Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di negara berkembang

hampir selalu merupakan kegiatan ekonomi yang terbesar dalam jumlah dan

kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja. Sektor ini dapat tetap menjadi

tumpuan bagi stabilitas ekonomi nasional. Menurut Ovinda et al. (2022)

perkembangan UMKM di Indonesia merupakan salah satu hal yang paling

menjadi sorotan masyarakat hingga saat ini.

Menurut Febriyantoro & Arisandi (2018) UMKM merupakan salah satu

faktor yang terkuat dalam mendukung perekonomian di indonesia. Pertumbuhan

UMKM akan menimbulkan dampak positif yang berpotensial dan menjaga

stabilitas perekonomian, yang mampu mengatasi beberapa persoalan pokok

seperti pemerataan dalam distribusi pendapatan, dan pembangunan ekonomi.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2022) melaporkan bahwa

pemerintah membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) secara

finansial melalui program restrukturisasi kredit yang mencakup langkah-langkah

seperti peningkatan batas plafon KUR, perpanjangan jangka waktu kredit , dan

menunda pembayaran angsuran pokok. Lebih dari 3,59 juta UMKM dengan total

nilai Rp285,17 triliun telah merasakan manfaat dari inisiatif ini per 31 Juli 2021.

Pemerintah juga menaikkan batas KUR dari Rp253 triliun menjadi Rp285 triliun

pada 2021.

BRI hadir sebagai Alternatif solusi bagi keterbatasan modal yang

merupakan permasalahan utama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

dalam upaya pengembangan skala usahanya. Kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan
Menegah (UMKM) merupakan salah satu bidang usaha yang dapat berkembang

dan konsisten dalam perekonomian Nasional. Secara umum, UMKM

mengharapkan adanya peluang pinjaman yang memiliki kemudahan akses,

persyaratan yang ringan dan mudah, prosedur sederhana, waktu perolehan yang

cepat dan ketetapan margin yang ringan (Dendawijaya, 2015). BRI berusaha

memposisikan dirinya untuk memenuhi keinginan bagi para pengusaha skala

UMKM yang umumnya kesulitan memperoleh pinjaman akibat keterbatasan

jaminan yang bisa mereka sediakan (Susanta & Syamsuddin, 2009).

Kinerja BRI mengalami penurunan dibeberapa aspek, khususnya BRI Unit

Pasar Panas di samping kebehasilan yang diharapkan dari penyaluran kredit usaha

rakyat (KUR), permasalahan yang seringkali timbul yaitu adanya kasus

keterlambatan pengembalian atau pelunasan kredit yang dipengaruhi oleh faktor-

faktor dari sisi nasabah. Pengembalian kredit bermasalah atau menunggak akan

merugikan pihak BRI Unit Pasar Panas.

Hal tersebut diduga karna jumlah pinjaman yang terlalu besar, semakin

besar jumlah pinjaman yang diberikan, maka akan semakin besar juga beban yang

ditanggung oleh nasabah dalam pelunasannya, serta akan semakin besar pula

resiko keterlambatan pengembalian kredit tersebut. Namun disamping itu omzet

usaha juga mempengaruhi tingkat pengembalian, omzet usaha yang menurun

mengakibatkan terjadinya keterlambatan dalam proses pengembalian.

Pada saat ini banyak UMKM yang mengalami penurunan omzet usaha hal

tersebut membuat para pelaku usaha kesulitan dalam pengembalian kredit usaha

rakyat (KUR). Menurut hasil survei BRI Unit Pasar Panas (2022) sekitar 69,02

persen UMKM mengalami kesulitan dalam pengembalian kredit usaha rakyat


(KUR). Penurunan omzet usaha juga dirasakan oleh nasabah BRI Unit Pasar

Panas hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1:

Tabel 1. Omzet Usaha Nasabah UMKM di BRI Unit Pasar Panas


Omzet Usaha Nasabah UMKM di BRI Unit Pasar Panas Tahun 2018-2022
(Dalam satuan milliar)
Sektor 2018 2019 2020 2021 2022

Petani Karet 103,93 115,34 125,92 102,43 101,17

Pedagang 18,19 19,18 20,11 18,13 17,85

Peternakan 10,25 11,04 11,68 9,58 8,86

Sumber: BRI Unit Pasar Panas, 2023 (diolah)

Berdasarkan Tabel 2, Nasabah UMKM BRI Unit Pasar Panas mengalami

penurunan omzet usaha pada tiga sektor, ketiga sektor tersebut ialah sektor Petani

Karet yang mengalami penurunan omzet usaha dari 103,93 milliar ditahun 2018

menjadi 101,17 milliar ditahun 2022, sektor Perdagangan yang mengalami

penurunan omzet usaha dari 18,19 milliar ditahun 2018 menjadi 17,85 milliar

ditahun 2022 dan sektor Peternakan yang mengalami penurunan omzet usaha dari

10,25 milliar ditahun 2018 menjadi 8,86 milliar di tahun 2022.

