Anda di halaman 1dari 46

7

MUSA di Mesir
(Keluaran 1-12)

Raja “yang tidak mengenal Yusuf” (Kel. 1:8 dst.);


Keterangan Arkeologi

Bani Israel bertambah banyak di tanah Mesir sampai akhirnya bangkitlah seorang raja
“yang tidak mengenal Yusuf” (Kelu 1;7-8). Firaun ini bertekad untuk mencegah makin
bertambahnya bangsa Israel dengan membunuh semua anak laki-laki pada waktu mereka
lahir (ay. 15-16). Meskipun Alkitab tidak mencritakan siapakah Firaun ini, cukup banyak
keterangan telah di berikan mengenai periode umum ketika kejadian-kejadian ini terjadi
sehingga dapat di ketahui dengan pasti firaun yang mana yang paling dapat diidentifikasi
sebagai firaun ini.

Dari sumber-sumber arkeologi dan sejarah, kita tahu bahwa sekitar tahun 1570 SM
orang-orang Mesir asli mengusir penguasa-penguasa Hyksos dari Mesir, suatu klompok
keturunan Asia yang telah memerintah negeri itu selama kurang lebih 150 tahun dari sekitar
1730 sampai sekitar 1570. Orang Hyksos ini mungkin mulai merembes ke Mesir sekitar 1900
dan akhirnya berkuasa atas negeri tersebut sekitar 1730. Pada umumnya dianggap bahwa
firaun yang tidak mengenal Yusuf ini adalah salah satu dari keturunan baru orang-orang
Mesir asli, mungkin Ahmose I, yang naik takhta setelah orang Hysos diusir keluar. Ahmose
memerintah selama 1570-1545 Sm.

Jika Ahmose, atau salah satu dari raja-raja pada masanya, adalah Firaun, yang tidak
mengenal, atau salah satu fari raja-raja pada masanya, adalah firaun “yang tidak mengenal
Yusuf” (yakni, tidak mengenal bangsa Yusuf), maka periode sebelumnya adalah periode
kekuasaan Hyksos di Mesir. Yusuf dan bangsanya mungkin telah di perlakukan dengan baik
sampai pada masa ini, karena orang Hyksos, kelompok keturunan Asia yang lain, berada di
negeri tersebut dan mungkin telah bersikap baik terhadap bangsa Israel, yang juga suatu
kelompok asing. Burrows menjelaskan bahwa identifikasi periode Yusuf dengan
pemerintahan Hyksos, suatu pandangan yang telah lama dianut, sekarang di terima secara
umum. Ia berkata, “Sejarawan modern setuju, secara keseluruhan, bahwa kondisi-kondisi
periode Hyksos memberikan latar belakang yang wajar bagi bekuasanya Yusuf dan bagi
menetapnya Israel di Mesir” (BWMS, 71)
Kota-kota Perbekalan, Pitom dan Raames (Kel. 1:11);
Keterangan Arkeologi

Diawali dengan “raja yang tidak mengenal Yusuf,” maka garis keturunan firaun yang
baru ini memberikan tugas-tugas yang berat kepada orang Israel. Mereka meminta orang
Israel membangun kota-kota perbekalan (atau kota-kota penyimpanan) dan mempersulit
kehidupan mereka dengan “pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu-batu”
(Kel. 1:11,14) Keterangan mengenai kota-kota perbekalan yng terutama yang menyebutkan,
Pitom dan Raameses (atau Ramses), tampaknya di temukan pada tahun 1883 oleh arkeolog
Swis, Naville, ketika ia menggali sebuah lokasi di delta Mesir yang di sebut Tell el-Maskhuta
dan menemukan berbagai inskripsi yang membuat kata Pi-tum, yang berarti “Rumah dewa
Tum.” Penemuan ini menyebabkan Naville untuk menyamakan Tell el-Maskhuta dengan
kota Pitom yang di bangun oleh orang Israel. Ia mendapati bahwa beberapa batu bata di buat
tanpa jerami. Akan tetapi, mengingat telaah yang lebih belakangan, Albright, antara lain,
menyatakan pandangan bahwa Pitom hendaknya disamakan dengan Tell-er Retabeh (ASAC,
194: AOTA, 142), yang terletak sekitar 13,7 km di sebelah barat Tell el-Maskhuta. Ia
menyamakan Tell el-Maskhuta dengan Sukot, yang di sebutkan dalam hubungan dengan
Israel di Mesir (Kel. 13:20). Karna siutus-situs ini dekat satu dengan yang lain dan keduanya
di sebutkan dalam bagian-bagian Kitab Keluaran yang berhubungan dengan Israel di Mesir,
pekerjaan batu bata yang di temukan oleh Naville Tell el-Maskhuta masih dapat di
hubungkan dengan tugas orang Israel. Para sarjana masa kini berbeda pendapat mengenai
apakah Tell er-Retabeh atau Tell el-Maskhuta itu merupakan lokasi Pitom dengan
kemungkinan pilihan cenderung jatuh pada yang pertama.

Kota perbekalan yang lain yang di sebutkan secara khusus, Raamses (Kel. 1:11),
biasanya disamakan dengan Tanis (AOTA 142; FLA, 1140). Situs Tanis digali oleh Piere
Montet (1929-1932), yang dengan tegas mempertahankan bahwa disitulah lokasi kota
Raamses. Tanis terletak sedikit jauh kesebelah utara Tell el-Maskhuta dan Tell er-Retabeh.

Musa, Sang Pelepas Dipersiapkan (Kel. 2dst.)


Selama orang-orang Israel tinggal di Mesir, seorang anak laki-laki di lahirkan bagi
sebuah keluarga Israel, yang menyembunyikan dia di tepi Sungai Nil dengan tujuan
mencegah dia dibunuh oleh pesuruh-pesuruh Firaun. Suatu hari putri Firaun turun kesungai
dan ketika mereka menemukan seorang anak disembunyikan di antara rumpun gelagah, ia
membawanya pulang untuk diasuh sebagai anaknya sendiri. Ia menamai dia Musa, “karena
aku telah menariknya dari air” (Kel. 2:10). Nama “Musa” kemungkinan berasall dari kata
Ibrani masha, “menarik keluar” (Gesenius-Robinson Hebrew Lexicon). Meskipun hamper
tidak mungkin puteri Firaun, seorang Mesir, akan memberikan nama berdasarkan sebuah kata
Ibrani, kata “ia” yang terdahulu kemungkinan adalah ibu Musa sendiri dan bukannya puteri
Firaun.
Suatu hari ketika Musa mendapatkan seorang Mesir sedang memukul seorang Ibrani, ,
ia turun tangan membunuh orang Mesir itu. Ketika Musa mengetahui bahwa perbuatannya
telah di ketahui, ia melarikan diri dari Mesir, dan pergi ke tanah Midian (Kel. 2:15), yang
berada di sebelah timur Mesir, mungkin di sisi timur Teluk Akabah (cabang timur Laut
Merah; lihat peta 2 dan 4, hlm. 66, dan 133. Sementara di Midian, Musa menikah dengan
zipora zipora, anak Yitro (ay. 21). Dengan menggembalakan kawanan ternak Yitro, Musa
mengenal seluruh daerah Sinai. Pada masa persiapan ini ia mempunyai kesempatan untuk
belajar semua yang perlu diketahuinya tentang daerah Sinai, sehingga ia akan benar-benar
siap memimpin bani Israel melewati Sinai betahun-tahun kemudian ketika terjadi peristiwa
Keluaran dari Mesir. Persiapan Musa selama 40 tahun di wilayah Sinai memberikan
gambaran tentang kenyataan bahwa Allah ingin orang percaya mempunyai persiapan yang
memadai bagi tugas-tugasnya dalam kehidupan.

Firaun dari Masa Penindasan (Kel. 2:23);


Hubungan dengan Robohmya Yerikho

Sementara Musa berada di wilayah Sinai dan Midian, “lama sesudah itu matilah raja
Mesir” (Kel. 2:23). Raja ini biasanya dikenal oleh para sarjana Alkitab sebagai “Firaun dari
masa penindasan,” karena di bawah pemerintahannyalah orang Israel secara khusus ditindas
dengan pekerjaan membuat batu-batu dan membangun gedung-gedung.
Soal yang sangat menarik bagi para peneliti Alkitab adalah menemukan identitas
firaun ini. Soal identitasnya bergantung pada tanggal keluarnya Israel dari Mesir, dan pada
tanggal kejatuhan Yerikho. Petunjuk arkeologi dari barang-barang tembikar dan scarab
(ukiran berbentuk kumbang tanduk) di Yerikho menunjukkan bahwa kota ini runtuh sekitar
tahun 1400 sM. Diantara factor-faktor yang menunjang tanggal ini, John Garstang, penggali
kedua di Yerikho, menjelaskan bahwa tidak satupun dari tembikar Mycenae ditemukan, yang
menunjukkan bahwa tembok-tembok Yerikho runtuh sebelum abad ke-14 di mulai.
Pernyataan Garstang bahwa kira-kira kira-kira tahun 1400 kota Yerikho runtuh tampaknya
ditunjang oleh penggalian Kathleen Kenyon di sana (1952-1958), sebagaimana yang di
tunjukkan oleh publikasi terbarunya mengenailaporan penggaliannya.
Jika Yerikho runtuh sekitar tahun 1400, pada akhir masa 40 tahun Israel mengembara
di padang belantara, maka peristiwa Keluaran terjadi sekitar 1440 atau sedikit lebih awal.
Penyelidikan sejarah Mesir menunjukkan bahwa seorang raja besar di Mesir, Thutmose III,
wafat pada tahun 1450 sM. (Namanya juga diterjemahkan Thutmosis Thothmes). Raja ini
kemungkinan cocok sebagai firaun dari masa penindasan. Ia bertakhta selama 32 tahun
(1482-1459) dan dengan demikian kematiannya terjadi setelah suatu periode pemerintahan
yang lama, seperti terisrat setelah suatu periode pemerintahan yang lama, seperti tersirat
dalam pernyataan Alkitab bahwa “lama sesudah itu matilah raja Mesir” (Kej. 2:23; CBS, 68
dst., mengemukakan pembahasan yang menarik tentang Thutmose III sebagai firaun pada
masa Keluaran).
Dalam usaha untuk memahami situasi Israel di Mesir, maka akan membantu bila kita
mengetahui sesuatu tentang orang ini yang mungkin menjadi firaun yang menindas dan yang
pasti sedang memerintah selama Israel tinggal di Mesir. Thutmose III adalah salah satu yang
agung, bahkan mungkin yang paling agung, dari semua raja Mesir. Ketika naik takhta ia
menata ulang bala tentara Mesir dan memulai sebuah ekspedisi militer sampai ke Palestina
dan Siria. Ketika tentara Mesir mendekati kota Megido di Palestina utara, mereka dapat
memilih di antara tiga rute, satu menuju langsung ke Megido melalui celah gunung yang
sempit, dan kedua rute yang lain tidak langsung tettapi melalui melalui kawasan yang lebih
terbuka (SSWE, 53-54). Para perwira militer Thutmose lebih suka kedua jalan yang lebih
terbuka, tetapi Thutmose memilih rute yang langsung. Ia sendiri memimpin bala tentaranya
untuk berbaris melintasi jurang sempit itu dan menuju ke sebuah tempat terbuka. Pagi-pagi
keesokan harinya ia membentuk pasukan tempur dan menyerang penduduk Asia. Penduduk
negeri itu melarikan diri ke kota Megido, tetapi penduduk kota ini telah menutup pintu
gerbang, sehingga perlu membantu tentara Asia itu mlintasi tembok dengan menurunkan
kain-kain kepada mereka. Tentara Mesir bisa saja meraih kemenangan yang gemilang apabila
mereka mengejar musuhnya, tetapi mereka tergoda oleh barang-barang jarahan yang
ditinggalkan di luar kota oleh tentara Asia dan mereka berhenti untuk mengambil kuda-kuda,
kereta-kereta emas dan perak, dan barang-barang berharga lainnya yang ditinggalkan oleh
tentara musuh yang melarikan diri (BAHE, 287-90). Akan tetapi, tak lama kemudian,
Thutmose mulai mengepung kota, dan akhirnya penduduk yang ada di dalam tembok kota
menyerah. Kekayaan yang lebih besar diperoleh Firaun dari dalam kota tersebut, termasuk
924 kereta, 2.238 kuda, 200 pakaian perang, 22.500 ternak kecil, dan emas serta perak yang
tak terbilang banyaknya (BAHE, 292; bdg. SSWE, 55).
Tahun demi tahun Thutmose III mengadakan ekspedisi ke Palestina dan Siria,
menaklukan bangsa-bangsa tersebut dan menuntut upeti dari mereka. Ia mengadakan 17
kampanye dalam periode 19 tahun, sampai penduduk di Siria betul-betul patuh kepadanya
(BAHE, 316-17). Tidaklah mengherankan apabila raja ini disebut Napoleon dari Mesir kuno.

Musa Kembali ke Mesir (Kel.4);


Dalih-Dlihnya

Pada waktu yang tepat, Allah menyuruh Musa kembali ke Mesir (Kel. 4;19) untuk
bersiap-siap membawa orang-orang Israel keluar dari negei tersebut. Musa berkeberatan
ketika Allah mengangkat dia untuk memimpin Israel keluar dari Mesir (3;10). Ia mengatakan
bahwa ia tidak dapat melaksanakan tugas tersebut karena orang Israel tidak akan
mendengarkan dia (4:1) dank arena ia tidak fasih bicara (ay. 10). Allah menjawab keberatan
pertama dengan menunjukkan kepada Musa bahwa ia akan diberi kuasa untuk mengadakan
mukjizat sehingga orang Israel akan mengakui dia (ay. 2-9); Allah menjawab keberatan
kedua dengan menjadi Harun, saudara Musa, sebagai juru bicara (ay. 11-17).
Firaun dari Masa Keluaran (Kel. 5:1);
Identitas yang Mungkin

Musa dan Harun menghadapi Firaun untuk menyampaikan pesan Allah, “Biarkanlah
umat-Ku pergi” (Kel. 5:1). Para sarjana Aliktab biasanya mengacu kepada penguasa ini
sebagai “firaun dari masa Keluaran,” karena selama pemerintahannyalah Israel keluar dari
Mesir. Jika Thutmose III (1482-1450 sM) adalah firaun dari masa penindasan maka
penggantinya Amenhotep II (1452-1425, juga dieja Amenhopis) menjadi firaun dari masa
Keluaran. Musa dan Harun menghadap firaun ini untuk menyampaikan pesan bahwa ia
sebaiknya membiarkan orang Israel meninggalkan Mesir.
Amenhotep II menghadapi sebuah pemberontakan raja-raja Siria yang membayar
upeti ketika mereka mengetahui tentang kematian ayahnya, Thutmose III. Bersama
pasukannya yang menuju ke kawasan Asia, ia telah mengalami kemenangan demi
kemenangan sampai akhirnya ia mencapai Sungai Efrat yang besar. Ia kembali ke Mesir
dengan lebih dari 500 orang tahanan bangsawan Siria utara, bukti dari kampanye-kampanye
yang jaya untuk menaklukan daerah-daerah ini (BAHE, 323-25). Tidak banyak diketahui
tentang pribadi Amenhotep II, meskipun tampaknya secara fisik ia sangat kuat, karena ia
menyombongkan diri dalam inskripsi-inskripsi arkeologi bahwa tidak ada seorang pun yang
dapat menarik busurnya (BAHE, 326). Kenyataan bahwa muminya saat ini diawetkan di
Museum Kairo tidak merupakan alasan untuk menyanggah bahwa dialah firaun dari masa
Keluaran, karena Kitab Suci tidak mengatakan bahwa firaun tenggelam di Laut Merah pada
saat air terbelah; hanya sebagian dari tentaranya yang tenggelam (Kel. 14;28).
Mereka yang berpegang pada tanggal yang kemudian untuk peristiwa Keluaran
(sekitar 1290-1275) tentu saja akan memiliki pemikiran yang sangat berbeda tentang siapa
firaun pada masa itu. Sebuah pandangan kuno mengatakan bahwa Ramses II (1299-1232)
adalah firaun dari masa penindasan sedangkan Merneptah (1232-1222) adalah firaun dari
masa Keluaran. Karena batu peringatan Merneptah (saat ini ada di Musemu Kairo), di mana
Merneptah memberi tahu kemenangan atas bangsa Israel di Palestina, memandang orang
Ibrani telah menetap di Palestina pada masa itu (untuk inskripsinya, lihat PANET, 378; untuk
gambarnya lihat PANEP, 115), ia tak mungkin menjadi firaun dari masa Keluaran. Orang-
orang yang menandaskan bahwa peristiwa Keluaran terjadi pada abad ke-13, sekarang pada
umumnya menyimpulkan bahwa Ramses II adalah firaun dari masa Keluaran. Biasanya
mereka kurang mempedulikan identifikasi firaun yang berbeda dari masa penindasan besar.
Albright menganggap Seti I (1318-1299) sebagai firaun dari masa penindas (AOTA, 14).

