Anda di halaman 1dari 3

BEBERAPA PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN HAJI TERKAIT DENGAN

SHOLAT DI PESAWAT, MADZHAB DALAM WUDHU, MELONTAR JUMROH DAN MIQOT


HAJI

 TAYAMUM DI PESAWAT
Tayamum di pesawat ada dua (2) pendapat :
1. Sah tayamum di pesawat bagi yang meyakini ada debu menempel di kursi atau dinding pesawat.
2. Tidak sah tayamum di pesawat karena tidak ada debu yang dikategorikan (So’idin Thoyyiba)
debu yang jeas wujud dan suci (Majmu’ Juz 1 hal 216)

 SHOLAT DI PESAWAT DAN TIDK ADA AIR / DEBU


Orang yang tidak mendapatkan air/debu, wajib melaksanakan solat pada waktunya, walaupun
tanpa wudlu dan tayamum. Tujuannya untuk (khurmatil Wakti) atau menyatakan rasa khusyu’ dan
tunduk kepada Alloh SWT. Dalam keadaan apapun, selama orang masih mampu merasakan rasa
khusyu’ dengan macam cara apaun, maka ia wajib melakukannya. Dan baginya mendapat pahala
seperti orang kuat/sehat tanpa ada perbedaan. (Fiqhul Islami Waadillatuhu Juz 1 hal. 204)

 TATA CARA SHOLAT DI PESAWAT


Assyafi’i : Orang yang tidak mendapatkan air/debu, ia tetap wajib mendirikan solat secara hakiki
dengan niat dan bacan yang lengkap kalau ia sedang dalam keadaan berhadats kecil. Atau hanya
sebatas pada bacan fatihah saja kalau ia dalam keadaan junub. Dan baginya wajib mengulangi
solatnya kalau sudah mendapatkan air/debu. (Majmu’ Juz 3 hal. 242)
Pelaksanaan Solat : Dilakukan sambil duduk dikursi (tidak berwudhu/tayamum) dengan tenang
menghadap kearah pesawat (tanpa mencari arah qiblat). Lalu dimulai dengan Takbirotul Ikrom,
membaca Fatihah dan surat Al-Qur’an), terus ruku’, membungkuk sedikit lalu i’tidal, terus sujud
dengan membungkuk lebih rendah dari pada waktu ruku’. Kemudian duduk, sujud dan duduk lagi.
Dan rakaat kedua, membaca fatihah, surat al-qur’an, rukuk, i’tidal, sujud, duduk, sujud kemudian
duduk sambil membaca tasyahud, kemudian salam. (Fikih Ala Madzhabil Arba’ah juz 1 hal. 286)

 TOWAF DENGAN TETAP SUCI DARI HADATS


Orang Towaf harus suci dari hadats kecil atau besar, mulai dari awal/niyat towaf sampai
selesainya harus tetap suci. Kondisi sekeliling ka’bah (waktu towaf) yang sangat berjubel, campur
antara laki- laki dan perempuan sulit sekali untuk tidak senggolan antara laki- laki dan perempuan,
yang menurut Madzhab Syafi’i senggolan antara laki- laki dan perempuan membatalkan wudlu.
Maka bagi jama’ah haji asal Indonesia boleh berpindah madzhab dalam wudlu dan batalnya dengan
mengikuti salah satu madzhab madzhab 4, yaitu paling mudah dan memungkikan adalah Madzhab
Hanafi. (Tafsir Bahrul Muhith juz 4 hal. 146)
Madzhab Hanafi : Senggolan, menyentuh, dan menggandeng antara laki- laki dan perempuan asal
tidak syahwat (mengundang birahi) tidak membatalkan wudlu, tetapi jika orang terkena catu lalu
mengeluarkan darah sampai menetes walaupun sedikit, maka batal wudlunya.
Dan ketika mengikuti madzhab Hanafi agar waktu towaf tidak senggolan antara laki- laki dan
perempuan tidak batal. Maka wudlunya juga harus mengikuti Hanafi dengan cara sbb :
Niyat terlebih dahulu (Nawaitul Wudlu a Lirof il Hadatsil Asghori Fardlol Lillahi Ta’ala) lalu
berkumur, menghirup air ke hidung (sunah), membasuh muka / wajah, membasuh kedua tangan
sampai siku, membasuh ¼ kepala / ½ kepala, mengusap kedua telinga (sunah), dan membasuh kedua
kaki sampai betis. (Dalam membasuh kepala dengan cara mengucurkan air diatas kepala sampai
basah minimal ¼ kepala / airnya harus sampai menetes, lebih bagus kalau sampai membasahi 1/3
kepala). (Tafsir Khozin juz 2 hal. 239)