Berikut ini adalah jumlah pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) Bri Unit

Pasar Panas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Laporan Jumlah Pinjaman KUR di BRI Unit Pasar Panas Tahun 2020-
2022
Total Baki Debit Kredit
Tahun Total Debitur
(Rp. 000)
2020 883 15.860.127.591
2021 1.041 22.051.867.959
2022 1.135 29.218.009.309
Sumber: BRI Unit Pasar Panas, 2023 (diolah)

Jumlah Pinjaman Kredit Usaha Rakyat di BRI Unit Pasar Panas juga

disertai dengan sejumlah masalah. Pengembalian kredit yang tidak lancar menjadi
permasalahan yang perlu diselesaikan. Berdasarkan data kredit bermasalah pada

program KUR di BRI Unit Pasar Panas dari tahun 2020-2022, menunjukkan

masih cukup tingginya debitur yang gagal dalam membayar kewajibannya. Hal

ini dapat dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 3. Laporan Data Pengembalian Tidak Lancar Kredit Usaha Rakyat di BRI
Unit Pasar Panas Tahun 2020-2022.
Total Jumlah Pinjaman
Tidak Tidak Lancar
Tahun Debitur Kredit
Lancar (Rp. 000)
(Rp. 000)
2020 883 250 15.860.127.591 638.850.728
2021 1.042 328 22.051.867.959 965.514.384
2022 1.135 384 29.218.009.309 1.114.074.373
Sumber: BRI Unit Pasar Panas, 2023 (diolah)

Salah satu faktor meningkatnya Pengembalian tidak lancar yang terjadi

pada BRI Unit Pasar Panas yaitu omzet usaha dan jumlah pinjsmsn yang mana ini

menjadi masalah dalam kelancaran pengembalian kredit. Dikatakan bahwa

semakin besar omzet yang dicapai pelaku UMKM, semakin mudah mereka dalam

mengembalikan kredit, seperti yang dikemukakan oleh Azizah, Kaban, dan

Hadiyati (2020).

Menurunnya omzet usaha dan jumlah pinjaman yang terjadi pada nasabah

UMKM di BRI Unit Pasar Panas, menyebabkan pengembalian kredit yang tidak

lancar. Dalam menyalurkan kredit kepada nasabah, BRI Unit Pasar Panas harus

hati hati dalam penilaian dalam memberikan kredit untuk menghindari resiko

pengembalian kredit tidak lancar. Menurut Hayati (2017) kredit merupakan

sumber pendapatan utama dan sumber resiko terbesar, oleh sebab itu bank harus

lebih peduli dalam mengendalikan risiko kredit.

Pengaruh omzet usaha terhadap tingkat pengembalian kredit yaitu

Omzet usaha menurut Triwibowo (2009) adalah pendapatan yang diterima oleh
pemilik usaha sebelum dikurangi oleh beban biaya. Omzet usaha menurut Samti

(2011) adalah rata-rata pendapatan debitur per bulan dan dapat juga ditambah dari

penghasilan pasangan (join income) yang diperoleh dari pendapatan usahanya

yang diukur dalam rupiah. Kaitan omzet usaha debitur terhadap 45 tingkat

pengembalian kredit adalah semakin besar pendapatan omzet yang diterima

pemilik usaha maka semakin besar kemungkinan kemampuan debitur dalam

membayar pinjaman pokok beserta bunga yang telah ditetapkan. Apabila pemilik

usaha menerima omzet yang besar maka pemilik usaha akan semakin giat dalam

mengembangkan usahanya dan untuk mendapatkan omzet yang lebih tinggi lagi.

Omzet merupakan total dari seluruh penjualan kotor yang diterima pemilik usaha

dari hasil jual barang atau jasa dan dapat digolongkan berdasarkan satuan waktu

(harian, mingguan, bulanan, dan tahunan).

Penelitian yang dilakukan oleh Handoyo (2009) dan Samti (2011)

menyimpulkan omzet usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap kelancaran

pengembalian kredit. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Asih (2007),

Muhammamah (2008), Agustania (2009), dan Triwibowo (2009) menyimpulkan

bahwa variabel omzet usaha berpengaruh signifikan positif terhadap kelancaran

pengembalian kredit. Semakin tinggi omzet usaha maka akan memberikan

motivasi debitur untuk meningkatkan usahanya, sehingga nantinya akan

meningkatkan penghasilan debitur. Apabila penghasilan bertambah maka

penghasilan yang dialokasikan untuk membayar kredit juga semakin meningkat.

Omzet usaha diduga memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pengembalian

kredit.

