Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

RUQSHAH IBADAH (SHALAT QASHAR DAN JAMA’


QASHAR)

MATA KULIAH : MASAILUL FIQHIYAH II


DOSEN PENGAMPU : AZIS ASHARI, M.H.I

DISUSUN OLEH:
RIVA RIFQOTUS SHOLIHAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AL-KHAIRAT
PAMEKASAN
TAHUN AKADEMIK 2023
A. PENDAHULUAN
B. FOKUS BAHASAN
Materi yang akan dibahas dalam Makalah ini difokuskan pada
penjelasan ruqsoh ibadah (sholat qasar dan jama’ qoshor) mulai dari
pengertian, pendapat para ulama serta temuan hukum yang didapat dari para
ulama, imam madzhab, dan majelis ulama Indonesia (MUI)
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian
a. Ruqshah ibadah
Secara etimologi ruqhshah berarti mudah dan ringan sedangkan secara
terminologi rukhsah adalah keringanan-keringanan dalam hukum yang
diberikan syari’at kepada seorang mukallaf lantaran ada udzur yang
menyebabkan lahirnya keringanan tersebut.

Hal ini sebagaiamana penjelasan Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-


Mustashfa halaman 78;

‫ َوِفي‬، ‫ َر ُخ َص الِّسْعُر إَذ ا َتَر اَجَع َو َس ُهَل الِّش َر اُء‬:‫ ُيَقاُل‬،‫َو الُّر ْخ َص ُة ِفي الِّلَس اِن ِعَباَر ٌة َع ْن اْلُيْس ِر َو الُّسُهوَلِة‬
‫الَّش ِريَعِة ِعَباَر ٌة َع َّم ا ُوِّس َع ِلُلُم َك َّلِف ِفي ِفْع ِلِه ِلُع ْذ ٍر َو َع ْج ٍز َع ْنُه َم َع ِقَياِم الَّس َبِب اْلُمَح ِّر ِم‬

“Rukhsah dalam bahasa adalah suatu ungkapan dari kemudahan dan


keringanan. Sementara dalam istilah syara’, rukhsah adalah suatu ungkapan
dari hal-hal yang diperbolehkan bagi mukallaf karena ada udzur. Yang mana
hal-hal tersebut pada awalnya tidak boleh dilakukan dan sebab yang tidak
memperbolehkannya masih ada.”

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa rukhshah adalah kemudahan


atau keringan hukum bagi mukallaf yang berlaku pada situasi dan kondisi
tertentu. Kemudahan dan keringanan itu diberikan syari’at lantaran ada
kesulitan-kesulitan (udzur) yang merintanginya.

b. Shalat Qashar
Shalat Qashar adalah sholat yang diperpendek atau diperingkas
bilangan rakaatnya. Shalat yang dapat di Qashar adalah Shalat yang terdiri
dari empat rakaat yakni isya’, Dzuhur, Ashar. Sholat maghrib dan subuh
tidak dapat di qashar.

c. Shalat Jama’ Qashar


Menjama’ sholat fardhu sekaligus mengqashar. yakni, mengumpulkan
dua shalat fardhu dalam satu waktu sekaligus menyingkat shalat yang terdiri
dari 4 rakaat menjadi dua rakaat.

2. Kajian Teori
a. Sebab – sebab ruqhshah

Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitabnya al-Asybah Wa al-


Nadzȃir halaman 126 menyebutkan ada tujuh sebab yang melatarbelakangi
munculnya rukhshah;

1) Bepergian (al-Safar)

Bepergian (safar) merupakan salah-satu sebab rukhshah, akan tetapi tidak


semua jenis bepergian bisa dijadikan alasan rukhshah. Ada dua hal yang
harus terpenuhi untuk menjadikan safar sebagai sebab adanya rukhshah;

a) Jarak tempuh perjalanan mencapai radius tertentu. Menurut Imam Syafi’i


jarak minimal yang harus ditempuh adalah 80 Km, sedangkan menurut
Imam Abu Hanifah 125 Km.
b) Tujuan perjalalanan bukan maksiat seperti merampok, mencuri,
membunuh dan sebagainya. Ini menurut Jumhur Ulama, sementara
menurut Imam Abu Hanifah safar dengan tujuan apapun mendapatkan
keringanan. Alasannya karena sesuatu yang menyebabkan adanya
rukhshah sudah ada, yaitu safar. Sedangkan maksiat merupakan sesuatu
yang terpisah dari safar.

