OLEH:
PROPOSAL
Kabupaten Agam)
melaksanakannya, dia berdosa. Sebab, shalat lima waktu itu hukumnya fardhu
‘ain (diwajibkan atas setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan). 1 Umat
Islam sepakat bahwa siapa yang mengingkari kewajiban shalat, maka ia akan
menjadi kafir (murtad), karena kewajiban shalat telah ditetapkan dengan dalil
setiap orang Islam yang baligh, berakal dan dalam keadaan suci. Artinya
ketika dia tidak dalam keadaan haid dan nifas, sedang gila atau ketika pingsan.
oleh orang lain. Oleh sebab itu, seseorang tidak boleh menggantikan shalat
orang lain.
1
Syahruddin El-Fikri, Sejarah Ibadah, (Jakarta: Republika, 2014), h. 29
2
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu 2, penerjemah Adul Hayyie At-Kattani
dkk penyunting, Budi Pernadi cet I (Jakarta: Gema Insani, 2010), hal. 546
3
Shalat secara bahasa adalah do’a atau do’a untuk kebaikan. Sedangkan
menurut istilah syara’ shalat adalah ucapan dan perbuatan khusus atau ibadah
yang dikerjakan umat Islam dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan
salam, sesuai dengan syarat dan rukunnya. Pendapat ini dikemukakan oleh
Shalat lima waktu adalah rukun Islam yang utama setelah dua kalimat
syahadat.
muslim yang baligh, berakal lagi suci, haram mendahului dan terlewat dari
waktunya, jika tidak karena udzur. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. An-
Kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu
3
Syahruddin El-Fikri, Sejarah Ibadah, (Jakarta: Republika, 2014), hal. 30
KAUTSAR, 2006), h. 2.
4
Dari keterangan firman Allah di atas dapat dipahami bahwa shalat itu
wajib dikerjakan pada waktunya oleh umat Islam yang telah dewasa, baligh,
dan berakal baik laki-laki ataupun perempuan dalam situasi dan kondisi
Adapun dalam sebuah riwayat muslim, dari Said bin Jubair Ibnu
Abbas:
و88ريب وأب8و ك8دثنا أب8ة وح8وحدثنا أبو بكر بن أبي شيبة أبو كريب قاال حدثنا أبو معاوي
بيب بن88ا عن األعمش عن ح88ع كال هم88دثنا وكي88اال ح88ريب ق88سعيد ألشج واللفظ ألبي ك
ه88لى هللا علي88ول هللا ص88ع رس88 جم: ال88اس ق88ير عن ابن عب88عيد بن جب88ابت عن س88أبي ث
ر في88وف وال مط88ير خ88ة في غ88اء بالمدين88رب والعش88ر والمغ88ر و العص88وسلم بين الظه
ديث أبي88ه وفي ح88رج أمت88ال كي ال يح88ك ق88ل ذل88حديث وكيع قال قلت البن عباس لم فع
معاوية قيل البن عباس ما أراد إلى ذلك قال أراد أن ال يحرج أمته
Artinya: “Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu
Syaibah dan Abu Kuraib keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami
Abu Muawiyah (dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, dan Abu Said Al Asyajj sedangkan lafadznya milik Abu
dari Al A’masy dari Habib bin Abu Tsabit dari Said bin Jubair dari Ibnu
antara zhuhur dan ashar, magrib dan isya’ di Madinah, bukan karena
ketakutan dan bukan pula karena hujan. Dalam hadits Waki’, katanya; aku
5
tanyakan kepada Ibnu Abbas; Mengapa beliau lakukan hal itu? Dia
Jubair tentang mengapa Nabi SAW berbuat demikian” kata Sa’id: “hal itu
sudah ku tanyakan kepada Ibnu Abbas”, jawab Ibnu Abbas: “Nabi SAW
zuhur dengan ashar dan magrib dengan isya. Tetapai bukan berarti menjamak
ada aturannya, yaitu ketika hanya ada hajat yang tidak dijadikan sebagai
kebiasaan. Seperti saat sedang dalam bepergian, karena ada hajat secara
keadaan, pada saat takut, saat turun hujan atau pada saat dingin dan jamak
5
Ashabul Muslimin, Kitab Hadis Muslim Terjemahan, 2011, hadis no. 47, jilid 7, h. 1151.
6
pendapat tentang kondisi dan situasi apa yang menjadikan seseorang boleh
menjamak shalat saat ada keperluan belum menjadi perhatian kalangan ulama
mazhab.
1. Shalat sebagai tiang agama, jika seorang muslim tidak shalat telah
hari kiamat.
Islam.6
kemudahan yang diberikan agama dalam tata cara shalat, yaitu shalat jamak.
Shalat jamak adalah, “menggabungkan antara dua waktu shalat menjadi satu
waktu”.7 Menjamak antara dua shalat artinya (melakukan shalat dzuhur dan
6
Abdul Hamid, Fiqih Ibadah, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), h. 22.
7
An-Nawawi, Raudhatuth Thalibin, diterjemahkan oleh Muhyidin Mas Rida, dkk,
(Jakarta Selatan : Pustaka Azzam, 2007), jilid 1, h. 773.
7
shalat ashar atau shalat magrib dan shalat isya secara bersama dalam satu
waktu, baik dilakukan di waktu shalat pertama atau waktu shalat kedua.8
kesulitan untuk mendirikan shalat fardhu pada waktunya maka Allah telah
fardhu. Karena Islam adalah agama yang tidak memberatkan bagi para
umatnya.
melakukan jamak dan qashar, serta hukum shalat jamak bagi pengantin. Ada
bepergian. Ada juga yang memandang bahwa jamak dan qashar itu wajib
8
Abdul Malik Kmal bin As-Sayid Salim, Shahih Fikih Sunnah, (Jakarta : Pustaka Azzam,
2015), cet 4, h. 771.
9
Ali Abu Al-Bashal, Keringanan-keringanan dalam Shalat, (Jakarta : PUSTAKA AL-
KAUTSAR, 2006), h. 189.
8
Padahal hukum mengerjakan shalat itu adalah fardhu ‘ain atas seorang
mukallaf (akil, baligh). Anak-anak yang sudah berumur tujuh tahun harus
sudah diperintahkan untuk mengerjakan shalat. Dan di pukul ringan jika tidak
shalatnya. Kecuali dengan alasan tertentu, seperti : sakit mabuk dan gila.
tersebut tidak sakit, tidak mabuk dan tidak gla serta telah baligh dan berakal.10
B. Rumusan Masalah
10
Staikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2003), cet. 1, h. 118.
9
1. Tujuan Penulisan
2. Kegunaan Penulisan
Bukittinggi.
selanjutnya.
Kabupaten Agam.
D. Defenisi Operasional
10
Guguak Tabek
E. Tinjauan Pustaka
dan dikaji dalam skripsi dan karya ilmiah seperti penelitian yang dilakukan
oleh: Putri Anisa yang berjudul “Hukum Pelaksanaan Shalat Jama’ Bagi
11
Sarlito Wirawan Surwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1982),
edisi ke 1, h. 44.
11
bagaimana dalil, dasar serta filosofi maqasid syari’ah bagi orang yang
F. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana penelitian ini adalah
b. Sifat penelitian
untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau
yang ada.
2. Sumber Data
12
Kartini Kartono, Pengantar Metorologi Riset Sosial (Bandung Bndar, 1996) h. 32.
13
Djam’an Satri dan Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif, cet ke-5, (Bandung
Alfabeta, 2013), h. 23.
14
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul J, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta Rajawali
Press, 2003), h. 42.
13
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari objek yang diteliti, yang
meliputi:
1) Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat yang penulis maksud adalah tokoh adat atau tokoh
agama.
2) Pelaku
jamak.
3) Masyarakat Umum
metode penarikan sampel secara berantai, dari satu sampel informan yang
15
Muhammad Teguh, Metode Penelitian Teori dan Aplikasi, (Jakarta PT. Raja Grafindo
Persada, 1999), cet ke-1, h. 159.
14
berikut:
atau dalam bentuk lain yang dapat menunjang data dalam penelitian .
tersebut diperiksa kembali satu persatu agar tidak ada kekeliruan pada
jawaban.
menganalisa data.
5. Analisis Data
suatu kesimpulan.
16
a. Reduktif Data
b. Penyajian Data
c. Penarikan Kesimpulan
G. Sistematika Penulisan
18
Lexy J. Maelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2011), h.
190.
17
utama penelitian yaitu terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
sistematika penulisan.
OUTLINE
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
18
C. Tinjauan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Penjelasan Judul
F. Metodologi Penelitian
G. Tinjauan Pustaka
H. Sistematika Penulisan
Randah
Guguak Randah
BAB IV PENUTUP
19
A. Kesimpulan
B. Saran