Anda di halaman 1dari 3

BAB I

Latar Belakang
Allah l menurukan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sebagai petunjuk bagi seluruh manusia
pada zaman tersebut hingga hari kiamat. Namun tidak jarang umat islam merasa kesulitan memahami
pesan yang disampaikan dalam Al-Qur’an. Tentunya hal tersebut terjadi disebabkan kadar
pemahaman seseorang berbeda-beda. Maka dari itu tafsir dibutuhkan dalam memahami Al-Qur’an.
Kehidupan bertetangga Rasulullah ‫ ﷺ‬tidak lepas dari bangsa Yahudi, terutama di Madinah. Kaum
Yahudi pun telah tinggal di Madinah jauh sebelum Rasulullah hijrah. Maka pada masa sebelum
Rasulullah ‫ ﷺ‬hijrahpun tentunya Israiliyat telah menyebar di Madinah. Namun hal tersebut tidak
menyebabkan tercampurnya Tafsir Al-Qur’an dengan Israiliyat. Karena Para Sahabat venderung
bertanya langsung kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬terkait hal-hal yang mereka tidak pahami dari Al-Qur’an.
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda perihal Israiliyat,
“Janganlah kalian mempercayai Ahli Kitab dan jangan (pula) mendustakannya, dan katakanlah
‘Kami beriman kepada Allah dan (Kitab) yang diturunkan kepada Kami”. (HR. Bukhari).
“Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat, dan sampaikanlah dari Bani Israil dan itu tidak suatu
dosa. Barangsiapa mendustakan aku dengan sengaja, sebaiknya ia mengambil tempat duduknya dari
api neraka”. (HR. Bukhari)
“Ahli Kitab membaca Taurat dalam bahasa Ibrani dan mereka menjelaskannya dengan bahasa Arab
kepada umat Islam,Rasulullah saw bersabda, “Kamu sekalian jangan membenarkan Ahli Kitab dan
jangan mendustakan mereka. Katakanlah kami beriman kepada Allah dan kitab yang diturunkan
kepada kami dan kitab yang diturunkan kepada kamu sekalian”” (HR. Bukhari)
Dalam Al-Qur’an juga Allah berfirman tentang bolehnya seseorang bertanya kepada Ahli Kitab,

َ‫ق ِم ْن َّربِّكَ فَاَل تَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ ْال ُم ْمت َِر ْي ۙن‬ َ ‫ب ِم ْن قَ ْبلِكَ ۚ لَقَ ْد َج ۤا َء‬
ُّ ‫ك ْال َح‬ َ ‫َٔل الَّ ِذ ْينَ يَ ْق َرءُوْ نَ ْال ِك ٰت‬ َ ‫فَاِ ْن ُك ْنتَ فِ ْي شَكٍّ ِّم َّمٓا اَ ْنزَ ْلنَٓا اِلَ ْي‬
ِ ‫ك فَ ْسـ‬
Terjemahan Kemenag 2019
“Jika engkau (Nabi Muhammad) berada dalam keraguan tentang apa (kisah nabi-nabi terdahulu)
yang Kami turunkan kepadamu, tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum
kamu. Sungguh, telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu. Maka, janganlah sekali-kali
engkau termasuk orang-orang yang ragu”.(QS. Yunus: 94)
Dalil ini dijadikan para Mufassir untuk bertanya kepada Ahli Kitab untuk membandingkan dengan
keterangan yang adal dalam kitab terdahulu (Arma, 2012).
Dari dalil-dalil yang telah dikemukakan baik ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi saw
dapat dipahami bahwa kisah-kisah dan berita-berita Israiliat yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam bisa diterima, yang bertentangan mesti ditolak sedangkan yang tidak jelas kebenaran atau
kesalahannya tidak perlu dikomentari (Arma, 2012).
BAB II
A. Penyebab masuknya israiliyat
Masuknya Israiliyat kedalam kitab tafsir didahului dengan masuknya israiliyat ke dalam kebudayaan
bangsa Arab pada masa jahiliyah. Hal ini dimulai dari perpindahan besar-besaran kaum Yahudi ke
Tanah Arab pada tahun 70 M. mereka lari dari ancaman dan siksaan titus zaman tersebut (Al-Dhahabi,
1976).
Sebelum Rasulullah ‫ ﷺ‬hijrah ke Madinah pun telah banyak kaum Yahudi tinggal dan menetap
disana. Bebagai kontak terjadi antara kaum Muslimin dan Ahli kitab, terutama Kaum yahudi. Hal ini
menyebabkan tercampurnya kebudayaan antar satu sama lain. Mereka sering mengadakan pertemuan
dan berdiskusi juga melakukan pendekatan. Mereka saling bertukar infomasi tentang agama mereka
yang kemudian menjadikan beberapa dari kaum Yahudi itu mendapatkan Hidayah dan masuk ke
dalam islam. Dan beberapa dari mereka yang telah masuk islam pun masih melestarikan cerita-ceirta
yang mereka bawa dan ketahui dari agama sebelumnya yaitu Yahudi.
Diantara mereka yang masuk ke dalam islam juga ada yang berasal dari orang-orang terpandang
dikalangan mereka karena keilmuan mereka dalam agama Yahudi itu sendiri. Beberapa dari mereka
adalah Ka’ab Al-Akhbar, Wahab bin Munabih, Muhammad bin Sa’ad bin Al-Kalbi, dan lainnya.
Orang-orang Yahudi juga sering datang kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬untuk menyelesaikan persoalan
diantara mereka atau sekedar mengajukan pertanyaan yang bertujuan untuk menguji Nabi atau
mempersempit ajaran islam (Al-Dhahabi, 1976).
Kebiasaan bangsa Arab dalam berdagang menjelajahi berbagai daerah menjadi salah satu faktor
tercampurnya budaya bangsa Arab dan Kaum Yahudi, termasuk didalamnya penyebaran Israiliyat.
sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an memiliki tradisi berdagang menuju Yaman (Rihlah Al-
Syita’) dan Syam (Rihlah Al-Saif). Di dua tempat ini, kalangan ahlul kitab sangat banyak terutama
Yahudi dan Arab dan Yahudi seringkali bertemu baik di jazirah Arab sendiri maupun di luarnya
(Hakim, 2020).
Faktor lainya juga adalah hilangnya sanad dari Riwayat-riwayat yang sampai, sehingga seseorang
kesulitan dalam memastikan kebenaran Riwayat tersebut. Faktor ini terjadi pada masa Tabi’in dan
Tabi’ut Tabi’in atau pada masa tadwin (penulisan) atau tepatnya pada akhir abad pertama dan awal
abad kedua hijriyah. Ditambah kebiasaan buruk beberapa kalangan dari bangsa Arab yang sering
bertanya kepada kaum yahudi dan Nashrani tentang hal-hal mengenai penciptaan sesuatu atau
eksistensi sesuatu atau segala sesuatu yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur’an. Dan lebh
parahnya, mereka bertanya kepada orang orang Yahudi Himyar, yaitu para ahli kitab pinggiran yang
tinggal di pedalaman dan memiliki ilmu yang sebatas hal-hal yang umum saja (Hakim, 2020).
Meskipun Israiliyat banyak diwarnai oleh kalangan Yahudi, kaum Nasrani juga turut ambil bagian
dalam konstelasi penafsiran versi israiliyat ini. Hanya saja dalam hal ini kaum Yahudi lebih populer
dan dominan. Karena kaum Yahudi lebih diidentikkan lantaran banyak di antara mereka yang
akhirnya masuk Islam. Di samping karena kaum Yahudi lebih lama berinteraksi dengan umat Islam
(Raihanah, 2015).
B. Pengaruh israiliyat terhadap tafsir Al-Quran
Israiliyat pada masa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬tidaklah mempengaruhi tafsir. Para Sahabat cenderung
menanyakan langsung kepada Nabi tentang perkara dalam Al-Qur’an yang mereka tidak pahami.
Selain sebagai penyampai wahyu, Rasulullah ‫ ﷺ‬juga sebagai narasumber pertama dan utama
dalam menjelaskan makna Al-Qur’an. Maka dari itu, hadits Rasulullah ‫ ﷺ‬harus menjadi rujukan
utama dalam menafsirkan Al-Qur’an setelah ayat Al-Qur’an itu sendiri.
Namun pada zaman Tabi’in dan Tabi’ut tabi’in atau pada marhalah tadwin Israiliyat mulai dijadikan
rujukan dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an. Kemudian para ulama berpendapat tentang hal ini,
sebagaimana paparan dibawah ini.
Menurut Adz-Dzahabi, jika Israiliyat masuk ke dalam khazanah Tafsir, maka akan menimbulkan
beberapa dampak negatif sebagai berikut:
1. Israiliyyat akan merusak akidah kaum Muslimin, karena ia mengandung unsur penyerupaan pada
Allah, peniadaan ‘ishmah para Nabi dan Rasul dari dosa, karena mengandung tuduhan perbuatan
buruk yang tidak pantas bagi orang adil, apalagi Nabi.
2. Merusak citra agama Islam karena Israiliyyat mengandung gambaran seolah-olah Islam adalah
agama yang penuh dengan khurafat dan kebohongan yang tidak ada sumbernya.
3. Israiliyyat menghilangkan kepercayaan pada ulama salaf, baik dari kalangan sahabat maupun
tabi’in.
4. Israiliyyat dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat
Al-Quran (Raihanah, 2015).
Tidak berbeda jauh, Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa penggunaan israiliyat adalah cara
yang mendistorsi pemahaman terhadap Islam
Begitu pula Muhammad Syaltut, baginya Israiliyat hanya menghalangi umat Islam menemukan
petunjuk Al-Qur’an dan hanya memberi kesibukkan yang memalingkan umat dari intan dan Mutiara
yang terkandung dalam Al-Qur’an (Agustianti, n.d.).
DAFTAR PUSTAKA
Agustianti, L. (n.d.). Ulumul Qur’an Israiliyyat.
Al-Dhahabi, M. H. (1976). al-Tafsir wa al-Mufassirun. Dar al-Fikr.
Arma. (2012). Israiliyat Dalam Tafsir Al-Qur‘an. Al-Fath, 06(02), 37–39.
Hakim, L. (2020). HISTORIOGRAFI DALAM TAFSIR AL-QUR’AN. Al Dhikra| Jurnal Studi
Qur’an Dan Hadis, 2(2), 143–156.
Raihanah, R. (2015). ISRAILIYYAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP TAFSIR ALQURAN.
Tarbiyah Islamiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam, 5(1).

Anda mungkin juga menyukai