Anda di halaman 1dari 6

PENGANTAR PSIKOMETRIKA

PENGUKURAN DI BIDANG PSIKOLOGI DAN FOKUS MATERI PADA

PERMASALAHAN DALAM PENYUSUNAN ALAT UKUR PSIKOLOGI

DAN ONLINE TERSTING

Dosen Pengampu:

Ahmad Ridfah, S.Psi.,M. Psi., Psikolog

Nur Akmal, S. Psi., M. A

Widyastuti, S. Psi., M. Si

Kelompok 6:

Azila Salsabila Akbar (220701501160)

Bulgis Dirtha Rahman (220701502012)

Dina Audiningsih ( 220701502006)

Fakhriyah Nurinayah Sarah (220701500053)

Kelas D

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

TAHUN 2023/2024
A. PENGUKURAN DI BIDANG PSIKOLOGI

1. Definisi Pengukuran

Ilmu pengukuran merupakan salah satu cabang ilmu statistika terapan yang tujuannya
untuk membangun landasan teori dalam pengembangan tes agar hasil yang diperoleh dapat
bekerja secara maksimal, valid, dan dapat diandalkan. pengukuran yang menghasilkan
kuantifikasi atribut/variabel suatu kontinum. Dalam konteks ini, kontinum yang digunakan
adalah kontinum psikologis, dengan menggunakan skala psikologis.

1.1 Pengukuran dalam bidang psikologi

Struktur merupakan suatu objek pengukuran dalam psikologi yang mencakup atribut
psikologis atau karakteristik psikologis. Atribut psikologis atau ciri-ciri psikologis merupakan
ciri-ciri yang mendasari perilaku.

Contoh ciri psikometri adalah prestasi, bakat, sikap, dan aspek kepribadian lainnya.
Namun perlu adanya indikator sebagai penanda tingkat perilaku dari aspek yang diukur, karena
tidak semua hal secara psikologis dapat diukur (measurable).

Beberapa alasan mengapa pengukuran dalam psikologi sulit dicapai dengan validitas,
reliabilitas, dan objektivitas yang tinggi antara lain:

1) Skala psikologis berdasarkan indikator perilaku numerik membatasi.


2) Sifat psikologis adalah hal-hal yang bersifat psikologis yang latent atau tidak terlihat
diukur secara konstruktif dan sulit untuk dieksploitasi.
3) Atribut psikologis yang terdapat pada setiap individu tidak stabil dan mudah berubah
seiring berjalannya waktu dan kondisi.
4) Interpretasi hasil psikometri hanya boleh dilakukan secara standar. Itu berarti dalam
setiap pengukuran psikometri, lebih banyak kesalahan yang dapat dibuat.
5) Respon subjek dapat dipengaruhi oleh variabel luar, misalnya kondisi dan keadaan
sekitar, keadaan pikiran subjek, kesalahan administrasi, dan lain-lain.

2. Permasalahan dalam Penyusunan Alat Ukur Psikologis

Dalam buku Saifuddin Azwar, Crocker dan Algina (1896) mengemukakan berbagai
permasalahan yang dihadapi penyusun tes pengukuran konstruk psikologis, diantaranya:

a) Tidak adanya single approaches dalam pengukuran construct apapun yang dapat
diterima secara mendunia.

Hal ini karena pengukuran struktur psikologi tidak dapat dilakukan secara langsung,
tetapi harus dilakukan melalui pengamatan terhadap fenomena perilaku. Dua perancang uji
yang mengukur struktur yang sama dapat memilih jenis dan sampel perilaku yang berbeda
dalam definisi operasional mereka tentang struktur yang dimaksud. Bahkan jika tes dilakukan
untuk mengungkapkan atribut yang sama dari orang yang sama, perbedaan definisi operasional
dapat menyebabkan kesimpulan yang berbeda.

b) Pengukuran psikologis secara umum didasarkan pada pengambilan sampel perilaku


yang jumlahnya terbatas.

