Anda di halaman 1dari 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keripik Singkong


Singkong (Manihot sp) merupakan salah satu makanan
pokok yang paling penting untuk beberapa jutaan orang di Afrika
tropis dan asia. Produksi saat ini diperkirakan mencapai
34 juta ton, Nigeria adalah produsen terbesar singkong di dunia.
Oleh karena itu, kebutuhan untuk diversifikasi penggunaan singkong
selain menjadi produk makanan tradisional sangat penting.
Pemanfaatan singkong secara industri digunakan sebagai tepung
komposit dalam roti dan produk pangan memberikan kesempatan
untuk diversifikasi aplikasi makanan seperti keripik singkong (Sanni,
2006). Keripik singkong merupakan salah satu makanan ringan
tradisional yang banyak digemari. Keberadaan keripik singkong
hampir ada di seluruh wilayah Indonesia, membuat camilan ini
banyak diproduksi. Jenis keripik dan dan cara mengolah dibeberapa
daerah kadang bervariasi. Keripik singkong menjadi oleh-oleh dan
buah tangan ketika bepergian kesuatu tempat (Yuyun, 2010). Tips
menghasilkan keripik singkong berkualitas yakni menggunakan
singkong dengan umur panen sekitar 9 bulan dan berukuran besar.
Agar keripik singkong yang dihasilkan renyah, gunakan singkong
yang memiliki daging buah berwarna putih segar dan serat kulit
agak halus. Pada saat menggoreng gunakan api sedang agar
matangnya sempurna (Redaksi AgroMedia, 2007).
Keripik singkong adalah produk makanan ringan, dibuat
dari umbi singkong (Manihot sp) diiris atau dirajang, digoreng
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan yang lain dan
tambahan makanan yang diizinkan (SNI 01- 4305-1996). Keripik
singkong diolah dengan memberikan penambahan garam. Hal ini
bertujuan untuk memberikan rasa gurih sekaligus dapat
memperpanjang umur simpan. Dalam pembuatan keripik singkong
tidak hanya garam yang diberikan tetapi juga bawang putih untuk
mencegah tumbuhnya

1
mikroorganisme (SNI 01-4305-1996). Syarat Mutu Keripik Singkong
(SNI 01-4305-1996) dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 SNI 01-4305-1996


No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Bau Normal
1.2 Rasa Khas
1.3 Warna Normal
1.4 Tekstur Renyah
2. Keutuhan, b/b % min. 90
3. Air, b/b % maks. 6,0
4. Abu, b/b % maks. 2,5
5. Asam lemak % maks. 0,7
bebas (dihitung
sebagai asam
larut), b/b
6. Bahan %
tambahan
makanan
6.1 Pewarna sesuai SNI 01-0222-
1995 dan Peraturan
Menteri Kesehatan No.
722/Menkes/Per/IX/88.
6.2 Pemanis buatan tidak boleh ada
7. Cemaran logam:
7.1 Timbal (Pb) mg / kg maks. 1,0
7.2 Tembaga (Cu) mg / kg maks. 10,0
7.3 Seng (Zn) mg / kg maks. 40,0
7.4 Raksa (Hg) mg / kg maks. 0,05
8. Arsen mg / kg maks. 0,5
9. Cemaran
mikroba
9.1 Angka lempeng koloni / g maks. 104
total
9.2 Coliform APM / g <3
9.3 Kapang koloni / g maks. 104

2
2.2 Klaster Industri
Salah satu strategi peningkatan daya saing industri pangan
lokal yang mulai dijalankan saat ini adalah pengembangan kawasan
klaster industri. Pemerintah melalui Peraturan Nomor 24 Tahun 2009
menegaskan bahwa, pembangunan kawasan industri bertujuan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah dan sekaligus
meningkatkan daya saing industri dan investasi serta memberikan
kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur
yang terkoordinasi antar sektor (Tambunan, 2013). Cluster industri
digunakan sebagai ruang dimana perusahaan berkumpul dan terus
berinovasi. Pendekatan diagram alir untuk kebijakan klaster industri
membawa aglomerasi industri pada tahap pertama dan proses
inovatif pada tahap kedua. Aglomerasi tahap pertama diwakili oleh
flowchart yang terdiri dari pembangunan kawasan industri,
pembangunan kapasitas dan undangan dari sebuah perusahaan
anchor. Pendekatan diagram alir untuk kebijakan klaster industri
cukup sederhana dan praktis untuk memungkinkan para pembuat
kebijakan untuk menggunakan pendekatan untuk implementasi
kebijakan klaster industri (Elgar, 2011).
Klaster Industri adalah sejumlah perusahaan dan lembaga
yang terkonsentrasi pada suatu wilayah, serta saling berhubungan
dalam bidang yang khusus dan mendukung persaingan. Klaster tidak
hanya dibangun dari hadirnya industri, tetapi industri harus saling
terhubung berdasarkan rantai nilai. Klaster industri dapat dipandang
sebagai suatu sistem. Setiap entitas pelaku (stakeholder) memiliki
peran sebagai organ dalam klaster industri tersebut dan terkait satu
dengan lainnya dalam metabolisme rantai nilai yang digerakkan oleh
aliran barang, jasa, uang, informasi dan pengetahuan dari satu organ
ekonomi kepada organ lainnya sebagai energi bagi setiap organ
untuk bekerja, bergerak dan saling melayani (Lestari, 2010). Salah
satu faktor kritikal dalam kesuksesan pengembangan klaster industri
adalah adanya aliran formal dan informal dari pengetahuan yang
didapatkan dari hubungan antar anggota klaster. Oleh karena itu,
salah

