Npm : 21421311254
UAS KONSELING SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS
TUNA WICARA
Tuna wicara adalah apabila seseorang mengalami kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi)
bahasa maupun suaranya dari bicara normal, sehingga menimbulkan kesulitan dalam
berkomunikasi lisan dalam lingkungan. (Heri Purwanto 1998)
gangguan wicara atau tunawicara adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi
dari bunyi bicara, dan atau kelancaran berbicara.( Dr. Muljono Abdurrachman Dkk 1994)
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan anak tunawicara adalah individu yang mengalami
gangguan atau hambatan dalam dalam komunikasi verbal sehingga mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi.
Faktor Penyebab Tuna Wicara
Drs.Sardjono mengutip (Moh. Amni dkk,1979,hal 23) Anak tunawicara dapat
terjadi karena gangguan ketika :
• Sebelum anak dilahirkan/ masih dalam kandungan (pre natal)
• Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (umur neo natal)
• Setelah dilahirkan ( pos natal)
Karakteristik tunawicara
Menurut Heri Purwanto dalam Ortopedagogik umum (1998) yang merupakan
karakterisktik anak tunawicara adalah :
• Karakteristik bahasa dan wicara Pada umumnya anak tunawicara memiliki
kelambatan dalam perkembangan bahasa wicara bila dibandingkan dengan
perkembangan bicara anakanak normal.
• Kemampuan intelegensi Kemamapuan intelegensi (IQ) tidak berbeda dengan
anak-anak normal, hanya pada skor IQ verbalnya akan lebih rendah dari IQ
performanya
• Penyesuaian emosi,sosial dan perilaku Dalam melakukan interaksi sosial di
masyarakat banyak mengandalkan komunikasi verbal, hal ini yang
menyebabkan tuna wicara mengalami kesulitan dalam penyesuaian
sosialnya.Sehingga anak tunawicara terkesan agak eksklusif atau terisolasi
dari kehidupan masyarakat normal.
Pentingnya Konsep Diri Bagi Anak Tuna Wicara
Konsep diri pada anak tunawicara sangat penting untuk diperhatikan karena akan
mempengaruhi perkembangan sosial dan psikologis anak. Anak tunawicara seringkali
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya karena
keterbatasan pendengaran yang dimilikinya. Hal ini dapat menimbulkan rasa kurang
percaya diri pada anak. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat konsep diri anak
tunawicara agar anak dapat mengembangkan kemampuan sosial dan psikologisnya
dengan baik.(LUSIANTI et al., 2019)
Selain peran orang tua, terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan konsep diri pada anak tunawicara. Berikut adalah beberapa strategi yang
dapat dilakukan (Khairani, 2016)
Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membantu anak tunawicara
mengembangkan konsep dirinya. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan oleh
orang tua untuk membantu anak tunawicara mengembangkan konsep dirinya (Awwad,
2015)
Penerimaan diri orang tua yang memiliki anak tunawicara sangatlah penting dalam
menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Dengan penerimaan diri, orang tua dapat membantu
anak mereka tumbuh dan berkembang dengan baik, serta memberikan dukungan dan perhatian
yang dibutuhkan oleh anak. Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi oleh orang tua yang
memiliki anak tunawicara antara lain kesulitan dalam berkomunikasi, keterbatasan dalam
mendapatkan informasi, tuntutan sosial dan lingkungan, serta kurangnya pemahaman dari
lingkungan sekitar. Namun, dengan mencari dukungan dari ahli, mengembangkan cara
komunikasi yang efektif, membangun lingkungan yang inklusif, dan memberikan edukasi pada
lingkungan sekitar, orang tua dapat mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Penerimaan diri
menjadi kunci utama dalam menghadapi kondisi anak tunawicara.
Layanan BK (Bimbingan Konseling) memiliki peran penting dalam membantu siswa mengatasi
masalah dan mengembangkan potensi mereka. Namun, layanan BK tidak selalu mudah diakses
oleh siswa dengan kebutuhan khusus, termasuk anak tunawicara.Anak tunawicara adalah anak
yang mengalami hilangnya kemampuan pendengaran secara total atau sebagian. Mereka
memiliki tantangan unik dalam mengakses layanan BK karena keterbatasan komunikasi. Namun,
dengan pendekatan yang tepat, anak tunawicara dapat mengalami manfaat yang sama dari
layanan BK seperti siswa lainnya.(Lestari & Nurhayati, 2020)
Anak tunawicara memiliki tantangan khusus dalam mengakses layanan BK. Keterbatasan
pendengaran mereka dapat membuat sulit bagi mereka untuk berkomunikasi dengan konselor
dan memahami informasi yang disampaikan. Selain itu, mereka juga mungkin mengalami
kesulitan dalam mengekspresikan perasaan dan emosi mereka.Tantangan lain yang dihadapi oleh
anak tunawicara dalam mengakses layanan BK adalah keterbatasan teknologi. Meskipun ada
teknologi yang dirancang khusus untuk membantu anak tunawicara berkomunikasi, teknologi ini
masih mahal dan tidak tersedia di semua sekolah. Ini dapat membuat sulit bagi anak tunawicara
untuk mendapatkan akses ke layanan BK yang memadai.
Untuk mengatasi tantangan dalam mengakses layanan BK bagi anak tunawicara, ada beberapa
cara yang dapat dilakukan. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi tantangan tersebut:
Layanan Bk dapat memberikan banyak manfaat bagi anak tunawicara, antara lain:
Anak tunawicara seringkali kesulitan dalam berinteraksi sosial dengan teman sebayanya. Dalam
sesi konseling, anak tunawicara dapat belajar tentang cara-cara berinteraksi yang tepat, seperti
memperhatikan ekspresi wajah dan gerakan tubuh orang lain, serta belajar mengenali dan
mengontrol emosi mereka sendiri.
Dengan bantuan dari konselor, anak tunawicara dapat belajar untuk lebih percaya diri dalam
menghadapi situasi sosial yang sulit. Mereka dapat belajar tentang cara-cara mengatasi rasa takut
dan cemas, serta belajar untuk lebih berani dalam mengambil inisiatif dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang lain.
Anak tunawicara yang mendapatkan dukungan dari layanan Bk cenderung memiliki prestasi
akademik yang lebih baik. Hal ini karena mereka dapat fokus pada pembelajaran, tanpa
terganggu oleh masalah pribadi atau sosial yang mereka hadapi.
Ada beberapa cara implementasi layanan Bk untuk anak tunawicara, antara lain:
Sesi konseling individu adalah cara yang paling umum digunakan dalam layanan Bk untuk anak
tunawicara. Dalam sesi ini, anak tunawicara akan bertemu dengan konselor secara tatap muka
untuk membahas masalah yang mereka hadapi, baik masalah pribadi, sosial, maupun akademik.
2. Sesi Konseling Kelompok
Sesi konseling kelompok dapat membantu anak tunawicara untuk belajar berinteraksi dengan
teman sebayanya. Dalam sesi ini, anak tunawicara akan belajar tentang cara-cara berinteraksi
yang sehat dan positif, serta belajar untuk bekerja sama dalam tim.
3. Pelatihan Keterampilan
Pelatihan keterampilan adalah cara lain yang dapat digunakan dalam layanan Bk untuk anak
tunawicara. Dalam pelatihan ini, anak tunawicara akan belajar tentang keterampilan-
keterampilan yang berguna dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, seperti
keterampilan mendengarkan, keterampilan meminta maaf, dan keterampilan memecahkan
masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Awwad, M. (2015). (2015). Urgensi Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus. Al-Tazkiah: Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam, 4(1), 46–64.
Khairani, D. (2016). Self-Concept Analysis of Deaf and Mute Female Students of Slb Negeri. E-
Proceeding of Management, 3(2), 2635–2644.
Lestari, F. W., & Nurhayati, I. (2020). Pelatihan Keterampilan Keramik Sebagai Bekal Hidup
Tuna Wicara Berbasis Kemandirian. Comm-Edu (Community Education Journal), 3(3),
188. https://doi.org/10.22460/comm-edu.v3i3.3337
LUSIANTI, S., KHOLIS, M. N., & PUSPODARI, P. (2019). PROFIL PROSES
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF ANAK TUNAWICARA DI SDLB Se-
KABUPATEN KEDIRI - Repository Universitas Nusantara PGRI Kediri. 172–180.
http://repository.unpkediri.ac.id/2520/
Bening, T. P., & Putro, K. Z. (2022). Upaya Pemberian Layanan Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan
Khusus di PAUD Non-Inklusi. Jurnal Basicedu, 6(5), 9096-9104
Dewi, L. M. (2019). Metode Berkomunikasi menggunakan Sandi Hellen Keller terhadap Siswa-Siswi
Tunarungu dan Tunawicara di Sekolah Luar Biasa Yayasan Tri Dharma Di Kota Cilegon. Jurnal
Artikula, 2(1), 10-15.
Faishol, Lutfi, and Alief Budiyono. "Peran Guru BK Dalam Membangun Psikoedukasi Di Tengah Pandemi
Covid-19 Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus." Coution: journal of counseling and education 2.2
(2021): 54-66.