Pengaruh jumlah pinjaman terhadap tingkat pengembalian kredit


Jumlah pinjaman menurut Triwibowo (2009) adalah besarnya dana yang dipinjam

oleh debitur kepada bank untuk memenuhi kebutuhannya dan akan dikembalikan

beserta bunga pinjaman sebagai upah untuk bank sesuai dengan jangka waktu

pengembalian yang sudah ditentukan oleh kedua belah pihak. Menurut Kholmi

(2010), modal pinjaman sebagian kecil dibiayai dengan kredit perbankan 15,79%

apabila perusahaan mengalami kesulitan, maka alternatif yang dilakukan adalah

memprioritaskan kebutuhan mendesak dan menunda kebutuhan lainnya. Jumlah

pinjaman menurut Renggani (1998 adalah besarnya realisasi kredit yang diterima

nasabah (dalam satuan ribuan). Menurut Asih (2007), besarnya jumlah pinjaman

yang diberikan kepada pengusaha kecil yang menjadi mitra binaan maka akan

meningkatkan produktifitas usaha yang dijalankannya. Seiring dengan semakin

banyaknya kebutuhan dalam kehidupan seseorang, saat ini debitur meminjam

dana bukan hanya digunakan untuk bersifat produktif tetapi banyak yang

digunakan untuk kebutuhan konsumtif. Kebutuhan konsumtif yang dimaksud

adalah apabila debitur sedang mengalami kesulitan keuangan, maka uang yang

dipinjamnya akan digunakan kepada kebutuhan diluar usahanya yang lebih

penting terlebih dahulu. Semakin besar nilai pinjaman kredit yang diterima akan

memperbesar beban angsuran dan bunga yang harus dibayar debitur sehingga

menurunkan peluang pengembalian kredit secara lancar.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhammamah (2008), Handoyo (2009),

dan Anna dan Dwi (2011) tidak berpengaruh signifikan. Sedangkan penelitian

yang dilakukan oleh Renggani (1998), Asih (2007), dan Agustania (2009)

menyimpulkan bahwa variabel jumlah pinjaman berpengaruh signifikan positif

terhadap kelancaran pengembalian kredit. Besarnya jumlah pinjaman yang


diterima oleh debitur akan mempengaruhi produktivitas debitur. Karena dengan

jumlah pinjaman yang besar maka debitur mempunyai kesempatan untuk

mengembangkan usahanya. Dengan meningkatnya produktivitas tersebut maka

akan meningkatkan pendapatan debitur dan akan meningkatkan kelancaran

pengembalian kredit. Sehingga diduga jumlah pinjaman berpengaruh positif

terhadap Tingkat Pengembalian Kredit.

Berdasarkan dengan apa yang dipaparkan diatas serta masih banyak nya

kasus pengembalian kredit tidak lancar yang dipengaruhi oleh omzet usaha dan

jumlah pinjaman yang terjadi di BRI Unit Pasar Panas, maka saya sebagai penulis

tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut dengan judul “Pengaruh

Omzet Usaha Jumlah Pinjaman Terhadap Tingkat Pengembalian Kredit

Usaha Rakyat (KUR) (Studi Kasus BRI Unit Pasar Panas Cabang Tanjung

Tabalong)”.

Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan pada latar belakang tersebut dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah omzet usaha berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit usaha

rakyat (KUR) di BRI Unit Pasar Panas.

2. Apakah jumlah pinjaman Berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit

usaha rakyat (KUR) di BRI Unit Pasar Panas.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian

ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui pengaruh omzet usaha terhadap tingkat pengembalian

kredit usaha rakyat (KUR) di BRI Unit Pasar Panas.

2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah pinjaman terhadap tingkat pengembalian

kredit usaha rakyat (KUR) di BRI Unit Pasar Panas.

Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi manajemen PT Bank BRI

terutama bagi BRI Unit Pasar Panas sebagai masukan dan solusi untuk dapat

mengetahui pengaruh omzet usaha dan jumlah pinjaman terhadap kelancaran

pengembalian KUR oleh debiturnya sehingga bank dapat mengantisipasi

pengaruh tersebut untuk meningkatkan kualitas kredit dan PT Bank BRI

menjadi bank yang handal dalam menjalankan perannya.

2. Bagi penulis penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan teori-teori yang

pernah dipelajari untuk mengkaji berbagai fakta yang terjadi di lembaga

perbankan dan penelitian ini berguna sebagai sarana untuk menambah

pengetahuan dan mampu menambah wawasan penulis dilapangan serta

merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Sekolah Tinggi

Ilmu Pertanian (STIPER) Amuntai.

3. Bagi pembaca, dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang

pengaruh omzet usaha dan jumlah pinjaman terhadap tingkat pengembalian

kredit usaha rakyat (KUR) oleh debitur serta dapat dijadikan sebagai salah

satu bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai