Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan Asuhan Kebidanan pada Ny. “R” umur 35 tahun dengan

perdarahan ante partum plasenta previa totalis, maka penanganan yang diberikan tidak jauh

berbeda antara teori dengan kenyataan dilapangan. Adapun kesamaan antara teori dengan

kasus adalah:

1. Pengkajian data dasar

Pengkajian merupakan tahap awal dari manajemen kebidanan dilaksanakan

dengan cara pengkajian data subjektif dan data penunjang (Nursalam, 2003). Pada data

obyektif diperoleh dengan pemeriksaan fisik untuk mengetahui keadaan umum pasien

selama imunisasi yang di kaji dari kepala sampai kaki untuk mengetahui adanya kelainan

atau tidak.

Data subyektif pada Ny. “R” dengan perdarahan ante partum plasenta previa

totalis bahwa ibu mengeluh ada pengeluaran darah dari jalan lahir secara tiba-tiba. Data

objektif pada Ny. “R” dengan perdarahan ante partum terlihat cukup baik dan keadaan

composmentis dan TTV baik.

Berdasarkan data yang diperoleh pada Ny. “R” dengan perdarahan ante partum

plasenta previa totalis usia 35 Tahun keadaan umumnya baik, Ibu mengatakan pernah

keluar darah dari jalan lahir pada waktu umur kehamilan 23 minggu dalam jumlah yang

hanya sedikit, Ibu mengatakan kali ini keluar darah berwarna merah segar, ada

gumpalan tanpa disertai rasa nyeri, Darah yang keluar tidak terlalu banyak, tapi ibu

tetap merasa sangat cemas karena perdarahan ini terjadi untuk yang kedua kalinya Pada

Langkah pengkajian ini tidak ditemukan kesenjangan antara teori dengan praktek di

lapangan.
2. Interpretasi Data dasar

Interpretasi data merupakan data dasar yang sudah dikumpulkan dan di

interpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnose dan masalah yang spesifik.

Masalah tidak dapat didefenisikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan

(Varney, 2004).

Data yang telah dikumpulkan diinterpretasikan menurut diagnose kebidanan.

Pada kasus ini interpretasi data meliputi masalah dan kebutuhan. Pada Ny. “R” umur 35

tahun dengan perdarahan ante partum plasenta previa totalis Adapun masalah yang

dihadapi klien antara lainperdarahan ante partum,Anemia,Ibu merasa cemas dengan

kondisi nya.

Sehingga kebutuhan pada kasus ini ibu bedrest total dan pemasangan infus,

Pemberian tablet tambah darah dan persiapan tranfusi darah jika HB menurun, Berikan

ibu support mental Sehingga pada Langkah ini tidak ditemukan kesenjangan antara teori

dengan praktek dilapangan.

3. Identifikasi diagnosa/masalah potensial

Setelah dilakukan asuhan kebidanan yang tepat dan cermat serta didukung oleh

kerja sama yang baik oleh keluarga pasien dan pasien sendiri maka pada kasus Ny. “R”

umur 35 tahun dengan perdarahan antepartum plasenta previa totalis .

Diagnosa potensial terjadi pada ibu hamil 35 tahun usia kehamilan 27-28 minggu

dengan perdarahan ante partum plasenta previa totalis adalah Syok hipovolemik dan

Gawat janin.

4. Tindakan segera/kolaborasi

Pada langkah ini menggambarkan kesinambungan dari proses manajemen

kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera atau melakukan

konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain berdasarkan kondisi klien.
Pada langkah ini bidan juga harus merumuskan tindakan kegawatdaruratan untuk

menyelamatkan klien, yang mampu dilakukan secara mandiri dan bersifat rujukan.

Pada kasus Ny. “R” umur 35 tahun dengan perdarahan ante partum plasenta

previa totalis, ditemukan adanya masalah potensial sehingga ada tindakan

segera/kolaborasi pada asuhan ibu hamil dengan perdarahan ante partum yaitu Pasang

infus RL 28 tetes/ menit dan Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan USG lanjutan dan

pemberian terapy.

5. Perencanaan.

Rencana asuhan merupakan lanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah

yang telah diidentifikasi. Rencana asuhan yang dibuat harus melibatkan klien dan bidan

agar dapat melaksanakan dengan efektif (Jannah: 2012).

Ny. “R” umur 35 tahun dengan perdarahan ante partum plasenta previa totalis

telah dilaksanakan perencenaan asuhan dengan baik yaitu Sampaikan hasil pemeriksaan

pada ibu dan jelaskan hal-hal yang dianggap penting, Anjurkan ibu untuk istirahat total

(tirah baring), Anjurkan ibu untuk istirahat total (tirah baring Observasi dengan ketat

DJJ, tanda-tanda vital, dan perdarahan Rasional: untuk memantau keadaan janin,

keadaan ibu, serta jumlah darah yang keluar pervaginam, Observasi jumlah tetesan

cairan infus, Ambil sampel darah, Bekerja sama dengan anggota keluarga untuk

memberikan dukungan psikologis pada ibu, Anjurkan ibu untuk makan sedikit-sedikit

tapi sering, Jelaskan pendidikan kesehatan, Diskusikan tentang 9 tanda bahaya

kehamilan, Penatalaksanaan pemberian obat-obatan, Anjurkan ibu untuk rawat inap.

Menurut Sukarni. I,. Sudarti (2014), penatalaksanaan plasenta previa yaitu

Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu, perdarahan tidak

ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal), tempat tinggal pasien dekat

dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan dalam 1 menit). Perawatan konservatif
berupa Istirahat, Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia,

Memberikan antibotik bila ada indikasi, Pemeriksaan USG, Hb, dan hematocrit, Bila

selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka

lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila

timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama

Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesenjanagan

antara teori dan praktek dalam hal rencana asuhan yang diberikan.

6. Implementasi/pelaksanaan

Pada Langkah pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny. “R” umur 35 tahun

dengan perdarahan ante partum plasenta previa totalis merupakan pelaksanaan dari

rencana tindakan asuhan secara menyeluruh. Pada Langkah pelaksanaan ini telah

dilakukan dan dikerjakan sesuai rencana asuhan yang telah dibuat dan adanya

dukungan keluarga.

Pada kasus ini peneliti tidak menemukan kesenjangan antara teori dan praktek

dalam menetapkan pelaksanaan secara menyeluruh.

7. Evaluasi

Evaluasi adalah Langkah terakhir untuk menilai pelaksanaan asuhan yang telah

diberikan kepada klien. Pada kasus Ny. “R” umur 35 tahun dengan perdarahan ante

partum plasenta previa totalis didapatkan evaluasi dari asuhan kebidanan yang telah

dilaksanakan yaitu Ny. “R” telah diberikan pengawasan ketat dan ibu bersedia untuk

dirawat inap dengan baik sesuai standar operasional prosedur.

Berdasarkan jurnal internasiaonal “Risk of preterm birth for placenta previa or

low-lying placenta and possible preventive interventions: A systematic review and meta-

analysis” “Risiko kelahiran prematur untuk plasenta previa atau plasenta letak rendah

dan kemungkinan intervensi pencegahan: Tinjauan sistematis dan meta-analisis”


Tujuan penelitian untuk menyelidiki risiko kelahiran prematur pada wanita

dengan plasenta previa atau plasenta letak rendah untuk batas usia kehamilan yang

berbeda dan untuk mengevaluasi intervensi pencegahan.

Cara dan metode penelitian MEDLINE, EMBASE, CENTRAL, Web of

Science, WHO-ICTRP, dan clinicaltrials.gov digeledah hingga Desember 2021. Uji

coba terkontrol acak, studi kohort, dan studi kontrol kasus yang menilai kelahiran

prematur pada wanita dengan plasenta previa atau plasenta letak rendah dengan

plasenta tepi dalam 2 cm dari os internal pada trimester kedua atau ketiga memenuhi

syarat untuk dimasukkan. Proporsi gabungan dan rasio odds untuk risiko kelahiran

prematur sebelum usia kehamilan 37, 34, 32 dan 28 minggu dihitung. Selain itu, hasil

evaluasi intervensi pencegahan untuk kelahiran prematur pada wanita ini dijelaskan.

Dengan hasil penelitian Secara total, 34 studi dimasukkan, 24 melaporkan

kelahiran prematur dan 9 intervensi pencegahan. Proporsi gabungan adalah 46%

(95% CI [39 – 53%]), 17% (95% CI [11 – 25%]), 10% (95% CI [7 – 13%]) dan 2%

(95 % CI [1 – 3%]), mengenai kelahiran prematur <37, <34, <32 dan <28 minggu

pada wanita dengan plasenta previa. Untuk plasenta letak rendah, risiko kelahiran

prematur adalah 30% (95% CI [19 – 43%]) dan 1% (95% CI [0 – 6%]) masing-

masing sebelum 37 dan 34 minggu. Wanita dengan plasenta previa lebih mungkin

mengalami kelahiran prematur dibandingkan dengan wanita dengan plasenta

letak rendah atau wanita tanpa plasenta previa untuk semua usia kehamilan. Studi

tentang intervensi pencegahan semuanya menunjukkan potensi perpanjangan

kehamilan dengan penggunaan progesteron intramuskular, progesteron

intramuskular + cerclage atau pessary.


Maka dapat dia ambil kesimpulan Kedua wanita dengan plasenta previa dan

plasenta letak rendah memiliki peningkatan risiko kelahiran prematur. Peningkatan

risiko ini konsisten di semua tingkat keparahan kelahiran prematur antara usia

kehamilan 28-37 minggu. Wanita dengan plasenta previa memiliki risiko kelahiran

prematur yang lebih tinggi daripada wanita dengan plasenta letak rendah. Cervical

cerclage, pessary, dan progesteron intramuskular semuanya mungkin bermanfaat bagi

wanita dengan plasenta previa dan plasenta letak rendah, tetapi data dalam populasi ini

kurang dan tidak konsisten, sehingga kesimpulan yang kuat tentang keefektifannya

tidak dapat ditarik.

Interpretasi dan implikasi Risiko tinggi kelahiran prematur yang diketahui

dengan baik untuk wanita dengan plasenta previa atau plasenta letak rendah sebanding

dengan atau bahkan lebih tinggi daripada kehamilan risiko tinggi lainnya yang

diketahui, misalnya wanita dengan riwayat kelahiran prematur spontan (sPTB)

memiliki risiko dari 15-30% pada sPTB sebelum usia kehamilan 37 minggu pada

indeks kehamilan mereka. Namun, hingga hari ini mekanisme pastinya belum

terurai. Dua mekanisme yang paling masuk akal tampaknya terkait dengan kaskade

pelepasan plasenta yang menyebabkan (diantisipasi) kehilangan darah antepartum dan

pendeknya panjang serviks. Namun, risiko kelahiran prematur yang dilaporkan pada

wanita dengan plasenta previa atau plasenta letak rendah dengan dan tanpa kehilangan

darah antepartum berbeda di antara penelitian. Studi Rosen et al. dan Lam dkk. saling

bertentangan; di mana yang pertama tidak menemukan perbedaan dalam hasil neonatal

antara wanita dengan dan tanpa kehilangan darah, yang terakhir tidak, mungkin karena

usia kehamilan saat lahir. Kami menemukan bahwa perdarahan antepartum merupakan

prediktor independen untuk persalinan darurat pada wanita dengan plasenta previa,

memberikan odds ratio masing-masing 7,5, 14 dan 27 untuk satu, dua dan tiga atau
lebih episode perdarahan. Adapun panjang serviks, kohort prospektif pada panjang

serviks pada wanita dengan plasenta previa menunjukkan bahwa wanita dengan

plasenta previa dan panjang serviks kurang dari 30 mm, diukur pada usia kehamilan 32

minggu atau lebih awal jika gejala muncul sendiri, adalah tiga kali lipat. lebih mungkin

melahirkan prematur dibandingkan wanita dengan plasenta previa dan panjang serviks

lebih dari 30 mm. Selain itu, wanita dengan plasenta previa dan serviks pendek lebih

mungkin mengalami kehilangan darah antepartum.

Kesimpulan yang kuat mengingat intervensi tidak dapat ditarik, namun kami

menyarankan manfaat untuk progesteron, pesarium, dan cerclage. Progesteron bekerja

terutama dengan mempertahankan ketenangan uterus pada paruh kedua kehamilan,

namun mekanismenya tidak jelas. Mendekati permulaan persalinan baik aterm maupun

prematur, penarikan aktivitas progesteron di dalam rahim. Oleh karena itu,

suplementasi progesteron pada kehamilan dapat menyebabkan relaksasi uterus,

sehingga berhipotesis bahwa progesteron mungkin efektif untuk wanita dengan risiko

kelahiran prematur yang lebih tinggi karena plasenta previa atau plasenta letak rendah.

Anda mungkin juga menyukai