Anda di halaman 1dari 3

Eksistensi Bangsa Laut Kuno dan Epos 3 Firaun

Mesir

Abad 11 sampai 13 SM merupakan rentang waktu yang mengisahkan tekanan konstan


masyarakat Mesir Kuno terhadap serangan bangsa lain yang mencoba mengganggu perbatasan.
Sebut saja bangsa Het, Libya, dan bangsa Laut. Mereka mencoba memperluas wilayah
kekuasaan dan memperoleh sumber daya alam yang sangat melimpah dari tanah Mesir.

Tanah Mesir memang terkenal akan sumber dayanya yang melimpah ruah. Di bidang pertanian,
gandum, jelai, kacang-kacangan, sayur-mayur, papirus, dan anggur merupakan hasil panen yang
lazim ditemui zaman itu. Gurun pasir yang mendominasi tanah Mesir tak menghalangi para
petani untuk terus menuai pada musim panen. Sungai Nil memberikan kehidupan bagi flora-flora
tersebut.

Di bidang pertambangan, bangsa Mesir Kuno memperoleh emas, batu bangunan, biji tembaga,
dan batu-batu semimulia yang tersebar di berbagai penjuru Mesir. Sebagian emas, batu granit,
dan greywacke juga ditemukan di Wadi Hammamat. Bijih besi dapat ditemukan di wadi-wadi
gurun timur dan di Sinai. Semua hasil pertambangan ini, dipergunakan rakyat Mesir untuk
membuat bangunan, kuil, monumen, patung, tembok kota, bahkan perhiasan.

Sumber daya manusia Mesir Kuno juga tak kalah menakjubkan. Kepiawaian tiap elemen
masyarakat dalam mengatur berbagai bidang kehidupan sudah tak perlu diragukan lagi.
Kesenian, kesusastraan, teknologi, arsitektur, pengobatan, militer, dan ilmu pengetahuan rakyat
Mesir sudah mencapai standar yang tinggi dan canggih pada zaman itu. Dengan berhasil
menduduki tanah Mesir, semua sumber daya, baik alam maupun manusia, akan otomatis diambil
alih.

Kali ini kita akan lebih dekat membahas tentang keberanian bangsa Laut dalam menghadapi
serdadu Mesir Kuno untuk memuaskan dahaga mereka terhadap kekayaan di tanah tersebut.

Asal-Usul yang Masih Dipertanyakan


Perlu diketahui, bangsa Laut terdiri dari gabungan beberapa suku kuno, yaitu Sherden, Sheklesh,
Lukka, Tursha, dan Akawasha. Berdasarkan wilayah invasi mereka, para sejarawan menduga
mereka menetap di sekitar Anatolia dan Semenanjung Italia. Beberapa sejarawan juga
berpendapat bahwa perompak laut ini berasal dari pesisir Laut Aegea.

Dugaan-dugaan tersebut hanyalah prasangka belaka. Sampai saat ini, belum ditemukan bukti
akurat yang dapat menjadi pedoman para sejarahwan untuk menyingkap asal-usul bangsa
misterius yang bergentayangan di Laut Mediterania pada masanya.
Serangan Pertama di Lepas Pantai Mesir pada Masa Pemerintahan
Ramses II
Orang-orang laut memulai “kiprah” mereka di Mesir pada masa pemerintahan Ramses II.
Mereka memulai kampanye penyerangan di wilayah Mediterania Timur sampai ke Mesir.
Mereka tampaknya mencari daerah yang berkelimpahan untuk bermukim. Sepertinya mereka
belum puas telah meruntuhkan peradaban Mycenaean, menghajar Timur Tengah, dan menjarah
kota-kota bangsa Het, Siprus, dan Levant. Mereka bersikeras memindahkan haluan ke Mesir
untuk merengkuh segala kekayaan yang tersimpan di dalamnya.

Ramses II merupakan Firaun pertama yang memberikan sambutan hangat kepada orang-orang
laut ini. Pada tahun pemerintahannya yang kedua, bangsa Laut mendesak masuk lewat jalur laut
dengan kapal perang dan kargo dalam jumlah besar. Ramses II membiarkan mereka mendekati
muara Sungai Nil yang sudah dipenuhi oleh pasukan Mesir dalam formasi defensif. Alih-alih
bertahan menggunakan kapal perang, Ramses Agung memilih bertahan dengan kombinasi
pasukan perisai, pemanah, dan penombak. Pasukan bangsa Laut yang didominasi oleh suku
Sherden berhasil ditumpas.

Bangun dari Tidur Panjang Ketika Sang Banteng Keadilan


Bertahta
Bangsa Laut kembali menyerang Mesir pada masa pemerintahan anak ke-13 Ramses II,
Merneptah. Bangsa Laut menyerang membabi buta dengan kekuatan penuh dari gabungan semua
suku. Mereka juga menyatukan kekuatan dengan Tehenu (orang-orang Libya kuno). Bisa
dibayangkan betapa kuatnya legiun gabungan tersebut.

Tidak seperti ayahnya, Firaun Merneptah lebih sering mendapat serangan dari Bangsa Libya
ketimbang Bangsa Laut. Namun, pada tahun ke 5 pemerintahannya, kedua bangsa ini
menyatukan kekuatan untuk tujuan yang sama, yaitu mendirikan pemukiman di Mesir.

Legiun gabungan ini menyerang dari arah utara dan barat secara bersamaan. Pertempuran sengit
berlangsung selama 6 jam. Legiun gabungan orang-orang Laut dan Tehenu tak bisa menembus
pertahanan kota. Merneptah dengan percaya diri mewartakan kemenangannya. Pasukan Mesir
berhasil bertahan dari serangan dan membantai musuhnya. Dikisahkan pada Prasasti Merneptah,
tentara Mesir pimpinan Merneptah membunuh 6.000 laskar musuh dan menangkap 9.000
tahanan. Merneptah hanya mendapat 1 serangan dari Bangsa Laut selama ia memerintah.

Ramses III dan Pertempuran Xois


Bangsa Laut mengerahkan kekuatan yang sangat besar yang meliputi suku Peleset (Suriah
sekarang), Tjeker, Shekelesh, Denen, dan Weshesh. Mereka juga bersekutu dengan Libya.
Mereka telah terlebih dahulu menghancurkan kerajaan-kerajaan Mediterania Timur seperti,
Hatti, Qode, Carchemish, Arzawa dan Alashiya. Dalam kampanye militer pada tahun 1200 SM
mereka juga menghancurkan pusat perdagangan Mesir di Kadesh.

Ramses III tercatat pernah bentrok dengan bangsa laut pada tahun ke-8 pemerintahannya di delta
Sungai Nil dan di dekat Kanaan. Namun, pada 1180, Ramses III berhasil menumpas invasi
mereka dengan taktik gerilya. Ramses III memanfaatkan pemanahnya dengan efektif secara
tersembunyi di garis pantai Mesir untuk menghujani kapal orang-orang laut dengan anak panah.
Banyak orang laut yang ditawan, dibunuh, dijadikan budak atau tentara bayaran. Meskipun
perang ini berakhir dengan kemenangan bagi Mesir, perang ini sangat menguras kas negara kala
itu. Tercatat terjadi pemogokan kerja pertama di dunia yang dilakukan oleh pekerja makam di
Desa Set-Maat.

Setelah penumpasan yang dilakukan oleh Ramses III, tidak pernah ada lagi invasi yang
dilakukan bangsa Laut ke wilayah Mesir. Setidaknya, tidak ada lagi prasasti yang menyebutkan
terjadinya serangan setelah kurun waktu tersebut.

Sumber : 1. Maspero 1881, p. 118.

2. "Revisiting Late Bronze Age oxhide ingots: Meanings, questions and perspectives".
Serena Sabatini, University of Gothenburg. 2016.

3. S. Bar; D. Kahn; J.J. Shirley (9 June 2011). Egypt, Canaan and Israel: History,
Imperialism, Ideology and Literature: Proceedings of a Conference at the University of
Haifa, 3–7 May 2009. Brill. pp. 350 ff. ISBN 978-90-04-19493-9.

Anda mungkin juga menyukai