Anda di halaman 1dari 8

I.

BASIC MUCULOSKELETAL REHABILITATION

A. INTRODUCTION TO MUSCULOSKELETAL REHABILITATION

Program rehabilitasi sekarang dirancang untuk memulihkan fungsi dan kualitas hidup melalui
penggunaan therapeutic modalities, manual therapies, therapeutic exercises, dan edukasi pasien.
Adapun beberapa prinsip yang bisa dilakukan untuk mendapatkan outcome yang positive yakni :
 Komunikasi yang efektif dari fisio dan teman sejawat
 Treatment dan intervensi harus berdasarkan EBP yang terpercaya, untuk menghindari
treatment yang kurang bermanfaat dan misused
 Mengetahui fase rehabilitasi
 Selalu menedukasi pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal

B. PHASES OF MUSCULOSKELETAL REHABILITATION


Terdapat perbedaan dari beberapa sumber terkait fase rehabilitasi. Dalam buku menggunakan
fase dari dr. Delisa textbook. Direkomendasikan untu mengikuti fase2 yang dijelaskan namun apabila
disertai clinical reasoning maka diwajarkan untuk adanya overlaps ditiap masenya. Fase rehabilitasi
tersebut yakni,
 FASE 1 : MENGURANGI NYERI DAN PEMBENGKAKAN -> PRICE POLICE
Berfokus pada pengurangan nyeri dan masih dalam fase inflamasi akut. Walaupun goalnya
adalah mengurangi nyeri namun pasien juga harus di edukasi untuk tetap melakukan treatment
hingga ke fase 5. Jaringan yang meradang akan mencegah pemulihan ROM, dan nyeri akan
menghambat fungsi otot dan mencegah pemulihan kekuatan di fase2 berikutnya.
Cara tradisional yang bisa digunakan pada fase 1 ini yakni adalah PRICE, Analgesics,
nonsteroidal antiinfl ammatory medications, electrical stimulation, or acupuncture juga
digunakan apabila PRICE sendiri tidak bisa mengurangi nyeri tsb.
o Protection, bisa menggunakan splint, brace, tapping ataupun casting. Hal ini
digunakan untuk mencegah cidera selanjutnya yang bisa terjadi saat adanya ambulasi.
o Rest, relative rest adalah dengan mengistirahatkan bagian cidera namun tetaap
melatih bagian lain dari tubuh. Contohnya tetap latihan dengan aquatic therapy atau
cycle ergometri saat cedera, sehingga kondisi cardiovascular dari clinet atau pasien
sendiri tidak menurun. Hindari imobilisasi yang terlalu lama pada cedera karne abis
menyebabkan atrofi otot, kontraktur dan masalah lainnya.
o Ice, digunakan untuk mengkontrol respon inflamasi dan juga nyeri, biasanya yang
paling sering digunakan adalah Ice dan juga compression. Biasanya diberikan selama
15-10 menit dan bisa dilakukan setiap 1-2 jam, saran para expert hal ini dpt dilakukan
48-72 jam setelah cedera.
o Compression, hal ini berguna untuk mengkontrol pembengkakan yang terjadi pada
bagian cedera, dan local compression juga dapt mengurangi nyeri berdasarkan the
gate control theory.
o Elevation, bagian cedera diangkat diatas dari jantung untuk meningkatkan sirkulasi
vena dan limfatik
 FASE 2 : MENGEMBALIKAN ROM DAN BIOMEKANIK NORMAL
Pelatihan ROM dilakukan pada tahap awal untuk menghindari efek dari immobilization. ROM
tahap awal haruslah gentle dan pain free dan meningkat sesuai dengan toleransi pasien. Setelah
nyeri menurun maka toleransi ROM dan stretcghing akan meningkat. Full ROM akan
memberikan hasil yang baik untuk fase 3, namun ketika ada restricted ROM maka latihan
strength akan terbatas akan meningkatkan tekanan sendi hingga perubahan degenerative.