Keberatan Kristis Terhadap Catatan Pemakaian Jerami


Dalam Pembuatan Batu Bata (Kel. 5:13-18);
Keterangan dari Arkeologi dan Kimia

Kerja rodi bangsa Israel menjadi makin sulit ketika raja Mesir tidak mau memberikan
jerami untuk membuat batu bata. Orang Israel harus lebih dahulu mengumpulkan jerami (Kel.
5:7) dan akhirnya, mereka harus mengumpulkan tunggul-tunggul gandum (5;12). Atas dasar
catatan Alkitab, biasanya dianggap bahwa jerami diperlukan sebagai bahan pengikat, bahwa
batu bata tidak dapat dibuat dengan baik tanpa jerami, dan batu bata Mesir biasanya
mengandung jerami dalam jumlah tertentu.
Sebaliknya, T. Eric Peet, ahli ilmu Mesir kuno dari University of Liverpool,
menyatakan bahwa pemakaian jerami dalam pembuatan batu bata ‘agak jarang” pada zaman
kuno dan bahwa lumpur Sungai Nil dapat lengket dengan amat baik sehingga bahan pengikat
tidak terlalu di perlukan (PEOT, 99). Ia menambahkan bahwa acuan pemakaian jerami dalam
pembuatan batu bata sering digunakan untuk menunjukkan bahwa penulis Alkitab mengenal
adat istiadat Mesir, tetapi sebenarnya hal itu membuktikan ketidaktahuannya akan praktik-
praktik di Mesir (PEOT, 100). Uraian peet tentang hal ini memberikan kesan bahwa Alkitab
salah dalam hal menyampaikan bahwa jerami diperlukan untuk pembuatan batu bata.
Petunjuk dari arkeologi tidak mendukung pernyataan peet yang agak ekstrem bahwa
pemakaian jerami dalam batu bata adalah “agak jarang, khusunya pada zaman kuno” (PEOT,
99). Sebuah dokumen Mesir kuno, Papirus Anastasi, memuat ratapan seorang pejabat yang
harus mendirikan bangunan-bangunan di perbatasan Mesir, mungkin di daerah Terusan Suez
masa kini. Ia mengatakan bahwa ini tidak dapat bekerja karena “saya tidak memiliki
perlengkapan. Tidak ada orang untuk membuat batu bata, dan tidak ada jerami di daerah ini.”
Jadi, dokumen ini secara pasti menunjukkan bahwa pengawas pelaksanaan proyek
membangun tidak dapat melanjutkan pekerjaanya karena kekurangan jerami untuk membuat
batu bata.
Saya telah memeriksa banyak tembok yang dibuat dari batu bata dari tanah lumpur
yang mengelilingi kuil-kuil kuno di Mesir dan memperhatikan adanya jerami dalam banyak
batu bata tersebut. John Wilson, ahli ilmu Mesir kuno yang ulung dari University of Chicago,
menyatakan bahwa di Mesir batu bata yang menggunakan jerami sama banyak dengan batu
bata yang tidak menggunakan jerami. Secara ringkas, adalah adil untuk menyatakan bahwa
pandangan Peet yang ekstrem sudah pasti harus diubah mengingat bukti arkeologis ini.
Akan tetapi, ada petunjuk lebih lanjut dari sumber lain. Edward G. Acheson, seorang
ahli kimia Amerika, menemukan melalui penelitian dan pencobaan bahwa tanah liat lebih
mudah diolah jika memiliki kandungan organic tertentu. Dalam pencobaan lebih lanjut, ia
merebus jerami gandum dan mencampurkan air rebusan jerami tersebut ke tanah liat. Ia
mendapati bahwa sebagai akibat campuran ini maka lebih mudah untuk mengolah tanah liat
itu. Hal ini tampaknya menjelaskan pemakaian jerami dan kemudian tunggul gandum oleh
bangsa Israel, ketika jerami tidak lagi dapat ditemukan untuk membuat batu bata. Tanpa
jerami atau paling tidak bahan organic yang dilengkapi oleh tunggul jerami, maka kesulitan
pembuatan batu bata akan meningkat.
Penemuan ini juga menunjukkan bahwa adanya batu bata di Mesir yang tidak
mengandung jerami, seperti yang di tunjukkan ole peet dalam suatu pernyataan yang
berlebihan, sama sekali tidak mengurangi petunjuk Alkitab mengenai kebutuhan jerami
dalam pembuatan batu bata. Kurangnya bukti nyata tentang jerami dalam batu bata berarti
bahwa jerami atau tunggul jerami digunakan dalam jumlah yang amat sedikit di dalam
beberapa batu bata sehingga tidak tampak bagi para pengamat yang sambil lalu, atau bahwa
batu bata tidak mengandung bahan semacam ini dan pasti lebih mempersulit pekerjaan para
pembuat batu bata. Bagaimanapun juga, petunjuk dasar Aliktab tentang perlunya jerami
untuk membuat batu bata telah dibuktikan sepenuhnya.
Pengeras Hati Firaun (Kej. 4-14)

Pernyataan tentang pengerasan hati firaun kadang-kadang digunakan dalam usaha


untuk menggambarkan gagasan bahwa dari semula Allah telah menentukan orang-orang
tertentu untuk terhilang. Kajian tentang kejadian ini tidak mendukung pandangan ekstrem
tentang predistinasi ini, yang tampaknya mengesampingkan kehendak bebas manusia. Dalam
menganalisis kekerasan hati Firaun, kita mendapati fakta-fakta penting berikut ini ;
1. Firaun adalah seorang fasik bahkan sebelum Tuhan berurusan dengan dia, karena
semula ia sendiri mengeraskan hatinya tujuh kali sebelum Allah mengeraskannya
sekali saja. (petunjuk tentang Firaun mengeraskan hatinya sendiri dapat dilihat di
Kel. 7:13, 14, 22; 8:15, 19, 32; 9:7).
2. Lagi pula, hatinya dikeraskan, bukan dalam hubungan dengan keselamatan, tetapi
berkenan dengan kebijakan umum. Masalahnya adalah apakah ia akan
membiarkan prang Israel pergi. “Aku akan mengeraskan hatinya sehingga ia tidak
akan membiarkan bangsa itu pergi” (Kel. 4:21).
3. Tuhan memberitahukan terlebih dahulu bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun
(4:21; 7:3), tetapi sebenarnya Tuhan tidak melakukannya sampai Firaun sendiri
telah mengeraskan hatinya tujuh kali. (Pertama kali Allah mengeraskan hati
Firaun tercatat dalam 9:12).
4. Firaun mengeraskan hatinya sendiri sebanyak tujuh kali (7:13, 14, 22; 8:15, 19,
32; 9:7, 34, 35; 13:15), dan sepuluh kali hatinya dikeraskan dihubungkan dengan
Allah (4:21; 7:3 [prediktif]; 9:12; 10:1, 20, 27; 11:10; 14:4, 8,17).
5. Tiga kata Ibrani yang berbeda digunakan untuk kata “mengeraskan,” mungkin
menunjukkan berbeda-beda tingkat perlawanan pada pihak Firaun pada saat-saat
yang berlainan. Caved adalah yang paling lemah dari ketiga kata itu dan berarti
“bebal, berat”; kata ini digunakan dalam 7:14; 8:15, 32; 9:7, 34, Kashah berarti
“menjadi keras,” dan dalam akar kata kausatif (Hiph’il) “membuat keras,”
digunakan di 7:3; 13:15. Hazak, yang paling intensif, menyiratkan tekad yang
tetap dank eras kepala, digunakan dalam 4:21; 7;22; 8:19; 9:35.
6. Pengerasan hati Firaun tidak mendukung pandangan predestinasi yang ekstrem
dan tidak berdasarkan Alkitab, yang tampaknya mengesampingkan kehendak
bebas. Predestinasi dan kehendak bebas, keduanya diajarkan secara tegas dalam
Kitab Suci, dan keduanya sama benarnya. Jika pikiran manusia yang terbatas tidak
dapat memahami sepenuhnya hubungan timbal balik antara kehendak bebas dan
predestinasi, maka masih tidak dapat dibenarkan untuk menekankan kehendak
bebas dengan mengubarkan kedaulatan Allah, atau menekankan kedaulatan Allah
dengan mengurbankan kehendak bebas. Kehendak bebas secara jelas diajarkan
dalam bagian-bagian Kitab Suci seperti Matius 23:37, di mana Kristus berkata,
“Berkali-kali aku rindu mengumpulkan anak-anakmu….tetapi kamu tidak mau.”
dan dalam kitab Wahyu 22;17, “Barangsiapa yang mau, hendaklah ia mengambil
air kehidupan dengan cuma-Cuma.” Predestinasi, yang memiliki hubungan
langsung dengan pengetahuan Allah dari semula, secara jelas diajarkan dalam
bagian-bagian Alkitab seperti Roma 8:29 dan I Petrus 1:2. Mari menganut kedua
kebenaran Alkitab ini.
7. Keil dan Delitzhsch membuat komentar-komentar berguna yang berikut ini
mengenai pengerasan hati Firaun: (1) Pengerasan hati Firaun disebabkan baik oleh
tindakan Firaun sendiri maupun oleh ketetapan Allah. (2) Setelah setiap mukjizat
ini, dinyatakan bahwa hati Firaun tegar, atau bebal, yakni tidak mengindahkan
suara Allah dan tidak terpengaruh oleh mukjizat-mukjizat yang diadakan di
hadapannya. (3) Baru setelah itulah keenam dinyatakan bahwa Allah mengeraskan
hati Firaun (9:12). (4) Pengerasan hatinya sendiri dinyatakan pertama-tama oleh
fakta bahwa ia tidak memperhatikan permintaan Yehova yang di tujukan
kepadanya melalui Musa dan ia tidak mau membiarkan orang Israel pergi
(KD,453-54).

Pengerasan hati Firaun adalah contoh yang baik tentang prinsip yang ditetapkan di
Roma 1, bahwa jika orang-orang terus- menerus mengabaikan kebenaran Allah, maka Allah
akhirnya akan menyerahkan mereka kepada keinginan jahat mereka sendiri (“Allah
menyerahkan mereka”;bdg. Roma 1:24, 26-28).

Tulah-Tulah (Kel. 7-12); Arti Tulah-Tulah Tersebut


Dalam Kterangan Arkeologi

Setiap kali Firaun menolak untuk membiarkan orang Israel pergi, sebuah tulah
menimpa negeri Mesir. Tulah-tulah ini adalah suatu gangguan yang luar biasa dan suatu
beban yang amat berat bagi orang-orang Mesir, tetapi lebih daripada itu, tulah-tulah tersebut
menyingkapkan ketidakberdayaan dewa-dewa mereka. Ketika tulah pertama menyerang, air
sungai Nil berubah menjadi darah. Orang Mesir memuja Sungai Nil sebagai sumber
kehidupan. Jadi, dengan tulah pertama , salah satu dari dewa mereka diubah menjadi tulah
dan menjadi kengerian bagi mereka, dan ketidakberdayaan dewa tersebut di hadapan Allah
yang benar dan hidup juga ditunjukkan. Demikian pula, dewa-dewa lain di nyatakan tidak
berdaya menghadapi tulah-tulah yang berturut-turut yakni katak, nyamuk, lalat pikat,
kematian ternak, barah, hujan es, belalang, kegelapan, dan kematian anak sulung.
Penemuan-penemuan arkeologi menyatakan politeisme yang mencolok di Mesir
kuno. Misalnya, di samping dewa Sungai Nil (tulah ke-1), mereka menyembah dewa katak
(Heqt, tulah ke-2), seluruh kelompok ternak (lembu betina, anak lembu, lembu jantan, tulah
ke-5), berbagai dewa matahari (tulah ke-9), dan firaun sendiri sebagai dewa dan suatu
manifesta dewa matahari (tulah ke-10), ketika anak Firaun mati.

Sifat Menakjubkan dari Tulah-Tulah Tersebut

Kadang-kadang ada orang yang berusaha untuk menjelaskan tulah-tulah tersebut


sebagai fenomena alamiah di Mesir. Memang benar bahwa jumlah katak dan nyamuk yang
sangat banyak, kegelapan yang tidak terduga, dan peningkatan gejala-gejala alamiah lainnya
yang serius telah di kenal di Mesir. Akan tetapi, penelitian terhadap tulah-tulah tersebut
menunjukkan bahwa tulah-tulah itu bersifat ajaib paling sedikit dalam lima hal: (1)
Intensifikasi – katak, serangga, tulah atas ternak, hujan es, dan kegelapan telah dikenal di
Mesir, tetapi sekarang semuanya menjadi sangat hebat jauh melebihi kejadian bias. (2)
Prediksi – waktu telah ditetapkan bagi datangnya lalat (“besok,” 8:23),, kematian ternak
(9:5), hujan es (9:18), dan belalang (10:4). Waktu penyingkiran juga ditetapkan; misalnya,
katak (8:10) dan guruh (9:29). Ilmu pengetahuan modern tidak dapat meramalkan dengan
tepat berhentinya fenomena alam seperti hujan es. (3) Diskriminasi – di Gosyen tidak ada
lalat (8:22), tidak ada kematian ternak (9:4), tidak ada hujan (9:26), dan sebagainya. (4)
Keteratur – kehebatan tulah-tulah tersebut meningkat sampai berakhir dengan kematian anak
sulung Firaun. (5) Tujuan Moral – tulah-tulah tersebut bukanlah keajaiban alam, tetapi
mengandung tujuan moral dalam hal-hal ini: (a) dewa-dewa Mesir dirumahkan, suatu tujuan
yang ditunjukkan dalam kejadian 12:12; dewa Sungai Nil, dewa katak, dan dewa matahari
ditunjukkan sebagai tidak berdaya di hadapan Alla. (b) Kepada Firaun diberi tahu bahwa
Tuhan itu Allah, dan ia harus mengakui Dia sebagai Allah (9:27; 10:16). (c) Allah dinyatakan
sebagai Juruselamat, ketika Ia menyelamatkan Israel dari tangan orang Mesir (14:30).
8
Keluar dari Mesir
(Keluaran 12-40)

Perayaan Paskah (Kel. 12:1-11 dst.)

Pada saat bangsa Israel sedang bersiap-siap untuk meninggalkan Mesir, Allah
memberi berbagai petunjuk untuk mempersembahkan kurban Paskah, seekor anak domba
untuk setiap rumah tangga, kecuali rumah tangga itu terlalu kecil memakan seekor anak
domba (Kel. 12:3-4). Anak domba tersebut melambangkan Kristus; anak domba itu harus
tidak bercela (12:5), yang menggambarkan ketidakberdosaan Kristus; harus berumur setahun,
pada umur yang terbaik, seperti Kristus berada pada masa terbaiknya pada saat ini melayani
orang banyak dan mati di kayu salib; darah anak domba itu harus dicurahkan oleh sluruh
Jemaah (12:6), yang melambangkan fakta bahwa seluruh dunia bertanggung jawab atas
kematian Kristus; darah tersebut harus dibubuhkan pada kedua tiang pintu (12:7), yang
menggambarkan fakta bahwa darah Kristus harus diambil dan digunakan sendiri oleh orang
yang hendak diselmatkan.

Pandangan Para Peneliti tentang Paskah


Jawaban dari Arkeologi

Para peneliti berpendapat bahwa Paskah hanya merupakan adaptasi dari perayaan
pertanian, agaknya suatu perayaan kafir orang Kanaan. Pandangan ini tersebut luas, seperti
yang ditunjukkan oleh berbagai ensiklopedia Alkitab standar serta diterima mengenai
Perjanjian Lama. Kompromi dengan pandangan ini telah terjadi dalam ajaran di beberapa
seminari pada dasawarsa-dasawarsa terakhir.
Akan tetapi, penemuan-penemuan arkeologi menunjukkan perbedaan yang besar
antara praktik-praktik keagamaan orang Kanaan dan perayaan-perayaan yang dinyatakan oleh
Allah kepada bangsa Israel. Suatu penemuan yang paling menarik perhatian yang
menjelaskan praktik-praktik keagamaan kafir di Kanaan dan Siria adalah lempeng-lempeng
tanah liat Ras Syamra, yang ditemukan pada tahun 1929 setelah seorang petani secara tidak
sengaja menggali sebuah terowongan tanah di pantai Siria. Lempeng-lempeng ranah liat ini
menunjukkan peganisme sensual, seperti digambarkan dalam penjelasan tentang dewa El,
yang memiliki beberapa istri. Salah satu lempeng tanah liat yang menguraikan tentang El
berbunyi sebagai berikut, “Wanita-wanita, yang masing-masing adalah istri El, bahkan para
hambanya, - ia akan membersihkan bibir mereka, akan mengngkat mereka; bibir mereka
manis, manis seperti buah delima. Dengan merekalah ciuman dan kehamilan…” (terjemahan
dalam BAB, 355, Baris 48-51).
Albright meringkas dengan baik arti lempeng tanah liat Ras Syamra dalam hal ini
dengan mengatakan, “Setiap publikasi baru tentang naskah-naskah mitologis Kanaan
menjadikan perbedaan antara agama-agama Kanaan dan Israel semakin jelas.” Jadi, gagasan
para peneliti bahwa perayaan-perayaan Israel ada hubungannya dengan perayaan-perayaan
kafir Kanaan tidak mendapat dukungan, karena setiap aspek penting dari agama Kanaan sama
sekali berbeda dengan aspek-aspek agama Israel, seperti ditunjukkan oleh lepmpeng-lempeng
tanah liat Ras Syamra. Saya menolak pemikiran bahwa Paskah adalah sebuah perayaan orang
Kanaan.

Peristiwa Keluaran (Kel. 12); Masa Kediaman Israel di Mesir


dan Berbagai Monumen; Keterangan Arkeologi

Setelah tulah kesepuluh, yang mengakibatkan kamtian anak sulung, Firaun


memanggil Musa dan tidak saja memberinya izin, tetapi bahkan mendesak dia untuk
meninggalkan Mesir dan membawa serta orang-orang Israel (Kel. 12:30-32). Mereka
meninggalkan Mesir setelah tinggal selama 430 tahun di sana 9Kel. 12:40-41). Selama masa
tersebut mereka telah bertambah banyak dari tujuh puluh jiwa (Kel. 1:5) menjadi sejumlah
enam ratus ribu orang laki-laki 9mereka yang berumur di atas dua puluh tahun, seperti di
tunjukkan dam Bil. 1:45-46). Dengan wanita dan anak-anak, seluruhnya berjumlah paling
sedikit dua setengah juta orang (sebagian besar orang memperhatikan jumlahnya anatar dua
sampai tiga juta orang).
Karena bangsa Israel berada di Mesir untuk waktu yang lama, orang mungkin
mengharapkan sedikit petunjuk mengenai mereka pada monument-monumen Mesir. Akan
tetapi, sebuah studi tentang monument-monumen menunjukkan bahwa orang Mesir tidak
mencatat hal-hal yang bersifat mencela mereka. Tulah-tulah dan peristiwa Keluarnya bangsa
Israel merupakan sebuah bencana nasional dan pasti telah dengan sangat saksama
dihindarkan dalam pencatatan di monument. Lagi pula, ketika sesuatu dicatat yang kemudian
terbukti bersifat mencela atau tidak di sukai oleh rezim berikutnya, maka hal itu dihapuskan
pada kesempatan pertama. Misalnya, setelah kaum Hyksos diusir (lihat bab 7), maka
monument-monumen mereka dimusnahkan. Juga setelah kematian Hatshepsut (lihat bab 7),
Thutmose III suruh melenyapkan nama dan gambar-gambar ratu ini (SSWE, 46; lihat juga
gambar 5, hlm. 112). Mengingat petunjuk arkeologi tentang kemampuan bangsa Mesir untuk
melenyapkan dengan pahat, maka tidak lah terlalu mengherankan bahwa tidak ditemukan
apa-apa pada monument-monumen tentang masa kediaman Israel di negeri itu.
Tentu saja ada lebih banyak untuk dipertimbangkan selain dari monument-monumen
tersebut, apabila hendak menjelaskan mengapa tidak ada bukti tentang tinggalnya orang
Ibrani di Mesir. Pertama, orang Ibrani tinggal di delta sebelah timur, yang lebih lembab
daripada daerah Mesir lain, dan reruntuhan zaman kuno rusak lebih cepat dan lebih
menyeluruh di sana. Kedua, mereka telah dijadikan budak, dan orang-orang yang biasa
mendapat perhatian adalah kalangan raja, bangsawan, dan imam-imam dari pemujaan-
pe,ujaan yang resmi. Ketika, tidak banyak orang Ibrani yang berpendidikan cukup untuk
dapat membuat catatan-catatan dan bahan papyrus tidak akan bertahan lama di delta tersebut.
Keemat, jika mereka benar-benar membuat catatan pada kertas papyrus atau kulit binatang,
mereka tentu telah membawa serta semuanya ketika mereka keluar dari Mesir. Terakhir,
daerah tempat tinggal mereka sekarang ini sangat padat penduduknya dan reruntuhan zaman
kuno yang mungkin dapat bertahan boleh jadi tidak akan digali.
Tanggal Keluarnya Israel dari Mesir

Pembahasan sebelumnya mengenai kronologi Alkitab telah menunjukkan bahwa teks


ibrani dari Perjanjiian Lama menyatakan tarikh peristiwa Keluaran sekitar 1446 sM. Hal ini
disimpulkan terutama dari I Raja-Raja 6:1, yang mengatakan bahwa peristiwa keluarnya
Israel dari Mesir terjadi 480 tahun sebelum peresmian rumah Tuhan yang terjadi pada tahun
keempat pemerintahan Salomo, 967-966. Jika peristiwa Keluaran ditarikhkan sekitar 1440,
penaklukan Kanaan terjadi sekitar 1400, karena bangsa Israel mengembara di padang
belantara selama empat puluh tahun sebelum menyeberang Sungai Yordan dan mulai
menaklukan Kanaan.
Seperti telah diketahui, John Garstang menyimpulkan dari penggaliannya di Yerikho
(1930-1936) bahwa kota tersebut runtuh sekitar 1400 Sm (GJJ, 147). Meskipun banyak yang
menentang kesimpulan-kesimpulannya, ia meneguhkannya kembali dalam suatu publikasi
bersama dengan putranya setelah perang Dunia II, ketika sekali lagi ia dapat menggunakan
catatan-catatannya yang disimpan. Ketika Kathleen Kenyon memimpin penggalian British
School of Archeologi di Yerikho (1952-1958), ia cenderung menetapkan jatuhnya kota itu
pada tahun 1350-1325. Akan tetapi, ketika laporan terakhir dari pekerjaannya di umumkan
setelah kematiannya, informasi di dalamnya mendukung jatuhnya Yerikho sekitar tahun
1400.
Tambahan pula, perkiraan tahun 1400 sebagai tarikh bagi di mulainya penaklukan
benar-benar sesuai dengan konteks sejarah Mesir. Sekitar waktu tersebut dimulai Zaman
Amarna dan kekuasaan Mesir ata Kanaan secara cepat hancur. Hal ini menjelaskan
bagaimana orang-orang Ibrani dapat menyerbu suatu negeri di mana firaun-firaun Mesir yang
berkuasa telah berhasil melakukan aksi militer. Situasinya begini, Amenhotep III (1412-
1375) dan terutama Amenhotep IV (1387-1366) meluncurkan apa yang disebut sebagai
Revolusi Amarna. Ini menyebabkan ibu kota dipindahkan dari Thebes ke Amana (sehingga
mengharuskan pembangunan kota Amarna) dan peralihan keagaamaan kepada monoteisme
pura-pura. Sebagai ganti penyembahan kepada banyak dewa Mesir, kerajaan membatasi
penyembahan kepada dewa matahari Aton, tetapi ini bukan monoteisme sesungguhnya,
karena firaun juga dianggap sebagai allah. Jadi selama periode tersebut, yakni anatara 1400-
1365 raja-raja Mesir lebih tertarik untuk mengadakan reformasi keagamaan dan mencurahkan
energi bangsa untuk memuaskan keinginan pribadi daripada untuk mempertahankan sebuah
kekaisaran yang kuat. Korespondensi kerajaan yang ditemukan di Amarna memperlihatkan
bahwa penguasa-penguasa boneka Mesir di Palestina sering mengirim permintaan bantuan
kepada para firaun selama setengah abad tersebut. Kerusuhan setempat dan penyerbuan orang
Habiru, (dalam beberapa hal mungkin berhubungan dengan orang Ibrani) merupakan alasan-
alasan untuk permintaan semacam ini. Akan tetapi, para firaun yang terlindung di tengah-
tengah kemewahan Mesir, memilih jalan kenikmatan pribadi daripada tanggung jawab
kerajaan. Permohonan-permohonan tersebut tidak diperhatikan.
Tarikh dari peristiwa keluarnya Israel dari Mesir disanggah oleh para sarjana seperti
Albright, yang menunjukkan bahwa eksplorasi Glueck di kawasan Edom telah menyatakan
bahwa daerah ini tidak memiliki penduduk yang menetap sebelum abad ke-13 Sm. Dengan
demikian, mereka tak mungkin menghentikan bangsa Israel dalam perjalanannya ke Palestina
pada awal abad ke-14 Sm. Namun, kita dapat mengemukakan bersama Unger bahwa sebagai
nomad, orang Edom tentunya dapat menghentikan Israel; jika orang Israel yang hidup
berkelana dapat berperang, orang Edom yang hidupnya tidak menetap tentu juga dapat
melakukan demikian. Atau kita dapat menduga bahwa pernyataan Glucck mengenai tahun-
tahun tersebut harus diperbaiki. Perlu dijelaskan bahwa kesimpulan-kesimpulan Glueck
mengenai tahun-tahun tersebut harus diperbaiki. Perlu dijelaskan bahwa kesimpulan-
kesimpulan Glueck didasarkan pada tanggal-tanggal yang ditetapkan untuk pecahan-pecahan
tembikar itu, dan Albright sendiri menyatakan bahwa petunjuk dari tembikar untuk
menarikhkan sebagian tambang-tambang tembaga di sebelah barat dan selatan Edom belum
konklusif.
Masalah besar lain yang menghadapi orang yang menerima tanggal yang lebih dini
bagi peristiwa Keluaran adalah fakta bahwa orang-orang Israel telah membangun Pitom dan
Raamses (Kel. 1:11). Raamses I baru memerintah sekitar tahun 1300. Unger menyatakan
bahwa kesulitan dalam hal ini dapat dihilangkan dengan menyimpulkan bahwa Raamses
adalah suatu modernisasi atau pemberian nama baru atas sebuah tempat kuno yang bernama
Zoan-Avaris. Situasi yang sama terjadi dalam Kejadian 14:14, di mana kota Dan digantikan
untuk kota yang lebih tua, yang bernama Lais.
Masalah ini tak dapat dipecahkan dengan menyatakan, seperti yang dilakukan banyka
orang, bahwa peristiwa Keluaran tidak mungkin terjadi sebelum tahun 1300 karena kota
perbekalan Raamses dinamai menurut firaun yang berkuasa. Musa berusia 80 tahun pada saat
terjadi peristiwa Keluaran (Kel. 7:7). Jika tanggal peristiwa Keluaran ditetapkan sekitar 1275,
Musa tentu dilahirkan sekitar 1355. Orang Ibrani membangun kotam perbekalan Raamses
sebelum kelahiran Musa, jauh sebelum pemerintahan Raamses I (Kel. 1:11). Jadi, Raamses
mungkin merupakan modernisasi dari Zoan-Avaris, atau kota itu sama sekali tidak dinamai
menurut raja yang berkuasa; kemungkinan Raamses adalah nama raja atau nama agama yang
dimuliakan selama berabad-abad.
Ketiga, Yigael Yadin, seorang penggali ulung yang telah menggali Hazor,
menandaskan bahwa Hazor baru jatuh ke tangan bangsa Israel pada bagian dua pertiga dari
abad ke-13 sM (EAEHL, 2:494). Akan tetapi, Alkitab memberi tahu bahwa dua kali Hazor
jatuh ke tangan bangsa Israel. Pada masa Yosua (Yos. 11:10-11), ketika Yabin I memerintah,
dan pada masa Debora dan Barak (Hak. 4:2, 23-24), ketika Yabin yang lain memerintah.
Yigael Yadin menganggap bahwa penaklukan Yosua berhubungan dengan kehancuran pada
abad ke-13 di kota Hazor bagian bawah. Akan tetapi, ada bukti kehancuran di lokasi tersebut
sekitar 1400 Sm atau tidak lama kemudian di wilatah H dan K dari kota vagian bawah
tersebut (EAEHL, 2:48-82). Apa yang lebih wajar daripada menyimpulkan bahwa
penghancuran pada tahun 1400 terjadi pada masa Yosua dan penghacuran pada abad ke-13
terjadi pada periode Hakim-Hakim?
Keempat, dikemukakan bahwa perihal Musa dengan mudah dapat memasuki istana
bertentangan dengan tahun yang dini untuk peristiwa Keluaran. Alasannya adalah bahwa
kesempatan mencapai istana dengan bagitu mudah menunjukkan bahwa istana itu berada
didaerah delta, tempat tinggal orang Israel. Periode-periode ketika istana berada di nlokasi
delta adalah pada masa Yusuf dan selama abad ke-13 Sm. Bagaimanapun juga, firaun dari
masa Keluaran bisa saja menjumpai Musa di istananya yang kedua atau di pusat
pemerintahan. Argumentasi ini bukan bukti konklusif bagi tarikh Keluaran yang akhir. Selain
itu, baik Thutmose III dan Amenhotep II, yang bersama-sama memerrintah dari 1482-1425,
aktif melaksanakan proyek-proyek pembangunan di delta ini.
Kelima, penghancuran kota Betel, Lakhis, dan Debir, rupanya oleh Israel, dinyatakan
telah terjadi sekitar tahun 1230 dan dengan demikian mendukung tarikh yang kemudian
untuk peristiwa Keluaran (lihat AEHL, 1:192; 3:753, 1:77). Tampaknya, hal ini menandaskan
tarikh yang kemudian bagi peristiwa keluaran, tetapi pandangan yang kedua
menempatkannya pada sudut pandang yang berbeda. Kota-kota tersebut jatuh hampir pada
waktu yang sama dan mendekati pemulaan penaklukan, menurut kisah Yosua. Akan tetapi,
sudah pasti penaklukan Kanaan tidak terjadi pada tahun 1230, karena prasasti pada Tugu
Firaun Merneptah menggambarkan orang-orang Ibrani telah menetap di Kanaan ketika
tentara Merneptah menyerang mereka sekitar tahun 1230. Jika tanggal-tanggal yang
ditetapkan untuk pengahncuran kota-kota tersebut perlu disesuaikan, betapa efektifnyakah
pemakaian petunjuk tersebut dalam menetapkan tahun peristiwa Keluaran? Di samping itu,
penting untuk dicatat bahwa meskipun Yosua merebut Betel, Lakhis, dan Debir, alkitab sama
sekali tidak menyebutkan bahwa kota-kota itu di hancurkan; Yosua hanya membakar kota-
kota Ai, Yerikho, dan Hazor (Yos. 6:24; 8:19; 11:13). Beberapa hari penaklukan Yosua tidak
bersifat tetap. Kita tahu bahwa kemudian kota Debir harus direbut kembali 9 (Yos. 15:13-17),
dan mungkin kota-kota yang lain juga. Jika tahun penghancuran Betel, Lakhis, dan Debir
tepat, mungkin tarikh itu menunjuk pada serangan-serangan selama masa para hakim
bukannya kepada penaklukan yang dilakukan oleh Yosua.
Akhirnya, Beno Rothenberg, sebagai akibat dari penggaliannya di Lembah Timna,
sebelah selatan Laut Mati (1964-1970), menyimpulkan bahwa penambangan tembaga dan
aktivitas peleburan di sana tidak ditarikhkan pada masa Salomo, melainkan kepada abad ke-
14 sampai ke-12 (termasuk masa Raamses II). Hal ini berarti bahwa ada ‘perusahaan industry
secara besar-besaran oleh Firaun” di daerah ini selama abad ke-13. Dengan begitu banyak
tentara dan pekerja Mesir yang mengerumuni deluruh daerah itu selama abad tersebut,
tampaknya tidak mungkin orang-orang Ibarni dalam jumlah amat besar di sana pada waktu
yang sama. Rothenberg berpendapat bahwa penemuannya menuntut agar penetapan abad ke-
13 untuk peristiwa Keluaran, pandangan yang umum di antara sarjana-sarjana Israel,
dipertimbangkan kembali. Sebagai kesimpulan, tampaknya bahwa penemuan-penemuan
arkeologi makin menunjang perkiraan tahun 1400 sebagai tahun penaklukan dan 1400
sebagai tahun peristiwa Keluaran.

Rute Keluaran; Pandangan Kritis dan


Jawaban dari petunjuk Arkeologi

Pada waktu meningglkan Mesir, bangsa Israel menuju kea rah timur melaluidelta, dari
Raamses ke Sukot (Kel. 12:37), kemudian ke Etam (Kel. 13:20), dan akhirnya ke Baal-Zefon
di tepi Laut Merah (Kel. 14:2).
Rute Keluaran telah dipersoalkan oleh para peneliti. Peet, berkata, “Kita tidak
mungkin menemukan rute mana yang sebenarnya diambil oleh bangsa Israel, kecuali sejauh
kita dapat memperkirakannya dengan menerapkan akal sehat terhadap masalah tersebut. Kita
hanya dapat berharap akan menemukan kembali rute, yang menurut pendapat para penyusun
abad ke-9 Sm dan seterusnya, telah ditempuh oleh bani Israel, suatu hal yang sangat berbeda”
(PEOT, 156). Caiger mencerminkan sikap yang sama ini ketika ia mengatakan bahwa “garis
bertitik-titik yang menunjukkan ‘perjalanan bangsa Israel’ dalam kebanyakan atlas Alkitab
tidak memiliki keabsahan yang sesungguhnya” (CBS, 78). Memang benar bahwa banyak
tempat yang disebutkan dalam Alkitab sebagai terletak pada rute Keluaran dan pengembara
di padang belantara belum dapat dikenali.
Akan tetapi, keterangan di bidang arkeologi telah diterapkan secara berkala sehingga
Alan Gardiner pun, seorang ahli tentang ilmu Mesir kuno, yang lama berkeberatan terhadap
kesejahteraan rute Keluaran karena alasan-alasan topografis, menarik kembali keberatannya
pada tahun 1933. Albright menunjukkan perubahan pandangan Gardiner dan menyatakan:
Dengan pengetahuan kita yang sekarang tentang toprografi Delta timur, maka kisah
tentang awal Keluaran yang diberikan dalam Keluaran 12:37 dan 13:20 dst.., dari segi
topografi memang masuk akal…Banyak nukti-bukti tambahan bagi kesejarahan kisah
Keluaran dan pengembaraan di daerah Sinai, Midian dan Kadesy dapat diberikan dengan
mudah, berkat pengetahuan topografi dan arkeologi yang sudah meningkat. Kita harus
merasa puas dengan jaminan bahwa kini tidak ada lagi peluang bagi penelitian kritis
berlebihan yang masih dominan terhadap tradisi sejarah mula-mula Israel. (ASAC, 194)
M. G. Kyle menceritakan bahwa para wisatawan yang mengikuti garis pantai Laut
Merah, sepanjang jalur Keluaran, tidak memerlukan buku petunjuk lain selain Alkitab.
Seluruh topografi daerah itu cocok dengan yang disebutkan dalam laporan Alkitab.

Terbelahnya Laut Merah (Kel. 14-21 dst.)

Setelah Israel meninggalkan Mesir, Firaun berubah pikiran dan memutuskan untuk
mengejar mereka (Kel. 14:9). Ketika orang Mesir mendekati tempat berkemah bangsa Israel,
“Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu Tuhan menguakkan
air laut dengan perantaraan angina timur yang kuat” (Kel. 14:21). Dikatakan bahwa
mundurnya air oleh angina pernah disaksikan pada zaman modern. Jenderal Tulloch
melaporkan bahwa pasir di pasar danau tersingkap ketika angina timur yang kuat mendorong
air danau Manzaleh sejauh tujuh mil. Kyle mengatakan bahwa penumpukan air seperti itu
akibat angina telah terkenal dan kadang-kadang dapat mencapai sekitar 2 atau 2,4 m di Danau
Erie. Akan tetapi, hal yang terpenting mengenai terbelahnya air bagi bangsa Israel adalah
unsur waktu. Ini bukan hanya terbelahnya air secara aneh akibat angin yang kebetulan, tetapi
campur tangan Allah ketika mengirim angina pada waktu yang di perlukan untuk
menyelamatkan Israel. Unsur waktu kadang-kadang merupakan factor utama dalam sebuah
mukjizat.
Beberapa orang telah mengemukakan bahwa yam suph (diterjemahkan “Laut
Merah”dalam KJV dan versi-versi lain) seharusnya diterjemahkan dengan tepat sebagai “Laut
Teberau” dan telah berusaha untuk menghubungkannya dengan danau atau danau-danau yang
sekarang menjadi bagian dari system Terusan Suez. Namun, sukar untuk mendukung
pendapat ini secara efektif. Versi bahasa Yunani dari Perjanjian Lama (Septuaginta), di Kisah
Para Rasul artikan yam suph sebagai Laut Merah (NIV cat. Ping. Kisah Para Rasul 7:36 dan
Ibrani 11:29) berbunyi, “Yakni Laut Teberau.” Terlebih lagi, Keluaran 14:27 dan 15:5, 8, 10
tampaknya memerlukan sesuatu yang lebih besar dari pada salah satu danau Suez. Lagi pula,
telah diperhatikan bahwa yam suph dalam Keluaran 10:9 tampakanya lebih dari sekadar
danau berawa di daerah Suez; Teluk Suez cukup luas utnutk mebinasakan sekumpulan besar
belalang dan letaknya teluk itu begitu tepat hingga angina barat laut dapat meniupkan
belalang-belalang itu kedalam air. Tentu saja dalam Bilangan 14:25 yam suph adalah Laut
Merah. Mungkin yang terbiak adalah menyimpulkan bahwa orang-rang Ibrani mengadakan
perjalanan kea rah selata di sebelah barat system terusan masa kini dan menyeberang Laut
Merah di sebelah selatan pelabuhan Suez yang sekarang.