Jika dua syarat ini terpenuhi, maka safar bisa menjadi sebab adanya
rukhshah (keringanan). Diantaranya ialah mengqashar shalat, tidak
berpuasa, dan semacamnya.
2) Sakit (al-Maradh)

Sakit yang dapat menyebabkan adanya rukhsah adalah sakit yang


membolehkan tayammum, yaitu sakit yang menyulitkan seorang mukallaf
untuk mengerjakan ibadah. Sakit semacam ini membolehkan mengambil
keringan yang diberikan syari’at. Diantaranya ialah tayammum, tidak
berpuasa di bulan ramadhan, duduk saat menunaikan saat shalat fardhu,
menjamak shalat, dan seterusnya.

3) Pemaksaan (al-Ikrah)

Ikrah adalah suatu kondisi dimana seseorang dipaksa untuk melakukan


sesuatu yang haram dan ia tidak punya kekuatan untuk menolaknya.
Semisal, dipaksa untuk berzina. Jika menolak, dia akan dibunuh. Situasi
inilah yang melahirkan rukhshah.

4) Lupa (al-Nisyan)

Lupa adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengetahui lagi


terhadap sesuatu yang telah diketahui sebelumnya atau tidak bisa
menghadirkan pengetahuan tentang sesuatu saat dibutuhkan padahal
sebelumnya ia mengetahuinya. Diantara keringanan yang muncul oleh lupa
adalah tidak batal puasa ketika makan dalam keadaan lupa.

5) Ketidaktahuan (al-Jahlu)

Ketidaktahuan menjadi penyebab adanya rukhsah apabila tidak


menyebabkan dhaman (pertanggung-jawaban) dan tidak merugikan orang
lain. Misalnya, seorang pemilik kebun berikrar bahwa orang-orang boleh
mengambil buah-buahan dari kebunnya. Beberapa bulan kemudian ia
menarik kembali ikrarnya. Lantas ada seseorang yang mengambil buah
disana dalam keadaan tidak mengetahui bahwa sang pemilik kebun telah
menarik ikrarnya. Dalam kondisi ini orang tersebut tidak harus mengganti
buah yang ia ambil.

6) al-‘Usru wa ‘Umumu al-Balwȃ

‘usru wa ‘umumu al-balwa adalah suatu kesulitan dimana seseorang merasa


kesulitan untuk menjauhinya dan hal itu sudah berbaur dengan kehidupan
manusia. Misalnya shalat dalam keadaan badan menyandang najis yang
dima’fu (ditolerir) seperti nanah, darah bisul, darah serangga, dan lain-lain.

7) Sifat yang kurang sempurna (al-Naqsu)

Sifat kekurangan yang dimaksud disini ialah seperti sifat kanak-kanak dan
gila. Seorang anak kecil tidak ditaklif untuk melakukan kewajiban-
kewajiban agama. Demikian juga dengan orang gila. Dalam kondisi ini
keduanya mendapatkan keringanan yakni boleh tidak menunaikan
kewajiban-kewajiban sebagaimana orang-orang pada umumnya.

Bila salah-satu dari ketujuh sebab ini ada pada diri seorang mukallaf,
maka terdapat dispensasi-dispensasi (rukhshah) hukum dari syariat kepada
yang bersangkutan.

b. Macam-macam ruqhshah

Terkait mengambil ruqhshah dan tidaknya, ruqhshah terbagi menjadi lima


macam;
1) rukhshah yang wajib diambil. Seperti memakan bangkai bagi orang yang
hampir mati dan tidak menemukan makanan yang lain.
2) rukhsah yang sunnah diambil. Seperti mengqashar shalat dalam
perjalanan, tidak berpuasa bagi orang yang sakit, dan memandang wajah
dan kedua telapak tangan perempuan yang hendak dipinang.
3) rukhshah yang boleh diambil. Seperti mempraktekkan akad salam.
4) rukhshah yang lebih utama tidak diambil. Seperti mengusap sepatu,
menjamak shalat dalam keadaan tidak ada dharar, dan lain-lain.
5) rukhsah yang makruh diambil. Seperti mengqashar shalat dalam
perjalanan yang kurang dari radius 3 marhalah (120 Km).
Berikut ini adalah ulasan mengenai pembagian rukhsah yang terdapat
dalam kitab Ushūl al-Fiqh al-Islāmī karya Syekh Wahbah Zuhaili (w. 1437
H).
Rukhsah terbagi menjadi empat bagian :
1) rukhsah wajibah. Rukhsah ini merupakan rukhsah yang wajib dilakukan.
Contoh : kebolehan makan bangkai bagi orang yang hampir mati kelaparan.
2) rukhsah mandubah. Rukhsah ini merupakan rukhsah yang sunah
dikerjakan.
Contoh : kebolehan meringkas (qashar) salat bagi musafir yang beperjalanan
lebih dari dua marhalah (81 km atau lebih) . Nah, rukhsah semacam ini
membolehkan musafir meringkas salat yang awalnya empat rakaat menjadi
dua rakaat. Hukum asalnya adalah tidak boleh meringkas salat dalam
keadaan normal (tidak sedang perjalanan), namun karena ia sedang dalam
perjalanan (musafir) maka diperbolehkan bahkan hukumnya sunah
dilakukan supaya tidak mengalami kesulitan (masyaqqah) dalam
perjalanannya.
Hal ini didasarkan atas sabda Rasulullah Saw. kepada Umar Ra. :
‫َص َد َقٌة َتَص َّد َق ُهَّللا ِبَها َع َلْيُك ْم َفاْقَبُلوا َص َد َقَتُه‬
Artinya :
“Itu adalah sedekah yang Allah bersedekah dengannya atas kalian. Maka
terimalah sedekah-Nya”. (Ahmad bin Husain al-Baihaqi, as-Sunan al-
Kubra, jus 3 hal 141)
3) rukhsah mubahah. Rukhsah ini merupakan rukhsah yang boleh dilakukan
atau ditinggalkan.
Contoh : kebolehan melakukan akad salam (pesanan). Hukumnya asalnya
tidak diperbolehkan dikarenakan itu adalah melakukan akad terhadap
sesuatu (barang) yang belum ada (bay’ al-ma’dum), namun
akad salam (pesanan) diperbolehkan dalam rangka memenuhi kebutuhan
manusia yang semakin berkembang.
4) rukhsah khilaf al-aulā. Rukhsah ini merupakan rukhsah yang lebih utama
ditinggalkan.
Contoh : kebolehan membatalkan puasa bagi musafir dimana ia masih
mampu untuk berpuasa (tidak berbahaya bagi dirinya).

3. Temuan
4. Analisa
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
E. DAFTAR PUSTAKA
Al-mahfani, M Khalilurrahman, Buku Pintar Shalat pedoman shalat lengkap
menuju shalat khusyuk, Jakarta selatan: Wahyu Media, 2008.

Fawaid, Achmad, pengertian dan macam-macam rukhshah dalam islam, dalam


https://bincangsyariah.com/khazanah/pengertian-dan-macam-macam-rukhsah-
dalam-islam/ (2 April 2022)

Fadli, Riski Maulana, Macam-Macam Rukhshah Dalam Hukum Islam, dalam


https://bincangsyariah.com/kolom/macam-macam-rukhsah-dalam-hukum-islam/
(24 Oktober 2020)

Anda mungkin juga menyukai