 MELONTAR JUMROH DI MINA


Waktu melontar Jumroh ‘Aqobah (setelah dari ‘Arofah, Muzdalifah tgl 10. D. Hijjah):
1. Waktu yang paling utama melontar jumroh ‘Aqobah pada hari tanggal 10 Dzulhijjah, ialah setelah
terbitnya matahari (Waktu Dluha). (Shohih Muslim juz 6 hal. 432)
2. Jika ada jama’ah haji melontar jumroh ‘Aqobah setelah lewat tengah malam pada malam tanggal
10 Dzulhijjah / malam hari nahar, maka boleh. ( Sunan Abi Daud juz 5 hal 133).

Waktu melontar jumroh 3 di hari Tasyriq :


1. Nabi tidak pernah melontar jumro pada hari- hari tasyriq sebelum zawal syamsi (sebelum masuk
waktu dzuhur), dan tidak pula melarang. Akan tetapi Nabi melakukannya setelah zawal syamsi,
artinya perbuatan Nabi itu menunjukkan keutamaan afdhol bukan keharusan.
2. Sahabat- sahabat Nabi dan Ulama’- ulama’ zaman dahulu banyak yang melontar jumrah (Ula,
Wustho, dan ‘Aqobah) dihari- hari tasyriq setelah zawal syamsi ( masuk waktu dzuhur), dan
beliau- beliau tidak berkomentar yang lain. (Sunan Abi Daud juz 5 hal. 334)
3. Imam Thowus dan ‘Athoillah, memperbolehkan melontar jumrah (Ula, Wustho, dan ‘Aqobah)
pada hari tasyriq dilakukan setelah terbit fajar (subuh), beliau juga mengatakan, yang afdhol
melontar jumrah di hari tasyriq itu setelah zawal syamsi (waktu dzuhur). Pendapat Imam Rofi’ie.
Imam Asnawi, serta Ulama’ Muta’ahkhrin seperti syeh Ismail Zen, dan Sayyid Muhammad
‘Alawi al- Maliki.
Imam An – Nawawi Assyafi’ie : menerima pendapat Imam Thowus ini, akan tetapi beliau
menggolongkan pendapat yang lemah (dloif) di kalangan madzhab Syafi’ie.
(Hayatul Ulama fi ma’rifati madzahibil fuqoha’ juz 3 ahl 177 dan dari kitab Al hawi fi fiqhi syafii
juz 4 hal 194)

 MIQAT
Miqat makani ialah batas untuk memulai hari atau umrah. Ada miqat makani yang ditetapkan oleh
Rasulullah SAW
1. Zulhulaifah bagi yang menuju Makkah dari Madinah + 450 km dari Makkah
2. Tuhfah bagi penduduk Syam
3. Rabiqh bagi yang melaluinya
4. Qoonul bagi penduduk Najd
5. Yalamzam bagi penduduk Yaman dari Makkah + 54 km
6. Zatu irqin bagi penduduk Iraq
Bagi yang datangnya ke Makkah tidak tepat melalui arah yang disebut pada anga 1, 2, 3, 4, 5,dan 6
diatas, akan tetapi mendekati salah satunya, maka miqat makaninya mengikuti miqat yang
berdekatan.
Bagi calon Jama’ah haji Indonesia gelombang II miqot makaninya di Bandara Udara King Abdul
Aziz Jeddah, berdasarkan :
a. Keputusan MUI tahun 1980 dan di kukuhkan kembali tahun 1981
b. Ibnu Hajar Al Haitami dalam Ardhohul Maalik Lima’rifati Akhmil Manasik
c. Lajnah Bahtsul Masail Syuriyah NU Kab. Pasuruan mengutip dari Kitab Ji’anatul Tholibin jus II
hal. 303.
d. Imam Nawawi menjelaskan bolehnya mengambil miqot dari mana saja asal mencukupi 2
marhalah dari Makkah (Al idloh hal. 121)
Adapun miqot umroh bagi penduduk Makkah dan orang- orang yang telah berada di Makkah adalah
Ji’ronah, Tan’im dan Hudaibiyah.

Anda mungkin juga menyukai