Perjalanan ke Sinai (Kel. 15-19)


(Lihat peta 4)

Setelah bani Israel menyeberangi tanah kering di dasar Laut Merah dan dengan
selamat mencapai pantai yang di seberang (Kel. 14:22), mereka melanjutkan perjalanan ke
Padang Gurun Syur (15:22) di bagian timur Teluk Suez (cabang barat Laut Merah). Tahap-
tahap berikutnya dalam perjalanan menuju ke Gunung Sinai dapat diringkas dengan baik
sebagai berikut:
1. Padang Gurun Syur (Kel. 15:22). Tidak tersedia air disana, maka Israel
melanjutkan perjalanan ke Mara
2. Mara (KEL. 15:23). Disini mereka tidak dapat meminum air yang pahit sampai
Allah menunjukkan kepada Musa sepotong kayu. Ketika kayu itu dilemparkan ke
dalam air, air itu menjadi manis (15:22). Mara kadang-kadang disamakan dengan
suatu tempat yang sekarang disebut Huwara, sekitar 11 km sebelah timur Laut Merah
dan sekitar 48 km sebelah selatan dari tempat di mana, menurut tradisi, bani Israel
pertama kamli berhenti setelah menyeberangi Laut Merah (BBHM, 80). Di Huwara
masih terdapat sebuah kolah dengan diameter sekitar 1,5 m yang di dalamnya masih
terdapat air pahit. Perhentian berikutnya adalah Elim.
3. Elim (Kel. 15:27). Elim digambarkan memiliki 12 sumur air dan 70 pohon palem.
Beberapa orang memperkirakan tempat itu sekarang adalah Wadi Ghurundel, 8 km
dari Huwarah (mungkin Mara), meskipun tempat itu lebih jauh ke selatan. Murray’s
Handbook mengatakan tentang Wadi Ghurundel;
Tempat ini dengan aman dapat disamakan dengan Elim. Seluruh padang gurun
hampir gundul sama sekali dan tandus, tetpai Wadi Ghurundel di kelilingi pohon-
pohon dan semak belukar yang membentuk sebuah oasis yang menawan. Disini
terdapat pohon-pohon palem kerdil dengan batangnya yang berbulu dan dahan-
dahannya yang tidak teratur. Disini juga terdapat pohon-pohon tamarisk berbulu
dengan cabang-cabangnya yang berbonggol-bonggol, daun-daunnya meneteskan
sesuatu yang disebut manna oleh orang Arab. Dan di sini pula terdapat pohonakasia,
dengan daun-daunnya kelabunya dan bunga-bunga yang cerah, terlilit oleh tumbuhan
padang pasir menjadi semak belukar. Begitu menarik pohon akasia ini dalam
pandangan orang yang letih karena silaunya cahaya padang gurun; amun pohon ini
lebih tinggi dan lebih menarik, seperti pohon “semak yang bernyala-nyala” dan “kayu
penaga” untuk kemah suci.
4. Padang Gurun Sin (Kel. 16:1). Daerah Sinai adalah daerah berbatu-batu dan
berbukit-bukit, di selang-selingkan oleh berbagai sudut dan jurang yang bernaung.
Akan tetapi, Padang Gurunn Sin banyak berbeda dengan Sinai, karena merupakan
dataran pasir luas, yang membentang sepanjang tepi pantai Laut Merah (BBHM, 81)
Sementara bangsa Israel berada di Padang Gurun Sin, Allah mengirimkan
manna (Kel. 16:14-15 dst. 0. Usaha-usaha untuk menyamakn manna dalam Akitab
dengan getah pohon tamarisk dan zatzat lain tidak berhasil. Ada banyak perbedaan
pokok antara getah pohon amarisk dan manna.

5. Rafidim (Kel. 17:1). Dari Padang GURUN Sinai, bangsa Israel menuju ke pedalaman
Semenanjung Sinai, mungkin melintasi lebah yang dewasa ini disebut Wadi Feiran
(BBHM, 81) Pada perhentian penting berikutnya, Rafidim, Musa memukul batu
karang agar mengeluarkan air 917:1, 6), dan sini juga bangsa Israel disokong oleh
Tuhan dalam petempuran mereka dengan orang Amalek (17:8).
6. Gunung Sinai (Kel 19:1-2), tinggal beberapa wakti di Sinai Mesir, mereka
mengadakan perjalan kurang lebih 24 km dari Rafidim ke Gunung Sinai dan
berkemah di depan gunung itu. Israel tinggal di Gunung Sinai selama sekitar 1 tahun
(bdg. Kel 19:1 Bil 10:11-12). Semua kejadian berikutnya dalam sisa Kitab Keluaran,
materi dalam Kitab Imamat, dan kejadian-kejadian dari bagian pertama Kitab
Bilangan sampai 10;10 terjadi di Sinai. Dalam Bil 10:11-12 kita membaca tentang
berangkannya Israel dari Gunung Sinai karena mereka memulai pejalanan mereka ke
utara ke Kadesy.

Identifikasi Gunung Sinai (Kel. 19)

Tiga puluh lima kali dalam Perjanjian Lama Sinai disebut sebagai sebuah padang
gurun atau gunung, dan tujuh belas kali daerah atau gunung yang sama Horeb. Istilah-istilah
ini sering digunakan bergantian, dan dengan dmikian jelaslah bahwa Sinai dan Horeb
mengacu pada tempat yang sama.
Berbagai lokasi yang berbeda telah di anjurkan untuk Sinai, beberapa ahli bahkan
menempatkan gunung ini jauh di wilayah Midian, disebelah timur Teluk Akaba (bagian timur
Laut Merah). Akan tetapi, pandangan yang tradisional, selalu berpendapat bahwa Gunung
Sinai harus disamakan dengan gunung yang dewasa ini sebagai Jebel Musa. Edward
Robinson, seorang Amerika yang menjadi perintis penjelajah di Palestina, memperkirakan
bahwa puncak disebelah Jebel Musa (disebut es-Sufsafeh) adalah lebih cocok dengan
keadaanya karena dari sini orang dapat melihat dataran yang luas di kaki gunung tersebut,
dan dataran ini mungkin adalah tempat bangsa Israel berkemah.
Akan tetapi, tidak ada alasan yang memaksa untuk mengabaikan identifikasi
tradisional tentang Gunung Sinai sebgai Jebel Musa (berarti “Gunung Musa” dalam bahsa
Arab), dan “hal itu memenuhi semua persyaratan yang dikemukakandalam Perjanjian Lama”
(ABB, 42). Jebel Musa, bagian dari jajarannya puncak-puncak gunung yang besar, menjulang
dengan kemegahan yang mengagumkan, mencapai ketinggian 2211 m. Di kaki gunung itu
terdapat dataran yang luas, sekitar 1,6 km penjangnya, yang mungkin adalah tempat
berkemah bangsa Israel (RBR, 95)
Sepuluh Perintah Allah (Kel. 20);
Tujuan Hukum Taurat

Sementara Israel berada di Gunung Sinai, Musa mendaki gunung tersebut dan di sana
menerima Sepuluh Perintah Allah dan hokum-hukum lain yang dinyatakan Allah kepadanya.
Tujuan hokum Taurat tersebut setidaknya mencakup tiga hal: (1) Untuk menyatakan keadaan
berdosa manusia. Manusia mengetahui bahwa ia seorang berdosa karena kesaksian hati
nurani, tetapi dengan huku Allah yang diterbitkan, ia memiliki “pengetahuan yang lebih
intensif tentang dosa” (Rm. 3:19, yang berbicara mengenai apa yang dikatakan hokum
tersebut, menambahkan, “supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia jatuh ke bawah
hukuman Allah"). (2) Untuk menyatakan kekudusan Allah. Sifat perintah-perintah tersebut
menunjukkan kekudusan Allah; tetapi hokum tata cara agama dan khusunya kemah suci
dengan Ruang Mahakudusnya menekankan kekudusan Allah. (3) Untuk membawa orang
berdosa kepada Kristus. Aspek ini dari hokum Taurat diuraikan oleh Paulus, “Jadi hukum
Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang” (Gal. 3:24). Hukum ini menjuk
kepada salib Kristus (melalui persembahan korban, keimaman, dan kemah suci) sebagai satu-
satunya jalan keselamatan dan jalan masuk kepada Allah.

Hubungan Kita Dengan Hukum Taurat

Dalam kematian Kristus, orang percaya dilepaskan tidak saja dari kutuk hukum
Taurat (Gal. 3:13), tetapi juga dari hokum itu sendiri (Kol. 2:14). Apakah dengan demikian
kita boleh melanggar Sepuluh Perintah tersebut? Paulus menjelaskan bahwa jawabannya
adalah tidak boleh, karena ia mengacu pada keadaan “tidak hidup di luar hokum Allah
tetapi..di bawah hukum Kristus” (I Kor. 9:21). Kita “menjadi milik orang lain… agar kita
berbuah bagi Allah” 9Rm. 7:4). Setiap perintah dari Dekalog, kecuali yang keempat,
diteguhkan kemabli dan di dukung dalam Perjanjian Baru. Perintah-perintah tersebut diulangi
dalam Perjanjian Baru sebagai ajaran bagi kita, agar kita dapat mengetahui apakah kehendak
Tuhan itu. Akan tetapi, dengan hanya melaksanakan hokum tersebut tidak akan
menyelmatkan orang; hanya dengan percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat orang
diselmatkan.

Ketrangan Arkeologi mengenai Larangan Penyembahan


Berhala; Pandangan Kritis; Tidak Ada Patung Yahweh

Perintah kedua secara spesifik mengatakan, “jangan membuat bagimu patung…”


(Kel. 20:4). Perlunya perintah ini ditunjukkan oleh penemuan-penemuan arkeologis yang
menunjukkan bahwa orang Kanaan di Palestina cenderung menyembah patung (BWMS,
189). Sekarang, karena Allah sedang mempersiapkan Israel untuk masuk ke Kanaan, maka
secara khusus adalah tepat untuk menekankan larangan penyembahan patung, karena Israel
akan dikelilingi oleh penyembahan berhala di Kanaan. Penggalian-penggalian di Palestina
menyatakan gambaran dewa-dewa pada monument-monumen batu; seperti monument kepada
dewa Mekal, yang ditemukan dalam salah satu kuil Zaman Perunggu Akhir di Bet-Sean
(BWMS, 218). Patung-patung kecil yang dibuat dari perunggu adalah lazim dan biasanya
menggambarkan dewa-dewa bukan dewi-dewi yang paling umum dibuat plakat dari tanah
liat. Patung-patung kecil ini mungkin merupakan dewa-dewa rumah tangga, seperti terafim
pada Perjanjian Lama, atau mungkin patung-patung itu digunakan dalam ilmu gaib yang baik
(BWMS, 219-20).
Menurut pandangan para peneliti agama Israel mengalami perkembangan secara
evolusi, dari animism (penyembahan roh-roh) melalui berbagai tahap menuju politeisme, dan
akhirnya mencapai monoteisme. Menurut teori ini, patung-patung ini disembah sampai
periode kemudian, ketika dikeluarkan larangan terhadap penyembahan berhala. Jadi, tarikh
yang dini dan keabsahan perintah yang kedua disangkal, seperti terlihat dalam pernyataan
Wellhausen bahwa, “Larangan terhadap patung-patung tidak dikenal selama periode yang
lebih purba” (WPHI, 439).
Seandainya patung-patung disembah oleh orang Israel, seperti yang dikatakan oleh
para peneliti Alkitab, dan jika larangan terhadap patung-patung tersebut adalah suatu
tambahan yang belakangan pada Alkitab, maka kita dapat berharap untuk menemukan
patung-patung Yahweh yakni, Tuhan. G. Ernest Wright, seorang arkeologi Amerika,
sebelumnya dari Harvard menunjukkan bahwa penggalian-penggalian tidak menghasilkan
patung-patung Tuhan. Sejumlah besar materi telah digali, tetapi kata Wright, “ di manapun
kita tidak menemukan patung Yahweh.” Jadi, arkeologi tidak mendukung pemikiran kritis
bahwa patung-patung di sembah oleh para penyembah Tuhan yang benar. Kenyataannya,
larangan ini benar-benarmelekat sehingga orang-orang murtad sekalipun tidak membuat
patung-patung Tuhan, tetapi merasa puas dengan patung-patung Baal dewi kesuburan.

Petunjuk-Petunjuk untuk
Membangun Kemah Suci

Enam belas pasal terakhir dari Kitab Keluaran terutama mengenai berbagai petunjuk
untuk membangun kemah suci, yang akan digunakan sebagai tempat pertemuan antara Allah
dengan umat Israel. Maksud Kemah Suci ini diringkas dalam kata-kata Allah kepada Musa
mengenai Israel, “Mereka harus membuat tempat kudus bagiku, supaya Aku akan diam di
tengah-tengah mereka” (Kel. 25:8).
Ketika Musa sedang bersiap-siap untuk mengarahkan pembangunan kemah suci,
Allah memberi tahu dia agar memperbolehkan siapa saja yang ingin untuk membawa
persembahan agar tersedia bahan-bahan yang diperlukan 9Kel. 35:4-50). Kterangan dan
penegasan telah dating dari Tmur Dekat mengenai beberapa bahan ini. Kita akan membahas
dua di antaranya.

Bahan-Bahan untuk Kemah Suci;


Kulit Lumba-Lumba (Kel. 35:7,23)

Bahan yang disebut sebagai “kulit lumba-lumba” digunakan untuk membuat penutup
terakhir dari empat penutup kemah suci (36:19). Akan tetapi, perlu diperhatikkan bahwa kata
Ibrani yang berarti ‘kulit sejenis luak” dalam teks KJV telah diterjemahkan “kulit anjing laut”
dalam teks ASV dan “kulit ikan duyung” dalam NIV (Kel. 25:5). Apakah alasan dari
perbadaan-perbedaan ini, dengan keterangan apakah yang dapat diperoleh mengenai kata ini
bila kita mengkaji berbagai bahasa dan binatang di Timur Dekat?
Kata Ibrani yang digunakan adalah tahash. Para penulis Talmud menyetujui gagasan
bahwa kata tersebut berarti “badger” (semcam luka). Secara sepintas ada kesamaan antar
tahash dan kata Latin taxus dan kata bahasa Jerman Dachs, yang dua-duanya berarti’ badger.”
Asal mula kata ini diperhatikan oleh penerjemah KJV. Satu kesulitan dengan terjemahan ini
adalah bahwa binatang “badger” itu tidak mungkin diperoleh orang Israel ketika mereka
berada di padang gurun Sinai, karena binatang ini tampaknya tidak ditemukan di daerah Sinai
atau Mesir, meskipun cukup melimpah di Siria, dan didaerah Libanon di seblah utara
Palestina.
Kesulitan lain dengan terjamahn “badger” terletak pada kenyataan bahwa bahsa Latin
dan bahasa Jerman berasal dari rumpun bahasa yang berbeda dengan bahasa ibrani. Bahasa
Ibrani termasuk dalam rumpun yang dikenal sebagai bahasa-bahasa Semit, yang termasuk
bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, sebuah kata yang mirip dengan kata Ibrani tahash adalah
kata tuhas yang berrati “lumba-lumba”. Tristram mengatakan bahwa kata tuhas dalam bahasa
Arab digunakan juga untuk binatang laut lain yang dibeut dugong, atau ikan duyung, yang
secara lahir mirip dengan dolphin atau ikan lumba-lumba.
Ikan duyung rata-rata panjangnya 1,5 sampai 4,5 m. binatang ini sering ditemukan
sepanjang pantai, di mana ia memakan rumput laut. Karena ikan duyung tinggal di laut di
daerah Mesir dan Sinai, tampaknya mungkin bahwa kata Ibrani tahash mennujuk pada
binatang laut ini. Seorang ahli bahasa Ibrani, Geseniu, serta para wisatawan di Timur Dekat,
telah menunjukkan bahwa orang-orang Arab di Sinai memakao sandal dari kulit ikan duyung.
Ini adalah penting, karena kasut dari ‘kulit” (tahash) disebutkan dalm Yeh. 16:10.
Sementara anjing laut dan lumba-lumba, serta ikan duyung, semunaya ditemukan di
perairan dekat Sinai, dan mungkin adalah binatang yang di maksudkan dengan tahash, para
penulis akhir-akhir ini lebih menyetujui ikan duyung. Bukti yang diberikan di atas juga
cenderung menyetujui identifikasi ini.

Bahan-Bahan untuk Kemah Suci;


Cermin Perunggu (Kel. 35:5, 24; 38:8);
Pandangan Kritis; Keterangan dari Arkeologi

Tembaga adalah salah satu bahan penting yang disumbangkan untuk membangun
kemah suci 9Kel. 25:3 35:5, 24). Kita di beri tahu bahwa bejana pembasuhan dibuat dari
perunggu, yang diperoleh dari sumbangan cermin-cermin para wanita (Kel. 38:8)
Penelitian Alkitab yang terkenal dari abad ke-19, Julius Wellhausen, menyatakan
bahwa catatan tentang pembuatan bejana pembasuhan dari cermin-cermin perunggu ini
kemudian di tambahkan pada bagian Alkitab ini ketika ia mengatakan bahwa ayat tersebut
tidak “termasuk isi naskah asli sumber P” (WPHI, 353). Para peneliti biasanya mencatat
tarikh dari bagian-bagian pentateukh yang disebut “sumber P” (bdg. Dokumen 3 “P”) pada
sekitar tahun 500 Sm. Dengan demikian Wellhausen menempatkan catatan tentang Kemah
Suci pada tarikh yang terlalu kemudian bagi zaman Musa (sekitar 1500-1400) dan
menempatkan rincian-rincian mengenai pembuatan bejana pembahusan pada periode yang
lebih kemudian lagi dari apa yang disebut Naskah P.
Tidak ada alasan yang sah untuk menarikhkan catatan tentang cermin-cermin
perunggu dalam periode kemudian, karena itu sesuai dengan kisah tersebut sebagai bagian
yang integral. Lagi pula, rincian yang dapat dibandingkan dengan bukti eksternal ternyata
sesuai dengan periode yang lebih awal. Ada bukti arkeologis khusu yang menunjukkan
pemakaian cermin-cermin perunggu semacam ini pada periode Kekaisaran dalam sejarah
Mesir (sekitar 1550-1100), periode yang sama dengan Musa dan peristiwa Keluaran.
Penggalian-penggalian di Mesir telah menghasilkan banyak cermin perunggu, yang
menunjukkan bahwa cermin itu banyak dipakai pada masa itu. Alasan mengapa wanita Israel
dapat memilki cermin-cermin semacam ini adalah bahwa mereka baru saja keluar dari Mesir
dan memiliki cermin-cermin itu sebagai bagiandari harta milik mereka. Mereka bahkan
memiliki lebih banyak cermin daripada yang biasanya dimiliki, karena orang-orangMesir
memberimereka banyak pemberian pada saat mereka keluar (Kel. 12:35-36), rupanya karena
orang Mesir menghendaki mereka pergi agar menghindari lebih banyak tulah. Cermin-cermin
perunggu semacam ini dari Mesir kuno dapat dilihat di banyak museum besar di dunia.