3
satu permasalahan dalam pengembangan klaster industri adalah
bagaimana membangun dan mempertahankan kerjasama terutama
dalam berbagi pengetahuan antar anggota klaster (Sugiarto dkk,
2012).

2.3 Pengelompokan Usaha Kecil Menengah


Pengelompokan atau klastering merupakan suatu analisis
multivariate (banyak variabel) yang berfungsi mengelompokkan
beberapa variabel atau objek. Analisis cluster adalah suatu analisis
statistik yang bertujuan memisahkan objek ke dalam beberapa
kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu
dengan yang lain. Clustering mengacu pada pengelompokan data,
observasi atau kasus berdasarkan kemiripan objek yang diteliti
(Muningsih dan Kiswati, 2015). Menurut safitri dkk (2012), analisis
cluster digunakan untuk mengklasifikasi objek atau kasus
(responden) kedalam kelompok yang relatif homogen yang disebut
cluster, objek atau kasus dalam setiap kelompok cenderung mirip
satu sama lain dan berbeda jauh (tidak sama) dengan objek dari
klaster lainnya. Menurut Sugiyanto (2012), definisi UKM yang
diterima luas saat ini belum ada definisi baku yang menjadi
pedoman. Masing-masing lembaga menentukan kriteria sendiri-
sendiri. Hal tersebut karena perubahan terjadi cepat. Numerasi
keuangan, kurs rupiah, indeks kesejahteraan manusia dan faktor lain
menyebabkan pengelompokan segmen usaha mikro, kecil dan
menengah sulit dilakukan.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), yang dimaksud dengan
Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas
usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan
memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Sementara itu, usaha menengah (UM) merupakan entitas usaha milik
warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar
dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah
dan bangunan (Alex,

4
2017). Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM
berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas
usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5-19 orang, sedangkan
usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga
kerja 20-99 orang (Blog Watan, 2017).
Kementerian Keuangan melalui Keputusan Menteri Nomor
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan
sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan
kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-
tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp
600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri atas:
1. Bidang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi).
2. Perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani,
peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang
barang dan jasa).
Pada 4 Juli 2008 ditetapkan Undang-undang No. 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi UKM
yang disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan
definisi di atas. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut
dengan usaha kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai
berikut:
1. Kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha;
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus
juta rupiah).
Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah
adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut
(Undang-Undang No. 20 Tahun 2008):
1. kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha;

5
2. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima
puluh milyar rupiah).
Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan
menetapkan bahwa industri kecil dan menengah adalah industri
yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah). Usaha kecil dibidang perdagangan dan industri
juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang
dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan omset pertahun
kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sesuai dengan
Undang- Undang nomer 9 tahun 1995 (www.kemenperin.go.id).
Undang-Undang nomor 9 tahun 1995 mengatur kriteria usaha kecil
berdasarkan nilai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling
besar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan omset per
tahun maksimal Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Sementara itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha
menengah, batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk
usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar.
Kaitannya dengan pembiayaan ada dua tipe kelompok
UKM. Kelompok pertama adalah UKM yang bankable group yang
ditandai dengan (1) telah memiliki perangkat legalitas formal yang
memadai; (2) manajemen yang lebih rapi; (3) akses pemasaran yang
cukup; (4) penyajian informasi keuangan dapat diterima sesuai
persyaratan bank teknis; (5) akses informasi dan pengetahuan
terhadap produk perbankan cukup luas; dan (6) jaminan (collateral)
dapat memenuhi persyaratan bank teknis. Kelompok kedua adalah
UKM yang unbankable group, yang ditandai dengan (1) belum
memiliki perangkat legalitas formal yang memadai; (2) manajemen
belum rapi; (3) akses pemasaran terbatas; (4) penyajian informasi
keuangan belum memenuhi persyaratan bank teknis; (5) akses
informasi dan pengetahuan terhadap produk perbankan terbatas.
dan (6) membutuhkan peran

6
koperasi sebagai penghubung dan mitra dalam membangun
hubungan dengan perbankan (Fatimah dan Darna, 2011).
Menurut Bank Indonesia (Bank Indonesia, 2017)
menggolongkan usaha kecil dengan merujuk pada UU nomor
9 tahun 1995. Bank indonesia menetapkan kriteria usaha menengah
dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur yakni
antara Rp 200.000.000,00 (dua juta rupiah) sampai Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan non manufaktur antara
Rp 200.000.000,00 (dua juta rupiah) sampau Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu
usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha mikro adalah usaha
yang memiliki pekerja 1 sampai dengan 5 orang. Usaha kecil
adalah usaha yang memiliki pekerja antara
6 sampai 19 orang. Usaha menengah memiliki pekerja 20 sampai 99
orang dan usaha besar memiliki pekerja sekurang- kurangnya 100
orang (Badan Pusat Statistik, 2017).
Teknik pengelompokan mencoba untuk menemukan pola-
pola yang sama dalam sekelompok data dan memiliki perbedaan
dengan data lain dimana teknik klaster juga terdiri dari beberapa
anggota (Tan et al., 2006). Membicarakan masalah kelompok usaha
yang termasuk dalam usaha kecil dan menengah (UKM) tidak
mudah. Banyak istilah yang muncul dalam hubungannya dengan
UKM. Ada yang menyebut golongan ekonomi lemah (GEL) atau
pengusaha ekonomi lemah (pegel), usaha mikro ada juga yang
menggunakan istilah industri kecil dan sedang, serta ada juga yang
menyebut dengan industry rumah tangga (Astawa, 2007). Dalam
perspektif pengelompokan dan pengembangannya, UKM dapat
diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu (Meliala dkk.,
2014):
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan
sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih
umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah
pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat
pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan

7
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah
memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan
subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakan UKM yang telah
memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan
transformasi menjadi usaha besar (UB).

2.4 Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah


Usaha Kecil Menengah (UKM) ialah salah satu bagian
penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga
dengan negara Indonesia. Usaha Kecil Menengah merupakan sebuah
istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempar usaha dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut
Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil
adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan
bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil
dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang
tidak sehat” (Pujiyanti, 2015). Menurut penelitian Winarni (2006)
dan Situmorang (2008) permasalahan yang dihadapi UKM disarikan
sebagai berikut: (a) kurang permodalan, (b) kesulitan dalam
pemasaran, (c) struktur organisasi sederhana dengan pembagian
kerja yang tidak baku, (d) kualitas menajemen rendah, (e) SDM
terbatas dan kualitasnya rendah,
(g) kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan, (h) aspek
legalitas lemah dan (j) rendahnya kualitas teknologi.
Melihat berbagai permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan UKM, maka dibutuhkan suatu strategi
pengembangan UKM agar perkembangan UKM di Indonesia
berjalan dengan cepat, permasalahan yang dihadapi UKM dapat
direduksi dan UKM mempunyai keunggulan yang lebih kompetitif.
Oleh karena itu semua permasalahan yang dihadapi UKM sebaiknya
dijadikan input atau bahan pertimbangan dalam merumuskan strategi
pengembangan agar strategi tersebut bersifat komprehensif dan
dapat berjalan efektif dan efisien (Rahmana dkk, 2012). Pada sektor
usaha berukuran kecil dan menengah, peran manajemen

8
selalu berasal dari ukuran organisasi dan peran pemilik. Fungsi
manajemen paling penting tidak ditentukan terlalu jauh oleh fakta
bahwa manajemen mempunyai tanggung-jawab untuk perumusan
dan pelaksanaan strategi. Asumsi bahwa daya saing dibuat atau
setidaknya dipengaruhi oleh seluruh kegiatan manajemen, dalam hal
fitur dan fungsi manajemen dengan fokus pada sumberdaya,
kompetensi dan proses, namun tidak selalu mengurangi tingkat
pentingnya manajemen strategis. Perusahaan besar tanggung jawab
untuk manajemen strategis mengambil seluruh departemen analis
dan kompeten manajer, tetapi dalam usaha kecil peran
manajer utama diambil oleh pemilik (Karel et all, 2013).

