Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi telah membuat kehidupan mengalami perubahan yang

signifikan, bahkan terjadi degradasi moral dan sosial budaya yang cenderung

kepada pola-pola perilaku menyimpang. Hal ini sebagai dampak pengadopsian

budaya luar secara berlebihan dan tak terkendali oleh sebagian anak-anak kita.

Persepsi budaya luar ditelan mentah-mentah tanpa mengenal lebih jauh nilai-nilai

budaya luar secara arif dan bertanggung jawab. Tak dipungkiri pula, kehadiran

teknologi yang serba digital dewasa ini banyak menjebak Anak-anak kita untuk

mengikuti perubahan.

Umur 12 - 15 tahun, adalah fase umur dimana anak-anak sedang

mengecap bangku pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah

Tsanawiyah. Mereka adalah anak-anak yang sedang dalam fase anak-anak awal.

Pada fase usia SMP/MTs, mereka sudah mulai cenderung susah untuk diatur dan

cenderung suka meniru-niru trend yang sedang berkembang. Kecenderungan ini

tampak sekali bertolak belakang dengan tata tertib yang dibuat oleh sekolah yang

cenderung mengikat siswa dengan berbagai aturan kaku. Tentu saja, aturan dalam

tata tertib sekolah ini sangat membelenggu mereka, sehingga mereka cenderung

untuk melakukan pelanggaran itu. Contoh aturan yang sering mereka langgar

antara lain, tidak diperkenankan membawa HP ke sekolah, menggunakan celana

ketat, rok yang agak pendek, baju yang agak ketat, tidak memakai lambang/badge

sekolah, rambut panjang, membolos, mengkonsumsi obat-obatan terlarang,

1
2

berkelahi, dan sebagainya. Banyak sekolah yang tidak memperkenan

muridnya membawa HP ke sekolah. Alasannya, siswa belum siap dengan

kemajuan teknologi. Mereka belum bisa membedakan, mana yang memberikan

manfaat buat pendidikan sekolah, dan mana yang tidak. Mereka lebih sering

membawa HP untuk keperluan selfie, facebook, twitter, instagram, dan media

sosial lainnya.

Globalisasi yang terus menuntut kita untuk bermetamorfosa kadang

memang membawa banyak dampak baik. Tapi seringkali dampak buruk pun

mengikutinya di belakang. Jika kita amati foto-foto anak-anak tempo dulu. Kita

nilai mereka dari aspek berpakaian. Sebagian besar mereka kelebihan bahan

(tertutup). Memang ada satu dua yang memilih pakaian terbuka di era lalu, namun

perbandingannya lebih banyak yang mengenakan pakaian tertutup. Kontras

dengan kenyataan di abad 20 ini. Kalau dulu yang berpakaian memancing

kebanyakan para pelaku entertainer, kalau sekarang tak peduli entertainer atau

bukan samasaja. Sebenarnya hati ini semakin miris melihatnya.

Degradasi moral sudah tak dihiraukan lagi. Masih mending jika yang

mengalami degradasi mereka yang sudah dewasa. Sebab setidaknya usia produktif

mereka akan segera habis. Namun bila anak-anak yang mengalami degradasi

Bagaimana nanti saat dia dewasa Takutnya nanti malah semakin menjadi. Terus

bagaimana jalan negeri ini bila dipimpin oleh mereka yang kurang bermoral Perlu

diingat, yang menyerang moral anak-anak bukan hanya dalam cara berpakaian,

namun masih banyak lagi.


3

Adanya globalisasi seharusnya bisa meningkatkan moral masyarakatnya jika

diimbangi dengan pengetahuan dan tindakan preventif yang kuat dari masyarakat

itu sendiri. Namun sayangnya masih banyak diantara kita termasuk anak-anak

yang kurang bisa menyaring budaya mana saja yang baik dan sesuai dengan

budaya Indonesia. Seakan-akan semua budaya Barat ditelan mentah-mentah,

entah dari gaya berpakaian, tingkah laku sehari-hari serta gaya hidup yang

kebarat-baratan dianggap sebagai sesuatu yang sangat modern dan dapat

dibanggakan jika kita dapat menirukannya. Lalu fenomena Anak-anak apa saja

yang umum terjadi saat ini sedang menghantui lingkungan kita?

1. Budaya hedonisme, yang tinggi Budaya Barat tidak hanya memiliki dampak

positif di dalamnya, namun mereka juga memiliki budaya negatif yang patutu

dihindari masyarakat kita salah satunya adalah budaya hedonisme atau suka

jalan-jalan dengan perilaku konsumtif. Buadaya ini seiring berjalannhya waktu

semakin disukai oleh Anak-anak Indonesia. Mereka lebih suka untuk

berjlaan—jalan atau hang out bersama teman-temannya dibandingkan belajar

di rumah pada malam hari.

2. Pola berpakaian yang semakin minim Jika dibandingkan dengan beberapa

tahun lalu, saat ini kita lebih sering menjumpai Anak-anak perempuan

menggunakan pakaian yang serba mini seperti memakai hotpants dan tanktop.

Seakan-akan budaya memakai pakaian mini yang lebih menonjolkan bagian

tubuh terutama kaki saat ini sudah dianggap lumrah oleh mereka, padahal yang

namanya pikiran laki-laki terhadap wanita yang memakai pakaian mini dari

dulu sampai saat ini sama saja. Namun dengan mencontoh budaya dari luar,
4

banyaknya anak-anak yang sudah tidak terlalu mempedulikan hal tersebut.

Contohnya saja, saat ada seorang anak berjalan melewati orang tua sedang

duduk, tak jarang kita menemukan bahwa sebagian dari Anak-anak tidak

menundukan badan ataupun kepala saat berjalan. Bahkan ada beberapa yang

tidak menoleh sedikitpun terhadap apa yang dilewatinya.

Degradasi Moral adalah salah satu dampak yang dihasilkan oleh

pengaruh Globalisasi yang berarti kemerosotan moral yang terjadi pada orang-

orang yang terpengaruh oleh Globalisasi itu sendiri seperti Anak-anak dan juga

Anak-anak. Jika kita interpretasikan maka degradasi moral merupakan suatu

fenomena adanya kemerosotan atas budi pekerti seseorang maupun sekelompok

orang. Fenomena Anak-anak yang terjadi menunjukkan bahwa adanya degradasi

moral yang saat ini dialami dalam lingkungan kita. Hal yang menyebabkan

terjadinya degradasi moral ini karena adanya globalisasi yang semakin masuk ke

Indonesia.

Faktor utama yang mengakibatkan degradasi moral Anak-anak ialah

perkembangan globalisasi yang tidak seimbang. Virus globalisasi terus

menggerogoti bangsa ini. Sayangnya kita seakan tidak sadar, namun malah

mengikutinya. Kita terus menuntut kemajuan di era global ini tanpa memandang

lagi aspek kesantunan budaya negeri ini. Ketidakseimbangan itulah yang pada

akhirnya membuat moral semakin jatuh dan rusak.

Menurut Thomas Lickona (Sutawi, 2010), ada 10 aspek degradasi

moral yang melanda suatu negara yang merupakan tanda-tanda kehancuran suatu

bangsa. Kesepuluh tanda tersebut adalah: (1) meningkatnya kekerasan pada Anak-
5

anak. (2) penggunaan kata-kata yang memburuk. (3) pengaruh peer group (rekan

kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan. (4) meningkatnya penggunaan

narkoba, alkohol dan seks bebas. (5) kaburnya batasan moral baik-buruk. (6)

menurunnya etos kerja. (7) rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru. (8)

rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara. (9) membudayanya

ketidakjujuran. (10) adanya saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Sapolohe tempat saya lahir dan berkembang itu dulunya adalah Desa

dimana orang-orang atau Masyarakatnya sangat mematuhi adat yang berlaku. Di

tempat saya tinggal ini dikenal dengan desa yang damai dimana semua

masyarakatnya saling menghormati satu sama lain, menaruh hormat kepada pak

RT atau petinggi petinggi lainnya. Hampir kita tak pernah melihat kekerasan di

daerah ini semua masyarakatnya hidup tentram. Minuman keras tak pernah

berhasil masuk di desa ini. Setiap pagi jika para nelayan mendapat banyak hasil

tangkapan ikan, masyrakat semua berlomba-lomba mendekat untuk mendapat

jatah atau meminta sedikit hasil tangkapan ikan. Kebiasaan Gotong royong masih

terasa sangat kental waktu itu sampai sekarang tapi sudah agak jarang kita temui.

Pendek kata Desa Sapolohe adalah desa yang tentram. Tetapi setelah memasuki

zaman modern ada banyak yang berubah di Desa Sapolohe, sekarang minuman-

minuman keras sudah banyak di temukan di Desa ini dan sudah leluasa keluar

masuk di desa tersebut. Setiap kali jika para nelayan mendapat banyak tangkapan

ikan mereka merayakannya dengan pesta minuman keras. Tapi ada satu hal yang

juga begitu sangat terasa berubah di desa ini yaitu tata cara mereka dalam

berbicara kepada sesama masyarakat sapolohe. Bahasa kotor atau kasar sekarang
6

sudah menjadi kebiasaan di desa ini baik itu pada orang dewasa maupun anak-

anak, setiap berbicara sesama teman maupun orang yang lebih tua darinya bahasa

kotor selalu mengikut di belakangnya. Ini adalah salah satu perubahan yang besar

di sapolohe karena jika kita melihat kebelakang masyarakat sapolohe tak pernah

menggunakan bahasa kotor dalam berbicara. Dan sekarang banyak orang terutama

desa yang bersebelahan dengan desa sapolohe mengatakan bahwa masyarakat

sapolohe itu orangnya kasar setiap kali berbicara dengan kata lain moralnya tidak

baik.

Anak-anak saat ini, tutur katanya cenderung mengabaikan nilai-nilai

kesantunan. Kondisi tersebut mudah ditemukan di lingkungan rumah maupun

sekolah. Terlebih lagi saat anak berbicara dengan teman-teman sebaya cenderung

mengabaikan kesantunan tuturan. Seringanak-anak mengobrol menggunakan

kata-kata kasar, sedangkan orang tua yang harusnya memberikan contoh yang

baik bagi anak, tapi justru mempertontonkan tuturan yang tidak santun. Secara

tidak sadar orang tua memberikan contoh tuturan yang tidak santun bagi anak.

Seorang anak yang dapat bertutur santun akan lebih disukai teman-temannya.

Dalam kehidupan sosial, orang akan lebih simpatik pada lawan tutur yang santun.

Anak yang dibiasakan sejak dini bertutur santun akan lebih mudah bersosialisasi.

Bangsa Indonesia mengalami degradasi moral dan akhlak. Ironisnya,

kondisi ini juga mewabah di kalangan intelektual dan para pemegang kekuasaan.

kaum terpelajar dan para elit ini harus segera diatasi. Globalisasi dan kemajuan

teknologi komunikasi, maupun lemahnya ketahanan budaya dan merosotnya

kepribadian nasional di kalangan pemuda di Indonesia menjadi faktor pemicu


7

degradasi moral. Sehingga memunculkan kebodohan yang akhirnya melahirkan

kemiskinan dan pengangguran.

Munculnya degradasi moral itu, karena pendidikan agama, budi pekerti,

etika terabaikan selama ini. Padahal sebenarnya, itu mutlak diperlukan dalam

pembentukan dan pembinaan karakter dan moral bangsa.Pendidikan lanjutnya,

harus ditempatkan sebagai proses pembentukan karakter dan peradaban serta

meluhurkan kemanusiaan dengan cara memberinya prinsip-prinsip moral dan ilmu

pengetahuan. Sehingga perlu upaya membenahi keadaan ini sebelum semakin

parah, Moral Anak-anak dari tahun ketahun terus mengalami penurunan kualitas

atau degradasi. Dalam segala aspek moral, mulai dari tutur kata, cara berpakaian

dan lain-lain. Degradasi moral ini seakan luput dari pengamatan dan dibiarkan

terus berkembang.

Anak akan relatif mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Selain itu, Anak akan lebih bisa supel dan menghargai orang lain. Yahya (2011:

1) mengungkapkan bahwa keluarga mempunyai peranan penting dalam

pendidikan. Keluarga merupakan tempat tumbuh kembangnya anak yang pertama.

Keluarga tempat anak mendapatkan pengaruh pada masa yang sangat penting dan

paling kritis. Kebiasaan yang di kembangkan dalam sebuah keluarga akan

membentuk kepribadian seorang anak termasuk bahasa. Pergaulan dalam keluarga

dengan penggunaan bahasa yang baik dan santun akan mendorong anak

menggunakan bahasa yang santun pula. Sebaliknya, apabila orang tua

memberikan contoh yang kurang baik dalam bertutur, anak pun akan

menirukannya.
8

Akibat degradasi moral inilah banyak sekali yang membuat tingkah

laku seorang anak-anak salah satunya yaitu seringnya menggunakan bahasa kotor

pada lawan bicaranya baik itu orang yang lebih tua maupun pada yang seumuran

dengannya. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia

dalam berinteraksi dengan yang lain. Bahasa adalah yang dipergunakan oleh

orang dewasa, remaja, dan anak-anak untuk bisa saling berkomunikasi sesama

para anggota suatu masyarakat untuk kerja sama, berinteraksi, dan

mengidentifikasi diri atau Percakapan atau perkataan yang baik, tingkah laku yang

baik. Berbicara tentang tingkah laku, tentunya berhubungan dengan etika dan

bahasa. Etika merupakan perbuatan atau tingkah laku, sedangkan bahasa

merupakan alat komunikasi dalam berbagai bentuk interaksi. Bahasa adalah yang

dikeluarkan oleh alat ucap manusia yang mempunyai makna. Makna itu ada yang

bersifat positif dan ada yang bersifat negatif. Bahasa yang bersifat negatif yaitu

adalaah bahasa yang kasar atau bahasa kotor.

Bahasa kotor adalah bahasa yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia

yang mempunyai makna tidak baik atau bahasa makian. Bahasa kotor terkenal

sebagai bahasa yang bermakna tidak sopan seperti makian. Biasanya bahasa

makian digunakan pada dua situasi yang berbeda yakni pada situasi yang jelas

marah dan situasi normal yakni pada antar sesama teman atau sebaya. Pada

kondisi normal bahasa kotor digunakan bersamaan dengan bahasa yang baik oleh

generasi muda, sehingga terkesan pengucapan bahasa kotor atau kasar memiliki

nilai positif sama dengan bahasa dalam keperluan sehari-hari. Bahasa kasar atau

kotor ini sudah menjadi tradisi bagi generasi muda dalam berinteraksi. Bahasa
9

kotor atau kasar tidak hanya digunakan oleh Anak-anak pada saat marah, tetapi

juga untuk menyapa Anak-anak. Seperti yang terjadi di Kelurahan Sapolohe

Kabupaten Bulukumba, Anak-anak menganggap bahasa kotor atau kasar adalah

hal biasa dalam berbicara baik itu sesama teman seumuran atau kepada orang

yang lebih Tua sekalipun. Begitupun pada lawan bicaranya perkataan itupun

seakan tidak ada pengaruhnya. Bahkan kata-kata kotor atau kasar lebih

mempererat persahabatan mereka.Selain itu, menurut Chaer (dalam Masfufah,

2013: 103), ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam kesantunan

bertutur, yaitu

1. identitas sosial budaya para partisan (penutur dan lawan tutur)

2. topik tuturan

3. konteks waktu, situasi, dan tempat penuturan berlangsung.

Selain itu, menurut Chaer juga dipengaruhi oleh tujuan tuturan. Oleh

karena itu, hal-hal pokok tersebut menjadi pertimbangan kesantunan dalam

tuturan. Orang-orang yang berjarak sosial tinggi lazimnya menggunakan tuturan-

tuturan yang santun, sebaliknya pihak yang secara sosial dan kultural berada pada

posisi lebih rendah akan menggunakan tuturan yang lebih santun lagi (Rahardi,

2009: 28). Khususnya interaksi yang terjadi di kelurahan Sapolohe, apabila

mengacu pada aturan kesantunan bertutur guru dan pengasuh secara etika tidak

perlu bertutur terlalu santun kepada anak. Namun, tuturan imperatif yang

disampaikan guru dan pengasuh kepada anak-anak memiliki kekhasan. Tuturan

harus mempertimbangkan bahwa yang disampaikan hakikatnya bukan tuturan dari

orang dewasa kepada anak-anak. Tuturan yang disampaikan tersebut merupakan


10

‘membahasakan anak-anak’. Guru dan pengasuh bertutur untuk mengajarkan

anak-anak tuturan layaknya anak-anak kepada orang dewasa. Jadi tuturan yang di

sampaikan guru dan pengasuh merupakan prinsip kesantunan yang harus

dijalankan anak-anak ketika bertutur dengan orang dewasa.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah pokok

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah proses timbulnya kebiasaan menggunakan bahasa kotor pada

Anak-anak di Kelurahan Sapolohe?

2. Bagaimanakah dampak bagi perkembangan Anak-anak yang selalu

menggunakan bahasa kotor di Kelurahan Sapolohe?

3. Bagaimanakah solusi bagi Anak-anak agar tidak menggunakan bahasa kotor di

Kelurahan Sapolohe?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan

informasi yang jelas mengenai seringnya Anak-anak menggunakan Bahasa Kotor.

Secara rinci tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses timbulnya kebiasaan menggunakan bahasa kotor

pada Anak-anak di Kelurahan Sapolohe.

2. Untuk mengetahui dampak bagi perkembangan Anak-anak yang selalu

menggunakan bahasa kotor di Kelurahan Sapolohe.

3. Untuk menemukan alternatif atau solusi bagi Anak-anak agar tidak

menggunakan bahasa kotor.


11

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Secara teoritis dapat menambah informasi dan wawasan yang lebih konkrit

bagi Masyarakat dan Pemerintah juga bagi kita semua. dan hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi

pengembangan pengetahuan.

2. Secara praktis diharapkan dapat memberi informasi dan pemikiran serta

pertimbangan dalam dalam menangani masalah yang seperti ini.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran terhadap konsep atau istilah-

istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan batasan

atau penjelasan pengertian berikut ini.

1 Degradasi adalah kemunduruan, kemorosotan, atau penurunan dari suatu hal.

2 Moral adalah akhlak atau budi pekerti.

Anda mungkin juga menyukai