Pandangan Kritis tentang Kemah Suci dan Kaki Dian;


Bukti Arkeologis yang Bertentangan

Pandangan kritis cenderung menganggap kemah suci sebagai “ciptaan” kemudian dari
para penulis imam dan sebagai akibatnya, mereka menyangkal keberadaannya pada masa
Musa. Wellhausen membentuk pola kritis dengan menyangkal keabsahan uraian tentang
kemah suci dalam Kitab Keluaran (AAPB, 159), dan para penulis yang belakangan yang
menganut pandangan kritis ini mencerminkan sikap yang sama.
Bahkan beberapa detail dari kemah suci dianggap sebagai gagasan yang kemudian.
Dalam beberapa dasawarsa akhir-akhir ini beberapa sarjana telah menganggap bahwa kaki
dian yang bercabang tujuh di kemah suci mencerminkan periode Babilonia (sekitar 600-500
Sm) atau periode Persia (sekitar 500-300) (AAPB. 161). Penjelasan ini sesuai dengan
pandangan kritis bahwa Kitab Keluaran dan Imamat adalah tulisan-tulisan kemudian dari
sekitar 500-450, bagian terbesar dapat dihubungkan dengan penulis atau kelompok penulis
yang disebut “P.”
Akan tetapi, penggalian-penggalian arkeologis tidak mendukung pemikiran kritis ini
bahwa kandil bercabang tujuh adalah sebuah gagasan yang kemudian. Pada penggalian di
Tell Beit Mirsim, tepatnya pada lapisan periode Zaman Besi I (1200-900 Sm), tidak pernah
sesudahnya, ditemukan lampu-lampu tanah liat dengan tujuh tempat untuk sumbu. Ketujuh
tempat untuk sumbu ini dibuat dengan menjepitkan bagian tepinya tujuh kali. Mengenai
gagasan bahwa kandil-kandil bercabang tujuh mencerminkan Zaman Persia atau Babilonia,
Albright menyatakan, “Sayangnya untuk konsepsi a priori ini… kandil-kandil semacam ini
ditemukan di Tell Beit Mirsim B, juga pada endapan-endapan dari periode yang sama di lain
tempat di Palestina” 9yakni, sekitar tahun 1200). Albright menambahkan bahwa ia “ingin
memprotes dengan giat” terhadap pemikiran bahwa sumber-sumber keimaman memberi
“kisah yang penuh fantasi mengenai kemah suci,” yang mencerminkan hanya “pemikiran-
pemikiran keimaman dari Masa Pembuangan” (AAPB, 159)
Selama masa keenam, ketujuh dan kedelapan saya di Dotan (1958,1960, dan 1962),
kegiatan kami mencakup penggalian dua makam yang dibuat pada Zaman Besi I (1200-
1100). Empat lampu yang berbeda dengan tujuh cerat ditemukan dalam makam-makam ini,
yang menegaskan lebih lanjut mengenai kekunoan gagasan kandil bercabang tujuh ini. Untuk
foto dari kandil bercabang tujuh ini, lihat BASOR (Desember 1960) 14, gambar 3.
Sebenarnya, orang tidak perlu menggali kemah suci dan perlengkapannya untuk
menghasilkan bukti bahwa pandangan kritis yang menegaskan tarikh yang kemudia itu tidak
benar. Argumentasi kritis adalah subyektif. Pada saat kita menemukan sebuah kandil
bercabang tujuh pada periode kuno, kita memiliki petunjuk yang obyektif yang
menunjukkanbahwa pandangan kritis tidak di dukung, paling tidak pada masalah ini.
BAB 9
GUNUNG SINAI DAN PADANG GURUN
(Imamat, Bilangan, Ulangan)

Kitab Imamat
Sementara orang-orang Israel berkemah di depan gunung sinai, Allah menyatakan
kepada Musa berbagai peraturan upacara agama yang terdapat dalam kitab Imamat. Tujuan
kitab Imamat adalah menyediakan suatu pedoman bagi penyembahan kepada Tuhan, dan
untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada para imam mengenai seluk-beluk
penyembahan. Pasal 1 sampai 7 memberikan petunjuk mengenai cara mempersembahkan
lima jenis korban-korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, korban penghapus
dosa, dan korban penebus salah, yang semuanya melambangkan berbagai aspek kematian dan
pelayanan Kristus. Setelah bagian ini terdapat berbagai petunjuk mengenai pentahbisan para
imam (Im. 8-10), dan hukum-hukum kesucian (ps, 11-15), yang berkenaan dengan makanan
yang boleh dimakan dan penanganan penyakit kusta. Pasal 16 memberikan petunjuk bagi tata
cara Hari Raya Pendamaian. Pada hari raya tersebut dua ekor kambing jantan dibawa ke
depan pintu kemah pertemuan, seekor kambing jantan harus dikorbankan dan yang seekor
dilepaskan dipadang gurun, dengan menanggung semua kejahatan Israel. Kedua kambing
jantan ini melambangkan kematian Kristus, yang menghapus segala kejahatan kita. Kitab
imamat selanjutnya (ps. 17-27) berbicara mengenai berbagai hukum kekudusan, termasuk
petunjuk-petunjuk untuk tempat korban, arti dari darah, hukuman atas bermacam-macam
dosa, berbagai hari raya Tuhan (ps. 23), Tahun Sabat, persyarata-persyaratan untuk menerima
berkat ditanah Perjanjian (ps. 26), dan berbagai hal yang dipersembahkan kepada Tuhan (ps.
27).

PANDANGAN KRITIS TENTANG HUKUM-HUKUM IMAMAT; KETERANGAN


DARI ARKEOLOGI
Pandangan krisis umumnya berpendapat bahwa kitab hukum imamat adalah
perkembangan yang kemudian, ditulis dan disusun sekitar tahun 500-450 sM. Pandangan ini
dinyatakan dengan baik oleh R. H. Preiffer dari Harvard Univertity ketika mengatakan
mengenai naskah yang ditulis oleh seorang atau sekelompok imam (Priestley Code), naskah
tersebut menyusun praktik- praktik yang berlaku dibait Allah kedua dalam bentuk yang sudah
kuno dan diangan-angankan, sekitar tahun 500 atau mungkin dalam setengah abad
berikutnya” (PIOT, 256). Jadi, jika pandangan ktitis tersebut benar, maka itu berarti bahwa
hukum-hukum ini bukan berasal dari Musa dan tidak ditulis pada periode tahun 1500-1400
sM.
Akan tetapi, kenyataan bahwa lempeng-lempeng ras Syamra, yang ditulis sekitar
tahun 1400 sM , mencatat beberapa hukum yang mirip dengan hukum kitab imamat,
menunjukan bahwa para peneliti tidak berhak untuk mengingkari kemungkinan adanya kitab
undang-undang tentang hukum-hukum korban semacam ini sedini zaman Musa. Burrows,
seorang profesor liberal dari yale university, menunjukan kehadiran korban-korban semacam
ini dilempeng-lempeng tanah liat tersebut, “beberapa istilah yang dinyatakan dalam
Perjanjian Lama bahasa Ibrani untuk berbagai jenis korban juga telah muncul pada lempeng-
lempeng Ras Syamra, misalnya, korban bakaran, korban bakaran yang utuh, korban
penghapus dosa, dan korban pendamaian” (BWMS 234).
Paling sedikit ada dua jawaban yang mungkin perihal mengapa Ras Syamra berisi
acuan-acuan pada korban-korban yang mirip dengan korban-korban yang terdapat dihukum
Musa dalam kitab Imamat. Pertama, korban-korban itu mungkin telah tersebar dari Israel
pada waktu korban-korban tersebut dinyatakan kepada Musa (sekitar 1450 sM), dan telah
dicantumkan dalam upacara agama orang Kanaan dan orang Siria, seperti yang dicerminkan
dalam lempeng-lempeng tanah liat Ras Syamra (1400-1350). Kedua, hukum-hukum dan
ketetapan yang dinyatakan oleh Tuhan pada waktu yang lebih dini (dan kemudian diberikan
dalam bentuk kitab undang-undang kepada Musa), telah diteruskan diantara berbagai bangsa
dan muncul dalam bentuk yang sudah berubah dan sering sudah merosot diantara suku-suku
bangsa seperti terdapat di Ras Syamra. Kenyataan bahwa Allah telah menyatakan berbagai
hukum dan ketetapan jauh sebelum jaman musa, ditunjukkan oleh perkataan –nya kepada
Ishak, “Abraham telah mendengarkan Firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-ku,
yaitu segala perintah, ketetapan, dan hukum-ku” (Kej. 26:5).

KITAB BILANGAN; ISI; GARIS BESAR


Kitab keempat dalam pentateukh disebut bilangan karena kitab ini menceritakan dua
penghitungan atau sensus bangsa tersebut – satu di Sinai, yang dikisahkan dalam permulaan
kitab (Bil. 1), dan yang lain ketika bangsa Israel berkemah didaratan Moab menjelang akhir
pengembaraan mereka (ps. 26). Isi kitab bilangan termasuk petunjuk –petunjuk dari
pengaturan suku itu diperkemaham Israel, petunjuk-petunjuk bagi pelayanan orang Lewi di
dalam mengurus kemah suci, kisah pengiriman para pengintai (ps. 13), dan kejadian-kejadian
selama empat puluh tahun di padang gurun, yang diperlukan karena ketidak percayaan umat
karena menyebabkan mereka tidak mau masuk ke negeri itu (14:32-34).
Kitab Bilangan dapat diuraikan dalam garis besar sebagai berikut:
1. Israel di Gunung Sinai, 1:1-10:10
2. Israel dari Gunung Sinai ke Kadesy, 10:11-12:16
3. Israel di Kadesy, 13:1-19:22
4. Pengembaraan Israel dipadang Gurun, 12:1-33:49
5. Israel di daratan Moab, 33:50-36:13

KETERANGAN ARKEOLOGI MENGENAI PENGHITUNGAN BANGSA

Suatu sensus yang terinci tentang Israel, yang dikisahkan pada awal kitab bilangan,
telah diadakan ketika bangsa itu masih berada di Sinai (ps. 1) dan yang lain menjelang
berakhirnya pengembaraan dipadang gurun ketika mereka berada di dataran Moab (ps. 26).
Musa barangkali mempelajari metode sensus yang sementara dia tinggal di Mesir, karena
berbagai penemuan arkeologi disana menunjukan bahwa Firaun suka sekali mengumpulkan
statistik yang tepat. Knight menjelaskan bahwa naskah-naskah papirus yang ditulis pada
tahun 3000 sM menunjukkan bahwa pada zaman purba itupun sudah dibuat daftar sensud
yang saksama dengan menyebutkan kepala keluarga, kerabat wanita yang tinggal bersama-
sama, budak-budak dan anak laki-laki yang kecil.
Robert Dick Wilson memperlihatkan bagaimana materi dalam kitab bilangan ini
cocok dengan awal periode zaman Musa (sekitar 1500-1400sm), dan bukan pada periode
yang kemudian (900-400), sebagaimana dinyatakan oleh para kritikus pentateukh. Dalam
kaitan ini mengatakan, “bentuk penghitungan dalam kitab keluaran 1-4 mempunyai
persamaan dengan banyak perhitungan di Tawarikh Tahutmes III” (sama denganThotmose III
atau Thotmose III; lihat ps. 7, bagian yang berjudul “The Pharooh of the Oppression hlm.79-
81).

DARI SINAI KE KADESY; LOKASI KADESY

Setelah bangsa Israel berkemah selama hampir satu tahun didepan gunung Sinai,
Tuhan memerintahkan bangsa itu untuk berangkat, kemudian menuntun mereka dengan awan
(Bil. 10:11-36). Israel mengadakan perjalanan ke utara, akhirnya sampai ke kadesy, atau
Kadesy Barnea, lokasi tradisionalnya terletak sekitar 64 km sebelah selatan setelah Bersyeba.
Agak lama para ahli berpendapat bahwa kadesy adalah sama dengan tempat yang
sekarang disebut Ain-Kadis (‘Ain Qedeis) dalam bahasa Arab 119 km disebelah barat daya
Bersyeba. H. Clay Trumbull, mantan editor Sunday School Times, telah menelaah soal ini
secara menyeluruh dan menulis sebuah buku hampir lima ratus halaman mengenai pokok ini.
Ia menyimpulkan bahwa kadesy lebih tepat dihubungkan dengan Ain-Kadis karena beberapa
alasan: (1) Ain-Kadis terletak didaerah yang merupakan benteng yang strategi diperbatasan
selatan Kanaan. (2) Letaknya digaris perbatasan alami di selatan Kanaan. (3) tempat ini
sesuai dengan petunjuk-petunjuk lain yang disebutkan dalam teks Alkitab. (4) Tempat ini
berintergrasi paling baik dengan perjalanan israel setelah meninggalkan Kadesy. (5) Ain-
Kadis paling cocok dengan acuan-acuan alkitab kepada Kadesy.
Dalam tahun-tahun belakangan tempat-tempat lain telah di anjurkan sebagai lokasi
Kadesy. Yang paling penting dari antara semua ini mencakup karya C. Leonard Woolley dan
T. E. Lawrence. Ketika mengeksplorasi padang gurun disekitar Palestina (1913-1914),
merekamenyimpulkan bahwa ‘Ain el-Qudeirat dan Tell el-Qudeirat yang berdekatan (8 km
sebelah barat laut ‘Ain qadeis) adalah lokasi Kadesy. Idenfikasi ini sekarang diterima secara
umum. “Ain el-Qudeirat memiliki sumber air terbaik di Sinai; summber air ini mengairi oasis
terbesar di Sinai Utara. Tahun 1956 M. Dothan melakukan penggalian eksplorasi penggalian
tersebut untuk departemen kepurbakalaan Israel. Penggalian tersebut menggali tiga periode
pendudukan: pertama, ditarikhkan oleh tembikar ke abad ke-10 sm; kedua, terdiri atas sebua
benteng penting, mungkin dari masa Yosafat sekitar pertengahan abad ke-9; dan ketiga,
periode Persia pada abad kelima dan keempat sM. Bahkan jika ‘Ain el-Qudeirat diterima
sebagai lokasi Kadesy, mungkin sumber air lain disekitar daerah sekitarnya (Ain-Kadis, dll)
memenuhi kebutuhgan orang-orang israel yang mengembara.

KESULITAN-KESULITAN YANG DIDUGA TERDAPAT DI KITAB


BILANGAN; FORMASI UNTUK MENGADAKAN PERJALANAN; JUMLAH
BURUNG PUTUH

Para peneliti sering menunjukkan berbagai kesulitan dan kemustahilan yang menurut
dugaan mereka terdapat dalam Kitab Bilangan. Misalnya, mereka mengatakan bahwa
mustahil untuk mengatur bani Israel yang begitu besar (dua juta atau lebih) dalam formasi
untuk mengadakan perjalanan. Menurut keberatan ini, setengah juta orang israel dalam setiap
dari empat pembagian utama tidak dapat berkumpul dalam formasi barisan pada waktu yang
pantas, dan setelah formasi mereka terbentuk, barisan mereka mungkin akan memanjang
hingga sekitar 35 km menurut Colenso atau bahkan 965 km menurut Doghty. Hal ini berarti
bahwa diperlukan waktu sepanjang hari untuk membentuk formasi barisan dan kemudian
tidak ada waktu siang yang tersisa untuk mengadakan perjalanan. Namu, analisis tentang
situasi ini, menunjukan bahwa kesulitan semacam ini belum tentu ada. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Whitelaw, dua defisi dapat mulai membentuk formasi pada waktu pukul enam
pagi, siap untuk berangkat pukul 10 pagi, menempuh jarak sejauh 16 km dalam waktu empat
jam dan kemudian berhenti pada pukul dua siang. Dua difisi yang lain dapat membentuk pada
barisan pada pukul dua siang, tiba pukul 6 petang dan sudah beres untuk bermalam pada
pukul sepuluh malam. Lagipula, tidak ada bukti pasti bahwa bangsa israel membentuk
perkemahan secara teratur setiap malam, dan mungkin hal ini dilakukan jika mereka
mencapai suatu tempat dimana mereka akan berhenti untuk beberapa lama. Tambahan pula,
pengaturan empat devisi menjadi suatu barisan mungkin berlangsung secara serempak,
karena mereka terpisah cukup jauh satu dengan yang lain. Yehuda berada disisi timur
perkemahan, Ruben di sisi selatan, Efraim di sisi barat, serta Dan di sisi utara. Apabila
formasi serempak seperti ini terjadi, suatu jarak yang lebih jauh dari pada 16 km dapat
ditembuh dalam perjalanan sehari. Karena tidak ada rincian lain, seorang peneliti tidak
berhak untuk merekonstruksi situasi yang tampaknya tidak mungkin, terutama ketika catatan-
catatan yang ada di dalam Alkitab dapat dimengerti sehingga tidak menimbulkan masalah.
Kesulitan yang kedua berkaitan dengan burung puyuh; ketika Tuhan mengirim burung
puyuh kepada bani Israel di padang gurun, ia membiarkan burung-burung itu jatuh “ke atas
tempat perkemahan dan disekelilingnya, kira-kira sehari perjalanan jauhnya kesegala penjuru,
dan kira-kira dua hasta tingginya dari atas muka bumi” (Bil. 11:35). Paca agnostik yang
membaca ini segera menyimpulkan bahwa burung puyuh itu menumpuk setinggi dua hasta
(90 cm), memberikan kepada setiap orang Israel 2.888.463 gantang burung puyuh selama
sebulan, atau 69.620 gantang setiap kali makan! Mereka telah mengabaikan kenyataan bahwa
kata Ibrani yang diterjemahkan “atas” dalam ayat ini adalah kata ‘al, salah satu dari arti
umumnya adalah “di atas” (above) seperti dalam NIV (BDB, 752, bag. 2). Karena kata ibrani
ini berarti “atas” (upon), atau “di atas” (above), karena kata ini lebih cocok dari kata
konteksnya. Jadi burung puyuh melayang atau terbang sekita 90 cm di atas permukaan
tanah., dengan kata lain, mudah di capai oleh setiap orang Israel sehingga mereka dapat
mengambilnya untuk makanan mereka. Semua angka yang tak masuk akal yang menunjukan
bahwa menurut dugaan ada 69.620 gantang burung puyuh bagi setiap orang israel untuk tiap
kali makan telah didasarkan pada peranggapan yang salah dan sengaja menyesatkan. Analilis
yang pantas terhadap berbagai kesulitan dan kontradiksi lain dalam Kitab Bilangan
menunjukkan bahwa tidak adanya hal-hal yang tidak masuk akal.
DARI KADESY KE DATARAN MOAB (Bil. 13-36)
Setelah para pengintai diutus dari kadesy untuk meninjau Kanaan (Bil. 13:1-2, 17 dst.)
dan telah kembali dengan laporan tentang orang-orang raksasa dan kota-kota berkubu, orang
Israel mengeluh mengenai memasuki negeri tersebut (Bil. 14:1-3). Hanya dua (Yosua dan
Kaleb) dari antara dua belas pengintai itu yang ingin memasuki negeri tersebut, tetapi bangsa
itu menolak nasihat mereka (14:6-10). Karena ketidak percayaan umat ini dan kurangnya
keyakinan mereka, Tuhan berkata bahwa mereka akan berada di padang gurun selama empat
puluh tahun (Bil. 14:33). Beberapa ahli berpendapat bahwa sebagian terbesar periode ini
bangsa israel berada di sekita Kadesy, sekitar 38 tahun.
Ketika Israel akhirnya meninggalkan Kadesy, orang Edom tidak mengizinkan mereka
melintasi tanah Edom (Bil. 20:14, 21). Maka orang israel membelok ke selatan, mengelilingi
tanah Edom (21:4), kemudian ke Utara ke dataran Moab, tempat mereka menghadapi nabi
Bileam (ps. 22). Setelah perlakuan Bileam terhadap Israel (ps. 22-24), Allah memberi
petunjuk melalui Musa kepada bangsa itu mengenai hukum hak waris (ps. 27), ketetapan
kurban-kurban (ps. 28), persiapan untuk memasuki tanah Kanaan (ps. 34), dan berbagai
ketetapan untuk kota-kota perlindungan (ps. 35). Kejadian-kejadian akhir dalam kitab
Bilangan ini terjadi ketika bangsa Israel berada di daratan Moab, didekat ujung utara Laut
mati. Mereka dikawasan itu selama Musa menyampaikan kepada mereka perkataan yang
tercatat dalam kitab Ulangan (Ul. 1:5dst.).