 FASE 3 : LATIHAN PENGUATAN


Latihan penguatan bisa dilakukan setelah nyeri menghilang dan mencapai full ROM, karena
jika dipaksakan maka dapat menyebabkan abnormal movement pattern dan biomekaniknya.
Pada tahap awal biasanya menggunakan isometric exercise, dengan goal untuk mencegah atropi
otot tanpa memperparah kondisi. Dari beberapa sumber dijelaskan bahwa bisa menggunakan
ES untuk mencegah atrophy otot pada masa rest.
Setelah itu maka bisa lanjut ke Isotonic resistance stretnghtening exercise dengan tidak ada
nyeri ROM dan biasanya dilakukan dengan beban rendah dan high repetition
Closed Kinetic Chain (CKC), bagian distal stationer, juga bisa dilakukan pada fase 3 awal dan
sebelum OKC, saat pasien sudah bisa weight bearing dan diteloransi maka CKC bisa
dimodifikasi seperti kegiatan fungsional pasien karena selain bisa melatih ketahanan pasien,
CKC juga bisa mengaktifkan beberapa grup otot saat latihan
 FASE 4 : NEUROMUSCULAR CONTROL DAN PROPRIOSEPTIVE TRAINING
Neuromuscular training exercise digunakan untuk mengembalikan pola waktu, kordinasi dan
aktivasi yg normal pada otot. Contohnya prinsip PNFdimana menyarankan untuk meningkatkan
stabilitas proksimal untuk peningkatan mobilitas distal. Biasanya menggunakan sensory cues
untuk mencapai outcome yg baik, contoh visual dgn mirror, taktil dgn tapping. Bisa jg
menggunakan ES dan biofeedback.
Prorioseptif disini adalah untuk mengkontrol dari joint movement and positioning. Bisa
dilakukan dengan balance training, spt leng stace on board, single leg stance atau ball or wall
activities.
Setelah adanya peningkatan maka program bisa lanjut ke fase 5.
 FASE 5 : FUNCTIONAL OR SPORT SPECIFIC TRAINING
Fase ini bisa dimulai setelah tahap sebelumnya sudah sukses dilaksanakan. Pelaksanaan ADL
training ini dilakukan dengan membreakdown task pasien dalam beberapa step bagian latihan,
dan setelah bisa melakukan setiap stepnya maka pasien bisa melakukan a whole task training
tsb. Misal, kegiatan naik tangga, bisa dimulai dari latihan single leg stance, lalu single leg
stance dengan beban dan ketika semuaa bisa dilakukan maka pasien bisa melakukan latihan
menaiki tangga tsb.
Apabila pasien ingin kembali ke sport maka polymetric exercise bisa digunakan dengan latihan
yang menyerupai gerakan2 yang dilakukan dalam sport tsb, spt box jumping yg menyerupai
gerakan perlindungan dan rebounding pada basket.
Edukasi pasien sangan penting dengan memberikan home program, untuk menjaga dan menghindari
terjadinya cidera kembali.