2.5 Metode K-Means Clustering


Metode Clustering secara umum dapat dibagi menjadi
hierarchical clustering dan partitional clustering. Metode K-
means clustering masuk kedalam clustering dengan metode
partitional clustering. Partitional clustering merupakan data yang
dikelompokkan ke dalam sejumlah cluster tanpa adanya struktur
hirarki antar satu dengan lainnya. Clustering dijelaskan oleh (Xu &
Wunsch II, 2009) membagi objek data (bentuk, entitas, contoh,
ketaatan, unit) ke dalam beberapa jumlah kelompok (grup, bagian
atau kategori). Tujuan proses clustering dijelaskan oleh Agusta
(2007) yaitu untuk meminimalkan terjadinya objective function
yang diset dalam proses clustering, yang pada umumnya digunakan
untuk meminimalisasikan variasi dalam suatu cluster dan
memaksimalkan variasi antar cluster. Menurut Asroni dan Adrian
(2015), tujuan dari K-Means adalah pengelompokkan data dengan
maksimalkan kemiripan data dalam satu klaster dan meminimalkan
kemiripan data antar kalster. Ukuran kemiripan yang digunakan
dalam klaster adalah fungsi jarak. Pemaksimalan kemiripan data
didapatkan berdasarkan jarak terpendek antara data terhadap titik
centroid.
Menurut Muningsih dan Kiswati (2015) metode K- means
merupakan salah satu metode dalam fungsi clustering mengacu pada
pengelompokkan data, observasi atau kasus berdasar kemiripan
objek yang diteliti. Menurut Irwansyah dan

9
Faisal (2015) metode K-means merupakan metode clustering yang
paling sederhana dan umum. Hal ini dikarenakan K- means
mempunyai kemampuan mengelompokkan data dalam jumlah yang
cukup besar dengan waktu komputasi yang cepat dan efisien. K-
means merupakan salah satu algoritma clustering dengan metode
partisi (partitioning method) yang berbasis objek. Algoritma ini
pertama kali diusulkan oleh MacQueen 1967 dan dikembangkan oleh
Hartigan dan Wong tahun 1975 dengan tujuan untuk membagi M
data point dalam N dimensi kedalam sejumlah k cluster dimana
proses klastering dilakukan dengan meminimalkan jarak sum
squares antar data dengan masing-masing pusat cluster (centroid-
based).
Jika diberikan sekumpulan objek 𝑋 = (𝑥1, 𝑥2, 𝑥3 … 𝑥𝑛)
maka algoritma K-Means Clustering akan mempartisi 𝑋 dalam
𝑘 buah cluster, setiap cluster memiliki centroid dari objek- objek
dalam cluster tersebut. Pada tahap awal algoritma K- Means
Clustering dipilih secara acak 𝑘 buah objek sebagai centroid,
kemudian jarak antara objek dengan centroid dihitung dengan
menggunakan jarak euclidian, objek ditempatkan dalam cluster
yang terdekat dihitung dari titik tengah cluster. Centroid baru
ditetapkan jika semua objek sudah ditempatkan dalam cluster
terdekat. Proses penentuan centroid dan penempatan objek dalam
cluster diulangi sampai nilai centroid konvergen (centroid dari
semua cluster tidak berubah lagi) (Agusta, 2007). Alasan
penggunaan algoritma K-Means Clustering diantaranya ialah
karena memiliki ketelitian yang cukup tinggi terhadap ukuran objek,
sehingga algoritma relatif terukur dan efisien untuk pengolahan
objek dalam jumlah besar. Selain itu algoritma K-Means ini tidak
terpengaruh terhadap urutan objek (Ediyanto dkk, 2013).

2.6 Variabel Klastering


Variabel dalam klaster merupakan segala sesuatu yang ada
dan keberadaanya memiliki lebih dari satu label atau lebih dari satu
nilai. Dalam konteks penelitian, agar pengujian variabel dapat
menghasilkan kesimpulan yang sahih, maka keberadaan variabel itu
perlu didefinisikan (Mohammad,

10
2007). Variabel yang digunakan untuk K-means dalam penelitian
ini adalah kapasitas produksi per bulan, lama operasi, rata-rata
penjualan per bulan, nilai investasi dan jumlah tenaga kerja.
Kapasitas produksi merupakan suatu batas maksimum untuk
besarnya produk nasional. Suatu bangsa atau dalam artian
perusahaan tidak dapat menghasilkan lebih dari pada yang mampu
dihasilkannya. Maksudnya produk dan pendapatan tidak bisa lebih
besar atau banyak daripada yang dimungkinkan oleh kapasitas
produksinya sekalipun orang mungkin menginginkan hal tersebut
(Gilarso, 2008). Proses Produksi adalah cara untuk menciptakan atau
menambah guna suatu barang atau jasa dengan memanfaatkan
sumber yang ada.
Proses operasi adalah suatu kegiatan dengan melibatkan
tenaga manusia, bahan dan peralatan untuk menghasilkan produk
yang berguna atau bernilai lebih, atau dengan kata lain adalah
transformasi bahan (input) menjadi produk (output) (Wahyono,
2013). Lama waktu operasi merupakan lama waktu suatu usaha
beroperasi yang diukur dengan menggunakan skala ordinal
(Kristiningsih, 2014). Jadwal produksi yang realistik menjadi
keberhasilan operasi suatu perusahaan yang mengakibatkan seluruh
jenis sumberdaya terikat untuk memuaskan kebutuhan kuantitasnya
dan komitmen hari pengiriman (Suprapto, 2016).
Variabel lainnya adalah variabel rata-rata penjualan.
Menurut Soemohadiwidjojo (2015), Rata-rata adalah suatu bilangan
yang mewakili sekumpulan data. Rata-rata penjualan per tenaga
penjualan adalah rata-rata nilai penjualan yang bisa dihasilkan oleh
setiap tenaga penjualan pada periode tertentu. Rata-rata penjualan
dinyatakan dalam satuan mata uang (Rupiah atau US Dollar).
Menurut Stewart (2006), tujuan dari penjualan adalah untuk
mencapai hasil yang telah direncanakan.
Nilai Investasi adalah jumlah nilai seluruh item pada satu
periode, atau dikenal dengan istilah volume tahunan rupiah
(Herjanto, 2009). Investasi pada prinsipnya sama dengan menabung,
yakni menyimpan nilai atau manfaat uang untuk digunakan suatu
saat dimasa depan. Dalam investasi,

11
nilai uang yang disimpan akan tetap bahkan cenderung berkembang,
sedangkan dalam menabung nilai uang yang disimpan bisa
berkembang, tetap bahkan cenderung berkurang. Jadi keduanya
serupa tapi tak sama (Mahadana, 2017).
Jumlah tenaga kerja adalah jumlah keseluruhan tenaga kerja
yang bekerja didalam perusahaan, baik karyawan langsung maupun
tak langsung. Pegawai atau sering disebut dengan karyawan adalah
sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi yang
digunakan untuk menggerakkan atau mengelola sumber daya lainnya
sehingga harus benar- benar dapat digunakan secara efektif dan
efisien sesuai kebutuhan riil organisasi (Yullyanti, 2009). Kinerja
pekerja menunjukkan efektivitas tindakan spesifik yang
berkontribusi untuk mencapai tujuan organisasi (Iqbal et all, 2015).

2.7 Analisis Diskriminan


Analisis diskriminan adalah salah satu teknik statistik yang
bisa digunakan pada hubungan dependensi (hubungan antar faktor
dimana sudah bisa dibedakan mana faktor respon dan mana faktor
penjelas). Lebih spesifik lagi, analisis diskriminan digunakan pada
kasus dimana faktor respon berupa data kualitatif dan faktor penjelas
berupa data kuantitatif. Analisis diskriminan bertujuan untuk
mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam
kelompok yang saling bebas (mutually exclusive/disjoint) dan
menyeluruh (exhaustive) berdasarkan sejumlah faktor penjelas.
Analisis diskriminan juga dapat digunakan untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan bank karena analisis
diskriminan dapat memisahkan faktor bank sehat, cukup sehat dan
tidak sehat sehingga dapat dikatakan faktor-faktor tersebut
mempengaruhi kesehatan bank (Rahmatina, 2012). Analisis
diskriminan merupakan salah satu metode analisis multivariat yang
digunakan untuk mengetahui variabel-variabel ciri yang
membedakan tiap-tiap kelompok yang terbentuk dan bertujuan untuk
mengklasifikasikan beberapa kelompok data yang sudah

12
terkelompokkan dengan cara membentuk kombinasi linier fungsi
diskriminan (Ghozali, 2009).
Analisis Kelompok dengan metode K-Means adalah statistik
yang berguna untuk mengelompokkan sejumlah objek dalam jumlah
kelompok yang sudah ditentukan di mana karakteristik objek hanya
dikelompokkan berdasarkan variabel tertentu, tetapi karakteristik
latar belakang objek belum diketahui pasti (Sofyan dan Kurniawan,
2011). Analisis diskriminan bertujuan untuk memahami perbedaan
kelompok dan meramalkan peluang bahwa suatu objek penelitian
akan masuk atau menjadi anggota kelompok yertentu. Analisis
diskriminan cocok dipergunakan jika variabel tak bebasnya berupa
kelompok. Sedangkan yang diramalakan adalah keberadaan suatu
objek tertentu termasuk pada kelompok yang sama (Priatna, 2007).

2.8 Fuzzy Analitycal Hierarchy Process


Fuzzy AHP merupakan suatu metode analisis yang
dikembangkan dari AHP. Walaupun AHP biasa digunakan dalam
menangani kriteria kualitatif dan kuantitatif namun Fuzzy AHP
dianggap lebih baik dalam mendeskripsikan keputusan yang samar-
samar daripada AHP (Wahyuni dan Hartatik, 2012). Dalam prosedur
Fuzzy-AHP, perbandingan berpasangan dalam matriks penilaian
adalah bilangan fuzzy yang dimodifikasi oleh penekanan desainer.
Metode pendekatan sistematis ini digunakan untuk alternatif pilihan
dan pembenaran masalah dengan menggunakan konsep dari logika
fuzzy dan hirarki struktur analisis (Kumar dan Dash, 2015).
Fuzzy AHP adalah metode analisis yang dikembangkan
dari AHP tradisional. Namun Fuzzy AHP dianggap lebih baik dalam
mendeskripsikan keputusan yang samar-samar daripada AHP. Fuzzy
AHP menggunakan rasio fuzzy yang disebut Triangular Fuzzy
Number (TFN) dan digunakan dalam fuzzifikasi (Lu et al., 2007).
Dalam sistem yang lebih kompleks, pengalaman dan penilaian
manusia sering digambarkan dalam bentuk linguistic dan pola yang
tidak jelas. Oleh karena itu, gambaran yang lebih baik dapat

13
dikembangkan kedalam bentuk data kuantitatif dengan menggunakan
teori fuzzy. Di sisi lain, metode AHP sering digunakan pada aplikasi
yang bersifat crisp. AHP tradisional masih tidak dapat mewakili
penilaian manusia. Untuk menghindari risiko tersebut, fuzzy AHP
dikembangkan untuk memecahkan masalah fuzzy berhirarki
(Witjaksono, 2009). Langkah dalam penyelesaian masalah dengan
metode Fuzzy AHP hampir sama degan metode AHP. Hanya saja
Fuzzy AHP mengubah skala AHP ke dalam skala triangular fuzzy
untuk memperoleh prioritas. Selanjutnya data yang telah diubah
tersebut diproses lebih lanjut dengan extent analyisis (Adnyana
dkk, 2016). Menurut Lungiding dan Djauhar (2014), penentuan
derajat keanggotaan fuzzy AHP dengan menggunakan fungsi
keanggotaan segitiga (Triangular Fuzzy Number / TFN). Fungsi
keanggotan segitiga merupakan gabungan antara dua garis (Linear).

2.9 Kriteria Strategi Pengembangan


Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan
dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak
lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Intinya strategi adalah
pilihan untuk melakukan aktivitas yang berbeda atau untuk
melaksanakan aktivitas dengan cara berbeda (Rangkuti, 2008).
Kriteria strategi pengembangan yang disarankan yakni peningkatan
kualitas dan standarisasi produk, pelaksanaan pelatihan kerja
karyawan, peningkatan akses permodalan, peningkatan akses
pemasaran dan peningkatan akses kemitraan. Kualitas adalah
kemampuan suatu produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan (Render dan Heizer, 2005). Kualitas adalah suatu standar
khusus dimana kemampuan (avaibility), kinerja (performance),
keandalan (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainbility),
dan karakteristik dapat diukur (Zamit dalam Julanto dan
Widyaningrum, 2012). Peningkatan kualitas dan standarisasi produk
adalah salah satu usaha perbaikan kualitas produk. Untuk mencapai
produk yang berkualitas, perusahaan harus selalu melakukan
pengawasan dan peningkatan kualitas produk yang dihasikan.
Kualitas

14
yang menungkat mengurangi terjadinya produk rusak sehingga
biaya-biaya yang terus menurun dan pada akhirnya akan
meningkatkan laba (Jaluanto dan Widyaningrum, 2012).
Menurut Handoko (2012) manajemen sumber daya manusia
adalah pengakuan terhadap pentingnya satuan tenaga kerja organisasi
sebagai sumber daya manusia yang vital bagi pencapaian tujuan
organisasi dan pemanfaatan berbagai fungsi dan kegiatan personalia
untuk menjamin bahwa mereka digunakan secara efektif dan bijak
agar bermanfaat bagi individu, organisasi dan masyarakat. Menurut
(Savitri, 2015), dalam menunjang kualitas karyawan maka salah
satunya diadakan pelatihan kerja kepada karyawan. Pelatihan
merupakan proses pengembangan potensi diri pada karyawan yang
meliputi: keahlian, keterampilan, pengetahuan, dan lain-lain. Melalui
pelatihan kerja tersebut maka karyawan dapat terbantu dalam
melaksanakan tugasnya. Menurut Sutrisno (2009), pelatihan
karyawan dapat memberikan pegawai keterampilan dan cara-cara
yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja, untuk itu latihan
diperlukan bukan saja sebagai pelengkap akan tetapi sekaligus untuk
memberikan dasar- dasar pengetahuan.
Modal merupakan “kebutuhan pertama” usaha mikro dan
kecil yang harus dipecahkan dalam pemberdayaan dirinya walaupun
bukan satu-satunya faktor yang membuat usaha mikro dan kecil sulit
berkembang atau sebaliknya menjadi kunci sukses usaha (Faidal,
2015). Menurut Kementerian Perdagangan tahun 2013, masalah
permodalan memang merupakan masalah klasik bagi UMKM, tetapi
masalah ini kerapkali muncul bahkan menjadi salah satu penyebab
kegagalan usaha yang dilakukan. Untuk mencukupi modal yang
dibutuhkan, pemerintah memalui program kerjanya berupaya
membantu dengan menetapkan berbagai kebijakan yang berpihak
pada UMKM. Program untuk membantu UMKM dalam hal
permodalan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh
lembaga swadaya masyarakat seperti koperasi simpan pinjam, LSM
microfinance, dan sebagainya. Banyaknya lembaga yang
memberikan pembiayaan kepada

15
UMKM seharusnya dapat menyelesaikan atau meminimalisir
permasalahan UMKM seputar permodalan atau pembiayaan.
Swastha dan Irawan (2008) menyatakan, bahwa pemasaran
sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang berupaya meletakkan
asumsi-asumsi yang dapat digunakan dalam menciptakan nilai
optimal bagi stakeholders dari waktu ke waktu. Saat perubahan
nilai terjadi, maka konsep pemasaran akan berubah sesuai dengan
peruabahan tuntutan stakeholders dan perkembangan pasar. Sofjan
(2007) menyatakan bahwa pemasaran akan lebih optimal apabila
marketer perlu memiliki dukungan yang kuat tentang pemahaman
dari cara yang paling efektif dan efisien dalam melaksanakan
kegiatan pemasaran berdasarkan pemikiran strategis yang disusun
dalam rencana keseluruhan yang menggambarkan semua aktivitas
pemasaran akan dilakukan, ditentukan dengan ukuran waktu tertentu
meliputi: proyeksi produksi, harga, target keuntungan, promosi,
penjualan, dan anggaran pengeluaran untuk biaya aktivitas
pemasaran untuk mencapai sasaran dan tujuan pemasaran yang
diinginkan.
Kemitraan pada dasarnya dilakukan dalam rangka
mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan
andal sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, sehingga
diperlukan upaya-upaya yang lebih nyata dalam menciptakan iklim
yang mampu merangsang terselenggaranya kemitraan usaha yang
kokoh di antara semua pelaku kehidupan ekonomi berdasarkan
prinsip yang saling menguntungkan (Peraturan Pemerintah Nomor
44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan). Pasal 27 Undang-undang
Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, disebutkan bahwa
kemitraan dapat dilaksanakan dengan beberapa pola yaitu Inti
plasma, subkontrak, dagang umum, waralaba, keagenan, dan bentuk-
bentuk lain. Pada umumnya dalam dunia usaha yang dipergunakan
dalam bermitra antara pengusaha besar dan pengusaha menengah
maupun kecil meliputi Franchise, Sub- Contracting, PIR (Inti
Plasma), Contract Farming, Modal Ventura.

16
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini juga menggunakan hasil dari penelitian
sebelumnya sebagai bahan studi literatur. Hasil penelitian terdahulu
dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu


Nama Jurnal Hasil
Elly, M dan Jurnal Berdasarkan penelitian tentang “Penerapan
Kiswati, S Bianglala Metode K-Means untuk Clustering Produk
(2015) Informatika Online Shop dalam Penentuan Stok
Vol. 3 No. 1 Barang” dengan menggunakan objek
Hal. 10-17 penelitian pada Online Shop “Ragam
(2015) Jogja” dengan pengolahan data
menggunakan atribut kode produk, jumlah
transaksi, volume penjualan, dan rata-rata
penjualan. Didapatkan hasil bahwa dari
proses iterasi terbentuk 3 cluster dimana
cluster pertama sebagai kelompok produk
paling diminati karena stok yang ada harus
banyak dengan jumlah anggota produk 3
produk, cluster kedua dengan kelompok
diminati karena stok sedang dengan jumlah
anggota 11 produk dan cluster ketiga
dengan produk yang kurang diminati karena
jumlah stok sedikit dengan anggota 17
produk.

17
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
Nama Jurnal Hasil
Adnyana . E-Jurnal Penelitian tentang “Penetapan Metode
T. G. A. F., Matemati Fuzzy AHP dalam Penentuan Sektor yang
Ghandhiadi ka Vol. 5 Berpengaruh terhadap Perekonomian
, G. K. No. 2 Hal Provinsi Bali” dengan menerapkan FAHP
Nilakusma 59-66 untuk mengetahui sektor –sektor yang
wati, D. P. (2016) berkonstribusi dominan terhadap
E. (2016) perekonomian di Bali didapatkan hasil
bahwa kesamaan komponen yang paling
dominan dari masing-masing kelompok.
Kelompok sektor komponen yang memiliki
distribusi tertinggi adalah sektor tersier.
Pada subsektor, komponen sub tersier
yaitu perdagangan, hotel dan restoran
adalah komponen paling dominan di
kelompoknya dengan tingkat dominan
sebesar 1,000. Pada kelompok sub
sekunder menunjukkan bahwa industri
pengolahan adalah komponen paling
dominan. Pada kelompok sub primer
menunjukkan bahwa pertanian dan
kehutanan adalah komponen yang paling
dominan dikelompoknya.
Astutik, Jurnal Penelitian tentang “Strategi Penanganan
W. D., Rekayasa Risiko pada Rantai Pasok Pupuk Organik
Santos dan menggunakan Metode Fuzzy Analitycal
o, P. B. Manajemen Hierarchy Process (FAHP)” pada PT Tiara
Sumant Sistem Kurnia didapatkan hasil bahwa terdapat 26
ri, Y Industri kejadian risiko dan 27 agen risiko. Dari
(2015) (2015) risiko yang ditemukan didapat 17 usulan
strategi penanganan yang dapat
direkomendasikan pada perusahaan. Dari
penggalian antara masing-masing agen
risiko dengan strategi penanganan
diketahui bahwa nilai tertinggi diperoleh
pada agen risiko human error pada pekerja
dengan strategi penanganan melakukan
pengawasan masing-masing departemen
karena memiliki bobot tertinggi,

18
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
Nama Jurnal Hasil
Li, C. Sun, Journal Dalam penelitian tentang
L. Jia, J. Science “Ris
Cai, Y. of Total k Assessment of Water Pollution Sources
Wang, X. Envirome Based on an Inegrated K-Means
(2016) nt (2016) Clustering and Set Pair Analysis Method
in the Region of Shiyan, China” dengan
tujuan mengevaluasi resiko berdasarkan
pengelompokan menggunakan k-means
terkait pencemaran air pada beberapa titik
sumber air di daerah Shiyan, China. Bobot
indikator yang digunakan adalah berat entropi.
Sebelas sumber air yang memiliki nilai resiko
tinggi diidentifikasi. Pada skala regional, kota
Shiyan dan kota Danjiangkou memiliki nilai
resiko tinggi. Secara keseluruhan daerah dekat
dengan aliran utama memiliki nilai resiko yang
tinggi daripada bagian selatan. Hasil dari
tingkat resiko menunjukkan bahwa lima
sumber berada di tingkat resiko yang rendah
(tingkat II), dua di tingkat resiko sedang
(tingkat III), satu di tingkat resiko yang lebih
tinggi (tingkat IV) dan tiga ditingkat risiko
tertinggi (tingkat V), serta resiko industri yang
tinggi didapat dari
industri pertanian.

19
20

Anda mungkin juga menyukai