KITAB ULANGAN
Kitab ulangan terumata terdiri atas empat amanat Musa kepada bangsa israel ketika
mereka berkemah di daratan Moab beberapa mil sebelah timur sungai Yordan, agak ke
sebelah utara dari ujung utara Laut Mati. Amanat- amanat ini diberikan berturut-turut pada
1:5; 27:1 dan 29:1. Kata “Ulangan” (Deuteronomy) berasal dari dua kata Yunani yang berarti
“hukum kedua”, dan istilah ini digunakan dalam pengertian sebuah pengulangan hukum yang
sebelumnya telah diberikan dalam pentateukh. Tujuan kitab Ulangan adalah menyampaikan
ringkasan hukum yang telah diberikan dalam kitab Keluaran dan Imamat demi kepentingan
generasi yang telah dibesarkan di padang gurun, supaya mereka dapat dipersiapkan untuk
memasuki tanah Kanaan. Pokok-pokok yang diuraikan mencakup :
1. Perjalanan Israel dipadang gurun ditinjau kembali (ps. 1-3).
2. Sepuluh perintah Allah diulangi (ps. 5).
3. Berbagai peraturan yang berhubungan dengan makanan (ps. 14), beberapa hari
saya seperti paskah (ps. 16) ditinjau ulang.
4. Berbagai persyaratan untuk memperoleh berkat ditanah perjanjian (ps. 28).
5. Petunjuk-petunjuk akhir Musa, berkatnya atas suku-suku Israel, dan kematiannya
(ps. 31-34)

PANDANGAN KRITIS MENGENAI TANGGAL PENULISAN KITAB ULANGAN;


CATATAN TENTANG KEMATIAN MUSA

Menurut pandangan para peneliti Alkitab, kitab Ulangan tidak ditulis oleh Musa,
tetapi disusun jauh sesudah masa hidupnya. Pandangan ini mempengaruhi banyak staf
pengajar seminari dari berbagai denominasi utama dari Amerika Serikat selama paruhan
pertama abad ini. Misalnya, Otto Piper, profesor di Princeton Theological Seminary,
menunjukkan bahwa ia menerima pandangan higher criticihm ketika ia mengatakan bahwa
Kitab Ulangan tidak ditulis oleh Musa, tetapi “oleh nabi-nabi penulis setelah kematiannya. S.
A. Cartledg dari Columbia Seminary (Decatur, Georgia), dengan seenaknya
mengesampingkan kepengarangan Musa atas banyak bagian dari pentateukh ketika ia
mengatakan,”Musa dianggap sebagai pemberi hukum yang sangat unggul, jadi para imam
penulis jadi tidak ragu-ragu untuk menganggap bahwa hukum-hukum baru berasal dari Musa
selama mereka merasa bahwa hukum-hukum tersebut sejalan dengan roh Musda dan hukum-
hukum yang telah mereka peroleh dari Musa.
Ada beberapa alasan mengapa kelompok liberal menarikan kitab Ulangan pada abad-
abad kemudian, biasanya pada abad ketujuh sM, dan dengan demikian membantah
kepengarangan Musa. Mari kita memeriksa salah satu alasan ini. Pasal terakhir dari kitab
ulangan melaporkan kematian Musa (34:5dst.). para kritikus menunjukkan bahwa manusia
tidak dapat menulis kematiannya sendiri, maka Musa tidak dapat menjadi penulis buku
tersebut. Ini bukanlah argumentasi baru. Tiga ratus tahun yang lalu, seorang filsuf Belanda
bernama Spinoza (1632-1677) berkomentar mengenai kisah kematian Musa, “kesaksian
demikian tidak dapat diberikan oleh Musa sendiri... tetapi hal itu tentunya berasal dari
seseorang yang hidup beberapa abad sesudahnya.” Argumentasi ini telah diulang-ulang
hingga generasi sekarang.
Paling sedikit ada dua penjelasan yang mungkin untuk hal ini yang kelihatan sebagai
suatu tidakcocokan: (1) Musa adalah seorang nabi (Ul. 34:10) dan karenanya dapat menulis
tentang kematiannya sendiri sebelum hal itu terjadi, tetapi itu amatlah tidak mungkin. (2)
karena Yosua adalah pembantu atau”pelayan” Musa, bukankah wajar sekali baginya, sebagai
pengganti Musa, untuk menambahkan beberapa kata yang diceritakan kematian
pendahulunya?
Kita dapat mengutip sebuah contoh modern untuk menyebutkan bahwa penyebutan
kematian seorang penulis dalam batas-batas sebuah buku tidak perlu berarti bahwa penulis
tidak menulis buku tersebut. Pada tahun 1938, penerbit university of Chicago menerbitkan
sebuah buku yang berjudul They Wrote on Clay: The Babylonian Tablets Speak Today, ditulis
oleh Edward Chiera, profesor Assiriology di University of Chicago. Profesor Chiera adalah
pengarang buku tersebut, tetapi pada halaman vi kita membaca tentang “kematiannya yang
belum waktunya.” Apakah hal ini berarti bahwa Chiera tidak dapat dan tidak mungkin
menulis buku tersebut, sama seperti acuan pada kematian Musa tidak dapat dan tidak dapat
menulis kitab Ulangan? Pengetahuan yang lebih lengkap tentang fakta-fakta memberikan
jawaban “Tidak.”
Kita mendapati bahwa Chiera benar-benar menulis buku tersebut, tetapi ia meninggal
dunia sebelum buku itu selesai untuk diterbitkan, dan seorang ahli Assyriologi yang lebih
muda dan rekan Chiera, George C. Cameron, mempersiapkan buku tersebut untuk penerbitan
dan menulis kata pendahuluannya, yang menceritakan kematian Chiera. Rujukan kepada
kematian Chiera ditambahkan pada awal bukunya, sedangkan dalam Kitab Ulangan delapan
ayat yang memberi tahu kematian Musa ditambahkan pada bagian akhir. Jika pada zaman
Musa buku-buku diberikan halaman judul penuh, mungkin kita membaca sedemikian: “Kitab
Ulangan, oleh Musa, hamba Tuhan, dengan catatan riwarat hidup oleh Yosua, hamba Musa?”
Jika kita Ulangan hanya kelihatannya ditulis oleh Musa, tetapi sebenarnya tidak, maka
terjadi sebuah kasus penipuan; para kritikus dari generasi yang baru menyebutnya “penipuan
agamawi.” Penelitian Albright terhadap berbagai materi kuno meyakinkan dia bahwa teori
penelitian yang lama tentang “penipuan agama” tidak bertahan. Ia mengatakan mengenai
asumsi-asumsi aliran Wellhausen, “asumsi ketiga bahwa penipuan agamawi dan
pseudepigrafi umu terdapat di Israel, tidak mempunyai persamaan di kawasan Asia timur pra-
Helenistis... hampir-hampir tidak ada kasus tunggal yang diketahui tentang pia fraus.

PANDANGAN KRITIS MENGENAI PERUNDANG-UNDANGAN KITAB


ULANGAN; SIKAP ARKEOLOGI ATAS MASALAH INI

Teori kitis berpandangan bahwa tingkat sosial dan moral hukum-hukum dalam kitab
Ulangan (serta dalam kitab Keluaran dan Imamat) terlalu maju untuk zaman Musa dan
seharusnya di tarikhkan pada masa kemudian dalam sejarah Israel. Teori kritis ini tampaknya
menyatu dengan alasan lain-lain yang dikemukakan untuk menyangkal bahwa Musa yang
menbulis kitab Ulangan dan buku-buku lainnya dalam pentateukh (lihat materi dibagian
sebelumnya).
Akan tetapi, berbagai temuan arkeologi menunjukkan bahwa hukum-hukum yang
dianggap maju i Kitab Ulangan dan buku-buku lain dalam pentateukh tidak harus diberi
tanggal yang kemudian sesuai dengan anggapan kelompok kritis. Kitab undang-undang
Hammurabi (mungkin ditulis pada abad ke-18 sm) ditemukan oleh sebuah ekspedisi
arkeologi dari perancis di bawah pimpinan M. Jaques de Morgan pada tahun 1901-1902
disitus susa kuno yang sekarang disebut Iran, sekira 241 km disebelah utara Teluk Persia.
Kitab undang-undang ini ditulis pada sepotong batu diorit hitam, tinggi sekirat 2,4m dan
terdiri dari atas 282 bagian atau paragraf. (lihat gambar pada hlm. 76; juga lihat PANET, 163-
80).
Kitab undang-undang Hammurabi ditulis beberapa ratus tahun sebelum zaman Musa
(sekitar 1500-1400 sm), namun beberapa hukum diantaranya sama dengan hukum yang
dicatat oleh Musa. Seperti yang tercatat dalam bab 4, sebenarnya kita undang-undang
Hammurabi itu muncul belakangan. Undang-undang ini dalam beberapa hal mirip dengan
undang-undang kuno lain yang ditulis beberapa ratus tahun sebelumnya. Sekarang ini kita
telah merunut sejarah kitab undang-undang Mesopotamia sampai ke masa Abraham.
Mengingat hal ini, kelompok liberal tidak berhak untuk berkata bahwa hukum-hukum Musa
terlalu maju untuk zamannya dan tidak ditulis olehnya. Hal ini diakui oleh Burrows, yang
mengatakan:
Para sarjana kadang-kadang beranggapan nahwa tingkah moral dan hukum-hukum
yang dihubungkan dengan Musa terlalu maju untuk zaman yang sedemikian purba. Standar-
standar yang digambarkan oleh kitab undang-undang kuno dari bangsa Babilonia, Asyur, dan
Het serta beberapa gagasan tinggi yang ditemukan dalam buku Kematian Bangsa Mesir,
Kesussastraan Kebijaksaaan orang Mesir zaman kuno secara efektif telah menyangkal
anggapan ini.
Beberapa orang liberal telah menyampaikan beberapa tahun belakangan bahwa
mungkin Musa mendapat hukum-hukumnya dari kitab undang-undang Hammurabi. Kan
tetapi, kajian terhadap kitab undang-undang ini selama dasawarsa yang awal dari abad ini
telah meyakinkan sebagian besar kelompok liberal, bahwa tidak ada hubungan yang nyata
antara hukum-hukum Musa dan kitab undang-undang Hammurabi. Pengakuan semcam ini
dibuat oleh G. A. Barton, profesor liberal dari University of Pennsylvania, yang mengatakan,
di ambang perang dunia II, “satu pertandingan antara kitab undang-undang Hammurabi
secara keseluruhan dengan hukum-hukum- pentateukh secara keseluruhan, yang menyatakan
kesamaan-kesamaan tertentu, telah meyakinkan si peneliti bahwa hukum-hukum perjanjian
lama pada dasarnya tidak tergantung pada hukum-hukum Babilonia” (Bab, 406). Kitab
undang-undang hammurabi mengandung banyak hukum yang khas terdapat dalam kitab itu
sendiri, termasuk hukum yang berhubungan dengan para prajurit, para pemungut pajak dan
pedagang anggur.

MENGAPA ORANG KANAAN HARUS DIMUSNAHKAN?


Ketika Musa sedang menyampaikan amanat yang kedua kepada bangsa Israel, ia
menjelaskan bahwa orang israel tidak boleh berkompromi dengan penduduk kanaan bila tiba
waktu penaklukan, tetapi mereka harus menghalau orang Kanaan atau menumpas mereka
(Ul. 7:1-5). Telah timbul pernyataan bagaimana Allah yang baik dan penuh kasih dapat
memerintahkan penghalauan dan penumpasan sejumlah besar makhluk ciptaan-Nya oleh
sesama makhluk mereka. Berbagai temuan arkeologi telah memberikan paling sedikitnya
sebgai jawaban, karena temuan-temuan itu telah menunjukkan bahwa orang-orang Kanaan
mengorbankan anak-anak mereka, bahwa kuil-kuil mereka telah menjadi tempat maksiat, dan
bahwa akhlak mereka begitu rendah sehingga mereka sudah pasti akan merusak umat Allah
jika mereka terus berada di negeri itu.
Sebenarnya dapat diperlihatkan bahwa akhlak orang Kanaan dan praktik keagamaan
sedemikian buruk sehingga menyebarkan benih-benih kehancuran diri sendiri. Kita
seharusnya juga mencamkan bahwa pandangan populeh tentang Allah dewasa ini jauh
berbeda dari pndanga-pandangan Alkitab. Memang Allah itu begitu baik dan penuh kasih,
tetapi ia juga adil dan kudus tidak bertoleransi terhadap dosa, dan ia terus-menerus
mengingatkan umat manusia akan hukuman akhir terhadap dosa. Juga, di kejadian 15:16
terdapat ayat terkenal yang menakutkan. Dalam konteksnya, Allah berbicara kepada
Abraham dan ia menjanjikan tanah kanaan kepadanya dan kepada keturunannya sebagai
milik pusaka tetap. Akan tetapi, dalam proses tersebut Allah mengatakan bahwa orang Ibrani
akan keluar dari tanah itu selama empat ratus tahun dan kemudian akan kembali lagi, karena,
“dosa orang Amori belum genap,” akan belum mencapai kuasa penuh. Indikasinya ialah
bahwa setelah empat ratus tahun keadaan orang Amori akan sedemikian buruk sehingga
mereka akan mencapai batas-batas ilahi, atau telah menggenapi jatah mereka. Setelah itu,
ketika bangsa Israel kembali kenegeri tersebut, mereka diperintahkan untuk memusnahkan
orang-orang cemar ini. Apakah Allah telah menetapkan kuasa untuk semua bangsa dibumi?
Jika demikian, betapa dekatnya masyarakat yang sekarang dengan hari kehancuran yang
mengerikan itu?

TEMBAGA DARI GUNUNG (Ul. 8:9)


Ketika Musa sedang memberitahukan petunjuk Tuhan kepada umat tersebut mengenai
penaklukan Kanaan, ia mengatakan bahwa Kanaan adalah negeri, “yang batunya
mengandung besi dan gunungnya akan kau gali tembaga” (Ul.8:9). Suatu hari di Yerusalem
Nelson Glueck memberitahu saya bahwa banyak orang yang mempunyai gagasan bahwa
tembaga dapat ditemukan di Kanaan hanyalah sebua “harapan agamawi”. Gluecklah yang
sebenarnya menemukan bukti adanya tembaga didaerah Selatan Laut Mati, serta
menunjukkan ketetapan kenyataan dalam kitab Ulangan ini. Keyika mengadakan
penyelidikan di Palestna Selaran, ia menemukan sebua lokasi pertambangan besar di Khirbet
en-Nahas, sekitar tiga puluh km sebelah selatan Laut Mati. Daerah perbatasan di sekitarnya di
tandai dengan reruntuhan tempat pembakaran-pembakaran kecil, dan seluruh daerah
berwarna hitam karena tumpukkan ampas biji tembaga. Lapisan tembaga yang tebal yang
masih menonjol diatas permukaan tanah mempermudah usaha penambangan. Dalam radiun
sekitar 5 km Glueck menemukan tiga tambang tembaga lain yang besar dan tempat-tempat
peleburan yang tidak pernah dicatat sebelumnya. Ketika menyebutkan tumpukan dan
tembaga ini, Glueck memberi komentar yang menarik, “betapa akurat kata-kata dalam kitab
suci yang berbicara mengenai suatu negeri yang batunya mengandung besi dan dari
gunungnya kau akan gali tembaga (Ul. 8:9)” (Grj. 146).
Tambang-tambang dan perkemahan penambangan kuno ini tersebar dikawasan yang
seluas sekitar 6,5 km persegi dibagian bawah lembah Timna, sekitar 21 hingga 30,3 km
sebelah utara Eilat (pelabuhan Israel di Laut Merah). Penemuan-penemuan sebelumnya
menyebabkan Israel mengadakan penyelidikan yang sistimatis di lembah Timna pada tahun
1959. Setelah itu diadakan penggalian di daerah tersebut dari 1964 sampai 1970 dibawah
pimpinan Beno Rothenberg menunjukkan bahwa ada empat periode penambangan dan
peleburan tembaga di daerah ini. Penambangan yang pertama dilakukan pada zaman
Kalkolotik pada Milenium keempat. Yang kedua terjadi selama abad ke-14 hingga abad ke-
12 sm, ketika ekspedisi pertambangan merupakan proyek kerajaan para Firauan dinastik ke-
19 dan ke-20. Aktifitas Mesir ini berakhir pada tahun 1150sm. Tambang-tambang yang baru
yang dioperasikan lagi pada periode Romawi (Abad pertama dan kedua M). Selama masa
Binzatium dan Arab beberapa tambang kecil di eksploitasi.
ANAK KAMBING DALAM AIR SUSU INDUKNYA(Ul. 14:21); KETERANGAN
ARKEOLOGI ATAS RITUAL INI
Ketika memberikan berbagai batasan tertentu dan peraturan yang berhubungan
dengan makanan, ia mengulangi sebua perintah yang muncul dua kali sebelumnya dalam
pentateukh, “janganlah kau masak anak kambing dalam air susu induknya” (Kel. 23:19,
34:26; Ul. 14:21). Meskipun para penafsir telah mencari penjelasan perintah yang agak aneh
ini, baru setelah penemuan lempeng-lempeng tanah liat ras Syamra didapatkan penjelasan
yang masuk akal. Upacara agama yang mirip tercatat pada lempeng-lempeng Ras Syamra,
yang menunjukan bahwa jika seseorang berharap untuk disenangi oleh sembahannya, ia harus
menyembelih seekor anak kambing dalam susu induknya dan mempersembahkan kepada
sembahannya. Penemuan naskah Ras Syamra ini menunjukkan mengapa Tuhan melarang
upacara ini sebelum bani Israel memasuki kanaan. Ia terlebih dahulu memperingati orang
Israel terhadap berbagai upacara yang mereka cenderung lakukan dengan meniru tetangga-
tetangga kafir merka di Kanaan.
Meskipun sejumlah besar telah menganut penafsiran yang dikemukakan oleh Harold
L. Ginsberg pada tahun 1935 dan sampai kini umum masih ini terus dipertahankan, Peter
Craigie mengatakan bahwa kesarjanaan yang akhir-alhir ini menerjemahkan nahkah bahasa
Ugari tersebut dengan cara yang sangat berbeda dan naskah itu tidak memberikan latar
belakang untuk Ulangan 14:21. Akan tetapi, ia menyimpulkan, “tampaknya mungkin sekali
teks Alkitabiah melarang sesuatu yang penting di agama Kanaan dan Ugarit.”

KEMATIAN MUSA (Ul. 34)


Setelah Musa menyatakan empat pidatonya dan telah mengungkapkan berkatnya atas
suku-suku Israel (Ul. 33), ia meninggal dunia dan Tuhan menguburkannya, “tidak ada orang
yang tau kuburnya sampai hari ini” (Ul. 34:6). Kenyataan bahwa kematian Musa ditulis pada
akhir kitab Ulangan sama sekali tidak membuktikan bahwa ia sendiri tidak dapat atau tidak
menulis kitab tersebut.(lihat bagian yang berjudul “pandangan kritis mengenai tanggal
penulis kitab Ulangan,” pada hlm. 150).
10
PENAKLUKAN KANAAN
(Yosua)

Pemimpin Baru-Yosua (Yos.1); Ringkasan Masa Muda Yosua


Setelah kematian Musa, Allah mengangkat Yosua menjadi pemimpin baru bangsa
Israel. Yosua pertama-tama muncul dalam sejarah Israel, ketika bangsa ini mendekati
Gunung Sinai dan diserang oleh orang Amalek di Rafidim (Kel. 17:8). Di bawah pipinan
Yosua, bangsa Israel memperoleh kemenangan gemilang atas orang Amalek (ay. 9-13).
Kemudian Yosua disebut sebagai pembantu Musa, ketika ia menemani Musa hingga ke kaki
Gunung Sinai, bersama-sama dengan pemimpin yang lain. Ketika Musa mencapai suatu
tempat di gunung tersebut, ia mengatakan kepada tua-tua yang lain, “Tinggallah disini
menemani kami, sampai kami kembali lagi kepadamu” (Kel.24:13-14). Hal ini menunjukkan
bahwa Yosua pergi bersama dengan Musa, karena ia termasuk dalam kata “kami.” Blaike
berpendapat nahwa Yosua bersama-sama dengan Musa selama enam hari ketika kemuliaan
Allah diam di gunung Sinai dan awan menutupi gunung itu (ay. 15-16), tetapi ketika Allah
meminta Musa lebih tinggi (ay. 16,18), Yosua tidak ikut, tetapi tinggal ditempat peristrahatan
ditengah-tengah jalan antara tempat para tua-tua melihat kemuliaan Allah dan puncak gunung
tempat Allah berbicara kepada Musa.
Yosua adalah salah seorang dari dua belas mata-mata yang diutus dari Kadesy untuk
menyelidiki kondisi tanah kanaan dan orang-orangnya (Bil. 13:1-3, 16-17); dan dari kedua
belas orang itu hanya Yosua dan Kaleb yang bersedia segera masuk dan menduduki negeri itu
(Bil. 13:30; 14:6, 8). Karena ketidakpercayaan umat itu dan karena keengganan mereka
masuk kanaan, Allah mengatakan bahwa mereka tidak melihat tanah itu, melainkan akan
menghabiskan empat puluh tahun dipadang gurun, satu tahun untuk setiap hari dari empat
puluh hari pengintaian (Bil.14:23, 33-34). Dalam catatan tahun-tahun pengembaraan, Yosua
tidak disebut secara khusus. Akan tetapi, ia terus melayani sebagai pembantu Musa, seperti
yang ia lakukan pada waktu pemberian hukum di Sinai (Kel. 24:13). Sekarang pada akhir
masa empat puluh tahun di daerah Sinai dan padang gururn, Yosua di tunjuk untuk
menggantikan Musa sebagai pemimpin yang baru. Ia menerima janji Allah bahwa “seperti
aku menyertai Musa, demikianlah aku akan menyertai engkau dan tidak akan meninggalkan
engkau.”
Konfirmasi Arkeologis mengenai Orang Het (Yos. 1:4)
Ketika menggambarkan luasnya Tanah Perjanjian kepada Yosua, Allah mengacu
kepada “tanah orang Het” (Yos. 1:4). Ini hanyalah salah satu dari lima puluh ayat dalam
Alkitab yang menyebut mengenai orang Het. Meskipun orang Het sering disebut, beberapa
sarjana pada abad ke-19 ini mengatakan keraguan mengenai keberadaan orang Het atau
setidaknya pentingnya bangsa yang kuno ini. Pada akhir abad ke -19, A. H. Sayce, seorang
ahli di bidang ilmu pengetahuan tentang Asyur, mengidentifikasi orang Het dalam Alkitab
dengan orang Hatti yang misterius yang disebut sebagai monumen purba (CBS, 98) dan
menerbitkan buku yang berjudul Story of a Forgotten Empire (1892), masih mengatakan
keraguannya mengenai identifikasi ini, dan mengatakan bahwa hal itu telah dibuat
“berdasarkan alasan-alasan yang tidak cukup kuat.”
Akan tetapi, berbagai penemuan selama abad ke -20, telah memastikan keberadaan
orang Het. Pada tahun 1906, Hugo Winckler dari Berlin mengadakan penggalian yang di
sponsori oleh German Oriental Society di Bogazoy (sekarang secara resmi di Bogazkale,
Hattusha dalam bahasa Het), sekitar 125 mil sebelah Ankara, Turki, dengan menempuh jalan
yang modern. Situts yang luasnya lebih dari seratus delapan enam hektar (dibandingkan
dengan empat hektar kota Yerikho) terbukti sebagai ibu kota kerajaan Het. Dalam satu tahun
Winckler menemukan arsip dalam kerajaan Het dan Ramses II (PANET, 201), yang dibuat
pada abad ke -13sm. Hampir setiap tahun orang-orang jerman ini melanjutkan penggalian di
Bogazkale. Mereka juga mengadakan penggalian di banyak situs orang Het lainnya, termasuk
Sijerlin, Karkemisy, Alishar, Malatya, Hama (Hamat), Tell Tainat, dan Tell Atchana. Tentu
saja, usaha untuk menerjemahkan bahasa Het juga telah mengalami kemajuan, dan para
sarjana di University of Chicago sekarang ini sedang mempersiapkan sebua kamus bahasa
Het. Keberadaan orang het tidak lagi dipertanyakan dan pentingnya bangsa ini tidak
diragukan. Kini gelar Ph. D. dalam studi mrngrnai bangsa Het dapat diperoleh dalam
universitas pilihan di Amerika serikat dan di negeri lain.

Mengutus Pengintaian ke Yerikho (Yos. 2);Lokasi Sitim


Ketika Yosua bersiap-siap untuk pengintai-pengintai ke Yerikho, Israel berkemah
dekat Sitim (Yos. 2:1), nama yang lebih lengkap adalah Abel-Sitim (Bil. 33:49). Nama ini
tampaknya bertahan sampai ke masa Yosefus (Yosefus adalah sejarawan Yahudi pada abad
pertama, tarikh Masehi) dalam nama Abila, suatu tempat yang, menurut Yosefus, terletak
kurang lebih 11 km sebelah Timur sungai Yordan. Di daerah ini telah ditemukan pecahan
barang-barang tanah liat yang berasal dari zaman perunggu Akhir (1600-1200 sm), yang
memberi kesaksian mengenai pendudukan daerah ini pada zaman Yosua (sekitar tahun 1400).
Daerah ini dibatasi oleh dua anak sungai, yang membuktikan bahwa air tersedia hingga
sampai hari ini. Garstang menganggap tempat ini merupakan lokasi perkemahan yang disukai
dan tampaknya sesuai dengan petunjuk-petunjuk tentang Sitim, tempat perkemahan orang
Israel (GJJ, 127).
Para pengintai, ketika meninggalkan sitim, tentunya telah mengadakan perjalanan
sekitar 9 atau 11 km ke sebelah barat, menyeberangi sungai Yordan, dan kemudian
melakukan perjalanan lagi sekita 9 km ke sebelah barat ke Yerikho.

Ketengan Arkeologi tentang Rumah Rahab


Di Yerikho para pengintai diberi tumpangandirumah Rahab (Yos.2:1) rahab
menyembunyikan mereka di sotoh rumahnya ketika raja Yerikho memerintah mencari orang-
orang ini, yang konon berada didalam kotanya (ay. 2,6). Kemudian Rahab menurukan orang-
orang ini dari sebuah jendela dirumahnya, yang dibangun pada tempok kota (ay. 15).
Penggalian-penggalian di Yerikho sekarang menunjukan dimana rumah Rahab berdiri.
Sebuah tembok penahan dari batu dibagian luar mengelilingi bukit dimana kota tersebut
dibangun.sebaliknya, tembok penahan ini dikelilingi oleh sebuah tembok batu bata yang
dibuat dari limpur. Tembok penahan ini menjaga sebuah kubu yang datar. Di atas kubu ini
(lebih tinggi dari dilereng bukit itu) berdiri tembok batu bata kedua yang merupakan tembok
kota Yerikho yang sebenarnya. Jadi ada dua tembok kosentris dengan daerah datar di
antaranya. Ketika Ersnt Sellin dan Carl Waltzinger menggali diyerikho sebelum perang dunia
I, mereka menemukan sejumlah rumah persis didalam tembok penahan disebelah utara Tell
tersebut, dan mungkin salah satu dari rumah ini (rumah Rahab) yang berbatas kepada
tembok, memiliki sebuah jendela menembus tembok batu bata yang berdiri diatas tembok
penahan. Dari jendela semacam ini ada kemungkinan untuk menurunkan para pengintai Israel
ke tanah dibagian luar kota.

Gunung yang Dituju oleh Para Pengintai Israel (Yos. 2:16)


Ketika Rahab menurunkan para pengintai dari rumahnya pada tembok tersebut, ia
mengarahkan mereka pergi ke pegunungan untuk bersembunyi sampai para pengejar berhenti
mencari mereka (Yos. 2:16). Sebuah kunjungan ke yerikho menjelaskan apa yang
dimaksudkan Rahab ketika ia menyebutkan pegunungan yerikho berada didaratan sungai
Yordan, yang lebarnya sekitar 22,5 km ditempat ini, dengan sungai Yordan yang mengalir
ditengah lembah. Yerikho berada dekat tepi barat lembah. Pada waktu orang memandang ke
utara, selatan, atau timur, tidak terlihat bukit yang dekat, hanya dataran yordan. Tetapi sekitar
1,6 km kearah barat terletak ditepi daratan tinggi yang tidak rata, yang merukapan permulaan
perbukitan yang membentuk sebagian dari Padang Gurun Yudea. Lebih jauh ke barat bukit-
bukit ini bergabung dengan pegunungan tengah Palestina. Permulaan pegunungan ini, 1,6 km
sebelah barat Yerikho, adalah begitu sehingga bayangannya menutup kota Yerikho pada sore
hari. Tebing karang ini sebenarnya menjulang sekitar 450 m diatas dataran Yordan dan
memberikan banyak tempat persembunyian dalam batu karang yang muda hancur (GJJ, 133-
34). Sudah pasti para pengintai bergegas kekawasan ini untuk bersembunyi selama tiga hari
(ay.22). setelah itu mereka mengadakan perjalanan kearah timur melintasi daratan ini,
menyeberangi Sungai Yordan dan melakukan perjalanan ke perkemahan Sitim, dimana
mereka melaporkan ha-hal yang telah mereka lihat (ay.23-24).

Israel Menyeberangi Sungai Yordan; Tempat Penyeberangan Bagi Israel;


Kemungkinan adanya Gempa Bumi
Yosua memimpin bani Israel dari tempat perkemahan mereka di Sitim, melintasi
datarn 11 km ke sungai Yordan. Di tempat ini, biasanya sungai yordan hanyalah sekitar 30 m
lebarnya, meskipun pada masa panen sungai ini lebih lebar dan dalam sekitar 3 atau 3,6 m.
Tuhan membuat sungai yordan berhenti mengalir hingga orang Israel dapat melindasi dasar
sungai pada tanah yang kering. Orang mungkin bertanya-tanya bagaimana sekitar dua atau
tiga juta orang Israel mempunyai cukup banyak ruang untuk menyeberangi Sungai Yordan
dalam waktu yang cukup lama. Bila kita menyelidiki Alkitab tampaklah bahwa sungai air
Yordan diberhentikan di sekitar kota-kota Adam dan Sartan ( Yos. 3:16). Lokasi adam
ditandai oleh tempat kota Damieh yang sekarang, sekitar 26 km sebelah utara Yerikho,(GJJ,
136). Karena Yerikho terletak beberapa km di utara laut mati, maka akan tersedia paling tidak
32 km bentangan dasar sungai yang kering, tempat orang Israel dapat menyeberang. Mereka
tidak dibatasi oleh jalan yang sempit tetapi dapat menyeberang dengan beberapa ratus orang
atau bahkan beberapa ribu orang berjalan berdampingan. Bahkan dua atau tiga juta orang
dapat melintasi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Saya tidak melihat alasan untuk menerima pemikiran Garstang bahwa bukunya enam
ratus ribu laki-laki Israel, tetapi hanya enam ratus keluarga, berdasarkan pemikiran bahwa
kata Ibrani Alif dapat berarti “ribu” dan juga “kelompok keluarga” (GJJ, 120). Sebagai
jawaban dapat dikatakan bersama Conder bahwa kata Aleph (Alif) digunakan dalam bentuk
tunggal dalam keluaran 12:37, dan tidak dapat diartikan dalam bentuk jamak,”keluarga.”
Lagipula, Keil dan Delitzsch menjelaskan bahwa angka kelahiran yang normal akan
menghasilkan enam ratus ribu orang setelah 400 tahun tinggal di Mesir (KD, 2:9).
Ada yang mengemukakan bahwa Allah mungkin telah menggunakan gempa bumi
yang menimbulkan tanah longsor hingga menghentikan sungai Yordan. Alkitab memberikan
bukti yang mungkin mengenai adanya gempa bumi pada saat Israel masuk ke Kanaan. Ketika
mengacu pada masa itu, hakim-hakim 5:4, mengatakan, “Sungai Yordan berbalik ke hulu.
Gunung-gunung melopat-lompat seperti domba jantan.” Kata-kata ini mungkin sekali
merupakan gambaran yang puitis mengenai gempa bumi.
Di Damieh, lokasih kota Adam,terdapat tepi sungai yang tinggi, yang jika terjadi
tanah longsor, akan menghalangi aliran air. Kejadian seperti ini terjadi pada tahun 1276 M,
ketika sebuah gundukan besar yang memandang ke bawah ke sungai disebelah barat, roboh
ke dalam sungai dan membendungnya selama enam belas jam (GJJ, 136-37). Kejadian yang
serupa terjadi tahun 1927, ketika sebagian tebing yang 45 m tinggi roboh ke sungai Yordan
dan menahan air selama dua puluh satu setengah jam (GJJ, 137). Apakah Allah menggunakan
gempa bumi yang menyebabkan tanah longsor untuk membendung sungai Yordan tidak
dapat dibuktikan. Akan tetapi yang pasti ialah pada saat yang tepat ia menyebabkan sungai
yordan berhenti mengalir sehingga Israel dapat menyeberangi sungai itu. Maka mukjizatnya
akan terletak dalam penentuan waktu yang tepat dan bukan dalam sarana untuk melaksanakan
maksudnya Allah.

Keterangan Arkeologi mengenai Tembok Yerikho (Yos. 6)


Allah menyuruh orang Israel berbaris kelilingi tembok Yerikho satu kali sehari selama
enam hari, dan tujuh kali pada hari ketujuh (Yos. 6:3-4). Mereka melakukan demikian dan
setelah menyelesaikan lingkaran ketujuh pada hari ke tujuh, tembok itu runtuh (ay. 20).
Ketika Garstang menggali Yerikho (1930-1936), ia menemukan apa yang
ditetapkannya sebagai tembok kota kuno. Penemuan ini begitu luar biasa sehingga sebuah
pernyataan mengenai apa yang sebenarnya ditemukan telah disiapkan dan di tandatangani
oleh Garstang; Pere Vincent, seorang arkeologi Katolik; dan oleh Clarence Fisher, seorang
ahli barang tembikar dan arsitektur. Sebagian dari pernyataan yang di tandatangani ini
berbunyi sbb:
Bagian luar tembok paling rusak, puing-puingnya jatuh dilereng gundukan. Tembok
bagian dalam terpelihara hanya dimana bagian itu berbatasan dengan benteng atau menara.
Sampai ketinggian sekitar 5,4 m; bagian-bagian lain sebgian besar tembok telah runtuh,
bersama dengan sisa-sisa bangunan diatasnya, ketempat antara tembok-tembok yang dipenuhi
reruntuhan dan puing. Bekas-bekas kebakaran besar jelas terlihat, termasuk timbunan batu
bata yang memerah. Batu-batu yang retak, kayu-kayu yang terbakar hangus dan abu. Rumah-
rumah sepanjang tempok tersebut ditemukan terbakar rata dengan tanah, atap-atapnya jatuh
menimpa barang-barang tembikar perkakas rumah tangga didalamnya. (GJJ, 145-46)
Garstang meringkas bukti mengenai runtuhnya tembok-tembok tersebut sebagai berikut,
“Dengan demikian tidak ada keraguan mengenai fakta utama bahwa semua tembok kota itu
jatuh keluar sehingga para penyerang dapat memanjat ke atas reruntuhan lalu masuk ke kota”
(GJJ, 146).
Beberapa penggalian oleh Kathleen Kenyon di Yerikho (1952-1958) menunjukan
bahwa tembok diatas gundukan yang di tarikhan oleh Garstang sebagai berasal dari zaman
Yosua, sebenarnya termasuk periode 3000-2000 sm dan tidak berhubungan dengan Yosua
(WDICJ, 50). Akan tetapi, fakta tersbut tidak menimbulkan kesimpulan-kesimpulan Garstang
mengenai kejatuhan kota itu. Kenyon sendiri menemukan tumpukan batu bata yang telah
jatuh dari tembok penahan yang mengelilingi kota (lihat “Keterangan arkeologi mengenai
Rumah Rahab,” hlm. 162-163) sehingga kemungkinan para penyerang memanjatnya untuk
memasuki kota (WDICJ, 54). Tambahan lagi sesuai dengan perintah Allah untuk tidak
mengambil barang-barang dari dalam kota yang dapat menguntungkan orang Israel,
persediaan gandum yang melimpah dan berharga ditemukan dalam penggalian tersebut
(WDICJ, 56).