C. THERAPEUTIC MODALITIES
- THERMOTHERAPY
Tujuan : untuk mengurangi inflamasi dan nyeri, panas bisa meningkatkan extensibility jaringan.
Waktu : diberikan saat fase akut ( 24-72 jam)
- Cryotherapy (terapi ddingin)
Tujuan : untuk mengurangi inflamasi jaringan dan pembengkakan, bisa juga digunakan untuk
myofascial pain syndrome, postsurgery dan menajemen spastisitas.
Waktu : diberikan pada masa akut setelah cedera atau seteah therapeutic exercise.
Jenis : cold packs, ice massage, cold water immersion, cryotherapy compression units,
vapocoolant spray, and whirlpool baths
Kontraindikasi : impaired sensation, Raynaud’s disease and other cryopathies, arterial
insufficiency, cognitive or communicationdeficits, and cold hypersensitivity
- Cold Pack
Cara kerja : cold atau ice pack bisa mendinginkan kulit hinga 5 ℃ dengan kedalaman 2
cm.
Diaplikasikan selama 20-30 mnt dan bisa diulangin 1 sampai 2 jam untuk manajemen
nyeri akut dan pembengkakan
- Ice massage
Cara kerja : pemberian es pada area cederaa dengan gerakan lembut, mengkombinasikaan
efek dingin dan juga massage. Biasanya digunakan pada nyeri local dan diaplikasikan
selama 5-10 menit di setiap sisinya. Biasany digunakan pada atlet yang sblmnya telah
mengalmi cedera dan hal ini dikatakan tidak efektif untuk DOMS.
- Cold water Immersion
Cara kerja : paling baik digunakan untuk mendinginkan circumferential limb, suhu air yg
digunakan sebesar 5-13℃, kurang efektif jugaa untuk DOMS.
- Cryotherapy Compression Units
Cara kerja : menggunakan cuff yang nantinya membungkus dan mengkompresi
(60mmHg) limb yang berisi air dgn suhu 7℃, biasa digunakan untu mengurangi nyeri
dan bengkak serta apabila ada riwayat oprasi sebelumnya.
- Vapocoolant Spray
Cara kerja : untuk myofascial dan MSK pain syndrome, dilakukan dengan menyemprot
trigger area dengan FluoriMethane Spray lalu lakukan sterthing pasif bagian otot tsb.
- Heat Modalities
Jenis : superficial (hot packs, heating pads, paraffin baths, fluidotherapy, whirlpool baths, and
radiant heat), dan Deep (ultrasound, short wave, and microwave diathermy)
Precaution : metal implant, open wound, pregnant, pedi and geriatric
Kontraindication : ischemia of the extremity, bleeding disorders, impaired sensation, malignancy,
dementia, poor thermal regulation, and acute inflammation
- Superficial heating Modalities
Cara kerja : 1-2 cm depth, untuk cedera subakut dan kronis untuk menghilangkan nyeri,
spasme otot dan joint stiffness. Panas membuat pembuluh darah melebar sehingga
meningkatkan penyaluran oksigen dan nutrisi. Biasanya digunakan pada pasien arthritis
(especially osteoarthritis), neck pain, low back pain, myofascial pain syndromes, and an
assortment of other MSK disorders. Karena bisa mengurangi joint stiffness dan
merelaksasi otot.
Jenis :
- Hydrocollator Pack
Temp : 75℃ selama 15-30 mnt, diaplikasikan dengan menggunakan balutan handuk
untuk menghindari burn, tujuannya untuk meningkatkan mobilitas sendi dan jaringan
- Heating pad
Terdapat 2 jenis yakni circulating dan electric fluid pad.
- Fluidotherapy
Mesin menggunakan gas untuk menghangatkan bagian cedera dan bisa dilakukan sembari
melakukan latihan ROM.
- Paraffin Bath
Paraffin wax and minerall dicambu dengan ratio 6:1 bersuhu 52-56℃
Tujuan : untuk mengurangi nyeri, relaksasi otot dan melancarkan peredaran darah,
biasanya digunakan oleh pasien dengan riwayat osteoarthritis (OA), especially of the
hand, rheumatoid arthritis, scleroderma, and/or stretching a scar or adhesion
Kontraindikasi : impaired skin sensation, open skin/wounds, infections, cancerous
regions, circulatory dysfunction, and lack of comprehension
- Deep Heating Modalities
Cara kerja : dengan kedalaman 3-5 cm yang bisa meningkatkan extensibility dari jaringan
yang lebih dalam seperti joint capsule dan ligaments
- Ultrasound
Frequency : 1 MHz (deeper), 3 MHz (more superficial)
Intensitas : 0.5-2.0 W/cm2
Semakin besar frequensi semakin dalam prenetasi
Waktu : 5 to 10 mnt per treatment area
Tujuan : membantu mengurangi nyeri dan inflamasi, mengurangi spasme otot,
latihan ROM harus segra dilakukan setelah treatment
Precautions : avoidance of use near a pacemaker, brain, spine, eyes (or any hollow organ),
or reproductive organs, malignancy, and skeletal immaturity
Phonophoresis (kombinasi ultrasound dan topical medication) kasus yg diatasi biasanya
bursitis dan tendonitis
- Hydrotherapy
- Diathermy
Shortwave diathermy commonly uses a frequency of 27.12 MHz while microwave
diathermy ranges from 915 MHz and 2456 MHz. The lower frequency has the advantage
of increased depth of penetration.
- Whirlpool bath and hubbard tanks
Tujuan : untuk menghilangkan nyeri, meningkatkan ROM dan relaksasi, temp 10-38℃
- Contrast Bath
Merendamkan bagian limb selama 30 mnt di cairan dingin 8-12 ℃ lalu ke hangat 42-
45℃
Perawatan ini digunakan untuk penderita neuropathic pain, rheumatologic disease,
complex regional pain syndrome, and other chronic pain syndromes

- ELECTROTHERAPY
4 fungsi Electrical stimulation :
- the peripheral nerve can be stimulated for muscle activity,
- the central nerves can be stimulated for muscle activity,
- the skin can be stimulated to promote wound healing,
- finally the central and peripheral fibers can be stimulated to modify the sensory pain fibers

NMES
- mengaktivasi otot dengan menggunakan stimulasi peripheral nerve, elektroda bisa ditaruh
lgsg pada kulit atau dekta dengan struktur saraf.
TENS
- waveform : bhipasic, pulse rate : 70-100 Hertz, Pulse Width 10-1000 microsecond
- frequency tergantung pasien, peletakan elektroda di daerah nyeri
- kontraindikasi : patients with a pacemaker, automated internal cardiac defi brillator, or during
pregnancy. Hindari peletakan di the carotid sinuses due to the risk of acute hypotension
through a vasovagal refl ex; over the anterior neck because of risk of laryngospasm; nor over
an area of sensory impairmen
Iontophorosis
- digunakan untuk memberikan obat melalui kulit dengan electric current. Local anesthetics,
corticosteroids, analgesics, and antibiotics are some of the medications that are used in
conjunction with iontophoresis

- LIGHT THERAPY
Low Energy Laser Therapy
Tujuan : wound, bone and soft tissue healing

- EMERGING MODALITIES
Extracorporeal Shockwave Therapy (bisa diaplikasikan pada achilles tendinopathy dan plantar
facitis)

