚
𝑬𝝀𝟐 = 2,97 x 10-19 J
Tabung reaksi 3 (suhu panas)
1. Energi penyerapan suhu pada puncak gelombang I (λ1= 516,67 nm)
𝑐
𝐸𝜆1 = ℎ
𝜆1

−34
3𝑥108 𝑚/𝑠
𝐸𝜆1 = 6,62 𝑥 10 𝐽𝑠 ×
5,17 𝑥 10−7 𝑚
𝑬𝝀𝟏 = 3,84 x 10-19 J

2. Energi penyerapan suhu pada puncak gelombang II (λ1 = 670,31 nm)


𝑐
𝐸𝜆2 = ℎ
𝜆2
3𝑥108 𝑚/𝑠
𝐸𝜆2 = 6,62 𝑥 10−34 𝐽𝑠 ×
6,7 𝑥 10−7 𝑚
𝑬𝝀𝟐 = 2,96 x 10-19 J

G. Pembahasan
Praktikum Termokromis dilakukan pada hari jumat 01 maret 2019.
Dimana praktikum ini bertujuan untuk mengetahui efek termokromis
senyawa komplek pada kobalt (II) heksahidrat (CoCl3.6H2O), saat berada
pada temperatur yang berbeda. Untuk mempercepat proses yang terjadi
senyawa kobalt tadi dicampurkan dengan aseton. CoCl3.6H2O yang mula-
mula berbentuk padatan yang berwarna merah ditambahkan aquades
sebanyak 10 ml tentunya CoCl3.6H2O tetap pada warna dasarnya yaitu merah
setelah CoCl3.6H2O dilarutkan aquades barulah kemudian dicampurkan lagi
dengan aseton dan terjadilah perubahan warna setelah pencampuran tersebut
yaitu menjadi warna violet.
Larutan yang telah dibuat kemudian dibagi menjadi 3 dan
ditempatkan pada temperatur yang berbeda-beda yakni temperatur kamar,
dingin, serta panas 70 ◦ C. Untuk tabung reaksi 1 pada suhu kamar dibiarkan
saja dan tentunya tidak akan mengalami perubahan warna lagi. Sementara
untuk tabung reaksi 2 dengan temperatur dingin ditempatkan pada termos
yang berisikan es batu selama beberapa menit kemudian diamati perubahan
warna yang terjadi. Sedangkan tabung reaksi 3 yang temperatur panas
diletakkan pada gelas kimia yang berisi air yang telah dipanaskan sehingga
suhunya naik 70 ◦ C dengan pembakar spiritus kemudian diamati perubahan
warna yang terjadi selama pemanasan terjadi.
Pemberian temperatur yang berbeda-beda pada larutan CoCl3.6H2O
ternyata menghasilkan perubahan warna yang berbeda. Pada temperatur
dingin larutan CoCl3.6H2O berubah warna menjadi merah muda sementara
pada temperatur panas menjadi warna biru. Perubahan warna yang berbeda
pada suhu tertentu inilah yang disebut dengan efek termokromis yang terjadi
pada larutan kobalt (II) klorida heksahidrat. Setelah ketiga larutan diamati
perubahan warna yang terjadi secara kasat mata kemudian dilanjutkan pada
proses menganalisis perubahan warna yang terjadi dengan menggunakan alat
Spekrofotometer UV-Vis. Dimana dengan alat ini dapat diperoleh nilai
panjang gelombang (λ) serta nilai absorbansinya. Berikut ini merupakan
hasilnya dari ketiga jenis tabung reaksi CoCl3.6H2O:

Gambar 3. Grafik spektrofotometer dari CoCl3.6H2O

Gambar 3 menyajikan 3 grafik yang berbeda-beda yakni berwarna


merah, hijau muda dan juga hijau tua. Untuk grafik yang berwarna hijau tua
merupakan pola gelombang larutan CoCl3.6H2O yang ditempatkan pada suhu
kamar dari hasil analisis dengan Spekrofotometer UV-Vis diperoleh panjang
gelombang λ1 = 511,46 nm dan λ2 = 668,75 nm. Berdasarkan analisis tersebut
dapat dilihat bahwa terdapat 2 jenis struktur pada larutan yakni oktahedral
serta tetrahedral. Kemudian setelah panjang gelombang didapatkan dilakukan
perhitungan energi yang telah diserap dengan menggunakan persamaan yang
mengacu pada hukum Plank dan didapat besarnya energi yang diserap pada
panjang gelombang λ1 = 511,46 ialah sebesar 3,89 x 10-19 J sementara untuk
panjang gelombang λ2 = 668,75 nm sebesar 2,97 x 10-19 J. Dari hasil
perhitungan besarnya nilai energi yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan
bahwa larutan CoCl3.6H2O dengan panjang gelombang λ1 = 511,46 nm
bentuknya oktahedral [Co(H2O)6]2+ sementara λ2 = 668,75 nm bentuknya
tetrahedral [CoCl4]2-. Hasil temuan ini sesuai dengan apa yang dinyatakan
oleh Sukardjo (1989) bahwa energi yang diperoleh struktur yang berbentuk
oktahedral harganya lebih besar bila dibandingkan dengan besarnya energi
yang diperoleh struktur tetrahedral. Hal ini terjadi dikarenakan medan
tetrahedral hanya mendapat 4 ligan nilai yang lebih besar dipeoleh medan
oktahedral dengan julah 6 ligand dan juga tidak ada ligand yang yang searah
orbital d dengan medan magnet pada tetrahedral.
Energi sendiri berbanding terbalik dengan panjang suatu gelombang.
Dimana semakin besar energi, maka panjang gelombang semakin pendek.
Sehingga dapat dilihat berdasarkan 2 puncak yang terlihat pada larutan
CoCl3.6H2O temperatur kamar pada puncak 1 = 511,46 nm panjang
gelombangnya lebih pendek maka secara otomatis energinya lebih besar hal
inilah mengindikasi puncak ini dengan struktur oktahedral [Co(H2O)6]2+
sementara untuk puncak 2 = 668,75 nm panjang gelombangnya lebih panjang
maka energinya lebih kecil sehingga mengindikasipuncaknya dengan struktur
tetrahedral [CoCl4]2 .
Grafik dengan warna hijau muda ialah pola gelombang yang
digambarkan larutan CoCl3.6H2O pada temperatur dingin. Dari grafik dapat
kita lihat bahwa hanya ada 1 puncak gelombang yang dominan yakni pada
panjang gelombang λ1 = 511,98 nm yang mengindikasi adanya ion
[Co(H2O)6]2+ dengan bentuk struktur oktahedral. Sehingga dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa pada temperatur yang rendah CoCl3.6H2O akan
cenderung membentuk struktur yang oktahedral dengan warna yang juga
berbeda yakni merah muda.
Grafik yang berwarna merah ialah pola gelombang yang ditunjukkan
dari larutan CoCl3.6H2O dengan suhu panas sekitar 70 ◦ C. Dari grafik yang
disajikan terdapat satu pincak yang terlihat lebih dominan dibandingkan
dengan yang lainnya yaitu pada panjang gelombang λ2 = 670,31 nm hal ini
lah yang mengindikasi adanya ion [CoCl4]2- yang berbentuk tetrahedral.
Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada suhu yang tinggi larutan
CoCl3.6H2O cenderung membentuk struktur tetrahedral dengan perubahan
warna menjadi biru.

H. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Efek termokromis pada larutan kobalt (II) klorida heksahidrat perubahan
warna larutan dapat terjadi apabila larutan berada pada suhu yang
berbeda. Seperti yang telah dilakukan larutan CoCl3.6H2O disuhu kamar
berwarna violet, suhu dingin (rendah) berwarna merah muda dan pada
suhu panas (tinggi) berwarna biru.
2. Larutan CoCl3.6H2O yang ditempatkan pada suhu kamar menunjukkan
struktur kesetimbangan oktahedral [Co(H2O)6]2 dan tetrahedral [CoCl4]2-,
sementara pada saat larutan ditempatkan pada suhu dingin (rendah)
strukturnya oktahedral [Co(H2O)6]2+, sedangkan larutan yang
ditempatkan pada suhu panas (tinggi) struktur yang terlihat dominan
ialah tetrahedral [CoCl4]2-.
3. Semakin besar nilai panjang gelombang (λ) semakin kecil nilai energi
yang diserap Dimana nilai panjang gelombang (λ) berbanding terbalik
dengan nilai energi yang diserap.
I. Pertanyaan
1. Pada temperatur rendah, bentuk yang manakah dari senyawa kompleks di
atas yang dominan? Demikian juga pada temperatur kamar dan tinggi?
Jawaban:
a. Senyawa kobalt (II) klorida heksahidrat pada suhu dingin (rendah),
bentuk yang dominan ialah oktahedral [Co(H2O)6]2+ .
b. Senyawa kobalt (II) klorida heksahidrat (CoCl3.6H2O) pada suhu
panas (tinggi), bentuk yang dominan ialah tetrahedral [CoCl4]2-.
c. Senyawa kompleks Co(II) pada temperatur kamar, bentuk yang
dominan adalah keduanya yaitu oktahedral [Co(H2O)6]2+ dan
tetrahedral [CoCl4]2-.
2. Jelaskan fenomena pertanyaan No. 1 tersebut berdasarkan kekuatan ligan

H2O dan Cl-!

Jawaban:
a. Pembentukan ion oktahedral [Co(H2O)6]2+ dan ion tetrahedral
[CoCl4]2- dalam pelarutan kristal CoCl3.6H2O dengan menggunakan
air kemudian ditambahkan dengan aseton terjadi karena adanya
penambahan aseton yang berfungsi menarik ligan air. Pada kondisi
kesetimbangan yaitu tepat pada saat terjadinya perubahan warna,
pergeseran kesetimbangan warna sangat sensitif dengan temperatur,
yaitu biru (ion tetrahedral [CoCl4]2-) pada saat pemanasan tetapi
menjadi merah muda (ion oktahedral [Co(H2O)6]2+) pada pada
pendinginan
b. Ligan merupakan anion (X- ; contoh: Cl-) atau molekul netral yang
terikat langsung dengan ion atau atom pusat. Pada ion kompleks
terjadi ikatan kovalen koordinat sehingga ligan-ligan yang terikat
inilah sebagai pendonor elektron ke atom pusat agar tetap stabil
(mencapai aturan oktet), maka ligan-ligan tersebut harus ada PEB-nya
(pasangan elektron bebas).
c. Kekuatan dari ligan diatas adalah : H2O > Cl-
J. Daftar Pustaka

Hari Sutrisno, Senam. (2016). Praktikum Kimia. Yogyakarta:Program


Pascasarjana UNY.

K.H. Sugiyarto., R.D. Suyanti. (2010). Kimia anorganik logam. Yogyakarta:


Graha Ilmu

Miessler, G.A. & Tarr, D.A. (2003). Inorganic chemistry (3rd ed.). Englewood
Cliffs. New Jersey: Prentice Hall.

Raman N, S., Ravichandran. and Thangaraja, C. (2004). Copper (II), Cobalt


(II), Nickel (II) and Zinc (II) Complexes of Schiff Base Derived from
Benzil-2,4-dinitrophenylhydrazone with Aniline. Journal Chemistry
Science. 116(4), 215-219.

Raymond Chang. (2005). Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Saria, Y., Lucyanti, Hidayati, N. & Lesbani, A. (2012). Sintesis Senyawa


Kompleks Kobalt dengan Asetilasetonato. Jurnal Penelitian
Sains, 15(3), 115-117.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Yogyakarta: Bina Aksara
LAMPIRAN
Grafik pada suhu dingin

Grafik pada suhu kamar


Grafik pada suhu panas
DOKUMENTASI

Mencampurkan kobalt dengan


Pada saat menimbang kobalt aquades

Hasil pencampuran aquades,kobalt


Memasukkan aseton dan aseton

Dibagi kedalam 3 tabung reaksi Setelah didinginkan

Setelah dipanaskan

Anda mungkin juga menyukai