Tanggal Jatunya Yerikho


Temuan-temuan Garstang dalam berbagai penggalian di Yerikho (1930-1936)
menunjukan bahwa kota tersebut jatuh sekitar tahun 1400 sm, yang ditunjukkan oleh
sebagian kenyataan bahwa sama sekali tedak terdapat barang tembikar dari Mycenea (GJJ,
146; bdg. Buku ini bab 7). Tanggal ini juga sesuai dengan petunjuk alkitab mengenai tanggal
peristiwa keluaran, yang berdasarkan penafsiran Garstang mengenai materi Yerikho dan
berdasarkan petunjuk-petunjuk Alkitab mengenai kronologi, terjadi sekitar tahun 1446 sm.
Akan tetapi, beberapa sarjana berpendapat bahwa bukti kejatuhan Yerikho
menunjukkan kepada tanggal yang lebih kemudian dari pada 1400 untuk peristiwa jatunya
kota tersebut. Vincent mencatat jatuhnya Yerikho antara 1250-1200, tetapi G. E. Wright
menunjukan bahwa barang tembikar khas yang digambar dari periode tahun 1300-1200,
dengan pemandangan binatang, burung dan pohon, sama sekali tidak ditemukan di Yerikho,
dan dengan demikian kejatuhan Yerikho pasti terjadi sebelum tahun 1300. Meskipun Wright
menyimpulkan bahwa Yerikho jatuh sebeelum tahun 1300, ia sama sekali tidak tahu
bagaimana menetapkan tanggal yang lebih dekat daripada menempatkannya dalam periode
antara 1475-1300. Dilaporkan bahwa Albright (1942) cenderung menyetujui tanggal antara
1375-1300, dan dalam sebuah risalat yang diterbitkan pada tahun 1948 (AOTA, 144)
meskipun pasti ditulis lebih awal, Albright menyimpulkan bahwa Yerikho jatuh “sekitar
1400-1250.)
Akan tetapi, Garstang menerbitkan sebuah revisi dari karyanya, The Story of Jericho,
pada tahun 1948 (GSJ). Dalam revisi ini ia berusaha menghadapi berbagai pendapat yang
bertentangan dengan kesimpulannya bahwa Yerikho jatuh pada tahun 1400 sm (hlm. Xiv).
Garstang mengamati bahwa hanya sedikit dari pendapat ini berdasarkan pengetahuan tangan
pertama dari hasil-hasil penggaliannya di Yerikho dan bahwa banyak pendapat itu kurang
dalam hal pertimbangan logis atau didasarkan pada berbagai prasangka mengenai tahun
peristiwa keluaran. Ia menyatakan hingga kini tidak ada penafsiran yang memperlihatkan dari
hasil-hasil penggaliannyasuatu bukti bahwa kota VI tetap ada setelah pemerintahan raja
Mesir Amenhotep III (1413-1377 sm); kriteria arkeologi mengenai raja mesir berikutnya,
Akhenaton (1377-1361), adalah “khas, banyak, dan terbukti dengan baik,” tetapi bukti
tentang Yerikho tidak mencakup satu fragmen pun yang khusus dari pemerintahan raja ini.
Selanjutnya Garstang menjelaskan bahwa Yerikho tidak disebutkan dalam surat-surat
Amarna, yang menyebutkan kota-kota besar lain di Kanaan Selatan. Ia merasa tidak perlu
untuk membahas tahun keruntuhan Yerikho, seolah-olah ini adalah masalah yang
diperdebatkan. Ia mengatakan jika tidak ada pertentangan mengenai tahun peristiwa
Keluaran, mungkin tidak pernah akan di pertanyakan mengenai tahun kejatuhan Yerikho. Ia
menyimpulkan bahwa tahun 1400 sm dengan jelas ditunjukkan oleh bukti, yang “dapat
diperiksa sendiri” oleh para pembaca (hlm. Xiv).
Mengenai tidak adanya tembikar dari Mycenea, garstang menjelaskan bahwa tembikar
ini mulai di impor dari daerah Aegea sekita 1400 sm, namun hanya sepotong kecil tembikar
ini yang ditemukan dalam kota, sedangkan para penggali memeriksa lebih dari 150.000
potongan tembikar macam ini. Ditempat lain, diluar kota didalam kubur, contoh-contoh yang
ditemukan adalah tiruan dari periode yang lebih kemudian dan tidak terdapat di dalam batas-
batas tembok kota (hlm. 183).
Para sarjana umumnya tidak bersedia menerima tahun Garstang untuk jatuhnya
Yerikho ke tangan orang Ibrani. Pendapat mengenai masalah ini turut mengakibatkan
penggalian-penggalian Kathleen Kenyon di Yerikho untuk British School of Archaelogy di
Yerusalem (1952-1958). Meskipun Kenyo memusatkan perhatiannya pada lapisan-lapisan
Neolitik di Yerikho, ia menyimpulkan bahwa kota tersebut jatu ke tangan Yosua sekitar 1350
dan 1325 sm. Kesimpulan Kenyo mengenai berbagai aspek penggalian di Yerikho
menimbulkan serangkaian perdebatan baru yang telah berlanjut hingga masa kini. Kenyon
sendiri meninggal dunia sebelum hasil-hasil kerja lapangannya diterbitkan. Hasil-hasil ini
terbit dalam tiga volume yang berbeda, yang tampil pada tahun 1981, 1982, dan 1983.
Penilaian independen dari Bryant Wood mengenai materi ini menyimpulkan bahwa pendapat
Garstang benar, Yerikho jatuh sekitar tahun 1400 ke tangan Israel (WDICJ, 49-57).

Penaklukan Ai (Yos. 7-8)


Setelah penaklukan Yerikho, Yosua mengirimkan sebuah detasemen tentara untuk
menaklukan kota Ai, yang terletak sekitar 22,5 km sebelah barat laut kota Yerikho. Ketiga
ribu orang Israel dikalahkan oleh orang-orang Ai (Yos. 7-45). Tuhan mengizinkan kekalahan
ini terjadi karena seorang dari antara orang Israel, Akhan, telah mengambil sedikit jarahan
dari Yerikho pada saat penaklukannya, bertentangan dengan perintah Allah (Yos. 7:1, 20-21;
bdg. 6:18). Setelah dosa Akhan dihukum, Allah memberi tahu Yosua bahwa Israel sekarang
akan dapat merebut kota Ai (Yos. 8:11). Yosua menempatkan pasukan penyergapan yang
terdiri atas tiga puluh ribu orang antara Betel dan Ai (ay. 3,7), kemudian ia menambahkan
lagi lima ribu orang (ay. 12). Pasukan utama dibawa pimpinan Yosua mendekati sebelah
utara Ai, sehingga orang-orang Ai akan melihat mereka dan keluar untuk menyerang (GJJ,
157). Ketika orang-orang Ai menyerang pasukan utama Israel, para penyerang ini melarikan
diri, sehingga menarik para pengejarnya ke arah lembah Yordan, di sebelah timur laut (GJJ,
158). Pada saat itu pasukan penyergapan membakar Ai (ay. 19), dan Yosua serta pasukannya
berhenti bergerak mundur, dan menyerang tentara Ai (ay. 21). Orang-orang yang melekukan
penyergapan kemudian keluar dari Ai dan orang-orang Ai mendapati diri mereka dalam
posisi terjepit antara pasukan penyergapan dan pasukan utama (ay. 22). Gerakan menjepit
yang mendapatkan banyak keuntungan bagi tentara Adolf Hitler selama permulaan perang
dunia II, bukan hal baru; orang-orang Israel menggunakannya untuk melawan orang-orang Ai
hampir 3.400 tahun sebelumnya. Setelah kemenangan Israel, kota Ai dibakar (ay. 28).
Lokasi yang dikenal sebagai Ai, yang sekarang ini disebut Et-Tell, telah digali pada
tahun 1934-1935 oleh Judith Marquet-Krause. Ia menemukan bahwa tampaknya gundukan
tanah disitu tidak di huni antara tahun 2400-1200 sm (EAEHL, 1, 49). Hal ini menimbulkan
masalah, karena Alkitab menunjukkan bahwa Ai ditaklukan oleh Yosua dan orang Israel.
Kemungkinan kejadian tersebut terjadi sekitar tahun 1400. Tidak mungkin selama tahun 1200
atau seawal tahun 2400. Ini tidak berarti bahwa Alkitab salah, tetapi hanya bahwa kita tidak
memiliki semua keterangan mengenai situasi ini. Para kritikus sering menggunakan sebuah
kasus seperti ini untuk menunjukan apa yang mereka sebut “ketidaktepatan Alkitab”, padahal
yang sebenarnya dimaksud adalah pengetahuan yang tidak lengkap. Bertahun-tahun lalau
pernyataan-pernyataan Alkitab tentang Yerikho, Istana gading di Samaria, Kemah Suci (lihat
bab I), orang Het dan banyak hal lain merupakan masalah dan dianggap kurang tepat. Satu
demi satu penemuan Arkeologi telah menunjukkan ketepatan petunjuk-petunjuk Alkitabiah
ini dan banyak lagi yang lain. Mengingat penemuan-penemuan semacam ini, maka seorang
yang tidak menyebut dirinya sendiri sebagai konserfatif mengakui “Data Arkeologi dan
prasasti-prasasti telah menetapkan ke sejarahan bagian-bagian dan pernyataan-pernyataan
bagian-bagian perjanjian lama yang tidak terhitung banyaknya; jumlah kasus semacam ini
yang terbukti ketepatannya sering kali jauh lebih besar daripada kasus-kasus yang sebaliknya
atau yang dianggap mungkin terjadi” (W. F. Albright, AS, 181). Saya yakin riset arkeologis
lebih jauh atau membuatnya perlu untuk mengubah bagian terakhir dari pernyataan ini. Saya
tidak mengetahui mengenai kasus apa pun dimana terbukti bahwa Alkitab salah. Ada contoh-
contoh dimana kita tidak memliki keterangan lengkap, seperti dalam kasus orang Filistin
(lihat bab 5) dan seperti masalah tentang Ai yang disebutkan diatas, tetapi hal ini tidak
membuktikan adanya keselamatan dalam Kitab Suci.
Penjelasan yang mungkin atas masalah yang mengenai Ai ditawarkan oleh arkeolog
Katolik dari Prancis, Pere Vincent. Vincent menjelaskan bahwa ketika orang Israel
menyerang Ai, orang-orang Kanaan dari Betel mungkin hanya menggunakan lokasi kota dari
awal zaman perunggu tersebut sebagai benteng atau sebagai pos terdepat terhadap pauskan
para penyerang. Hal ini bwrarti bahwa pos terdepan di Ai begitu sederhana dan bersifat
sementara sehingga tidak meninggalkan sisa-sisa untuk menyiapkan keberadaannya kepada
para penggali. Berbagai penjelasan lain yang mungkin telah dikemukakan, meskipun tak
satupuun yang diterima secara luas sepertim penjelasan yang diberikan oleh Pere Vincent
(BWMS, 272-73)
Mungkin penyelesaian yang betu terdapat dalam ususan J. Simons bahwa Et-Tell
tidak boleh disamakan dengan kota Ai dalam Alkitab. Ia mengetengahkan empat keberatan
terhadap identifikasi ini: (1) Et-Tell tidak terlalu dekat Beitin (Betel), padahal Yosua 12:9
menyatakan bahwa Ai ada “di sebelah Betel”. (2) El-Tell adalah sebuah kota besar,
sedangkan yosua 7:3 menjelaskan orang-orang disana “sedikit saja”. (3) El-Tell bukan
sesuatu reruntuhan pada periode setelah penaklukan, sedangkan Yosua mengatakan bahwa Ai
dijadikan timbunan puing (8:28). (4) tidak ada lembah yang luas dii sebelah utara El-Tell,
sedangkan Yosua 8:11 menyatakan adanya sebuah lembah didekat Ai.
Ketika Profesor Joseph A. Callaway dari Sounthern Baptist Theologica Seminary
memimpin sebuah ekspedisi baru ke El-Tell pada tahun 1964, ia menyimpulkan, “tidak ada
apa-apa dalam bukti masa kini yang memebnarkan identifikasi desa ini dengan kota Ai yang
di taktukan oleh Yosua seperti yang digambar dalam Yosua 8:1-29.” Tampaknya Callway
tidak pernah melepaskan pemikiran bahwa ET-Tell adalah Ai. Akan tetapi, dalam sebuah
puplikasi tahun 1975 (setelah tujuh musim penggalian di ET-Tell, 1964-1972) ia tampaknya
menerima identifikasi tersebut (EAEHL, 1:36). Agaknya, masalah utamanya adalah bahwa
belum muncul calon lain yang lebih cocok untuk menjadi lokasi Ai. Baru-baru ini, Jonh
Bimson dan David Liwingston telah mengusulkan Khirber Nisya, 17,5 km sebelah utara
Yerusalem, sebagai lokasi Ai, dan mereka telah menggali disana selama enam musim (1979-
1985). Akan tetapi hal ini masih belum ditetapkan.
Jika El-Tell tidak dapat disamakan dengan Ai, maka petunjuk bahwa Ai tidak ada
pada tahun 1400-1250 sm sama sekali tidak ada sangkut paud dengan petunju Alkitab
mengenai Ai. Atau jika usulan Pere Vincent bahwa Ai adalah sebuah benteng, yang tidak
akan meninggalkan reruntuhan, adalah benar, seklai lagi cerita Alkitab tidak menimbulkan
kesulitan. Tentu saja jika Kirbet Nisya atau suatu tempat lain diidentifikasi dengan Ai,
masalah ini juga akan lenyap. Mengingat bahwa mungkin ada penyelesian seperti ini, maka
tidaklah bijaksana untuk bersikeras bahwa Alkitab salah.

Operasi Penaklukan Kanaan Selatan (Yos. 9-10)


Setelah kekalahan penduduk kota Ai, sekelompok penduduk asli Kanaan, yang di
sebut orang Hewi, datang kepada Yosua dan memohon untuk mengadakan perserikatan
dengannya dan orang-orang Israel (Yos. 9:6). Orang Hewi berpura-pura telah datang sari
negeri yang jau, untuk melaksanakan tipu dayanya, mereka memakai kasut buruk yang
ditimpal dan pakaian buruk serta membawa roti bulukan (ay. 12-13). Yosua mengadakan
perjanjian dengan mereka (ay.15) dan dengan demikian mewajipkan dirinya untuk membantu
orang-orang Hewi, yang berasal dari empat kota Gibeon, Kefira, Beerot dan Kiryatyearim,
semuanya hanya beberapa kilo meter ke sebelah barat laut Yerusalem (mengenai panggilan di
Gibeon, lihat bab 13, “Penetapan Daud Sebagai Raja,” hlm. 200-201).
Ketika kelompok lain dari pada penduduk asli Kanaan, yang disebut persekutuan
orang Amori mendengar bahwa orang-orang Hewi, yang dipimpin oleh Gideon, telah
mengadakan ikatan bersahabatan denganb Yosua, mereka berperan melawan persekutuan
orang-orang Hewi (Yos. 10:1-5). Orang Gibeon mengirim pesan kepada Yosua di Gildan,
tempat perkemahan orang israel, lalu Yosua bergerak pada malam hari dari Gildan ke
Gideon, suatu jarak sekitar 38,6 km. Yosua dan orang Israel bertempur melawan persekutuan
orang amori dan mengalahkannya (ay. 10). Selama pertempuran inilah terjadi mukzizat
matahari berhenti (ay.12-14). Persekutuan Amori yang terdiri atas lima kota – Yerusalem,
Hebron, Eglon, Lakhis dan Yarmut (ay. 5,23), semuanya di Palestina selatan (lihat peta hlm.
163). Setelah kota-kota diselatan ini di taklukan, berakhirlah operasi selatan ini dan orang-
orang Israel siap operasi di sebelah utara.

Operasi Penaklukan Kanaan Utara; Pembagian Tanah


Orang Kanaan di utara bersatu dalam sebuah konfederasi di bawah pimpinan Yabin, raja kota
Hazor (Yos. 11:1). Orang Israel mengalahkan koalisi ini dan membakar kota Hazor (ay.
11,13). Lokasi Hazor yang diselidiki oleh Garstang, memberikan bukti telah terbakar sekitar
1400 sm (GJJ. 197, 363).
Yigael Yadin, dalam penggalian Universitas Ibrani yang berikut Hazor (1955-1958,
1968), menyatakan bahwa Hazor baru jatuh ke tangan orang Israel pada bagian dua pertiga
dari Abad ke- 13 sm (EAEHL, 2:494). Akan tetapi, alkitab menerapkan bahwa dua kali
Hazor jatuh ketantan orang Israel: pada masa Yosua (Yos. 11:10-11), ketika Yabin I
memerintah, dan pada masa Debora dan Barak (Hak. 4:2, 23-24), ketika Yabin yang lain
memerintah. Yadin menganggap bahwa penaklukan oleh Yosua hendaknya dihubungkan
dengan pengerusakan kota Hazor bagian bawah pada abad ke -13. Akan tetapi, terdapat
bukti-bukti kehancuran kota bagian bawah dilokasi tersebut sekitar 1400 sm, atau beberapa
waktu kemudian di daerah H dan K dari penggalian oleh Yadin (EAEHL, 2:481-82). Apakah
yang klebih wajar dalam menyimpulkan bahwa pengerusakan tahun 1400 sm. Telah
dilakukan pada masa Yosua dan penghancuran abad ke-13 terjadi pada periode hakim-
hakim?
Sebagian besar isi kitab Yosua berkaitan dengan pembagian tanah kanaan di antara ke
dua belas suku Israel.

Keterangan Arkeologi mengenai Periode Penaklukan dari Lempeng-Lempeng Amarna


Lempeng-lempeng amarna terdiri dari sekelompok surat yang ditulis oleh raja-raja
dari berbagai kota Palestina dan Siria kepada dua raja Mesir yang hidup sekitar 1400 sm.
Lempeng-lempeng ini menjelaskan dan menegaskan gambaran yang diberikan Alkitab
mengenai Palestina pada masa itu. Kanaan dalam periode penaklukan tunduk pada banyak
raja setempat yang memerintah atas kota-kota tersendiri, mungkin dengan daerah di sekitar
itu. Kitab Yosua (12:9-24) mencatat tiga puluh raja sekitar tiga puluh raja semacam ini yang
berhubungan dengan Yosua dan orang israel selama operasi militer di kanaan. Kadang
beberapa negara-kota kecil ini bergabung bersama untuk saling melawan Yosua, seperti
halnya raja Gezer membantu kota Lakhish (Yos. 10:33). Kadangkala mereka berusaha
bergabung dengan Yosua, khususnya dalam hal orang Hewi (orang Gibeon), yang
meninggalkan kelompok kota-kota orang Amori yang bergabung bersama melawan Yosua,
dan meminta agar Yosua mengadakan ikatan persahabatan dengan mereka (Yos. 9:11).
Seperti tercatat di atas, karena penghianatan mereka terhadap maksud tujuan orang kanaan
dengan lewi, kelompok orang Hewi diserang oleh koalisi lima raja Amori (Yos. 10:5).
Lempeng-lempeng Amarna itu menegaskan gambaran kanaan ini, karena dokumen-dokumen
tersebut sebenarnya ditulis oleh raja-raja kecil ini yang memerintah atas berbagai kota. Tujuh
dokumen ditulis oleh raja Yerusalem dan yang lain oleh raja-raja dari tempat seperti Tirus
dan Sidon (BAHE, 383). Isinya mencerminkan bahwa pada umumnya tidak ada persatuan di
antara berbagai negara-kota Kanaan seperti ditujukkan oleh catatan Alkitab.
Beberapa hari lempeng-lempeng Amarna menceritakan penyerbuan oleh sebua
kelompok yang di sebut orang Habiru. Beberapa sarjana yakin bahwa orang habiru itu harus
disamakan dengan orang-orang ibrani dibawah pimpinan Yosua (BWMS, 271); setidaknya
ada kemungkinan bahwa lempeng-lempeng Amarna mencerminkan penaklukan dari sudut
pandang para penduduk asli Kanaan.

Anda mungkin juga menyukai