Dalam teori, terdapat jumlah bentuk perilaku atribut psikologis yang tak terbatas yang
akan diukur. Namun, karena keterbatasan waktu dan kemampuan peserta dalam menjawab
sejumlah besar pertanyaan tes, tidak mungkin untuk menguji individu dengan seluruh bentuk
perilaku tersebut. Oleh karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana memilih sampel perilaku
yang dapat mewakili area pengukuran secara struktural.

c) Pengukuran selalu memiliki kemungkinan adanya kesalahan.

Biasanya, psikometri dilakukan dengan menggunakan sampel yang terbatas dan hanya
dilakukan sekali. Jika pengukuran dilakukan secara berulang, tidak ada jaminan bahwa
hasilnya akan konsisten dari waktu ke waktu karena adanya berbagai faktor yang
mempengaruhi individu yang diuji dan individu yang melakukan tes. Ketidaksesuaian ini
merupakan salah satu sumber kesalahan dalam pengukuran.

d) Satuan dalam skala pengukuran tidak hanya dapat didefinisikan secara operasional,
tetapi juga harus menunjukkan hubungan dengan konstruk fenomena lain yang dapat
diamati.

e) Alat ukur psikologis tidak dapat hanya didefinisikan secara operasional, tetapi juga
perlu menunjukkan hubungan dengan konstruk atau fenomena lain yang dapat diamati.

Dalam pengukuran psikologis, traits atau respons yang dapat diamati digunakan untuk
menggambarkan konstruk yang mendasarinya. Namun, jika interpretasi terhadap traits atau
respons tersebut tidak sesuai dengan konstruk teoretis yang mendasarinya, maka pengukuran
tersebut tidak akan memiliki nilai yang bermanfaat. Oleh karena itu, Lord dan Novick (1968,
yang dikutip dalam Crocker & Algina, 1986) menekankan pentingnya mendefinisikan konstruk
yang mendasari pengukuran psikologis pada dua tingkat.

Pertama, konstruk psikologis harus didefinisikan secara operasional dalam bentuk


indikator perilaku yang dapat diamati. Definisi ini akan menentukan bagaimana pengukuran
dilakukan. Kedua, konstruk psikologis harus didefinisikan dalam bentuk hubungan logis dan
matematis dengan konstruk lain yang juga terkait dalam sistem teoritisnya. Definisi kedua ini
memberikan dasar untuk menginterpretasikan hasil pengukuran. Jika tidak ada hubungan
semacam itu yang dapat ditunjukkan secara empiris, maka hasil pengukuran yang diperoleh
tidak akan memiliki nilai yang berguna.
3. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan rendahnya validitas alat ukur psikologi.

Validitas merupakan faktor utama yang harus ada dalam setiap skala atau alat pengukuran.
Dalam hal ini, tingkat kebergunaan suatu skala ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat
validitasnya.

1. Ketidakjelasan dalam area atau domain yang diukur. Artinya, jika area yang ingin
diukur tidak terdefinisi dengan jelas, maka validitas alat ukur tersebut dapat terganggu.

2. Kesalahan dalam operasionalisasi konsep. Jika konsep yang ingin diukur tidak
dioperasionalisasikan dengan tepat, maka skala yang dihasilkan tidak akan valid.

3. Penulisan item yang tidak sesuai dengan kaidah. Misalnya, item yang terlalu panjang
atau sulit dipahami oleh responden. Hal ini dapat menurunkan validitas alat ukur.

4. Administrasi skala yang tidak dilakukan dengan baik atau sembarangan. Jika skala
tidak diberikan atau dijalankan dengan cara yang benar, maka validitasnya dapat
terpengaruh.

B. PERMASALAHAN DAN KESULITAN DALAM MENYUSUN ONLINE TESTING

Tes Psikometri suatu tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan mental, bakat kandidat
calon karyawan ataupun kecerdasan kandidat secara efisien. Tes Psikometri biasanya dilakukan
secara langsung maupun melalui online. Biasanya tim HRD menggunakan test psikometri
melalui cara yang berbeda dalam menentukan kesesuaian pekerjaan kandidat termasuk
penalaran verbal, penalaran logis, penilaian situsional dan juga penalaran numeric.

Namun, sampai beberapa tahun yang lalu, pelaksanaan test psikologi online di dunia industry
masih jarang dilakukan. Ada beberapa masalah yang biasanya menjadi kendala yang
menghalangi implementasi test psikologi online di Indonesia, seperti akan kekhawatiran
kebocoran soal, kesulitan pengawasan dan familiarty calon peserta tes terhadap tes yang akan
dikerjakan. Padahal, kelebihan test online ini dapat dikerjakan dimanapun selama perangkat
dan koneksi stabil.

Namun banyak juga kendala yang di dapatkan dari test online ini seperti pengawasan langsung
saat test dilaksanakan, sehingga biasanya test online banyak menggunakan joki test, juga
kebocoran soal dikarenakan banyak peserta yang memfoto soal test, dan juga koneksi internet
di Indonesia belum stabil di semua wilayah, tidak semua orang juga pasih dalam menggunakan
internet dan computer sehingga masih banyak yang mengalami kendala.
Berikut adalah beberapa masalah umum yang muncul dalam penyusunan online testing:

1. Validitas dan Reliabilitas


Permasalahan: Memastikan bahwa tes online memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai
adalah prioritas utama dalam psikometri.

2. Teori Pengukuran Psikologis


Permasalahan: Memahami konsep dasar dalam teori pengukuran psikologis seperti konsep
validitas dan reliabilitas.

3. Teori Respons Item (IRT)


Permasalahan: IRT adalah kerangka kerja yang kuat untuk mengembangkan dan mengukur tes
online dengan cermat.

4. Pengukuran Dalam Jaringan (Network Measurement Theory)


Permasalahan: Mengukur kemampuan individu dalam konteks jaringan sosial online dapat
melibatkan aspek-aspek unik, dan teori ini membantu dalam memahaminya.

5. Analisis Data
Permasalahan: Pemahaman statistik yang kuat diperlukan untuk menganalisis hasil tes online
dengan benar.

6. Teori Adopsi Teknologi


Permasalahan: Mendorong adopsi tes online oleh individu atau organisasi yang lebih
tradisional dan enggan mengadopsi teknologi adalah perhatian penting.

7. Keamanan dan Privasi Data


Permasalahan: Memastikan keamanan data pribadi dan hasil tes merupakan aspek penting
dari pengembangan tes online.

8. Teori Kultural dan Bahasa


Permasalahan: Membangun tes online yang sesuai dengan beragam budaya dan bahasa
memerlukan pemahaman teori kultural dan bahasa.
DAFTAR PUSTAKA

Muhid, A., Suhadiyanto, & Nurhidayat, D. (2015). Pengembangan alat ukur psikologi.
Metodologi Penelitian Kesehatan. 2008(November), 1-10.

Codepsy.2020. PSY2: Problematika dalam pengukuran psikologis. Dikutip dari


https://www.codepsy.com/post/problematika-pengukuran-psikologis. Diakses pada 27
Agustus 2021

Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological Testing. Prentice Hall.


Embretson, S. E., & Reise, S. P. (2013). Item Response Theory. Psychology Press.

Hambleton, R. K., Swaminathan, H., & Rogers, H. J. (1991). Fundamentals of item response
theory. Sage Publications

DeSarbo, W. S., & Rao, V. R. (1986). A constrained optimization view of network models in
marketing. Psychometrika, 51(2), 287-315.

Brown, J. D. (2006). Testing in language programs. McGraw-Hill.

Cate, T., & Johnsen, M. K. (2019). Test security: An overview of threats, best practices, and
future directions. Educational Measurement: Issues and Practice, 38(3), 4-13.

Hambleton, R. K., Merenda, P. F., & Spielberger, C. D. (Eds.). (2004). Adapting educational
and psychological tests for cross-cultural assessment. Psychology Press.

Anda mungkin juga menyukai