Bauran energi di indonesia masih bergantung pada energi fosil, terutama batu bara dan minyak bumi.
Sebagian besar listrik dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Pemerintah sudah berupaya
mengurangi ketergantungan pada energi fosil dengan meningkatkan penggunaan energi terbarukan
seperti hidro, angin, dan surya.
Indonesia memiliki sumber daya geotermal (panas bumi) sekitas 11.073 megawat listrik dan cadangan
17.506 Mwe. Kapasitas pembangkit listrik secara nasional pada akhir 2016 memproduksi listrik 59.600
Mwe. Maka jika potensi sumber daya geotermal digunakan sbg pembangkit listrik dapat menambah
kapasitas 18% dari total produksi listrik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, mayoritas bauran energi primer
pembangkit listrik di Indonesia masih berasal dari batu bara. Persentasenya tercatat sebesar 67,21%
pada 2022.
Bauran energi primer pembangkit listrik terbesar kedua berasal dari gas tercatat sebesar 15,96% pada
tahun lalu.
Kemudian, bauran energi baru terbarukan (EBT) baru mencapai 14,11% pada 2022. Persentasenya
mengalami kenaikan dibandingkan pada 2021 yang sebesar 13,65%.
Sementara, bauran energi primer pembangkit listrik yang berasal dari bahan bakar minyak (BBM)
sebanyak 2,73%. Angkanya turun dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 3,18%.
Sumber: BP Energy Statistical Review (2020), EIA (2020), IRENA (2021), IERS (2020).
Perbandingan capaian sektor ketenagalistrikan serta pengembangan EBT antara Indonesia dengan Brazil
dan Jepang. Brazil memiliki kapasitas pembangkit listrik terbesar dg kapasitas total 165 GW pada akhir
2020. Brazil juga memiliki tingkat bauran EBT sebesar 86% dibanding kedua negara lain, yg didorong
pemanfaatan energi hidro sebesar 109 GW atau 66% dari bauran listrik brazil.
Sementara itu, Jepang tengah mendorong pemanfaatan energi surya dengan kapasitas solar PV
(fotovoltaik, teknologi yg mengubah sinar matahari mnjd energi listrik ) sebesar 67 GW juga Jepang
memiliki tingkat bauran listrik EBT berkisar 49%.
Saat ini tingkat bauran listrik EBT indonesia masih berada di kisaran 14% yg menunjukan besarnya ruang
pertumbuhan.
Kebijakan pendukung EBT milik Jepang dan Brazil menggunakan skema Feed in Tariff atau mekanisme
kesepakatan harga yg ditetapkan di awal bersifat tetap dan tidak dapat dinegosiasi. Implementasi FiT
dapat menjadi pembelajaran bagi indonesia untuk pengembangan EBT namun faktor keekonomian
indonesia belum memenuhi dan indonesia perlu membuat kebijakan yg konsisten dan memberikan
kepastian hukum serta menjamin ketersediaan jaringan listrik.
Faktor penyebab perbedaan dan persamaan dengan negara lain:
*sumber daya alam: bauran energi suatu negara dipengaruhi oleh sumber daya alam yang tersedia.
Negara yang memiliki cadangan besar energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara cenderung lebih
bergantung pada energi fosil.
*Kebijakan Energi: Kebijakan pemerintah sangat memengaruhi bauran energi. Negara-negara yang
mendorong pengembangan energi terbarukan biasanya memiliki proporsi energi terbarukan yang lebih
tinggi dalam bauran energi mereka.
*Infrastruktur Energi: Ketersediaan infrastruktur seperti pembangkit listrik, jaringan distribusi, dan
penyimpanan energi juga memengaruhi bauran energi. Negara dengan infrastruktur energi terbarukan
yang baik cenderung memiliki proporsi energi terbarukan yang lebih tinggi.
*sumber daya alam potensial: kedua negara memiliki sda yg berlimpah untuk pengenbangan EBT.
Jepang memiliki tenaga angin dan tenaga surya sementara indonesia memiliki potensi untuk tenaga
surya, angin, air, dan bioenergi.
*kerjasama internasional: jepang dan indonesia berpartisipasi dalam kerjasama internasional dalam
pengembangan EBT dan berkontribusi pada upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
*tantangan yg serupa: jepang dan indonesia menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan energi
terbarukan ke dalam jaringan listrik, megatasi masalah regulasi, serta memastikan ketahanan energi yg
stabil.
Kondisi EBT di Jepang saat ini terus mengalami perkembangan, faktor yg mendorong hal tersebut adalah
jepang telah menginvestasikan banyak dana dalam pengembangan teknologi EBT terutama energi surya
dan tenaga angin. Perusahaan jepang seperti Panasonic dan Toyota berinvestasi dalam penyimpanan
energi dan mobil listrik yang mendukung pengunaan EBT.