Anda di halaman 1dari 10

REPRESENTASI IDENTITAS BUDAYA SUKU BATAK

DALAM FILM NGERI NGERI SEDAP

Oleh

Dydan Dewa Baruna

200110401078

PROGRAM STUDI TELEVISI DAN FILM

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS JEMBER

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saya tertarik meneliti film Ngeri-Ngeri Sedap karena pada film ini menonjolkan budaya
batak dan kehidupan masyarakat yang masih memegang adat istiadat. Adat istiadat inilah
yang menjadi ciri khas dalam film ini. Budaya Batak masih jarang diangkat dalam film film
layar lebar. Kebanyakan film, seperti yang kita tahu, mengangkat adat atau kebudayaan Jawa
yang menjadi latar film nya. Budaya Batak yang ditonjolkan dalam film Ngeri-Ngeri Sedap
juga dibuat menjadi konflik utama. Konflik utama disini maksudnya karena adat inilah yang
menjadikan satu keluarga harus berpecah dan memikirkan opini masing-masing yang sesuai
dengan jaman sekarang. Dari sini timbul konflik yang berkelanjutan hingga akhir film.
Selama ini, hanya ada segelintir film tentang budaya daerah di Indonesia yang mencuat
dan diminati khalayak di layar lebar. Meski begitu, setiap etnis memiliki perbedaan antara
satu dengan lainnya. Setiap budaya dari etnis memiliki ciri khas (local culture) atau keunikan
masing-masing. Nilai-nilai yang ada dalam local culture ini bersifat asli atau otentik (local
indigenous) dan menjadi pegangan masyarakat untuk menjalankan kehidupan sehari-hari
(Azizah, 2018).
Film Ngeri-Ngeri Sedap merupakan film drama komedi tahun 2022 yang disutradarai
oleh Bene Dion Rajagukguk. Film ini bercerita tentang orang tua dari keluarga Batak yang
berpura-pura bertengkar agar anak-anak mereka yang sedang merantau mau kembali pulang
saat waktunya acara tradisi keluarga.
Teori yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah semiotika untuk meneliti
representasi karakter budaya Batak dalam film Ngeri-Ngeri Sedap. Peneliti akan
menggunakan teori Semiotika dari John Fiske untuk memfokuskan studi pada budaya
manusia sehari-hari yang ada pada film. Stereotip yang ditampakkan dalam film menjadi
bagian dari identitas budaya yang dikemas dalam media, dan hal tersebut sesuai dengan
anggapan Fiske mengenai semiotika yang cenderung menggunakan pendekatan budaya
manusia. Fiske membahas tiga pokok bahasan penting yaitu tanda, kode atau sistem yang
mengorganisasikan tanda, dan kebudayaan di tempat kode dan tanda bekerja. Lalu dianalisis
menggunakan level realitas, level representasi, dan level ideologi pada scene dalam film yang
telah dipilih.
Film mengangkat banyak representasi dan realitas sosial yang ada di masyarakat.
Representasi merupakan sebuah wujud kontruksi terhadap semua aspek realitas yang dapat
berbentuk kata-kata, tulisan, atau dalam bentuk gambar yang bergerak seperti film
(Kusumastuti & Nugroho,2017). Film tidak hanya mengontruksi suatu nilai budaya tertentu,
tetapi juga memberikan gambaran tentang bagaimana nilai-nilai itu diproduksi dan
bagaimana nilai tersebut dimaknai oleh penonton.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, muncul sebuah pertanyaan yang menjadi rumusan
masalah yaitu bagaimana representasi budaya batak dalam film Ngeri-Ngeri Sedap jika dikaji
menggunakan teori semiotika John Fiske?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana budaya batak direpresentasikan
dalam film Ngeri-Ngeri Sedap jika dikaji menggunakan teori semiotika John Fiske. Hal ini
penting bagi peneliti karena akan menjadi tolak ukur sejauh mana peneliti memahami teori
semiotika John Fiske. Selain itu, juga sebagai media belajar dalam mengetahui bagaimana
semiotika diterapkan dalam praktik film.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan peneliti di
bidang kajian semiotika. Penelitian ini juga digunakan untuk melengkapi penelitian tentang
semiotika sebelumnya serta menjadi referensi untuk kajian-kajian berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Tinjauan penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui orisinalitas penelitian. Peneliti
mencari data dari berbagai sumber untuk mendapatkan data. Peneliti juga mencari dari
berbagai kesamaan dari judul penelitian terdahulu baik dari segi subjek dan objek penelitian
serta melihat teori yang digunakan.
Penelitian pertama oleh Rionaldo Herwendo dari Universitas Prof. Dr. Moestopo
(Beragama), Jakarta dengan judul skripsi “Analisisis Semiotika Representasi Perilaku
Masyarakat Jawa Dalam Film Kala”. Perbedaan penelitian Rionaldo dengan penelitian saya
adalah terletak pada budaya yang akan dianalisis. Pada penelitian Rionaldo meneliti tentang
budaya masyarakat Jawa, sedangkan pada penelitian saya meneliti tentang budaya Batak.
Perbedaan kedua terletak pada teori semiotika yang digunakan. Pada penelitian Rionaldo
menggunakan teori semiotika Roland Barthes, sedangkan pada penelitian saya menggunakan
teori semiotika John Fiske. Untuk persamaan pada penelitian Rionaldo dan penelitian saya
adalah sama-sama meneliti tentang representasi kebudayaan dengan menggunakan teori
semiotika.
Penelitian kedua oleh Ayusita Puspita Handayani dari Universitas Gunadarma dengan
judul “Analisis Semiotika John Fiske Pada Iklan Kampanye Pemilu Presiden Jokowi-Ma’ruf
Amin di Televisi”. Perbedaan penelitian Ayusita dengan penelitian saya terletak pada objek
yang diteliti. Pada penelitian Ayusita objek penelitian berupa iklan kampanye televisi,
sedangkan pada penelitian saya meneliti film Ngeri-Ngeri Sedap. Persamaan antara
penelitian Ayusita dengan penelitian saya adalah sama-sama menggunakan teori kajian
semiotika John Fiske.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Nasy’ah Mujtahidah Madani dari Universitas Sebelas
Maret dengan judul “Potret Stereotip Etnis Batak Dalam Film Pariban: Idola dari Tanah
Jawa”. Perbedaan penelitian Nasy’ah dengan penelitian saya adalah film yang dianalisis.
Film yang dianalisis oleh Nasy’ah adalah Pariban: Idola dari Tanah Jawa, sedangkan pada
penelitian saya film yang dianalisis adalah Ngeri-Ngeri Sedap. Persamaan penelitian Nasy’ah
dengan penelitian saya adalah sama-sama meneliti potret budaya Batak dalam film.
2.2 Kajian Teori

2.2.1 Representasi

Representasi merupakan wujud kontruksi terhadap semua aspek realitas yang dapat
berbentuk kata-kata, tulisan, atau dalam bentuk gambar yang bergerak seperti film (Kusumastuti
& Nugroho, 2017). Film sebagai salah satu media massa yang menyajikan informasi, tidak hanya
mengkontruksi suatu nilai budaya tertentu, tetapi juga melihat bagaimana nilai-nilai itu
diproduksi dan bagaimana nilai itu dimaknai oleh khalayak. Realitas yang ditampilkan pada
layar merupakan hal yang sama dengan sistem kompleks dari tanda yang dimaknai dari orang-
orang dalam suatu kebudayaan tertentu (Fiske, 2017).

Representasi adalah produksi makna dari konsep-konsep dalam pikiran kita melalui
bahasa. Ini adalah hubungan antara konsep dan bahasa yang memungkinkan kita untuk merujuk
ke dunia objek, orang, atau peristiwa ‘nyata’atau memang ke dunia imajiner objek, orang, dan
peristiwa fiksi (Hall, 1997). Dalam studi media, representasi adalah cara aspek masyarakat,
seperti jenis kelamin, usia, atau etnis, disajikan kepada khalayak. Representasi dalam text media
berfungsi secara ideologis sepanjang representasi itu membantu memproduksi hubungan sosial
berkaitan dengan dominasi dan eksploitasi (Fairlough, 1995).

2.2.2 Semiotika

Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang artinya tanda, ataupun “seme” yang
artinya “penafsir tanda”. Semiotika mengartikan tanda dan makna yang ada dalam lingkungan
masyarakat sesuai dengan unsur sosial dan budayanya. Semiotika menjadi salah satu pendekatan
studi untuk mengkaji suatu fenomena komunikasi, misalnya film, iklan, dan berita. John Fiske
(2017), dalam bukunya berjudul Television Culture dan Reading the Popular, menuliskan bahwa
pesan yang ditayangkan di televisi diteliti dengan memposisikan penonton sebagai pemirsa
sebagai individu yang memiliki latar belakang sosial. Fiske mendefinisikan semiotika sebagai
ilmu tentang bagaimana tanda dan makna dibangun dalam teks media, serta studi tentang
bagaimana tanda dari jenis karya komunikasi jenis apapun dalam masyarakat yang
mengkomunikasikan makna (Fiske, 2017). Menurut Fiske terdapat tiga bidang studi utama dalam
semiotika, yaitu sebagai berikut.
1). Tanda
Hal ini terdiri dari studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang
berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan
manusia dan hanya dapat dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.
2). Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda
Hal ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan suatu
masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang ada untuk
menstransmisikannya.
3). Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja
Hal ini bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan
dan bentuknya sendiri.
Fiske menciptakan teori semiotika yang menganalisis tanda, simbol, dan teks yang terdiri
dari tiga level, yakni level realitas (penampilan, kostum, tata rias, lingkungan, perilaku,
cara berbicara, gestur, dan ekspresi), level representasi (kamera, pencahayaan,
penyuntingan, music, dan suara yang kemudian membentuk unsur naratif, konflik,
karakter, aksi, dialog, latar, dan peran), dan level ideologi (individualisme, patriarki, ras,
kelas, materialism, dan kapitalisme).

2.2.3 Kebudayaan Batak

Batak adalah nama sebuah suku di Indonesia. Suku ini kebanyakan bermukim di Sumatra
Utara. Mayoritas orang Batak beragama Kristen dan Islam, akan tetapi ada pula yang menganut
kepercayaan animism (disebut parmalim). Kebudayaan Batak adalah seluruh nilai-nilai
kehidupan suku Batak di waktu-waktu mendatang merupakan penerusan dari nilai kehidupan
lampau dan emnjadi faktor penentu sebagai identitasnya. Didalam menjalankan kehidupan suku
bangsa Batak terutama interaksi antar sesame amnusia dibuat nilai-nilai antar sesame, etika
maupun estetika yang dianamai adat. Suku bangsa Batak mempunyai sistem kekerabatan yang
dikenal dan hidup hingga kini yaitu Partuturon. Peringatan untuk tidak melanggar Patik disebut
dengan Sotung. Dan mengharamkan segala aturan untuk dilanggar yang disebut Subang. Patik
berfungsi sebagai Batasan tatanan kehidupan untuk mencapai nilai-nilai kebenaran.

Secara umum suku Batak memiliki falsafah adat Dalihan Na Tolu yakni Somba Marhula-
hula (hormat pada pihak keluarga ibu/istri), Elek Marboru (ramah pada keluarga saudara
perempuan) dan Manat Mardongan Tubu (kompak dalam hubungan semarga). Dalam kehidupan
sehari-hari, falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan
bermasyarakat di lingkungan orang Batak.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian Kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah atau sebagai lawannya adalah eksperimen yang peneliti bertindak
sebagai instrument kunci. Analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif
lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2017:15).

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena penelitian ini membahas tentang
data dari sasaran penelitian dalam menjawab rumusan masalah yang ada. Sasaran penelitian ini
terbatas pada film Ngeri-Ngeri Sedap maka peneliti mencari data yang dibutuhkan untuk
menjawab rumusan masalah. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif untuk menjawab
rumusan masalah dengan bersifat deskriptif.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di tempat tinggal peneliti. Waktu yang digunakan adalah
tidak terbatas.

3.3 Data dan Sumber Data

3.3.1 Data Primer

Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama. Data primer
dilakukan dengan pengamatan subjek penelitian yaitu film Ngeri-Ngeri Sedap. Data diperoleh
dari menonton film Ngeri-Ngeri Sedap melalui aplikasi Netflix.

3.3.2 Data Sekunder

Data dalam penelitian ini berupa literatur, jurnal, penelitian terdahulu dan internet.
3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapat data (Sugiyono, 2015:224). Peneliti
mengumpulkan data dalam penelitian ini dengan cara sebagai berikut.

1. Observasi
Peneliti melakukan observasi dengan cara menonton film Ngeri-Ngeri Sedap berulang
kali dan dengan mengamati elemen-elemen yang berkaitan dengan tanda kebudayaan
Batak.

2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan terhadap buku dan jurnal terkait semiotika dan kebudayaan.

3. Dokumentasi
Melakukan screen capture pada scene scene yang berkaitan dengan objek penelitian dan
melakukan analisis pada scene tersebut.
Daftar Pustaka

Fiske, J. 2010. Television Culture 2nd Edition. London: Routledge.

Fiske, J. 2017. CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES: Sebuah Pengantar


Paling Komprehensif (Terjemahan Edisi Ke-2). Yogyakarta: Penerbit Jalasutra.

Handayani, Ayusita. 2019. Analisis Semiotika John Fiske Pada Iklan Kampanye Pemilu
Presiden 2019 Jokowi-Ma’ruf Amin di Televisi. Universitas Gunadarma: Ilmu
Komunikasi.

Herwendo, Rionaldo. 2014. Analisis Semiotika Representasi Perilaku Masyarakat Jawa


Dalam Film Kala. Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Komunikasi.

Kusumastuti, A. N., & Nugroho, C. (2017). Representasi Pemikiran Marxisme


Dalam Film Biografi (studi Semiotika John Fiske Mengenai Pertentangan
Kelas Sosial Karl Marx Pada Film Guru Bangsa Tjokroaminoto).
https://openlibrarypublications.telkomuniversity.ac.id/index.php/management/article/
view/3323 (diakses pada 14 Desember 2022)

Madani, Nasy’ah. Potret Stereotip Etnis Batak Dalam Film “Pariban: Idola dari Tanah
Jawa”. Skripsi. Surakarta : Program Studi Ilmu Komunikasi.

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Saragih, Debrian R. 2009. Kebudayaan Batak.


https://www.academia.edu/8377373/Makalah_Mengenal_Kebudayaan_Batak_Sumatera_
Utara_ (diakses pada 16 Desember 2022)

Anda mungkin juga menyukai