Path Resume624bcf574499e
Path Resume624bcf574499e
C. Refleksi
BUTIR
NO RESPON/JAWABAN
REFLEKSI
PETA KONSEP
A. pengertian
Moderasi
B. Nilai nilai Moderasi Beragama
Beragama
1. Tawassuth
2. I'tidal (adil tegak lurus
3. Tasamuh C.
4 Syura Implementasi
Moderasi
5. ishlah
Beragama
Konsep 6. Qudwah
(Beberapa 7. muwathanah
1 istilah dan 8. Al-La'unf MODERASI
definisi) di BERAGAMA
9. i'tiraf
KB
(1) Tawassuth, berada pada posisi tengah antara dua sisi yang berseberangan.
Kedua titik itu tidak dipertentangkan atau dibenturkan tetapi dipertemukan pada
posisi tengah. Moderasi antara sikap ifrāth (berlebihan) dan tafrīth
(mengabaikan), antara sikap terlalu berpegang pada zhahir nash atau terlalu
memperhatikan jiwa nash.
(4) Istiqāmah ala alThorīq, konsisten di jalan yang lurus, karena posisi tengah
memberikan kestabilan dan kemantapan.
Wasathiyah berarti sikap Islam yang dipilih, terbaik, adil, rendah hati, moderat,
istiqamah, ikuti ajaran Islam, tidak ekstrim untuk kedua ujung dalam hal-hal yang
berkaitan duniawi atau kehidupan setelah kematian, spiritual atau jasmani tetapi
harus seimbang antara keduanya. sikap moderat (wasatiyyah) merupakan
pendekatan yang diakui oleh Islam. Sebuah pendekatan yang komprehensif dan
terpadu yang mampu memecahkan permasalahan umat, terutama dalam hal
manajemen konflik untuk memelihara perdamaian. Sikap moderat dengan jalan
tengahnya dapat menjadikan kehadiran Islam di Indonesia sebagai agama
rahmatan lil alamin dan agama yang selamat.
Dari beberapa uraian di atas, moderasi beragama dapat diartikan sebagai sebuah
pandangan atau sikap yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua
sikap yang berseberangan dan berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap
yang dimaksud tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap seseorang.68
Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah sesuai pengertian
moderasi tadi. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak
berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang
mempraktekkannya disebut moderat.
Tawassuth atau wasathiyyah adalah memilih jalan tengah di antara dua kutub
ideologi keagamaan ekstrem fundamentalisme dan liberalisme. Ciri sikap tawassuth
ini, antara lain: tidak bersikap ekstrem dalam menyebarluaskan ajaran agama; tidak
mudah mengkafirkan sesama muslim karena perbedaan pemahaman agama;
memposisikan diri dalam kehidupan bermasyarakat dengan senantiasa memegang
teguh prinsip persaudaraan (ukhuwah) dan toleransi (tasamuh); hidup
berdampingan dengan sesama umat Islam maupun warga negara yang memeluk
agama lain.
Istilah wasathiyyah berasal dari bahasa Arab yang berarti kelas menengah, bukan
ekstrem kanan atau ekstrem kiri. Tidak memihak individu dengan mengorbankan
masyarakat, dan tidak memprioritaskan masyarakat dengan mengorbankan
individu. Wasathiyyah sangat memperhatikan hak individu dan juga hak
masyarakat. Wasathiyyah sangat memperhatikan kehidupan dunia, seperti halnya
perhatiannya pada kehidupan setelah kematian. Wasathiyyah memberikan
perhatian yang besar pada kesalehan ritual seperti pada kesalehan sosial.
Wasathiyyah menekankan hidup sejahtera di dunia, dan keamanan di akhirat, tidak
mengejar kehidupan duniawi sedangkan kehidupan ukhrawi diabaikan, begitu pula
sebaliknya. Allah Swt., berfirman:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Q.S.
AlQashas: 77).
a. Terus menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa dengan berbagai suku
bangsa yang mendiami sejumlah pulau, dari Sabang hingga Merauke, dengan
perbedaan agama, ras, Bahasa, dan adat budaya.
b. Terus menumbuhkan rasa memiliki dan patriotisme untuk menjamin
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Sikap dan perilaku patriotik
dimulai dengan hal-hal yang mendasar, yaitu: semangat gotong royong,
mewujudkan kerukunan umat beragama dan toleransi dalam menjalankan
ibadah menurut agama masing-masing, saling menghormati, mengedepankan
rasa damai dan menjaga keamanan lingkungan.
c. Terus meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab sebagai warga negara
Indonesia yang menghormati umat beragama di tanah air, antar umat beragama,
dan antar umat beragama dengan pemerintah, serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. (NKRI) untuk
mematuhi.
Sedangkan menurut bahasa Arab, adil di sebut dengan kata ‘adlun yang berarti
sama dengan seimbang, dan al’adl artinya tidak berat sebelah, tidak memihak,
berpihak kepada yang benar, tidak sewenang-wenang, tidak zalim, seimbang dan
sepatutnya. Menurut istilah, adil adalah menegaskan suatu kebenaran terhadap
dua masalah atau beberapa masalah untuk dipecahkan sesuai dengan aturan-
aturan yang telah ditetapkan oleh agama.
Murtadha Muthahhari memaknai keadilan sebagai suatu keadaan yang
seimbang. Dalam suatu masyarakat terdapat bagian-bagian yang beragam yang
menuju satu tujuan tertentu, maka di situ terdapat banyak syarat. Dengan
terhimpunnya syarat ini, kelompok masyarakat tersebut dapat bertahan dan
dapat memberi pengaruh yang dikehendaki darinya, serta dapat memenuhi
tugas yang diletakkan padanya.
I’tidal bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak
dan memenuhi kewajiban secara proporsional. I’tidal merupakan bagian dari
penerapan keadilan dan etika bagi setiap muslim. Tanpa mengusung keadilan,
nilai-nilai agama terasa kering dan tiada bermakna, karena keadilan menyentuh
hajat hidup orang banyak. Karena itu, moderasi beragama juga harus mendorong
upaya untuk mewujudkan kemaslahatan bersama (al mashlahah al-‘ammah)
3. Tasamuh (toleransi)
a. Pengertian Toleransi
Kata toleransi berasal dari toleran dalam KBBI diartikan menenggang atau
menghargai pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian
sendiri. Dalam bahasa Arab, toleran adalah “tasāmuh”, yang berarti sikap baik
dan berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan dengan orang lain yang
tidak sesuai dengan pendirian dan keyakinannya. Umat manusia diciptakan
dengan berbagai ras, bangsa, suku, bahasa, adat, kebudayaan, dan agama yang
berbeda. sikap toleransi dan tasāmuh yang luas dan terbuka, maka akan
terbentuk suatu masyarakat yang saling menghargai, menghormati, dan
terjalinlah kehidupan yang harmonis antar anggota masyarakat, bangsa, negara,
maupun dalam kehidupan secara umum. Kemudian masyarakat yang harmonis
cenderung akan menghasilkan karya-karya yang besar yang bermanfaat bagi
manusia.
Sebagai jawaban dari perkataan mereka, kemudian Allah menurunkan surat Al-
Kafirun ayat 1-6, terutama dalam ayat 6 yang menegaskan bahwa tidak ada
toleransi dalam hal yang menyangkut akidah. Allah Swt berfirman:
“Dalam setiap hati yang basah( makhluk hidup yang diberi makan minum) ada
pahalanya” (HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah Islam mengajarkan peduli
sesama.
2) Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau saudara non muslim.
Allah Swt telah berfirman dalam Q.S. Luqman [31]: 15
4. Syura (Musyawarah).
Istilah musyawarah berasal dari kata م شاوزة. Ia adalah masdar dari kata kerja
syawara-yusyawiru, yang berakar kata syin, waw, dan ra‟ dengan pola fa’ala.
Struktur akar kata tersebut bermakna pokok “menampakkan dan menawarkan
sesuatu” Dari makna terakhir ini muncul ungkapan syawartu fulanan fi amri (aku
mengambil pendapat si Fulan mengenai urusanku). Pendapat senada
mengemukakan bahwa musyawarah pada mulanya bermakna “mengeluarkan madu
dari sarang lebah”. Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala
sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat).
Karenanya, kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang
baik, sejalan dengan makna dasarnya.
Kata “syura” atau dalam bahasa Indonesia menjadi “Musyawarah” mengandung
makna segala sesuatu yang diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk
pendapat) untuk memperoleh kebaikan. Musyawarah merupakan esensi ajaran
Islam yang wajib ditetapkan dalam kehidupan sosial umat Islam. Syura memang
merupakan tradisi Arab Pra Islamyang sudah turun-temurun.
Ishlah juga dapat difahami sebagai suatu tindakan atau gerakan yang bertujuan
untuk merubah keadaan masyarakat yang rusak akhlak dan akidah, menyebar
ilmu pengetahuan dan memerangi kejahilan. Ishlah juga menghapus bid’ah dan
khurafat yang memasuki agama dan mengukuhkan akidah tauhid. Dengan ini
manusia akan benar-benar menjadi hamba Allah Swt yang menyembah-Nya.
Masyarakat Islam juga menjadi masyarakat yang memandu ke arah keadilan dan
persamaan.
Menurut syariat Islam, tujuan Ishlah adalah untuk mengakhiri konflik dan
perselisihan sehingga mereka dapat menciptakan hubungan dalam kedamaian
dan penuh persahabatan. Dalam hukum Islam, Ishlah adalah bentuk kontrak
yang secara legal mengikat pada tingkat individu dan komunitas. Secara
terminologis, istilah Ishlah digunakan dengan dua pengertian, yakni proses
keadilan restoratif (restorative justice) dan penciptaan perdamaian serta hasil
atau kondisi aktual yang dilahirkan oleh proses tersebut.
6. Qudwah (teladan).
Menurut kamus lisan Al-Arab, qudwah berarti uswah, yaitu ikutan (teladan).
Maka dalam Islam sering digunakan istilah Qudwah hasanah untuk
menggambarkan keteladanan yang baik, atau dima’rifatkan dengan al (kata
sandang) menjadi al-qudwah. Abdullah Nashih Ulwan mengartikan Uswah
Hasanah sebagai keteladanan, yakni dengan pendidikan dengan keteladanan
merupakan metode yang sangat berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam
mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial.
Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang
tindak tanduk, akhlaknya, disadari atau tidak, akan ditiru dan dicontoh mereka.
Muhammad Abu Fath Bayanuni, dosen pendidikan dan dakwah di Universitas
Madinah mengatakan bahwa menurut teorinya, Allah menjadikan konsep
Qudwah ini sebagai acuan manusia untuk mengikuti. Qudwah atau Uswah dalam
konteks ini adalah Rasulullah SAW dan orang-orang saleh.
Fitrah manusi adalah suka mengikuti dan mencontoh, bahkan fitrah manusia
adalah lebih kuat dipengaruhi dan melihat contoh ketimbang dari hasil bacaan
atau mendengar. Keteladanan yang disengaja adalah keadaan yang sengaja
diadakan oleh pendidik agar diikuti atau ditiru oleh peserta didik, seperti
memberikan contoh membaca yang baik dan mengerjakan shalat yang benar.
Keteladanan ini disertai penjelasan atau perintah agar diikuti. Keteladanan yang
tidak disengaja ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat
keikhlasan, dan sebagainya.
Dengan menggunakan metode praktek secara langsung akan memberikan hasil
yang efektif dan maksimal. Qudwah berarti melakukan kepeloporan dalam
prakarsaprakarsa kebaikan demi kemaslahatan hidup manusia (common good
and well-being) dan dengan demikian umat Islam yang mengamalkan
wasathiyyah bisa memberikan kesaksian (syahadah).