D. MANUAL THERAPY
1. Joint mobilization
Diinisiasi dari open packed position sendi
Tujuan : meningkatkan extensibility jaringan, meningkatkan ROM, Relaksasi, mobilisasi jaringan
dan sendi, mengurangi nyeri, pembengkakan dan inflamasi, setting joint hypomobility dan
menghindari multidirectional hypermobility
Ada 5 grade :
■ Grade I – perlahan, getaran kecil di awal gerakan (pain relieving)
■ Grade II – perlahan, getaran cukup besar dilakukan sebelum mencapai limit girakan (pain
relieving)
■ Grade III - perlahan, getarannya cukup besardilakukaan hingga limit range (stretch)
■ Grade IV - perlahan, getarannya kecil dilakukan di akhir gerakan (stretch)
■ Grade V- dilakukan dengan cepat, getarannya kecil (thrust) gerakan dilakukan diatas limit
pathologis.
Indikasi : adanya disfungsi spt joint restriction
Kontraindikasi : vertebral artery syndrome, traumatized transverse ligament of C1-2, Cauda
Equina syndrome, and postoperatively. Absolute contraindications include any condition that
could weaken bone (osteoporosis, neoplasm, and infection), fracture, ligament rupture, excessive
pain or resistance, and empty end-feel and or severe multidirectional spasm to name a few
2. Muscle Energy Techniques (MET)
Adalah memanipulasi jaringan lunak dengan gerakan langsung serta kontrol gerak yang dilakukan
oleh pasien sendiri pada saat kontraksi isometrik.
Tujuan : restore joint mobility, retrain global movement patterns, reduce tissue edema, stretch fi
brotic tissues, and to retrain the stabilizing function of the intersegmental muscles
Indikasi : Adanya pemendekan, kontraktur, atau spastisitas pada otot, Adanya malposition pada
unsur tulang, Perbaikan pergerakan sendi yang berhubungan dengan disfungsi artikular
Kontraindikasi : fracture, trauma, significant pain, severe sprain/strain, muscle rupture, and an
uncooperative patient
Mekanisme : kontraksi isometric 10 dt, stretch30 dt, 5 repetisi, berikan tambahan dorongan u/
semndi hypo
3. Strain Counterstrain
Strain counterstrain adalah teknik untuk menurunkan nyeri spinal dan/atau nyeri sendi lainnya
dengan memposisikan sendi secara pasif kedalam posisi yang menimbulkan rasa paling nyaman.
Strain Counterstrain merupakan teknik manual yang digunakan untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan relaksasi otot. counterstrain adalah memposisikan tubuh kedalam posisi yang
nyaman menjauhi dari hambatan tahanan (resistance barrier).
Indikasi : gangguan pada otot dan sendi yang menimbulkan tender point, hipertonisitas otot,
ketegangan fasia
Kontraindikasi : malignancy, aneurysma, dan Rheumatoid Artritis.
Mekanisme :
Temukan titik nyeri dan tekaan, tentukan tenderness (ringan, sedang atau kuat), posisikan pasien
dalam posisi nyaman dan ketika nyeri berkurang sekitar 70% sembari hrs tetap menekan,
pertaahankan posisi selama 90 dt lalu secara perlahan kembalikan posisi pasien ke keadaan netral,
periksa kembali tenderness (outcome yg diharapkan yaakni penurunan tenderness)
4. Myofascial Release
prosedur yang mengkombinasikan tekanan manual terhadap bagian otot yang spesifik dan
penggunaan stretching secara simultan
Indikasi : syndrome myofascial, adanya trigger point, adanya thigness atau kontraktur
Kontraindikasi : Kondisi fraktur, Luka terbuka, Kontusio pada otot, Strain otot berat (grade 3),
Kondisi tumor pada otot atau kulit
Mekanisme : lakukan penekaanan lembut bersamaan dengaan pasien melakukan gerakan
multidirectional ROM (direct technique)
5. Soft Tissue Mobilization
Tujuan : meningkatkan sirkulasi, mengurangi spasme dan nyeri.
Mekanisme : memberikan tekanan manual di arah otot, lalu pasien diminta untuk bergerak aktif
untuk memanjangkan otot yang terkena. Tekanan harus terus diberikansampai ketegangan
meningkat.
6. Active release Techniques
Tujuan : releasing adhesions or scar between muscles, tendons, ligaments, fascia, and nerves
which arise from overuse trauma.
Mekanisme : lakukan deep tissue massage u/ break up the scar tissue dan pasien diintruksikan
untuk bergerak aktif
7. Massage
Effleurage - menyentuh dengan lembut
Petrisagge - meremas
Friction - menggosok kuat dan melingkar
Tapotement - tepukan cepat
Vibration - getaran dan guncangan
Acupresure – menekan di titik akupuntur
Indikasi : Indications of massage include relief from stress, reduction of headaches, decrease
edema, strengthen the immune system, improve mental function, increase ROM and an adjunctive
treatment for chronic LBP
Kontraindikasi : presence of high fever, contagious diseases, open wounds, burns, as well as
individuals suspected to be under the infl uence of drugs and/or alcohol
8. Traksi
Memisahkan 2 objek dengan tujuan spt pada kasus abnormal disk, joint atau nerve. treatment
dilakukan 10-30 mnt
Traksi cervical : beban 25 pounds, bisa memberi jarak sekitar 2-20 mm dgn fleksi sebesar 30 o
Traksi Lumbar : beban 70-300 pounds, bisa mmeberi jarak sekitar 3 mm
Kontraindikasi : spinal malignancy, spinal cord compression, local infection, osteoporosis, infl
ammatory spondyloarthritis, fracture, aortic or iliac aneurysm, uncontrolled hypertension, or
severe cardiovascular disease

E. THERAPEUTIC EXERCISE
1. ROM
PROM (passive), AROM (active), AAROM (active-assisted)
Salah satu modalitas yang efektif untuk cedera akut adalah stretching dengan free pain ROM
untuk meningkatkan mobilitas.
Ada bebrapa jenis stretching yakni static (menahan peregangan otot selama 15-30 dt), passive
(peregangan yang dibantu oleh bagian tubuh atau orang lain), dynamic (bersifat dinamis dan
berisi pengulangan )
Dosis : peregangan dilakukan 15-30, older (60) dt persesi, dua kali sehari dengan 3-5 repetisi.
Adapun metode lainnya yakni ballistic dan variasi dari kontra-rileks atau PNF. PNF patterns
dikatakan paling effective dalam jangka waktu yang pendek.
2. STRENGTHENING
Tujuan : meningkatkan kekuatan otot, dan anabolic building of muscle group
Konsep latihan penguatan melibatkan beban pada ROM otot untuk meningkatkan kontraktilitas
dan peningkatan kekuatan.
Ada 2 jenis kontraksi otot, yakni konsentrik (otot memendek saat kontraksi, biasanya melawan
gravitasi), dan eksentrik (otot memanjang saat kontraksi, searah gravitasi)
Ada 3 komponen utama dlm strengthening exc yakni isometric (kontraksi otot tanpa pergerakan,
merupakan yg paling baik untuk menghindari cidera tp kurang dgn oeningkatan kekuatan otot),
isotonic (terdiri dari kontraksi konsentrik dan eksentrik) dan Isokinetik (adalah gerakan dinamis
dengan ROM dan ketahanan yang sama)
Konsep lainnya yakni Open chain (segmen distal bergerak) dan Closed Chain (distal diam dan
lebih efektif meningkatkan kekuatan otot).
3. PROPRIOCEPTION AND NEUROMUSCULAR CONTROL
Biasa jg disebut functional fitness training yang melatih keseimbangan, koordinasi, gait,
kelincahan dan proprioceptive. PNF methods, a neuromotor exercise, take several forms and
commonly includes contract-relax stretching, which includes taking a muscle to its fullest extent
and then an isometric contraction of the selected muscle tendon group followed by stretching of
the same group . However, PNF techniques are much more than stretching and functional
movements; they help develop muscular strength and endurance, joint stability, mobility,
neuromuscular control, and coordination, all of which are aimed at improving the overall
functional ability of patients. The proprioceptive system must be challenged in order to reeducate
movement patterns resulting in a decreased likelihood of reinjury.
4. FUNCTIONAL ACTIVITY
A number of functional exercises may be utilized such as plyometrics, occupational and sport-
specific, aquatic exercise (untuk pasien yang blm bisa full weight), and even yoga, Pilates, or Tai
chi may be considered as functional activities to complete the therapeutic exercise. All of these
exercise options can be progressed and designed to fi t into a HEP and can be performed a few
times per week. Sehingga nantinya lebih mudah saat melakukan evaluasi
5. EDUKASI PASIEN

F. PATIENT EDUCATION
Terapis diharapkan bisa memberikan edukasi sesaui dengan keadaan pasien, prognosis dan juga
manajemen yg ia lalui. Bisa dengan menciptakan kebiasaan positif untuk meningkatkan
Kesehatan pasien. Berikan home program pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai