Anda di halaman 1dari 169

LAPORAN TETAP

PRATIKUM INSTRUMEN KONTROL

DISUSUN OLEH :
Aldila Muhaimah 062040420423
Aditia Adiati Humairoh 062140420356
Aurel Shalom Harincsa 062140420357
Cecep Sumantri 062140420358
Mutiara Maharani 062140420359
Amira Zalwa Khairunisa 062140422513
Aridavian Pramana 062140422514
Asri Safira 062140422515
Charolina Rehulina Depari 062140422516
Dina Meilinda 062140422517
Fadilah Ariani 062140422518
Isya Mahendra 062140422519

KELAS : 4 KIB
KELOMPOK : 01
INSTRUKTUR : ERIKA DWI OKTAVIANI, S.T., M.Eng.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena berkat ridho-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan tetap Mata Kuliah Instrumen Kontrol.
Dalam menyusun laporan tetap ini, terdapat hambatan yang penulis alami,
namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari rekan- rekan kelas sehingga
kami mampu menyelesaikan laporan tetap ini. Oleh karena itu kami tidak lupa pada
kesempatan ini mengaturkan terima kasih kepada Ibu Erika Dwi O.,S.T, M.Eng selaku
dosen pengampu.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam laporan tetap ini.
Oleh karena itu kami mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca. Semoga laporan tetap ini bermanfaat bagi pembaca dan penyusun.

Palembang, 2 Agustus 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
Kata penghantar..............................................................................................................i
Daftar isi.........................................................................................................................ii
1. PCT 10 .......................................................................................................................4
2. CRL ............................................................................................................................38
3. PCT-14 .......................................................................................................................63
4. DS ..............................................................................................................................84
5. Delta P.......................................................................................................................118
6. TM ............................................................................................................................136
7. PCT-13 .....................................................................................................................147
8. CR-pH .......................................................................................................................157

ii
ELECTRICAL CONCOLE (PCT 10)

1. TUJUAN UMUM
1) Mempelajari loop pengendalian proses.
2) Mengetahui dan mampu membedakan pengendalian kontinyu dan tidak
kontinyu.
3) Mampu melakukan simulasi pengendalian on/off dan variable proses.
4) Mampu melakukan simulasi pengendali PID dan mevariasikan komponen
Proposional, Integral dan Derivatif.

2. PENDAHULUAN
Perancangan dan pengoperasian yang sukses dari sebuah pabrik memerlukan
pemilihan intrumentasi dan peralatan kontrol yang optimum dan keahlian menginstal,
memonitor dan memelihara peralatan tersebut. Teknisi dan ahli teknik memerlukan
training dalam bidang instrumen dan kontrol, terutama dengan semakin majunya
teknologi pengendalian dan elektronika saat ini. PCT 10 (Electricl Console) merupakan
peralatan pengendalian yang dirancang oleh AMPFIELD, sebuah perusahaan di Inggeris
yang memberikan kemudahaan pendekatan praktek pengendalian dan pemahaman
teknologi pengendalian proses mulai dari pengendalian sederhana hingga ke tingkat
yang lebih komplek.
PCT 10 dapat dipergunakan sendiri sesbagai suatu alat untuk
mempelajarikonsep- konsep dasar pengendalian dan juga dapat dihubungkan dengan
peralatan aksesoris untuk penerapan pengaturan dan pengendalian variabel-variabel
proses,seperti tekanan (PCT-14) dan temperatur (PCT-13). PCT 10 menyediakan
suplailistrik untuk pompa, katup motor selenoid dan alat lain yang dapat dihubungkan
dengan peralatan ini.

Bagian Utama dari PCT-10 adalah:


1. PROSES KONTROLER
Proses kontroler adalah bagian dari PCT-10 yang berfungsi sebagai
PENGENDALI PROSES dan beroperasi seperti layaknya proses kontroler industri

i
menggunakan mikroprosesor. Proses kontroler memberikan pembacaan SET POINT,
dan VARIABEL PROSES secara kontinyu dan memberikan kemudahan pengesetan.
Kontroler dapat digunakan untuk proses pengendalian SECARA KONTINYU dengan
mode pengendalian Proposional, Integral dan Derivative dengan ouput 4-20 mA atau
ouput relay sebandig waktu: dan untuk pengendalian TAK KONTINYU (ON/OFF), dua
posisi menggunakan output relay.Input Proses Kontroler (2) adalah arus litrik AC 4-
20mA sedangkan output dapat berupa arus listrik 4-20 mA melalui soket (+) dan (-) (3),
socket lampu indikator 24 VAC, soket 249 VAC (5) dan soket penghubung komunikasi
ke katup motor (6).
2. VOLTMETER
Voltmeter (1) sebagai alat pengukur tegangan mempunyai range 0-1,999 volt
dan dapat dipergunakan untuk mengukur tegangan dari out put pengkondisian sinyal
(SIGNAL CONDITIONER) dari sensor yang berasal dari PCT-13 dan PCT-14,
vpltmeter juga dapat menampilkan harga sinyal 4-20 mA dengan menghubungkan
kabel- kabel yang sesuai sehingga loop arus mengalir melalui tahanan (RESISTOR) 50
ohm (2) yang telah tersedia di dalam PCT-10 sendiri sehingga menghasilkan tegangan
0,200- 1,000 volt.
3. AMMETER
Ammeter sebagi pengukur kuat aruslistrik 4-20 mA, alat ukur ini
bukanlah alat yang presisi schungga hanya digunakan untuk indikasi artus yang
mengalir di loop. Pengaturan atau kalibrasi SPAN dan ZERO harus dilakukan
dengan DIGITAL VOLTMETER dan PROCESS CONTROLLER.
4. SUPLAI LISTRIK
PCT-10 dilengkapi dengan pemutus arus (CIRCUIT BREAKER) (2)
yang dihidupkan dengan lever ke atas (3). Pemutus arus (4) dan (5) melindungi
peralatan didalam PCT 10 dan suplai listri keluar dari PCT 10, pemutus arus (4)
untuk suplai 240 VAC dan (5) untuk 24 VAC. Tombol (7) menghidupkan PCT
10 terdapat masing-masing 2 buah soket 240 VAC dan 24VAC untuk suplai
listrik ke pompa, katup motor ataupun selenoid.

v
5. SIGNAL CONDITINER
SIGNAL CONDITIONER atau pengkondisian sinyal berjumlah dua
buah terletak dibagian depan tengah PCT 10 menerima sinyal sensor dari PCT-
13 datau PCT-14. Sesuai namanya alat ini (1) mengkondisikan sinyal temperatur
( apabila dihubungkan dengan kabel khusus dari PCT-13) atau sdinyal tekanan
(dihubungkan dengan kabel khusus dari PCT-14) menjadi arus 4-20 mA (3)
atau tegangan 0-1 V (4). Input sensor dari PCT-14 masuk melalui 920
sedangkan input sensor dari PCT-13 masuk melalui (1). Output 4-20 mA
ataupun 0-1 V kemudian dapat dihubungkan ke PROCESS CONTROLLER
atau ke VOLTMETER. Pengkalibrasian Signal Conditioner dilakukan dengan
voltmeter.

6. SWITCHED OUTPUT
Switched output atau saklar terdiri dari relai yang terpasang di dalam
PCT 10 yang akan mensensor keadaan on dan off dari kontak saklar dibagian
luar (4) dan mengaktifkan soket 240VAC (3) dan 24 VAC (2). Kontak yang
terjadi adalah kontak tertutup normal dan kontak terbuka normal. Soket kuning
ABC akan menghubungkan kontak saklar atau sambungan listrik.

7. VALVE MOTOR POSITIONER


Soket (%) Pin Din (10) untuk motor katup ke PCT 13 terpasang di dalam alat
PCT 10. Input berupa arus 4-20 mA (2) di sisi soket motor, keluarannya berupa
output penggerak kotor yang akan menggerakkan katup kontrol pada aliran air
pan Heat Exchanger PCT 13.Pada saat operasi, posisi atau letak katup dapat
diukur oleh potensiometer. pasisi ini dibandingkan dengan posisi yang
diinginkan dan tergangan koreksi dimasukkan ke motor hingga di dapat posisi
yang diinginkan.

8. SUPLAI MANUAL 4-20 mA


Arus 4-20 mA yang mengalir di alat PCT 10 outputnya dapat diatur secara
manual menggunakan tombol manual (1). output keluar melalui soket (2)
dengan polaritas (+) dan (-). Pengendalian zero (3) dan span (4) dihubungkan
dengan VOLTMETER dan RESISTOR 50 OHM yang tersedia dalam PCT 10

v
akan mengkalibrasi alat sehingga didapat pembacaan 0,200-1,000 volt.

v
9. LAMPU INDIKATOR 24 VAC
Lampu indikator 24 VAC menyatakan output dari PROCESS
CONTROLLER maupun dari bagian lain PCT 10 dimana terdapat soket sesuai.
Lampu menyala menyatakan arus mengalir (on).

10. KABEL PENGHUBUNG


Kabel penghubung tersedia dalam beberapa warna, penggunaannya
disesuaikan dengan polaritas yang sesuai.

11. PENGOPERASIAN PCT 10


Kabel dari alat PC 10 di hubungkan ke suplai listrik 220 volt, naikkan
level sekring (pemutus arus) alat dab tekan 2 tombol hitam bertuliskan huruf 2
dan 5 secara bergantian Untuk mematikan alat PC 10 tekan tombol 2 merah
kecil dan turunkan leversekring, cabut kabel dari suplai listrik. Apabila tombol-
tombol atau lever tidak berfungsi dengan baik terdapat kesalahan hubungan di
dalam PCT 10.
HUBUNGI TEKNISI ATAU INSTRUKTUR ANDA!

12. KESELAMATAN KERJA


Sebelum memulai kerja dengan alat PCT 10, yakinkan tempat praktek
keringkan dan bersihkan dari air dan tumpahan zat apapun. Perhaatikan semua
kabel yang akan digunakan. JANGAN MELAKUKAN TINDAKAN
APAPUN TERHADAP ALAT PCT 10 TANPA PERINTAH ATAU
KONSULTASI DENGAN INSTRUKTUR!

8
PCT 10-1 (INPUT DAN OUTPUT PENGENDALIAN PROSES)

1. TUJUAN PERCOBAAN:
Setelah melakukan praktikum mahasiswa dapat:
a. Mendemontrasikan rangkaian kalibrasi voltmeter dan Process Controller
b. Menentukan input dan output yang terdapat di alat PC-10
c. Mendemontrasikan pengubahan CONTROLLER SETTING

2. TEORI SINGKAT
Input atau masukkan adalah efek dari lingkungan ke suatu proses
kimia, sedangkan output atau keluaran adalah efek dari proses kimia ke
lingkungan.

Dalam suatu pengendalian hubungan antara input, proses dan output


merupakan satu loop (siklus yang utuh. Output merupakan keluaran dari proses
yang menerima input.

Input dapat dibagi dua yaitu:


1. Variabel yang dimanipulasi (diubah); apabila harga input tersebut berasal dari
operator atau pengendali (controller)

2. Gangguan; apabila harga input tersebut berasal dari lingkungan dan bukan
berasal dari pengendalian atau operator
Output dibagi dua:
1. Output terukur : apabila harga ouput tersebut dapat diukur
2. Output tak terukur : apabila harganya tidak dapat atau tak bisa diukur

Pada alat PC-10 terdapat lebih dari satu input dan lebih dari satu output,
masing- masing dapat dinilai dari tulisan yang terdapat dibagian soket
merah/hitam (polarisasi

9
arus). Satu input dapat memberikan beberapa output, seperti yang terdapat pada
process controller, atau beberapa input menghasilkan satu output.
Konfigurasi adalah susunan informasi yang digunakan untuk
menghubungkan pengukuran kepada variabel yang dimanipulasi. Pada alat PC-
10 konfigurasi dapat dilihat pada PROCESS CONTROLLER, dimana pada
bagian ini terdapat pengaturan controller (CONTROLLER SETTING) yang
berisi ketentuan yang diset oleh operator agar controller menjalankan konfigurasi
yang telah diset. Dari hasil pengaturan controller, maka input process controller
menjadi harga pengukuran yang kemudian dievaluasi sesuai setting didalam
controllerdan menghasilkan output pengendalian berupa sinyal untuk mengubah
variabel yang di manipulasi.
Contoh pada setting ON/OFF dengan histeritis 25 % dan set point 50%,
maka apabila input ke process controller < 50% maka controller akan
menghidupkan lampu indikator 24 VAC menunjukkan variabel yang
dimanipulasi (arus listrik) disambung. Pada saat input ke controller >50% +2%
maka controller akan memutuskan arus listrik.

3. PERALATAN
1. Satu set PC-10+ trimmtool
2. Lampu indikator 24 VAC
3. 2 kabel ukuran pendek
4. 2 kabel ukuran panjang

4. PROSEDUR PERCOBAAN
I. KALIBRASI VOLTMETER
1. Menghidupkan alat PCT-10 dengan menaikkan level skering ke atas
dan menekan tombol hitam 2 & 5.
2. Menyambung kabel dan tombol manual output ke volt meter sesuai
dengan gambar rangkaian kalibrasi perhatikan loop arus yang menuju ke
sambungan resistor 50 ohm.

10
3. Memposisikan tombol output pada 4 mA, bila voltmeter tidak terbaca
0,200 volt gunakan trimtool, masukan trimtool pada zero untuk
menaikkan harga putar trimtool searah jarum jam dan sebaliknya untuk
menurunkan harga pada voltmeter putar trimtool berlawanan jarum jam,
toleransi harga di voltmeter ± 0,002 volt.

4. Memutar tombol manual output ke kanan hingga maksimal untuk


medapaatkan pembacaan voltmeter 1,000 volt, gunakan trimtool apabila
harga voltmeter tidak 1,000 volt dengan cara memasukkan trimtool pada
span.

Gambar 11. Rangkaian Kalibrasi Manual Output dengan Voltmeter

II. KALIBRASI PROCESS CONTROLLER


1. Menghubungkan kabel dari manual output PC-10 ke soket input
process controller pada bagian kiri depan alat, perhatikan hubungan (+)
dan (-).
2. Melakukan pengaturan harga process controller untuk kalibrasi
seperti pada tabel kalibrasi. Untuk mmensetting di process controller
dapat dilakukan dengan cara menekan tombol konfigurasi 'c' hingga
angka digit pada layar berkedip, kemudian tekan F 1x, maka pada layar
variabelprocess sebelah atas akan tampil tulisan "Pr" yang berarti power
output (keluaran pada process controller), harga Pr hanya diatur pada
posisi manual.
3. Menekan tombol F 1x akan menampilkan Prop, masukkan harga Prop
20% (yang berarti 100% secara aktual, karena untuk Prop harga tertulis x
faktor 5). Tekan tombol enter, ulangi hingga seluruh harga pada tabel
terinput dengan baik, tekan tombol F 1x untuk pindah ke variabel lain.

11
JANGAN LUPA untukmenekan tombol ENTER Setelah menginput harga
baru. Apabila tombol enter tidak ditekan, maka process controller akan tetap
memakai harga yang lama.
4. Saat Span terbaca di layar variabel process, putar tombol manual
output 4 -20 mA searah jarum jam Ke 20 mA. Kemudian masukkan
harga 100 dengan menekan tombol digit. JANGAN MENEKAN
TOMBOL ENTER, tekan tombol F 1x.
5. Saat zero terbaca dilayar variabel proses, putar tombol manual
output 4 - 20mA berlawanan dengan arah jarum jam ke 4 mA,
kemudian masukkan harga 0 dengan menekan tombol digit, TEKAN
TOMBOL ENTER. Tunggu hingga layar stabil dan periksa harga yang
terbaca di layar variabel proses.

6. Putar tombol manual output 4-20 mA kc 20 mA dan amati pembacaan


dilayar variabel proses menunjukkan 100% dan jika ke 4 mA, layar
menampilkan 0%. Ualngi prosedur diatas jika pada saat diperiksa tidak
menampilkan 100% dan 0%.

12
Gambar 12. Rangkaian Kalibrasi Process Controller Electrical Console (PC-
10)

CATATAN:
PADA SAAT MEMATIKAN PC-10 HARGA PROPORSIONAL
BAND, INTEGRAL TIME DAN DERIVATIF DALAM KEADAAN
KOSONG (0).

13
5. DATA PENGAMATAN
 Tabel Kalibrasi Voltmeter

Batas Ampere Voltmeter


Zero 4 mA 0,199 Volt
Span 20 mA 0,998 Volt

 Tabel Kalibrasi Process Controller

Batas Ampere Variabel Process


Zero 4 mA 0%
Span 20 mA 100 %

6. ANALISIS DATA
Setelah melakukan praktikum PCT 10-1 dapat dianalisis bahwa pada percobaan
ini terlebih dahulu kalibrasi pada alat, dimana kalibrasi sendiri merupakan proses
pengecekkan dan pengaturan akurasi dari suatu alat ukur dengan membandingkan
terhadap standar atau tolak ukur. Alat PCT 10-1 dikalibrasi dengan mengkalibrasi
voltmeter dan process controller.
Untuk kalibrasi voltmeter, keluarkan dari manual output dihubungkan ke input
voltmeter melewati resistor 50 Ω dimana arus keluaran minimal 4mA dan arus
maksimal 20mA, maka tegangan yang akan terukur di voltmeter seharusnya minimal 0
volt dan maksimal 1 volt karena berdasrkan rumus : V= i.r
Jika pada 4mA tidak terukur 0 volt pada process controller maka untuk
mengaturnya ke 0 volt menggunakan Trimtool, alat ini semacam obeng kecil untuk
memutar kekiri dan kekanan pada ZERO. Untuk memperbesar angka maka diputar
kekanan dan untuk memprkecil diputar kekiri. Sedangkan untuk angka maksimal 20mA
dan tidak terukur 1 Volt maka bisa diatur juga menggunakan Trimtool pada menu
SPAN.

7. KESIMPULAN
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
 Kalibrasi bertujuan untuk memeriksa suatu alat apakah masih berfungsi dengan
baik sehingga hasil pengukuran yang nantinya dilakukan dapat menghasilkan
pembacaan yang benar.

14
 Kalibrasi merupakan sala satu prosedur kerja yang wajib dilakukan sebelum
menggunakan suatu peralatan.
 Tombol manual output 4mA dihasilkan 0,2 volt dengan toleransi ±0,002 Volt
 Tombol manual output 20mA dihasilkan 1 volt dengan toleransi ±0,002 volt
 Jika pengukuran sesuai dengan range, maka kalibrasi dinyatakan berhasil.

15
PCT 10-2: PENGENDALIAN ON/OFF

1. TUJUAN PERCOBAAN:
1. Mendemontrasikan pengendali ON/OFF
2. Mendemontrasikan output relay ON/OFF menggunakan process
controller

2. TEORI SINGKAT
Pengendali tidak kontinyu atau disebut pengendali ON/OFF mempunyai dua
gerakan output yaitu on (hidup) dan off (mati) terhadap input yang diberikan kepada
proses.
Pengendali tidak kontinyu terbagi dua atas gerakan pengendalinya, yaitu manual
dan otomatis. Manual karena bertindak sebagai pengendali dan menentukan tindakan ke
variabel dinamis adalah manusia (MAN).
Kontak terbuka normal (N/O); kontak yang terjadi letaknya terpisah (soket A
dan C) dan tidak menghantarkan listrik saat soket A dan C tidak dihubungkan. Kontak
tertutup normal (N/C); kontak tersambung walaupun soket A dan C tidak terhubung.
Saklar pada posisi (N/O) atau (N/C) tergantung dari penggunaannya, apabila
diinginkan output pada posisi ON tanpa perlu menggunakan kabel antara soket A dan C,
maka posisi yang dipilih adalah NORMALLY CLOSE CONTACT (N/C). Sedangkan
apabila diinginkan output dalam posisi ON memerlukan penyambungan kabel di soket
A dan C, maka posisi saklar adalah NORMALLY OPEN CONTACT (N/O), begitu
juga sebaliknya untuk posisi OFF.
Normaly open berarti kutup positif dan kutup negatif tidak terhubung dalam kondisi
normal, aliran listrik tidak dapat mengalir dalam satu loop, ini dibuktikan dengan lampu
24 VAC terpasang tidak menyala saat saklar pada posisi N/O tersebut. Apabila soket A
dihubungkan ke soket B atau soket C, maka kutup positip menjadi terhubung dengan
kutup negatif, sehingga arus listrik dapat mengalir.

16
Normaly Close berarti kutup positip dan kutup negatip terhuung dallam keadaan
normal, aliran listrik mengalir dalam satu loop, ini dibuktikan dengan lampu 24VAC
terpasang nyala saat saklar pada posisi N/C. Apabila soket A dihubungkan ke soket B
atau soket C, hubungan pendek terjadi, akibatnya arus listrik berhenti megalir, lampu
24VAC terpasang mati.
Pengendali ON/OFF secara otomatis berarti pengendali dilakukan oleh sebuah
controller yang akan menggantikan tindakan operator menghidupkan ataupun
mmematikan suatu proses. Pengendali secara otomatis ini diatur berdasarkan histeritis;
kecendrungan instrumen untuk memberikan output berbeda terhadap inpu yang sama.
Histeritis ini memberikan daerah netral pengendali berdasarkan daerah netral adalah 2
kali besar harga histeritis.
Contoh:
Setpoint dengan histeritis± 1%; maka daerah netral 2% diatas dan dibawah harga
50% yaitu 49%-51%.
Harga output pada pengendali ON/OFF hanya 2, yaitu ON (hidup terbuka) dan
OFF (mati atau tertutup). ON dinyatakan dalam nilai %P = 100% sedangkan OFF dalam
SP = 0%. Nilai %P ini tergantung dari error, yaitu selisih antara harga pengukuran (Cp)
terhadap harga setpoint (Csp).
% error= (harga pengukuran-harga set point)/rentang pengukuran x 100%
% P=100% apabila % error > 0%
% P=0% apabila % error <0%.
Hubungan diatas menunjukkan saat harga variabel proses (harga pengukuran)
melebihi setpoint maka akan didapat % error > 0% maka output contoller adalah 100%,
sedangkan saat harga variabel proses lebih kecil dari setpoint maka akan didapat %
error < 0%

17
Gambar 13. Gambar Grafik on-off secara manual

apabila dipasang lampu indikator 24VAC pada soket di process controller pada
saat output 100% lampu akan menyala yang berarti arus listrik mengalir, dan pada saat
output menunjukkan 0% lampu akan mati yang berarti arus listrik terputus. Hal ini juga
akan berakibat sama pada soket 24 VAC apabila dihubungkan ke pemanas atau heater.

3. PERALATAN
1. Satu set PCT-10 + trimtool
2. Kabel
3. Lampu indikator 24 VAC

4. PROSEDUR PERCOBAAN
I. PENGENDALIAN ON/OFF DENGAN SAKLAR PEMILIH
1) Memperhatikan bagian saklar pemilih pada alat PC-10 (SWITCHED OUTPUT),
posisi saklar pada kontak terbuka (N/O) dan pasang lampu 24 VAC di soket 24
VAC, amati lampu dalam keadaan hidup atau mati.
2) Memindahkan saklar ke N/C (kontak tertutup), amati bahwa lampu menjadi mati.
3) Mengambil sebuah kabel, hubungkan dari soket A ke soket C pada posisi N/O catat
keadaan lampu, ubah saklar ke N/C, catat perubahan.
4) Mengulangi langkah 3 dengan menghubungkan A-B dan B-C.
5) Buat tabel data.

18
II. PENGENDALIAN ON/OFF DENGAN PROCESS CONTROLLER
1) Pada process controller, tekan 'c' (untuk masuk ke sistem konfigurasi) setelah digit
pada layar variabel proses berkedip, tekan tombol F 1x kemudian atur prop, Int dan
Der pada harga nol (0), harga siklus time (Cyt) pada harga 10 detik, set harga
histeritis pada 2% dan harga setpoint 50% harga variabel yang lain tetap.
2) Memaastikan harga aksi control (Cs-2) adalah 'r' (reverse). Biarkan harga span dan
zero.
3) Memasang kabel dari manualoutput ke input pada process controller (4 - 20 mA)
dan letakkan lampu indikator pada soket 24 VAC dibagian bawah process cotroller.
4) Mengatur input pada process controller dengan memutar tombol manual output 4-
20 mA.
5) Mengamati bahwa output relay pada soket lampu indikator 24 VAC akan
menyalakan lampu ketika input dibawah setpoint 50% dan akan mematikan lampu
ketika input diatas setpoint. Histeritis 2% berarti lampu akan hidup hingga 52% dan
mati saat <48% .
6) Mengulang percobaan dengan memvariasikan harga histeritis menjadi 3% dan 5%
dengan memvariasikan setpoint 40% dan 70%.

19
Gambar 14. Rangkaian Pengendalian ON-OFF Secara Manual

20
5. DATA PENGAMATAN
I. Pengendalian On/Off dengan Saklar Pemilih
Soket Lampu (On/Off)
N/O N/C
Tak terhubung Off On
A-B Off On
B-C Off On
A-C On Off

II. Pengendalian On/Off dengan Process Controller (Set point


60%; hys-t = 2%)
Nilai Lampu (On/Off)
Variabel Proses On Off
53-55 ☑
65-86 ☑
86-65 ☑
65-55 ☑
55-53 ☑

6. ANALISA PERCOBAAN
Setelah dilakukan praktikum PC-10 Percobaan I dengan judul Input dan Output
Pengendalian Proses, kemudian dilakukan percobaan II Pengendalian ON/OFF. Pada
percobaan ini menggunakan lampu indikator 24 VAC pada kabel yg dihubungkan pada
switched output. Lampu indikator 24 VAC ini berfungsi untuk menyatakan output dan
process controller manapun dari bagian PC-10 lainnya dimana terdapat socket sesuai.
Apabila lampu menyala, maka terdapat arus yong mengalir (on), serta menunjukkan
perbedaan kontak terbuka normal dan kontak tertutup normal. Untuk kontak terbuka
normal (N/O), dapat dilihat bahwa saat posisi kabel A ke C lampu indikator menyala.
Sedangkan pada saat kabel dihubungkan ke yang lain, lampu tidak menyala. Hal ini
terjadi karena pada kontak terbuka normal (N/O), dimana listrik akan mengalir pada

21
kontak yg letaknya terpisah yaitu pada A dan C sehingga lampu dapat menyala.
Sebaliknya, pada kontak tertutup normal (N/C) meskipun tabel pada soket A dan C
tidak dihubungkan (tak terhubung), listrik dapat mengalir. Oleh karena itu, pada saat
Kabel A - B dan B - C dihubungkan, lampu indikator tetap menyala.

7. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1) Untuk sistem N/O, lampu indikator akan manyala apabila kabel soket A dan C
dihubungkan dan lampu tidak menyala apabila kabel A dan C tidak dihubungkan.
2) Pada sistem N/C, lampu indikator tidak menyala apabila kabel A - C dihubungkan
dan lampu indikator akan menyala apabila kabel soket A-C tidak dihubungkan.
3) Pada saat menggunakan aksi Kontrol rLF (ON/OFF Process controller) lampu akan
menyala pada nilai dibawah set point dengan rentang histeritis yang digunakan,
serta lampu akan mati pada nilai diatas set point dengan rentang histeritis yang
digunakan.

22
PCT 10-3 (PENGENDALIAN KONTINYU)

1. TUJUAN
1) Mendemonstrasikan pengendalian secara kontinyu P, PI, PD dan PID.
2) Mengubah setting variabel pada process controller.

2. DASAR TEORI
Berlainan dengan mode pengendali tidak kontinyu (on/off) yang
memberikan harga ouptut dalam keadaan terputus-putus dan tidak halus :
0% 100% 0% secara berulang, maka mode pengendali
kontinyu memberikan harga output perubahan yang mulus pada setiap
perubahan beban (error). Mode pengendali kontinyu pada dasarnya dibagi 3
jenis yaitu :
a. Mode Pengendali Proporsional
b. Mode Pengendali Integral
c. Mode Pengendali Derivatif
Pada aplikasinya, ketiga mode pengendali ini sering digabung untuk
meningkatkan hasil pengendalian dan mengurangi kekurangan mode tunggal.

Mode Proporsional
Merupakan mode perbaikan dari pengendali dua posisi (on/off)
dimana terdapat hubungan garis lurus yang mulus antara output dan error
yang terjadi. Pada rentang error di dekat setpoint, setiap harga error
mempunyai hubungan linier yang mencakup output pengendalian dari
0% 100% yang disebut pita proporsional ( Proportional Band ).
Persamaan yang digunakan adalah :
P = Kp . Ep + P, pb = 100/Kp
Dimana; P = output pengendali
Kp pengendali = konstanta proporsional antara error
dan output Ep = error persen skala penuh
Po = output pada saat tak terdapat error

23
Gambar15. Grafik Pengendali Mode Proporsional

Kelemahan dari mode proporsional apabila digunakan tunggal adalah


kecenderungan pengendali untuk mengalami offset, yaitu error residu di
sekitar daerah setpoint. Pada keadaan ini controller (pengendali) mengalami
gangguan tidak dapat memberikan output yang seharusnya, pengendali hanya
memberikan output yang sama walau error bertambah.

Mode Integral
Sedangkan mode pengendali integral disebut juga mode reset karena
pengendali bergerak dengan cepat mengembalikan beban kembali ke error
nol (setpoint). Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
dP/dt = Ki . Ep
Dimana; dP/dt = laju perubahan output pengendali (% / s)
Ki = konstanta integral (% /s / %)
1/Ki = waktu integral (s)

Dengan persamaan untuk output pengendali, P = Ki


Pada aplikasinya output controller akan menggerakkan elemen control akhir
dengan cepat dan memeperkecil error, kemudian elemen control akhir
akan memperlambat gerakan dan sistem kemudian membawa error ke nol
(re-set). Apabila terdapat process lag yang besar, error akan berosilasi di

24
daerah nol dan menyebabkan sikling yang akan membuat controller jenuh.
Mode integral tidak digunakan secara tunggal melainkan digabung dengan
mode proporsional atau gabungan ketiganya.

Mode Derivatif
Pada mode derivatif, output dari controller tergantung pada laju
perubahan error. Mode ini sering disebut juga mode antisipasi atau mode
laju. Kelemahan mode ini adalah tidak digunakan secara tunggal karena
ketika error = nol atau error = konstan, maka output dari controller akan
jenuh dan tak dapat memberikan output yang sesuai.

Mode derivatif memperbaiki / mempercepat respon terhadap


sistem control dan memberikan efek menstabilkan proses. Respon terhaadap
laju perubahan menghasilkan koreksi yang berarti sebelum error semakin
besar (antisipasi error) terutama untuk sistem control yang perubahan
bebannya terjadi secara tiba –tiba, karena mode melawan perubahan –
perubahan yang terjadi dalam output controller sehingga efeknya
menstabilkan loop tertutup dan meredam osilasi yang terjadi, persamaanya
dapat ditulis sebagai berikut:
P . Kd . (dEp/dt) +
Po Dimana; Kd = konstanta derivatif
(% / s / %)
dEp/dt = laju perubahan error (% s)
Mode Gabungan
Mode gabungan adalah mode pengendali yang menggabungkan mode
proporsional dengan mode integral dan mode derivatif (PI, PD, maupun
PID). Penggabungan ini mengurangi offset dan memberikan harga keluaran
baru saat terjadi offset, mestabilkan sistem dan mencegah error konstan.
Penggabungan ini akan menghasilkan pengendalian yang sempurna.

3. ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Alat PC10 + trimtool

25
2. Kabel penghubung 4 pasang

26
4. PROSEDUR PERCOBAAN
1) Pengendalian Proporsional Sebanding Waktu
a. Menghidupkan alat PC10 dengan baik dan lakukan
kalibrasi manual output terhadap voltmeter dan process
controller (PC10 – 1). Memasang lampu indikator 24 VAC
di soket 24 VAC.
b. Mengubah pengaturan pada tabel setting di layar process
controller seperti berikut :

c. Melakukan penghilangan offfset awal ; memutar tombol


manual output 4 – 20 mA searah jarum jam hingga
tampilan dilayar

variabel proses 50% 12 mA. Menekan tomnol F 1x


kemudian menekan tombol manual (bergambar tangan)
hingga lampu tanda manual nyala menunjukkan

27
pengendali dalam kondisi manual. Atur power output ke
harga 50% dengan menekan tombol digit dan kemudian
menekan tombol F kembali untuk mengaktifkan mode
otomatis.
d. Memutar tombol manual 4 – 20 mA berlawanan arah jarum jam
ke
4 mA, pembacaan di layar variabel proses akan 0%, menekan
tombol F 1x, mencatat harga power output di layar digit.
Mengamati lampu indikator semestinya hidup. (Pr
semestinya 100%, lampu hidup karena CS2 pada posisi
reverse, terbalik).
e. Menaikkan input dengan memutar tombol manual searah
jarum jam ke 10% pada tampilan di layar variabel proses.
Menekan F dan mencatat harga power output. Hati – hati
memutar tombol manual, perlahan kekanan, jangan
mengulang kekiri karena akan dapat menyebabkan
terjadinya offset. Apabila terjadi offset, ulangi prosedur
penghilangan offset.
f. Mengulangi langkah 4 hingga input 100%. Tabulasikan data.
g. Mengubah harga CY-t pada tabel setting menjadi 20 detik,
mengamati waktu hidup dan mati lampu untuk setiap
rentang 20% dari 0 – 100%. Tabulasikan data.
h. Mengubah CS-2 menjadi –d-, mengulangi langkah 7.
Tabulasikan data.
i. Mengubah power limit (PrL) menjadi 50% dan 40%.
Mengamati keadaan lampu dan harga Pr.

j. Mengubah set point limit (SpL) menjadi 50% dan 40%.


Mengamati keadaan lampu dan harga Pr. tombol F 1x,
mencatat harga power output di layar digit. Mengamati
lampu indikator semestinya hidup. (Pr semestinya 100%,
lampu hidup karena CS2 pada posisi reverse, terbalik).

28
k. Menaikkan input dengan memutar tombol manual searah
jarum jam ke 10% pada tampilan di layar variabel proses.
Menekan F dan mencatat harga power output. Hati – hati
memutar tombol manual, perlahan kekanan, jangan
mengulang kekiri karena akan dapat menyebabkan
terjadinya offset. Apabila terjadi offset, ulangi prosedur
penghilangan offset.

2) Proporsional (Penentuan Konstanta Proprosional)


a. Melakukan pengesetan awal pada harga controller setting
sama seperti pada percobaan 1, dengan ProP 20% (lihat
tabel setting diatas). Menghilangkan offset.
b. Melakukan pengambilan data % power output dengan
menekan tombol F 1x untuk setiap kenaikan 10% dari
tombol manual output hingga maksimum 100%. Tabelkan
data.
c. Mengubah Prop menjadi 10% dan mengulangi langkah 2
untuk rentang 5% dari tombol manual output.
d. Mengubah ProP menjadi 12,5%, mengulangi langkah 3.
e. Menggambarkan grafik konstanta Proporsional, dan
mengamati dari grafik bagaimana respon power output
untuk perubahan input dari manual output.

29
3) Proporsional Integral
Pada mode ini sudah terdapat mode integral yang akan
menghilangkan offset sehingga tak perlu lagi dilakukan
penghilangan offset seperti pada mode proporsional.
a. Mengubah setting di controller sebagai berikut

Ubah sesuai dengan harga tabel saja


b. Memasukkan harga input ke process controller dengan
memutar tombol manual secara bertahap 10% dari 0% -
100%, mencatat power output dengan menekan tombol F
1x.
c. Mengubah setpoint ke 40%, mengulangi langkah 3.
d. Mengembalikan setpoint ke 50% dan mengubah harga
integral menjadi 2 menit.
e. Membuat grafik dengan menggunakan program excell
antara %Pr dan input.

30
4) Pengendalian Proporsional Derivatif
a. Mengubah setting di controller sebagai berikut :

Ubah sesuai dengan harga tabel saja


b. Memasukkan harga input ke process controller dengan
memutar tombol manual secara bertahap 10% dari 0%
- 100%, mencatat power output dengan menekan
tombol F 1x.
c. Mengubah setpoint ke 50%, mengulangi langkah 3.
Tabulasikan data.

31
5) Pengendalian PID
a. Mengubah settingan di controller sebagai berikut :
Pengaturan Kode Nilai Satuan

Controller
Set Point - 50 %
Proportionel ProP 20 %

Band
Integral Time Int 0 ,2 Menit
Derivatif Time dEr 6 Detik
Waktu Siklus CY-t 10 Detik

( cycle time )
Batas Daya Pr-L 100 %

( Power Limit )
Batas Set Point SP-L 100 %
( Set Point Limit)
Rentang (Range) CS-1 -0 5 8 -
Aksi control CS-2 -D- -
( control action )
Kalibrasi :
Span SPAn 100 % pada 20 mA
Zero ZErO 0 % pada 4 mA
( Power Limit )
Batas Set Point SP-L 100 %

( Set Point Limit )


Rentang (Range) CS-1 -0 5 8 -
Aksi control CS-2 -D - -

( control action )
Kalibrasi :
Span SPAn 100 % pada 20 mA
Zero ZErO 0 % pada 4 mA

Ubah sesuai dengan harga tabel saja.


b. Memasukkan harga input ke process controller dengan
memutar tombol manual secara bertahap 10% dari 0% -
100%, mencatat harga power output dengan menekan
tombol F 1x.

32
c. Mengubah setpoint ke 50%, mengulangi langkah 3.
d. Membuat grafik dengan menggunakan program excell
antara %Pr dan input.

33
5. ANALISA PERCOBAAN
Percobaan pengendalian kontinyu berbeda dengan on off,
pengendalian kontinyu memberikan harga output perubahan yang mulus
pada setiap perubahan beban (error). Seperti biasa, alat PC 10 harus
dikalibrasi dahulu agar didapat hasil percobaan yang akurat. Setelah itu
melakukan penghilangan offset agar error yang terbaca lebih kecil.
Percobaan pertama yang dilakukan adalah pengendalian proporsional
sebanding dengan waktu. Pada percobaan pertama dan kedua kami
menggunakan aksi kontrol yang digunakan aksi r (reverse) namun
menggunakan siklus time yang berbeda yaitu cy-t 10 detik dan cy-t 20 detik.
Dari data yang kami dapat, dapat diketahui bahwasannya bahwa dalam
keadaan “r” (reverse) semakin meningkat power input maka power output
semakin menurun.
Pada awalnya lampu menyala lebih lama dari pada lampu mati ,
namun semakin dinaikkannya power input maka keadaan lampu menyala
( ON ) akan lebih sebentar dari pada lampu mati ( OFF ). Total lama waktu
lampu ON dan lampu Off seharusnya adalah 10 detik dan 20 detik karena di
set cy-t nya 10 detik dan 20 detik, namun pada percobaan ini didapat data
tidak stabilnya lama total lampu On dan Off pada 10 detik, data
menunjukkan total on dan off kurang dari 10 detik dan 20 detik.

Hal ini terjadi dimungkinkan karena terjadi kurangnya keakuratan dari


operator yang menggunakan stopwatch secara manual.
Pada percobaan 3 dan 4, kami menggunakan aksi control D (direct)
dengan siklus time yang berbeda yaitu 20 dan 10 detik. Dapat dilihat dari
data yang telah didapat, dapat dianalisa bahwa dalam keadaan ini semakin
meningkat power input maka power output pun semakin meningkat.
Seharusnya nilai power input dan power output adalah sama dalam keadaan
ini hal ini karena aksi kontrol yang digunakan adalah aksi d dimana aksi ini
adalah aksi dimana jika power input = 0 maka power output = 0 . keadaan
lampu pada aksi D ini terbalik dengan percobaan aksi R. Pada percobaan ini
lampu on pada awalnya lebih sebentar dari pada lampu off. Namun semakin

34
dinaikkan power input lampu on akan semakin lama menyala dan lampu off
akan semakin sebentar matinya.
Pada percobaan selanjutnya yaitu percobaan 5 dan 6 kami mencoba
untuk mengganti power limit menjadi 50% dan 40% dengan aksi control
tetap pada D (direct). dapat dilihat bahwasannya power output semakin naik
ketika input yang diberikan 0% – 50% namun ketika input yang diberikan
60% – 100% power output hanya terbaca 50.Dari data yang didapat dapat
diketahui bahwasannya power limit ini mempengaruhi power output dimana
power limit ini memberikan batasan terhadap power output sesuai dengan
yang disetting. Hal ini sangatlah berlainan dengan percobaan ke 9 dan 10,
dimana kami juga mengubah settingan yang sama untuk power limit namun
menggunakan aksi control r (reverse). Ketika power input dari 10- 50 %
dimasukkan, harga power output yang keluar tetap stabil pada 50 % dan
40%. Sedangkan setelah melebihi setpoint, power output % angkanya tidak
lagi 50%, angkanya menurun.
Pada percobaan penentuan konstanta proporsional. Mode proporsional
apabila digunakan tunggal cenderung mengalami offset. Maka penghilangan
offset sebelum menggunakan pengendalian ini memang harus dilakukan.
pertama dengan menggunakan prop sebesar 20% kemudian pencatatan data
dilakukan dengan rentang 10%. Dapat dilihat data yang terlihat digrafik lebih
stabil. Sedangkan saat prop diubah menjadi 10%, grafik terlihat tidak stabil.
Begitu juga saat prop 12,5 %. Dan 10% Hal ini dikarenakan, pengaturan
proporsional yang terlalu kecil dapat menyebabkan pengendalian menjadi
tidak stabil. Sehingga pada prop 20%lah grafik yang paling stabil dari
ketiganya.

Kemudian selanjutnya adalah percobaan pengendalian proporsional


integral. Mode integral ini memang tidak digunakan tunggal sehingga apabila
digabung dengan mode proporsional akan mengurangi offset dan
menghasilkan data yang lebih stabil. Dengan adanya mode integral ini, maka
dapat memperlambat gerakan dan sistem kemudian membawa error ke nol.
Dengan variasi set point 50% dan 40% pada integral time 0,2 menit. data

35
pada grafik terlihat stabil. Kemudian pada saat setpoint 50% dan integral
time 2 menit data lebih stabil dibanding sebelumnya. Inilah mengapa
penggunaan integral pada mode proporsional menguntungkan karena
integral dapat mengkoreksi output terlebih dahulu.

Berbeda dengan mode derivative, mode derivative


memperbaiki/mempercepat respon sistem control dan memberikan efek
menstabilkan proses. Percobaan selanjutnya adalah mode proporsonal
derivative. Mode derivative dapat menkoreksi saat ada perubahan error
secara tiba-tiba. Saat set point 50% dan derivative 6 detik data terlihat stabil
daripada saat setpoint 40%. Tetapi bila dilihat, mode derivative ini membuat
data tidak terlalu besar errornya karena fungsinya menstabilkan proses dan
meredam osilasi.
Selanjutnya adalah mode gabungan antara proporsional, integral dan
derivative. Penggabungan ini akan menghasilkan pengendalian yang
sempurna, Karena penggabungan ketiga mode ini dapat mengurangi offset,
memberikan harga keluaran baru saat offset terjadi, menstabilkan sistem dan
mencegah error konstan. Dengan variasi setpoint 50% dan 40 % Data saat
setpoint 50 % lebih baik dibandingkan setpoint 40%.

6. KESIMPULAN
Dari percobaaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Cy-t ( waktu siklus ) adalah jumlah waktu on dan off dalam sekali siklus.
2. Pada aksi kontrol D , seharusnya harga power input dan power
output adalah sama ( pawer input = 0 maka power output = 0 ).
Namun pada praktikum terjadi perbedaan antara power input dan
power outputnyadikarenakan adanya gangguan dari luar 9 human
error 0.
3. Pada aksi kontrol r , seharusnya harga power input berbanding
terbalik dengan power output ( power input = 0 mak power output =
4. 100 )
5. Power limit mempengaruhi power output sampai set point yang

36
dimasukkan.
6. Set power limit mempengaruhi output yang dihasilkan .

7. Semakin besar % Sp-L maka semakin banyak angka konstan pada


power output.
8. Semakin kecil nilai ProP nya , maka semakin banyak niali konstan
yang muncul pada poer output .
9. Mode pengendali kontinyu memberikan harga output perubahan
yang mulus pada setiap perubahan beban ( error )
10. Mode gabungan (P, PI, PD dan PID) dapat mengurangi offset
dan memberikan harga keluaran baru saat offset terjadi, menstabilkan
sistem dan mencegah error konstan

37
PENGENDALIAN KETINGGIAN FLUIDA (CRL)

1. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menjelaskan dan membedakan mode pengendalian
kontinyu dan tidak kontinyu.
2. Menjelaskan terminology yang digunakan dalam pengendalian
unit CRL.

2. PENDAHULUAN
Peralatan simulasi proses CRL dikembangkan untuk mempelajari teknik
pengendalian level (ketinggian) permukaan fluida cair, yang dalam hal ini fluida yang
digunakan adalah air.
Konfigurasi yang digunakan untuk simulasi ini adalah sistem loop terbuka
(openloop) dan sistem loop tertutup ( closed loop). Air yang berada di dasar tangki (1)
dipompakan ke tangki bening berskala (11) oleh pompa sentrifugal (2) melalui katup
pneumatik proporsional (3) pengisian tangki berskala (11) menghasilkan tekanan pada
bagian dasar tangki yang ekivalen terhadap ketinggian level Liquid dalam tangki,
dideteksi oleh transduser tekanan yang diubah ke arus listrik (P/I) (13) dan
ditransmisikan sebagai sinyal y ke unit pengkondisian panel kontrol (9) outputnya
berupa sinyal X yang berasal dari panel kontrol (9) ditransmisikan ke katup (3) oleh
transduser arus yang diubah ketekanan (I/P) (4) yang kemudian menggerakkan katup
pneumatik proposional dengan bantuan udara tekan yang disuplai oleh inlet udara
tekanan (5). Katup V1 dan V2 dapat diatur secara manual untuk menutup dan membuka
penuh dalam hubungan tangki berskala (11) katup selenoid (14) memungkinkan untuk
pengendalian gangguan aliran air. Untuk pemakaian katup selenoid (14) V1 harus
dalam keadaan terbuka penuh berikut ini gambar alat CRL beserta keterangan bagian
dan fungsi dari bagian.

Peralatan CRL ini terdiri dari beberapa unit


1) Tangki air kapasitas 20 liter

38
2) Pompa sentrifugal dengan laju 20 liter/menit
3) Katup jenis PNEUMATIK proporsional dengan input 3-5 psi 4.Transduser I/P
4) 5.Inlet udara tekan (dioperasikan pada min 2 bar 6.Pengukur tekanan udara tekan
5) 7.Alat pengatur tekanan udara tekan secara manual 8.Controller elektronik
MiniReng (alat tambahan) 9.Peralatan listrik (panel CRL)
6) Komputer
7) Tangki bening berskala
8) Katup pengeluaran manual V1 dan V2 13.Transduser P TI
9) 14.Katup solenoid untuk input gangguan (disturbance)
10) X. Sinyal Penggerak (actuating signal)
11) Y. Sinyal variable yang dikendalikan (controlled variable signal)
12) N. Sinyal gangguan (noise)

39
Gambar.25 Gambar Peralatan CRL

Panel Kontrol
Panel kontrol (9) terdiri dari beberapa indikator yang menunjukkan
kerja peralatan pada unit CRL
1. Saklar utama (main switch) yang mensulai arus listrik dari
socket dinding ke peralatanCRL.
2. Lampu indikator kerja pompa menunjukkan pompa sedang hidup.
3. Lampu indikator kerja level minimal dan maksimal untuk
pemakaian resistive probe.Resistive probe terletak di dalam
tangki berskala berbentuk seperti
Elektroda terbuat dari logam dalam 3 ukuran panjang berbeda. Penunjuk
ketinggian (level indikator) dalam satuan (%).
4. Lampu indikator, menunjukkan posisi katup untuk menimbulkan
gangguan sesuai posisi nomor.Posisi selektor NOISE (gangguan), 0 –
Katup solenoid tidak diaktifkan, Man : Katup solenoid diaktifkan
secara manual, PC : Katup solenoid dikendalikan melalui komputer.

40
5. Sinyal pengaturan , X, dalam bentuk output analog.
6. Sinyal yang dikendalikan (Y) , Controller variable dalam bentuk
output analog.
7. Selektor pemilih untuk jenis mode control :
- Pengendalian gerakan katup secara manual
- Unit Off (0), posisi pengendali tidak hidup
- Pengendalian dengan resistive probes
- Pengendalian dengan PC ( komputer)
- Pengendalian dengan Mini Reg ( alat tambahan)
- Pengendalian dengan MRRP
8. Pengaturan katup secara
manual(trimmer).
9. Lampu penunjuk power suplai.

41
Gambar 26. Panel Kontrol CRL

JENIS PENGENDALI ON/OFF


Pengendali yang paling sederhana adalah jenis on-off, dimana
penggerak (actuator)hanya berada pada dua keadaan posisi ON
(hidup) atau posisi membuka atau menutup aliran yang menuju tangki
berskala.
Katup akan terbuka apabila level air berada dari level yang
diinginkan (setr point) atau katup menutup napabila aiar melebihi dari
set point. Disini akan terdapat batasan level (level Threshold) yang
berhubungan dengan set point, apabila ada batasan ini dilampaui
karena level bertambah atau berkurang, katup juga berubah posisinya.
Hal ini akan menimbulkan perubahan posisi katup disekitar batasan
level yang timbul pada pengoperasian normal. Ketikalevel sedikit
dibawah setpoint,katup akan terbuka sehingga Kembali level melebihi
setpoint dengn cepat, kemudian katup menutup dan level berkurang
kembali dan seterusnya berulang-ulang.
Untuk mengatasi problem ini dan mencegah ausnya
pergerakan (katup), ada baiknya diberikan dua Batasan level yang
diatur secara simetris diatas dan dibawah set point.
- Batasan atas dilampaui apabila level meningkat, katup akan menutup
- Batasan dibawah dilampaui apabila level berkurang, katup akan

42
membuka.

Interval antara level yang dikehendaki dengan salah satu batas level
dinamakan HISTERISIS, semakin besar histerisis, semakin rendah
tekanan pada actuator. Pengendalian dengan Resistive probe yang
merupakan pengendalian tidak kontinyu, namun keadaan ON/OFF
pada pengendalian dengan resistive probes berbeda pada bagian
actuatornya. Pada resistive probe posisi katup pneumatic akan terus
terbuka, gerakan hidup mati yang diperintahkan oleh kontroller
berdasarkan hasil evaluasi terhadap pengukuran ketinggian atau
maksimum menyebabkan pompa sentrifugal mati atau hidup dalam
usaha mempertahankan rentang histeristis probes.

Tangki bening berskala unit CRL mempunyai tiga buah probes di


dalamnya yang berfungsi untuk mengukur level fluida (R1,R2,R3),
R1 dan R2 dapat berfungsi sebagai batas bawah dan R3 berfungsi
sebagai batas atas pada pengendalian ON/OFF. Pada posisi level 85%
sedangkan R2 pada level 75% kontrol pada posisi 0.

43
PENGENDALIAN ON-OFF DENGAN RESISTIVE PROBES (CRL 1)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan praktek ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan simulasi pengendalian ON/OFF menggunakan Resistive Probes
2. Memahami mekanisme pengendalian ON/OFF
2. BAHAN DAN ALAT
1. Satu set CRL2
2. Air dalam tangki

PENGENDALI DENGAN RESISTIVE PROBES


3. Prosedur Kerja :
1. Menghidupkan unit crl dengan menekan MAIN SWITCH lampu
merah akan menyala
2. Mengosongkan tangki dengan membuka katup V2
3. Mengubah mode selektor (24) di panel control ke resistive probes
dan Klik tombol Start untuk memulai
Memperhatikan bahwa pompa hidup apabila pompa hidup ketinggian
Air berada di batas atas, amati kejadian di dalam tangki pompa
akan mati, amati kejadian di dalam tangki pompa akan mati saat
ketinggian air menyentuh bagian dari probes, mencatat waktu mulai
dari pompa mati hingga pompa hidup kembali (t1) dan waktu pompa
Mulai hidup hingga pompa mati kembali (t2)
4. Mengulangi pengamatan Waktu hidup dan mati pompa pada
ketinggian resistive hingga didapat 3 kali data yang identic
5. Mengukur diameter tinggi maksimum dan minimum untuk menentukan
volume
6. Menghitung laju kenaikan dan laju pengosongan air dalam tangki
7. Menentukan laju alir masuk dan laju alir keluar

44
4. DATA PENGAMATAN
Diketahui
-Tinggi tangki = 53 cm
-Diameter tangki = 15 cm
-Batas atas = 90%
-Batas bawah = 75%
-Diameter = 15 cm, jadi r : 7,5 cm
-h maks tangki = 45 cm
-h min tangka = 37,6 cm
-Δt(selisih tinggi) = 7,4 cm
● Katup 50%

No. Percobaan Waktu turun Waktu naik


1 69 detik 13 detik
2 68 detik 14 detik
3 66 detik 13 detik
4 68 detik 13 detik
5 68 detik 13 detik
6 68 detik 13 detik
7 69 detik 11 detik
8 67 detik 14 detik
9 68 detik 13 detik
10 67 detik 13 detik

45
● Katup 75%

No. Percobaan Waktu turun Waktu naik


1 30 detik 14 detik
2 30 detik 15 detik
3 30 detik 15 detik
4 31 detik 14 detik
5 31 detik 17 detik
6 30 detik 17 detik
7 31 detik 17 detik
8 31 detik 15 detik
9 31 detik 18 detik
10 30 detik 14 detik

46
5. DATA PERHITUNGAN
-Volume yang dipindahkan
V= π r 2Δt
= 3,14. 7,52
= 1,307025 c m3
= 1,307025 L

>Laju alir air dalam tangki (katup 50%)


(t 4+ t 6+t 9) (68+ 68+ 68)sekon
t rata rata = = = 68 sekon
3 3
v 1,307025 L L
Fout = = = 0,0192
t rata− rata 13 sekon s

>Laju alir saat kenaikan air dalam tangki (katup 50%)


(t 4+ t 6+t 9) (13+13+13) sekon
t rata rata = = = 13 sekon
3 3
v 1,307025 L L
Fnaik = = = 0,1005
t rata rata 13 sekon s

>Laju alir pada saat air masuk dalam tangka (katup 50%)
Fin - Fout = Fnaik
Fin = Fnaik – Fout
L L
Fin = 0,1005 – 0,0192
s s

>Laju alir air dalam tangki (katup 75%)


(t 1+t 4+ t 10) (30+31+30) sekon
t rata rata = = = 30,3 sekon
3 3
v 1,307025 L L
Fout = = = 0,0431
t ata rata 30,3 sekon s

>Laju alir saat kenaikan air dalam tangki (katup 75%)


(t 1+t 4+ t 10) (14+ 14+14) sekon
t rata rata = = = 14 sekon
3 3
v 1,307025 L L
Fout = = = 0,0933
t ata rata 14 sekon s

>Laju alir pada saat air masuk dalam tangki (katup 75%)
Fin - Fout = Fnaik
Fin = Fnaik – Fout
L L
Fin = 0,0933 – 0,0431
s s

47
6. ANALISA PERCOBAAN

CRL adalah suatu peralatan pengendalian level yang


memanfaatkan sinyal tekanan dalam suatu aliran fluida. Alat ini
dihubungkan dengan Personal Computer sebagai media pemantau
jalannya proses pengendalian ketinggian.
Sistem kerja CRL dapat dilihat pada Gambar skema tersebut,
dapat dilihat bahwa liquid yang dipompakan menuju ke tangki
berskala oleh pompa sentrifugal di bawah pengendalian katup
Pneumatic proporsional. Karena katup ini bersifat proporsional,
maka output level yang dihasilkan memiliki nilai yang sebanding
dengan input yang diberikan. Selanjutnya, pengisian tangki
berskala menghasilkan tekanan pada bagian dasar tangki yang
nilainya sama ekivalen terhadap ketinggian (level)
Liquid dalam tangki yang ditransmisikan sebagai sinyal menuju
transduser P/I dan kemudian diteruskan menuju controller. Output
sinyal yang berasal dari panel control ditransmisikan kekatup oleh
transduser I/P yang kemudian menggerakkan katup pneumatic
proporsional dengan bantuan udara tekan yang disuplai oleh inlet
udara tekan. Apabila level berada di bawah
setpoint, maka katup akan terbuka sehingga tangki berskala terisi.
Katup yang terbuka ditandai dengan naiknya katup pneumatic
(pada posisi ON). Sementara apabila level berada di atas nilai set
point, maka katup akan tertutup sehingga menghalangi aliran air
menujutangki berskala. Posisi ini dinamakan dalam keadaan OFF
yang ditandai dengan turunnya katup pneumatic. Perlu diingat
bahwa nilai set point dipengaruhi oleh histerisis sebagairentang
toleransi control level yang digunakan. Pada bagian bawah tangki
berskala dapat dilihat adanya katup v1 dan v2 yang dapat diatur
secara manual untuk tertutup dan terbuka penuh dalam hubungan
dengan tangki berskala. Katup solenoid yang ada pada peralatan
digunakan untuk mengatur pengendalian aliran air. Untuk memakai

48
katup solenoid, katup v1 harus dalam keadaan terbuka penuh.
Sistem control level telah disambungkan dengan program CRL
module pada komputer sehingga dapat dilihat grafik ON-OFF
regulator seperti yang ditampilkan pada gambar. Dari gambar
tersebut dapat dilihat 4 garis indikator yang digunakan untuk
memantau pengendalian level. Garis merah menunjukkan posisi
membuka atau menutupnya katup.Garis kuning menunjukkan
posisi konstan set point, garis biru (act. Signal) menunjukkan
gainterukur, sementara garis hijau merupakan noise. Pada gambar
tersebut, tidak ada tanda-tanda noise yang ditandai oleh garis hijau.
Hal ini terjadi karena peralatan dan program tidak terhubung
dengan benar. Noise dapat timbul apabila katup solenoid dibuka
atau ditutup secara random saat operasi dijalankan sehingga
memberikan gangguan terhadap system. Gangguan dalam proses
tersebut dapat mempengaruhi tingginya permukaan air dalam
tangki berskala. Nilai gain diatur 0,5 atau setara 50% yang
ditunjukkan oleh garis biru act. Signal.Seharusnya, nilai tersebut
bersifat konstan sehingga grafik yang dihasilkan memiliki bentuk
rata pada posisi 50%. Namun, pada percobaan yang dilakukan
grafik yang dihasilkan tidak konstan akibat posisi gain yang tidak
beraturan. Penyebab pasti kesalahan tesebut tidak dapat dinyatakan
dengan pasti mengingat alat dan program tidak tersambung dengan
baik. Tetapi hal ini terjadi akibat unit control tidak menghitung
besarnya koreksi dengan benar.

49
7. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

-Pengendalian ON-OFF dilakukan dengan memanfaatkan sinyal


tekanan. Apabila tinggi fluida berada di bawah nilai set point, katup
pneumatik akan membuka(pada posisi ON). Sementara apabila tinggi
fluida di atas nilai set point dan batas histerisis, maka katup akan
menutup (pada posisi OFF).
-Control variabel pada grafik ON-OFF regulation menunjukkan posisi
membuka atau menutupnya katup.
-Nilai gain unit kontrol proporsional seharusnya tetap. Kesalahan
dapat terjadi akibat unit kontrol tidak menghitung besarnya koreksi
dengan benar.

50
PENGENALAN FLUIDA (CRL 2)

1. TUJUAN PERCOBAAN
1) Membedakan antara pengendalian Resistive dan Kapasitif
2) Menentukan kapan sebaiknya pengendalian kapasitif mode PI digunakan.
3) Mencetak grafik dan menganalisa grafik yang tebentuk

2. DASAR TEORI
Proses operasi dalam industri kimia bertujuan untuk mengoperasikan rangkaian
peralatan sehingga proses dapat berjalan sesuai dengan satuan operasi yang berlaku.
Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan pengendalian. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses operasi teknik kimia seperti suhu (T), tekanan (P), laju alir
(F) tinggi permukaan cairan (L), komposisi, pH, dan lain sebagainya. Peranan
pengendalian proses pada dasarnya adalah mencapai tujuan proses agar berjalan sesuai
dengan apa yang diinginkan.
Ketinggian suatu cairan merupakan salah satu hal yang harus dikendalikan
dalam suatu industry kimia. Apabila ketinggian cairan tidak dikendalikan maka proses
dalam industry akan terganggu. Jika ketinggian cairan melebihi ketinggian yang
diinginkan maka akan terjadi overflow atau cairan akan meluap sehingga mengganggu
atau daoat merusak alat-alat lain dan jika ketinggian cairan kurang dari ketinggian yang
diinginkan maka proses tidak akan bekerja.

Jenis-jenis variable yang berperan dalam sistem pengendalian, yaitu:


 Process Variable (PV) adalah besaran fisik atau kimia yang menunjukkan keadaan
sistem proses yang dikendalikan agar nilainya tetap atau berubah mengikuti alurtertentu
(variable terkendali).
 Manipulated Variable (MV) adalah variable yang digunakan untuk melakukan koreksi
atau mengendalikan PV (variable pengendali).
 Set Point (SP) adalah nilai variable proses yang diinginkan (nilai acuan).
 Gangguan (w) adalah variable masukan yang mampu mempengaruhi nilai PV tetapi

51
tidak digunakan untuk mengendalikan.
 Variable Keluaran Tak Dikendalikan adalah variable yang menunjukkan keadaan sistem
proses tetapi tidak dikendalikan secara langsung. Pengendalian proses adalah bagian
dari pengendalian automik yang diterapkan di bidang teknologi proses untuk menjaga
kondisi proses agar sesuai dengan yang diinginkan.
Seluruh komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut sistem
pengendalian atau sistem control. Langkah-langkah sistem pengendalian proses adalah
sebagai berikut:
• Mengukur Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau
mengamatinilai variable proses.
• Membandingkan Hasil pengukuran atau pengamatan variable proses (nilai terukur)
dibandingkan dengan nilai acuan (set point).
• Mengevaluasi Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk
menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu.
• Mengoreksi Tahap ini bertugas melakukan koreksi variable proses, agar perbedaan
antara nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin.

Untuk pelaksanan langkah-langkah pengendalian proses tersebut diperlukan


instrumentasisebagai berikut:
1. Unit proses.
2. Unit pengukuran. Bagian ini bertugas mengubah nilai variable proses yang berupa
besaran fisik atau kimia menjadi sinyal standar (sinyal pneumatic dan sinyal listrik).
Unit pengukuran ini terdiri atas:
- Sensor: elemen perasa (sensing element) yang langsung “merasakan” variable proses.
Sensor merupakan bagian paling ujung dari sistem/unit pengukuran dalam sistem
pengendalian. Contoh dari elemen perasa yang banyak dipakai adalahthermocouple,
orificemeter, venturimeter, sensor elektromagnetik, dll.
- Transmitter atau tranducer: bagian yang menghitung variable proses dan mengubah
sinyal dari sensor menjadi sinyal standar atau menghasilkan sinyal proporsional
3. Unit pengendali atau controller atau regulator yang bertugas membandingkan,
mengevaluasi dan mengirimkan sinyal ke unit kendali akhir. Hasil evalusi berupa sinyal

52
kendali yang dikirim ke unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang
serupa dengan sinyal pengukuran.
Pada controller bisanya dilengkapi dengan control unit yang berfungsi untuk
menentukan besarnya koreksi yang diperlukan. Unit ini mengubah error menjadi
manipulated variable berupa sinyal. Sinyal ini kemudian dikirim ke unit pengendali
akhir (final control element).

4. Unit kendali akhir yang bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau
tindakan koreksi melalui
pengaturan variable termanipulasi. Unit kendali akhir ini terdiri atas:
 Actuator atau servo motor: elemen power atau penggerak elemen kendali akhir. Elemen
ini menerima sinyal yang dihasilkan oleh controller dan mengubahnya ke dalam action
proporsional ke sinyal penerima.
 Elemen kendali akhir atau final control element: bagian akhir dari sistem pengendalian
yang berfungsi untuk mengubah measurement variable dengan cara memanipulasi
besarnya manipulated variable yang diperintahkan oleh controller. Contoh paling umum
dari elemen kendali akhir adalah control valve (katup kendali).Pengendalian level
bisaanya digunakan untuk mengendalikan aliran air pada ketinggian tertentu dengan tekanan
tertentu pada suatu tabung atau pipa.

Tipe-tipe pengendalian:
1. Pengendali Proporsional

Proporsional adalah persen perubahan sinyal kendali sebanding


dengan persen perubahan sinyal pengukuran. Dengan kata lain sinyal
kendali merupakan kelipatan sinyal pengukuran. Respon proporsional
merupakan dasar pengendali PID. Pemakaian pengendali proporsional
selalu menghasilkan offset. Offset berarti pengendali mempertahankan
nilai PV pada suatu harga yang berbeda dengan setpoint. Offset muncul
dalam usaha pengendali mempertahankan keseimbangan massa
dan/atau energi. Pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk
proses yang dapat menerima offset. Faktor kelipatan disebut gain

53
pengendali (Kc).

Persamaan matematika Persamaan matematika :


U = Kc.e + Uo dengan,
U = Keluaran pengendali (sinyal kendali), Kc = Proportional
gain (gain pengendali) e= Error (SP – PV)

Uo = bisa, yaitu nilai sinyal kendali saat tidak ada error (e= 0)
Istilah gain pengendali bisaanya dinyatakan dalam proportional band (PB) Harga PB
berkisar 0 – 500.
PB pada dasarnya menunjukkan persentasi rentang PV yang dapat
dikendalikan atau range error maksimum sebagai masukan pengendali
yang dapat menyebabkan pengendali memberikan keluaran dengan
range maksimum. Semakin sempitproportional band, offset semakin
kecil yang sesuai dengan proses dengan kapasitas besar, waktu mati
kecil sehingga dapat memakai proportional band yang sempit.

2. Pengendali Proportional Integral


Penambahan fungsi aksi integral pada pengendali proporsional
adalah menghilangkan offset dengan tetap mempertahankan respons.
Pada pengendali proporsional-integral sistem pengendali cenderung
mudah osilasi, sehingga PB perlu lebih besar. Aksi integral merespons
besar dan lamanya error. Aksi integral dapat dinyatakan dalam menit
per-pengulangan (= waktu integral) atau pengulangan per-menit
(konstanta integral).
Catatan :
a. Waktu integral tidak boleh lebih kecil disbanding
waktu mati proses sebab valve akan mencapai
batas sebelum sebanding dengan error-nya.
Persamaan matematika Persamaan matematika :

U = Kc.e + Uo dengan,U = Keluaran pengendali


(sinyal kendali),

54
Kc = Proportional gain (gain pengendali) e= Error
(SP – PV) Uo = bisa, yaitu nilai sinyal kendali
saat tidak ada error (e= 0)

7. Pengendali Proportional Integral


Penambahan fungsi aksi integral pada
pengendali proporsional adalah
menghilangkan offset dengan tetap
mempertahankan respons. Pada pengendali
proporsional-integral sistem pengendali
cenderung mudah osilasi, sehingga PB perlu
lebih besar. Aksi integral merespons besar dan
lamanya error.

Aksi integral dapat dinyatakan dalam


menit per-pengulangan (= waktu integral) atau
pengulangan per-menit (konstanta integral).
Catatan :
1) Waktu integral tidak boleh lebih kecil disbanding waktu
mati proses sebab valve akan mencapai batas
sebelumpengukuran (PV) dapat dibawa kembali ke setpoint.

2) Ketika aksi integral diterapkan pada sistem pengendalian


yang memiliki error dalam waktu yang lama, misalnya
proses batch, maka aksi integral akan mengemudikan sinyal
kendali kea rah keluaran maksimum menghasilkan integral
resr wind-up atrau ke arah minimum (integral reset wind-
down).

55
8. Pengendali Proporsional Integral Differential (PID)

Kelambatan akibat aksi integral dapat dihilangkan dengan


menambah aksi aksi derivative pada pengendali proporsional integral
(PI) sehingga menghasilkan jenis pengendali proporsional-integral-
derivatif (PID) Aksi derivarif bertujuan mempercepat respons
perubahan PV dan memperkecil overshoot, namun sistem ini sangat
peka terhadap gangguan bising (noise). Sistem ini sangat cocok pada
proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebihbesar dibanding waktu
mati, penambahan aksi derivative dapat memperbaiki kualitas
pengendalian, namun tidak dapat digunakan pada proses dengan waktu
mati dominant, penambahan aksi derivative dapat menyebabkan
ketidakstabilan, sebab adanya keterlambatan (lag) respons pengukuran.
Sifat-sifat pengendali proporsional-integral-derivatif (PID) yaitu
tanggapan cepat dan amplitude osilasi kecil (lebih stabil), tidak terjadi
offset dan peka terhadap noise.

9. Pengendalian Proporsional Derivativ (PD)


Pengendali proporsional-derivatif (PD) banyak menimbulkan
masalah sehingga model pengendali ini hamper tidak pernah dipakai di
industri karena kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses
dengan waktu dominan. Model pengendali PD sesuai untuk proses
multikapasitas, proses batch dan proses lain yang memiliki tanggapan
lambat. Pengendali proporsional derivative (PD) tanggapan cepat
terhadap respons dengan overshoot kecil namun sangat peka terhadap
noise

56
5. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan
- Komputer
- Printer
- Seperangkat CRL
Bahan-bahan yang diguanakan
-Air

PROSEDUR PERCOBAAN
- Menghidupkan alat dengan memutar MAIN SWITCH ke posisi ON.
-Menghidupkan komputer dan menghubungkannya dengan alat
menggunakan kabel. USB yang tersedia. Menjalankan program
DIDATEC CONTROL pada layar desktop dengan mengklik 2x
menggunakan mouse.
-Mengatur USB PORT di monitor ke COM 6 dan mengubah set point
sesuai yang diinginkan.
-Memasukkan harga proporsional band (sesuai percobaan), integral
time 0 danderivatif time 0.
-Menghidupkan pompa bersamaan dengan mengklik START
ACQUISTION pada layar monitor untuk memulai proses pengendalian
level kapasitif.
-Mengamati hingga didapat grafik perubahan yang cenderung stabil.
-Mengganti nilai set point dan harga proporsional sesuai dengan Setiap selesai
pada setiap percobaan, simpan grafik dan memulainya dengan yang baru ketika
percobaan berikutnya ingin dilakukan.

57
6. DATA PENGAMATAN
• Pengendalian level kapasitif P (Proposional)
Set point = 3

PROPOSIONAL INTEGRAL DERIVATF WAKTU


10% 0 0 75 detik
3% 0 0 58 detik

• Pengendalian level kapasitif PI (Proposional & Integral)


Set point = 3

PROPOSIONAL INTEGRAL DERIVATF WAKTU


3% 2 0 58 detik

• Pengendalian level kapasitif PID (Proposional,


Integral, dan Derivatif)
Set point = 3

PROPOSIONAL INTEGRAL DERIVATF WAKTU


3% 2 1 56 detik

58
Grafik

59
60
6. ANALISA PERCOBAAN

Pada percobaan pengendalian ketinggian fluida air dapat dianalisa


bahwa dengan menggunakan pengendalian Pi Dapat mengurangi error
secara cepat, di mana error yang ditimbulkan mode proposional dapat di
minimalisirdengan penggunaan metode integral namun hal ini
menyebabkan timbulnya OFFSET (error residu) di setpoint.

Pada saat harga proposional band 10 dengan setpoint 3, pada


messure 26 pompa berhenti bekerja Yang menyebabkan garis grafik
output (daya dari pompa) menurun dan stabil di setpoint 3 pada menit ke
01.15 dengan Output 13,1% dan messure 29. Daya pompa (output) tetap
stand by untuk menyesuaikan pada set point

Sedangkan saat harga proposional band tiga dengan set point 3,


messure berhenti pada 26, lalu berapa detik kemudian naik menjadi setara
dengan set point (30) dan turun lagi ke nilai 29 (stabil). Namun pompa
berhenti bekerja (mati total) pada menit ke 01.05 dan bekerja kembali
mencari kestabilan Angka pada range angka 10-19 (garis grafik output
tidak stabil)

Pada harga proposional band 3, set point tiga, integral time 2, dan
Derivatif 0 terjadi error pada garis grafik output yang dimulai pada menit
ke 59 detik dan messure melebihi set poin yaitu berada pada nilai 31.
Garis grafik output (daya pompa) tidak stabil. Hal ini disebabkan karena
penggunaan harga integral yang kecil sehingga error yang terjadi lebih
lambat dikembalikan ke set point dari pada saat penggunaan integral time
yang lebih besar menimbulkan pengendalian lebih baik dengan error yang
lebih kecil.

Pada harga proposional band 3, set point 3, integral time 2, dan

61
derivatif 1 terjadi mesure yang melebihi set point dan error pada grafik
output yang lebih lama dibandingkan mode pengendalian PI. Maka,
penggunaan mode PID dalam pengendalian ketinggian Fluida sangat tidak
tepat karena proses PID memiliki respon yang lambat sedangkan pada
pengendalian ketinggian fluida memiliki respon yang cepat. Untuk
pengendalian respon cepat dapat menggunakan mode pengendalian PI.
Pada pengendalian PID, pompa pneumatik dipaksa membuka dan
menutup pompa dengan cepat, hal inilah yang menyebabkan bentuk garis
output pompa semakin tidak stabil.

7. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan praktikum dapat ditarik
kesimpulan yakni:
1) Semakin besar nilai proposional band maka semakin kecil nilai
kontrol variabel dan act sinyal yang didapat
2) Semakin besar nilai integral time maka semakin kecil nilai
kontrol variabel dan act sinyal yang didapat
3) Semakin tinggi nilai derivatif maka semakin lama act sinyal mengalami
perpotongan dengan set point

62
PENGENDALI TEKANAN (PCT 14)
KALIBRASI KONVERTER DAN RESPON KATUP KONTROL (PCT 14-1)

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengkalibrasi dan memeriksa linieritas I/P Converter
2. Menentukan histeritis dari katup controller pneumatic
3. Memeriksa respon sistem dengan dan tanpa tangka udara dan
menggunakan katup control pneumatic secara manual

II. DASAR TEORI

Percobaan PC-14 adalah aksesories atau aplikasi pengendali tekanan yang


digunakan untuk melakukan simulasi pengendalian aliran udara proses pada sebuah
pipa. Alat simulasi ini digunakan bersama dengan alat control listrik PC-10. PC-14
menjadi tempat proses dan pengukuran, sedangkan PC-10 sebagai control, tempat
dilakukan evaluasi baru kemudian hasil evaluasi dikembalikan PC-14 dan digunakan
sebagai input variable manipulasi oleh elemen control akhir (katup control pneumatic).
Aliran udara proses dikendalikam agar sesuai dengan setpoint yang telah ditetapkan
dengan mengukur tekanan pada pipa proses menggunakan sebuah pressure tranduser,
hasil pengukuran kemudian dimasukkan ke signal conditioning pada peralatan PC-10
yang akan mengubal sinyal tekanan tersebut menjadi sinyal instrumen (arus listrik mA
atau tegangan volt). Output dari sinyal conditioning kemudian dapat menjadi input bagi
voltmeter (pembacaan hasil pengukuran dalam satuan tegangan listrik, volt) atau
menjadi input bagi kotak koneksi yang terletak pada bagian kiri dari IP converter. Pada
IP converter, arus hasil evaluasi controller dikonversi menjadi tekanan dalam satuan psi,
kemudian oleh converter digunakan untuk menggerakkan katup control pneumatic
dengan rentang 0%-100% agar tekanan yang melalui pipa proses sesuai dengan setpoint
yang ditetapkan.
Aliran udara yang digunakan pada alat PC-14 dibagi menjadi dua:

6
1. Aliran udara proses: aliran udara yang melewati katup V2 (terukur oleh gauge
P3) dan melewati katup control pneumatic, plat orifice dan terukur sebagai
tekanan udara proses oleh gauge P4
2. Aliran udara instrument: yang berfungsi sebagai udara penggerak katup control
pneumatic, masuk melewati V1 (terukur oleh gauge P1) masuk IP converter
(terbaca di P2)

Konverter pada alat PC-14 mempunyai fungsi yang sam dengan signal
conditioning pada PC-10, yaitu mengubah suatu input menjadi output yang dapat
digunakan untuk sinyal pengendali. Pada signal conditioning, output berupa tekanan
pada pipa proses setelah diukur menggunakan jembatan wheatstone diberikan ke signal
conditioning yang mengubah besar harga tekanan terukur tadi menjadi output dalam
bentuk
1. Arus listrik (mA): dapat digunakan sebagai input bagi amperemeter (display)
atau sebagai input bagi process controller, 0 psi – 8 psi = 4mA - 20mA
2. Tegangan listrik (volt): dapat digunakan sebagai input untuk pembacaan
tegangan di voltmeter, 0 psi – 8 psi = 0 volt – 1,000 volt

Sebagai input bagi process controller, maka akan dihasilkan beberapa output proses
controller sebagai berikut:
1. Display pembacaan hasil terukur dilayar variable proses (diatas setpoint)
2. Output converter di PC-14
3. Output arus listrik pada soket lampu 24 VAC
4. Output arus listrik pada soket 240 VAC
5. Output penggerak rekorder

Pada percobaan ini, output process controller dijadikan input pada converter
yang mengubah sinyal 4-20 mA menjadi sinyal tekanan instrumn 3 psig – 15 psig yang
digunakan untuk menggerakkan katup control pneumatic 4-20 mA = 3-15 psig = 0%-
100% bukaan katup pneumatic.

6
III. PERALATAN
1. PC-10 + trimtool
2. PC-14
3. Lampu indikator 24 VAC
4. Kabel penghubung

IV. PENGATURAN AWAL


1. V2, V3, V4, V5, dan V6 dalam keadaan tertutup
2. V1 dalam keadaan terbuka memberikan pembacaan 22 psig pada P1
Process controller tidak perlu di kalibrasi (percobaan menggunakan mode
manual), PASTIKAN harga ProP diatur pada harga 20%.

V. PROSEDUR KERJA
A. KALIBRASI I/P CONVERTER
1. Menghubungkan 4 soket pada pressure tranducer di PC-14 ke 4 soket signal
conditioning di PC-10 sesuai dengan warna soket
2. Menghubungkan output dari signal conditioning (mA) ke soket input pada
process controller di PC-10, hubungkan output process controller di PC-10
ke soket kontak koneksi I/P converter di alat PC-14
3. Membuka katup aliran udara dari compressor dan alirkan udara tekan
instrument sehingga pada gauge P1 terbaca 22 psig dengan mengatur katup
V1
4. Set process controller di PC-10 pada posisi manual dengan menekan tombol
bergambar tangan hingga lampu pada tanda manual hidup
5. Membuka katup plastik pada bagian atas converter
6. Mengatur katup dari process controller PC-10 0% sebanding dengan 4mA
7. Katup control mestinya terbuka, pada P2 terbaca 3 psig (atur soket SPAN
pada converter bila perlu)

6
8. Mengatur output pada process controller PC-10 ke 100% (sebanding dengan
20 mA)
9. Katup controller mestinya tertutup pada P2 terbaca 15 psig (atur soket SPAN
pada converter bila perlu)
10. Memasang kembali tutup plastic pada converter
11. Memeriksa katup control, saat output process controller diset 0% atur V2
hingga terbaca 8 psig pada gauge P4 (bukaan katup)
12. Mengubah output process controller ke 100% perhatikan tekanan di proses
turun k enol, dan posisi katup control menutup, pembacaan di gauge P = 0
psig
13. Mengubah output process controller ke 40% dan 60% amati pembacaan pada
P4

B. LINIERITAS KONVERTER
1. Menutup katup V2, atur output controller di PC-10 pada 0% (4mA),
perhatikan gauge P2 I/P converter menunjukkan3 psig
2. Menaikkan output controller secara bertahap dengan langkah 10% dari 0%
ke 100%, catat tekanan pada P2, ulangi output dari 100% ke 0%
3. Mentabelkan data grafik yang akan menjelaskan linieritas dari converter

C. KARAKTERISTIK KATUP KONTROL SECARA MANUAL (HISTERITIS)

Katup manual diatur pada:


a. V3, V5, Dan V6 tertutup
b. V1, V2, dan V4 terbuka
c. V1 = 22 psig pada gauge P1
d. V2 = 8 psig pada gauge P4, katup control pneumatik terbuka
1. Menghubungkan 4 soket pada pressure tranducer di PC-14 ke 4 soket signal
conditioning di PC-10 sesuai dengan warna soket

6
2. Menghubungkan output dari signal conditioning (mA) ke soket input pada
process controller di PC-10, hubungkan output process controller di PC-10
ke soket kontak koneksi I/P converter di alat PC-14
3. Membuka katup aliran udara dari compressor dan alirkan udara tekan
instrument sehingga pada gauge P1 terbaca 22 psig dengan mengatur katup
V1
4. Men-set process controller di PC-10 pada posisi manual dengan menekan
tombol bergambar tangan hingga lampu pada tanda manual hidup
5. Mengatur output dari process controller di PC-10 ke 0% (sebanding 4mA),
amati bahwa tekanan maksimum terbaca 8 psig pada P4, apabila tidak sesuai
atur katup V2 (tekanan maksimum terbaca pada bagian display process
controller 100%)
6. Mengatur output dari process controller di PC-10 ke 100% (sebanding 4mA),
amati bahwa tekanan maksimum terbaca 0 psig pada P4, apabila tidak sesuai
atur katup V2 (tekanan maksimum terbaca pada bagian display process
controller 0%)
7. Mengembalikan harga output process controller ke 0%, dan catat harga
dilayar variable proses, naikkan output tersebut secara bertahap dengan
rentang 10% dari 0% - 100%, catat harga perubahan dilayar variable
8. Mengulangi langkah 8 dengan menurunkan output dari 100% secara
bertahap dengan rentang 10% hingga ke 0%
9. Mentabelkan data antara output process controller terhadap variable process
dan gambarkan kurva histeritis, tentukan histeritis dari kurva tersebut, data
antara output process controller.

D. RESPON SISTEM DENGAN DAN TANPA TANGKI UDARA


1. Pengaturan katup dan besar tekanan seperti percobaan sebelumnya, dan
process controller pada keadaan manual, tombol manual hidup
2. Pengamatan dilakukan dengan memperhatikan pembacaan pada gauge P4
dan dilayar variable proses

6
TANPA TANGKI UDARA
1. Mengatur output process controller di PC-10 pada harga 50%, catat harga
variable proses yang akan menunjukkan tekanan di pipa proses ketika proses
stabil dan catat tekanan pada gauge P4
2. Mengubah output ke 60%, amati dan catat perubahan yang terjadi
3. Mengubah kembali ke 50%, amati bahwa harga variable proses kembali
keharga semula
4. Membuka katup V6 untuk memberi tambahan laju udara keluar, amati
respon yang terjadi dari proses
5. Mengatur output process controller pada 50% (catat) perubahan yang terjadi

DENGAN TANGKI
1. Membuka katup V3 dan V5 dan tutup katup V4 sehingga udara masuk ke
tangka sebelum keluar dari proses
2. Mengulangi prosedur 1,2,3,4, dan 5 (pada tanpa tangka udara)

6
VI. DATA PENGAMATAN
VI.1 KALIBRASI I/P CONVERTER

Output Controller P2 Katup Pneumatic


0% 4,5 Terbuka
50% 7 Terbuka
100% 14 Tertutup

VI.2 LINIERITAS CONVERTER

Output Controller P2 (psi) Katup Pneumatic


100 15 100% Tertutup
90 14 90% Tertutup
80 13 80% Tertutup
70 12,5 70% Tertutup
60 10 60% Tertutup
50 9 50% Tertutup
40 8 40% Tertutup
30 7 30% Tertutup
20 6 20% Tertutup
10 5 10% Tertutup
0 3 0% Terbuka

6
Output Controller P2 (psi) Katup Pneumatic
0 4 20% Terbuka
10 5 30% Terbuka
20 6 40% Terbuka
30 7 40% Terbuka
40 8 50% Terbuka
50 9 60% Terbuka
60 10 60% Terbuka
70 12 70% Terbuka
80 13 80% Terbuka
90 14 90% Terbuka
100 15 100% Tertutup

VI.3 KARAKTERISTIK KATUP CONTROL SECARA MANUAL


(HISTERITIS)

P4 Voltmeter
8 1,233
7 1,232
6 1,231
5 1,230
4 1,230
3 1,230
2 0,270
1 0,202

7
KURVA LINIERITAS KONVERTER 100% - 0%
16
14 f(x) = 0.118181818181818 x + 3.40909090909091
R² = 0.990331087020217
12
10
P2 (psig)

8
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120
Output Controller

KURVA LINIERITAS KONVERTER 0% – 100%


16
14 f(x) = 0.112727272727273 x + 3.72727272727273
12 R² = 0.994566623544631
10
P2 (psig)

8
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120
Output Controller

KURVA KARAKTERISTIK KATUP KONTROL (HISTERITIS)

1.4
1.2
1
Voltmeter

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
P4

7
VII. ANALISA DATA

Pada praktikum PC-14 kali ini, yang mengubah suatu output berupa tekanan
pada pipa proses yang diubah kedalam bentuk arus listrik (mA) dan tegangan listrik
(volt) dimana PC-14 menjadi tempat proses dan pengukuran sedangkan PC-10 sebagai
kontroler (tempat dilakukannya evaluasi), baru kemudian ke elemen control akhir (katup
control akhir pneumatic).
Namun sebelum dilakukan percobaan, converter harus dikalibrasi terlebih
dahulu dikalibrasi pada converter ini nantinya akan terpengaruh pada output dari
process controller saat melakukan percobaan lain yaitu linieritas, karakteristik dan
respon sistem.
Dari data hasil percobaan terlihat bahwa converter masih dalam kondisi baik.
Hal ini dapat dilihat dari dua bentuk grafik baik yang 0 – 100 maupun 100 – 0 memiliki
garis yang linier yaitu y = 0,1182x + 34091 dan Y = 0,1127x + 37273
Namun pada data grafik karakteristik katup control secara manual (histeritis).
Seharusnya grafik yang terbentuk adalah seperti bentuk daun yaitu melengkung keatas
dan melengkung kebawah. Namun, pada percobaan yang telah kami lakukan grafik
yang didapat tidak sama persis seperti daun, mungkin karena kerja alatnya yang sudah
menurun.

VIII. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:


1. PC-14 merupakan aksesori pengendali tekanan untuk melakukan simulasi udara
proses pada sebuah pipa. Dimana PC-14 menjadi tempat proses dan pengukuran,
sedangkan PC-10 sebagai kontrol (tempat dilakukannya evaluasi) baru kemudian
kekatup Pneumatic.

7
2. Data grafik linieritas dalam kondisi baik, y = 0,1182x + 34091 dan Y = 0,1127x
+ 37273
3. Data grafik karakteristik katup secara manual tidak terbentuk seperti daun karena
efisiensi alat menurun.

PENGENDALIAN TEKANAN SECARA OTOMATIS


DENGAN MODE KONTINYU (PCT 14-2)

I. TUJUAN
1) Mengendalikan tekanan di pipa proses menggunakan sensor tekanan dengan
pengendali kontinyu Proporsional
2) Mengendalikan tekanan di pipa proses menggunakan sensor tekanan dengan
pengendali kontinyu Proporsional Integral
3) Mengendalikan tekanan di pipa proses menggunakan sensor tekanan dengan
pengendali kontinyu Proporsional Derivatif
4) Mengendalikan tekanan di pipa proses menggunakan sensor tekanan dengan
pengendali kontinyu Proporsional Integral Derivatif

II. TEORI SINGKAT


Tekanan tetap yang harus dipertahankan pada sistem proses dilakukan dengan
menggerakkan katup control pneumatik ke posisi terbuka dan tertutup sesuai perintah
dari controller dan secara terus menerus memberikan perubahan agar system proses
berjalan sesuai dengan set point yang telah ditetapkan. Gerakan memberikan perintah
controller ini dapat dilakukan secara otomatis dengan menggunakan mode pengendali
Proporsional, Integral dan Derivatif. Ketiga mode ini jarang dipergunakan secara
tunggal kecuali mode controller Proporsional. Hal ini dikarenakan mode ini mempunyai
kelebihan dan kekurangan yang apabila digabung menjadikan controller yang sempurna.
Pada mode controller Proporsional, saat variavel proses (pengukuran) berbeda dari set
point maka output dari controller akan berubah secara proporsional terhadap selisih
(error) sebagai usaha untuk mengembalikan variabel ke set point. Mode ini mempunyai
Pita Proporsional (Proportional Band) yang rentangnya berada di antara set point. Pita

7
100% berarti 
50% dari set point, dan gerakan controller mengendalikan katup control
tertutup (0%) dan terbuka (100%) berada di antara rentang pita proporsional tersebut.
Pita proporsional (proportional band) yang kecil berarti perubahan besar pada output
controller (katup bergerak dengan rentang yang jauh) untuk perbedaan kecil (selisih
kecil) antara setpoint terhadap harga pengukuran.
Apabila pengaturan pita proporsional terlalu kecil, maka loop pengendalian akan
menjadi tak stabil dan terdapat osilasi besar secara kontinyu yang akan mengakibatkan
katup control bergerak naik turun dengan cepat. Mode Proporsional selalu mengalami
offset, yaitu error sisa yang terjadi saat controller tak mampu mengkompensasi error
yang besar.
Mode Integral dapat menghilangkan offset yang terjadi pada mode proporsional,
hal ini menjadikan keuntungan mode integral karena mode integral tidak digunakan
secara tunggal karena cenderung menghasilkan osilasi (gerakan output naik dan turun di
sekitar set point). Pengaturan waktu integral singkat berarti efek aksi integral yang
cepat, output dikoreksi lebih cepat, dan jumlah koreksi yang diberikan akan sebanding
dengan pengaturan pita proporsional. Aksi integral memberikan koreksi saat terjadi
error offset sehingga mode proporsional dapat terus memberikan output yang sebanding
dengan error yang terjadi.
Tak seperti aksi integral, aksi derivative tidak menghilangkan offset pada
pengendali proporsional. Aksi derivative biasanya diberikan pada proses yang
mempunyai laju rekasi lambat dengan lag (kelambatan control) sedang dan perubahan
beban kecil. Oleh karena itu, mode ini juga jarang digabung dengan mode proporsional
saja, mode derivative biasanya digabung dengan mode proporsional integral membentuk
mode PID.

III. PERALATAN
- PC10 + trimtool

- PC14
- Lampu indicator 24 VAC

- Kabel penghubung 4 pasang

7
IV. PENGATURAN AWAL :
Katup manual berikut diatur agar :

- V4 dan V6 dalam keadaan tertutup

- V1, V2, V3 dan V5 dalam keadaan terbuka

- V1 memberikan pembacaan 22 psig pada gauge P1

- V2 memberikan pembacaan 8 psig pada gauge P4

- Katup control pneumatik pada posisi terbuka

Process controller di PC10 :

Process controller dikalibrasi sesuai prosedur alat PC10, kemudian


lakukan oengaturan variabel proses sebagai berikut :

Kode Nilai Satuan

Set Point - 50 %

Proportional Band Prop 50 %

Integral Time Int 0 Menit

Derivatif Time dEr 0 Detik

Waktu Siklus (cycle time) CY-t 20 Detik

Batas Daya (Power Limit) Pr-L 100 %

Batas Set Point (Set Point Limit) SP-L 100 %

Rentang (Range) CS-1 -0 58 -

Aksi control (control action) CS-2 -d-- -

Kalibrasi :

Span SPAN 100 % pada 20 mA

Zero ZERO 0% pada 4 mA

Pengaturan controller
-Ubah sesuai dengan harga table saja

V. PROSEDUR KERJA
Mode proporsional selalu mempunyai kecenderugan mengalami

7
Offset, oleh karena itu sebelum memulai dilakukan penghilangan offset
awal.

PROSEDUR MENGHILANGKAN OFFSET AWAL


1. Mengatur mode pengendali pada operasi manual (tekan tombol
manual bergambar tangan hingga lampu merah kecil berbentuk
kotak menyala). Atur agar harga process controller menjadi 50%
dengan menekan tombol Δ.
2. Menekan kembali tombol manual agar operasi controller menjadi
otomatis kembali. Amati tekanan proses akan tetap 50%.

I. PENGENDALIAN PROPORSIONAL
1. Menghilangkan offset dengan prosedur penghilangan offset seperti
prosedur di atas.
2. Mengatur sambungan kabel sehingga PC 10 terhubung ke PC14,
perhatikan hubunganantara proses, pengukuran, process controller
dan elemen control akhir (katup ontrol pneumatik).
3. Membuka katup V6 untuk memberikan gangguan pada tekanan di
jalur pipa proses.Amati respon system, katup control akan terbuka
untuk memberikan tambahan tekanan masuk ke titik pengukuran
dengan tujuan mempertahankan tekanan pada set point. Amati
offset yang terjadi.
4. Menutup katup V6, amati katup control menutup untuk
mempertahankan set point,perhatikan apakah tekanan terukur
kembali ke harga set point.
5. Mengubah set point ke 70% pada process controller, amati katup
control pneumatik akan membuka untuk meningkatkan aliran pipa
proses sesuai permintaan set point baru. Amati offset (tekanan
tidak mencapai set point baru).
6. Mengulangi langkah 5 untuk set point 30%, amati gerakan katup
dan harga di processcontroller.

7
7. Mengubah set point ke 50%, amati tekanan kembali ke set point.
8. Mengatur kembali set point ke 70% dan hilangkan offset dengan
mengatur controllersecara manual untuk mempertahankan variabel
proses pada 70%. Kembalikan ke mode otomatis dan amati offset
telah dihilangkan.

II. PENGENDALIAN PROPORSIONAL INTEGRAL


1. Mengatur seperti pada mode Proporsional, masukkan harga
proporsional band 20% dan waktu integral 0,2 menit pada setting
controller d process controller alat PC10.

2. Melakukan penghilangan offset seperti prosedur di atas,


kembalikan ke mode otomatis.
3. Membuka katup V6 untuk memberikan gangguan pada proses,
amati respon system pengendalian, katup akan membuka untuk
memberikan tambahan aliran ke pipa proses sebagai usaha
mempertahankan set point. Amati juga offset pada percobaan
sebelumnya perlahan hilang.
4. Menutup katup V6, katup control akan menutup untuk
mempertahanan tekanan dipipa proses.
5. Mengubah set point ke 70%, amati respon system (gerakan katup
control dan hargavariable proses di layar process control di PC10).
6. Menurunkan set point ke 30%, amati perubahan berikutnya.

III. PENGENDALIAN PROPORSIONAL DERIVATIF


1. Mengatur seperti pada mode Proporsional Integral, masukkan

harga proporsional band 20% dan waktu derivatif 6 detik pada


setting controller di process controller alat PC10.
2. Melakukan penghilangan Offset seperti prosedur di atas,
kembalikan ke mode otomatis.

7
3. Membuka katup V6 untuk memberikan gangguan pada proses,
amati respon systempengendalian, katup akan membuka untuk
meberikan tambahan aliran ke pipa proses sebagai usaha
mempertahankan set point. Katup control awalnya akan terbuka
dengan cepat kemudian menutup secara perlahan saat mendekati
setpoint, amati offset tidak dapat dihilangkan.

4. Menutup katup V6,katup control akan menutup untuk


mempertahankan tekanan dipipa proses. Perhatikan gerakan
cepat dari katup, kemudian mulai perlahan.
5. Mengubah set point ke 70%, amati respon syste, (gerakan katup
control dan harga variable proses di layar process control di
PC10). Error tidak terkoreksi seperti pada efek gangguan.
6. Menurunkan set point ke 30% , amati perubahan berikutnya.

7. Mengubah waktu derivatif ke 3 detik, ulangi langkah 5.

IV. PENGENDALIAN PROPORSIONAL INTEGRAL


DERIVATIF
1. Mengatur seperti pada mode Proporsional Integral, masukkan
harga proporsional band 20%, waktu integral 0,2 menit dan
waktu derivatif 6 detik, pada setting controller di process
controller alat PC10.
2. Melakukan penghilangan Offset seperti prosedur di atas,
kembalikan ke mode otomatis.
3. Membuka katup V6 untuk memberikan gangguan pada proses,
amati respon systempengendalian, katup akan membuka untuk
memberikan tambahan aliran ke pipa proses sebagai usaha
mempertahankan set point.
4. Menutup katup V6, katup control akan menutup untuk
mempertahankan tekanan dipipa proses.

7
5. Mengubah set point ke 70%, amati respon system (gerakan katup
control dan harga variabel proses di layar process control di
PC10).
6. Menurunkan set point ke 30%, amati perubahan berikutnya.

V. DATA PENGAMATAN
1. Pengendalian Proporsional

No Set Point (%) Pembacaa n pada display (% )

1 50 82

2 70 82

3 30 78 ,8

4 50 84 ,7

5 70 64

2. Pengendalian Proporsional Integral


No Set Point (%) Pembacaa n pada display (% )

1 70 70

2 30 30

3 50 50

3. Pengendalian Proporsional Derivatif


No Set Point (%) Pembacaa n pada display (% )

1 70 64

2 30 37 ,4

3 50 50 ,5

4. Pengendalian PID

7
No Set Point (%) Pembacaan pada display (% )

70 70
1
2 30 30

3 50 50

VI. PERHITUNGAN

Pengendalian Proporsional

 P = Kp . Ep + Po

50 = 5 Ep + 0

50 = 5 Ep

Ep = 50/5

Ep = 10 %

 P = Kp . Ep + Po

70 = 5 Ep + 50

70 - 50 = 5 Ep

20 = 5 Ep

Ep = 20/5

Ep = 4 %

8
 P = Kp . Ep + Po

30 = 5 Ep + 70

30 - 70 = 5 Ep

-40 = 5 Ep

Ep = -40/5

Ep = -8

 P = Kp . Ep + Po

70 = 5 Ep + 50

70 - 50 = 5 Ep

20 = 5 Ep

Ep = 20/5

Ep = 4 %

VII. ANALISA DATA


Berdasarkan teori yang diketahui, dapat dianalisa bahwa pengendalian kontinyu
deprogram sebagai pengendalian P,PI, dan PID. Titik berat pemilihan lebih tergantung
pada kebutuhan pengendalian yang ingin dilakukan. Pada pengendalian proposional,
komponen pengendali ini menyatakan error yang terjadi sebanding antara set point dan
harga terukur. Mode proposional ini juga merupakan mode perbaikkan dari pengendali

8
dua posisi ( ON/OFF), dimana terdapat hubungan garis lurus yang mulus antara output
dan error yang terjadi. Pada rentang error di dekat set point, setiap harga error
mempunyai hubungan linier yang mencakup output pengendalian. Kelemahan dari
mode proposional apabila digunakan tunggal adalah kecendrungan pengendali untuk
mengalami offset, yaitu error residu di sekitar daerah set point . Pada keadaan
ini,controller (pengendali) yang mengalami gangguan tidak dapat memberikan output
yang seharusnya,tetapi pengendali hanya memberikan output yang sama walau error
bertambah. Sedangkan mode pengendali integral,disebut juga mode reset karena
pengandali bergerak dengan cepat mengembalikan beban kembali ke error nol ( set
point). Pada mode derivative,output pada controller bergantung pada laju perubahan
error. Kelemahan dari mode derivative adalah tidak digunakan secara tunggal karena
ketika error = nol atau error = konstan, output dari controller akan jenuh dan tidak dapat
memberikan output yang sesuai. Maka,jika proses cukup cepat, banyak mengandung
noise, proses didominasi oleh dead time, serta proses dari tipe multi capacity dimana
semua time constan hamper sama, digunakan pengendali dengan mode integral saja ( I
only). Sedangkan, jika kebalikan dari keempat proses diatas, serta offset dapat ditolerir,
pengendali dapat dipilih dari jenis on-off atau proposional saja ( P-only . Namun, jika
offset tidak dapat ditolerir,maka mode pengendali kemudian menjadi PI. Pengendali PI
memang sangat efektif untuk banyak aplikasi pengendalian proses, misalnya proses
dengan time constan yang kecil seperti flow,level, dan pressure, sehingga hampir semua
system pengendalian menggunakan mode PI.
Dari perhitungan dapat dillihat bahwa pada pengendalian proporsional terjadi
eroor yang cukup besar yang tidak dapat ditanggulangi oleh pengendali (offset), error
itu berkisar 4-10%. Ini menunjukkan kelemahan sistem pengendali proporsional yag tak
mampu menanggulangi error sisa.
Dari data pengamatan dapat dilihat bahwa pada pengendalian proporsional akan
selalu timbul offset yang sulit untuk dihilangkan, namun memiliki respon yang cepat
terhadap perubahan yang terjadi. Jadi pada pengendalian proporsional, semakin cepat
perubahan errror-nya maka akan semakin cepat pula sistem pengendali akan bereaksi.
Namun pada pengendalian PI respon pengendalian akan lebih cepat daripada
pengendalian proporsional, dan offset dapat dihilangkan, namun pada pengendalian PI

8
respon pengendalian akan semakin lambat jika semakin mendekati set point. Sedangkan
pada pengendalian PD, dengan pengendallian PD respon pengendali akan lebih cepat
dibandingkan dengan pengendali proporsional dan PI, namun kelebihan pengendali PD
adalah respon dari sistem ini stabil, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
set point relatif sebentar, tetapi kerugiannya sistem ini tidak mampu untuk
menghilangkan offset. Untuk pengendali PID, pengendali inilah yang paling sempurna
karena dari gabungan semua pengendali yang ada, dengan pengendalian PID offset
dapat dihilangkan dan memiliki respon yang stabil terhadap error yang terjadi.

VIII. KESIMPULAN
Dari percobaan PC 14-2 ini dapat disimpulkan bahwa pengendali PID adalah
pengendali yang paling sempurna karena dari gabungan semua pengendali yang ada,
dengan pengendalian PID offset dapat dihilangkan dan memiliki respon yang stabil
terhadap error yang terjadi.

8
PERILAKU DINAMIK TANGKI BERPENGADUK (DS)

EFEK PERUBAHAN INPUT SECARA BERTAHAP (DS 1)

1. TUJUAN UMUM
Setelah melakukan praktikum diharapkan dapat :
1. Memgetahui prilaku dinamik dari 3 buah tangki berpengaduk
yang disusun secara seri
2. Menentukan respon konsentrasi tangki bersusun seri
terhadap perubahan konsentrasi di tangki pertama
3. Menggambarkan kurva perubahan respon konsentrasi tangki
bersusun

2. DASAR TEORI

Tangki berpengaduk adalah alat simulasi pengendalian yang


bertujuan menjelaskan simulasi prilaku dari suatu sistem pengendali untuk
tangki-tangki berpengaduk yang disusun secara seri.

Alat ini terdiri dari tiga buah tangki berpengaduk utama yang
dihubungkan secara seri, tangki I dan tangki II dihubungkan langsung oleh
pipa dibagian bawah tangki tersebut seperti bejana berhubungan, sehingga
saat tangki I berisi suatu larutan maka tangki II juga akan langsung berisi
larutan dengan tinggi dan volume yang sama seperti tangki I.

Tangki III berhubungan dengan tangki II dengan jarak tertentu.


Jarak antara tangki dibuat sedemikian rupa sehingga walau tangki III
bersebelahan dengan tangki II, proses pengisian tangki III adalah setelah
tangki II terisi pada ketinggian maksimum. Setelah tangki II mencapai
maksimum, cairan di tangki II akan masuk ke dalam pipa yang dipasang
berdiri didalam tangki II, cairan lalu turun dan masuk ke dalam tangki III
melalui bagian bawah tangki III. Jarak yang berbeda antara tangki I,II,III
memungkinkan untuk mempelajari efek jarak terhadap pengukuran dan
pengendalian.

8
Keluaran dari tangki III dapat dialirkan melalui lilitan selang untuk
mensimulasikan jarak jauh menuju tangki IV. Hal ini digunakan untuk
menentukan waktu mati : waktu dimana controller tidak memberikan harga
keluaran.

TANGKI I TANGKI II TANGKI III

Cairan masuk ke tangki I berasal dari tangki penampung kapasitas


10 L yang terdapat dibelakang alat yang dengan pompa lalu ke flow meter
untuk kemudian masuk ke tangki I. Tangki dilengkapi pengaduk yang
kecepatannya dapat diatur melalui saklar pengatur kecepatan yang terletak
di panel depan. Alat ini dilengkapi dengan saklar dan sekering untuk
keamanan kerja yang dipasang di bagian belakang panel.

Pada awalnya alat ini mempunyai konduktometer yang terpasang


dibagian bawah tiap-tiap tangki, sehingga harga perubahan konduktivitas
dapat di ukur dengan memindah-mindah posisi saklar pemilih
konduktivitas yang terletak dibawah panel depan. Alat ini sekarang
menggunakan konduktometer terpisah menggunakanelektroda kaca.
Perhatian harus diberikan saat mencelupkan elektroda kedalam tangki
pengaduk harus dimatikan.

8
Tiga buah tangki berpengaduk yang disusun secara seri
mempunyi respon berbentuk kurva eksponensial untuk tanki pertama :
tempat terjadi perubahan input , dan kurva sigmoidal (bentuk huruf S)
untuk dua tangki berikutnya. Perbedaan bentuk kurva diakibatkan oleh
transfer lag ; kelembapan akibat perpindahan , yang pada akhirnya akan
mencapai konstan pada titik yang sama.

8
8
A adalah konsentrasi dalam tangki pertama setelah terjadinya
oerubahan input konsenrasi yang diukur menggunakan alat konduktor,
sedangkan E adalah konsentrasi awal (konduktivitas awal) dan t adalah waktu
konstan aau time constant, yang besarnya 2/3 dari total perubahan mencapai
konstan (63,2%) .

A = E (1 - 𝑒−𝑡/𝑇) dapat disederhanakan menjadi dA/dT = (E/T)𝑒−𝑡/𝑇A

= 0,6321 E

Dikarenakan kelambatan ini, maka suatu perubhan terhadap input


akan kembali stabil etelah waktu konstan, dengan menghitung waktu konstan
maka dapat diperkirakan waktu yang dibutuhjjan oleh suatu perubahan untuk
mencapastabil suatu keadaan konstan atau stabil sehingga pengaturan dapat
sebelum perubahan tersebut disarankan oleh suatu proses atau system.

3. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN

 Bahan yang digunakan :

- KCL 0,025 M

- Aquadest
 Alat yang digunakan :

- Dynamic behaviour of stirred tanks

- Konduktivity meter

- Neraca analitik

- Labu takar 500 ml

- Gelas beaker 1.000ml

- Gelas beaker 250 ml

- Gelas ukur 1.000ml

8
- Kaca arloji

- Spatula

- Pipet tetes

4. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Menimbang KCl 0.025 M sebanyak 4,6563gr

3. Menyiapkan aquadest sebanyak 10L dalam tangki penampung dibelakang


alat.

4. Membuat larutan KCL 0,025M dalam 2.500ml dan Mengisi


ke 3 tangki berpengaduk dibagian depan dengan larutan
KCl 0,025 M.
5. Menghidupkan pengaduk dan atur laju pengadukan dengan kecepatan
medium. mengukur konduktivitas ke 3 tangki di depan, dan memastikan
nilaikonduktivitas harus sama (mematikan pengaduk saat melakukan
pengukuran konduktivitas)
6. Menghidupkan pompa dan mengalirakan aquadest dari tangki
penampungan ke tangki berpengaduk, menentukan laju alir ke tangki
berpengaduk dengan menggunakan stopwatch (volume air
tertampung/waktu).
7. Memasukkan selang berisi Aquadest ke tangki berpengaduk I dan
dicatat waktu sebagai waktu 0 menit.
8. Mengukur konduktivias di tangki berpengaduk I,II,III bergantian setiap
2 menit . (mematikan pengaduk saat melakukan pengukuran
konduktivitas)
9. Mengulangi langkah ke5 hingga didapat harga konduktivitas yang
konstan dike 3 tangki berpengaduk.
10. Setelah selesai, mengosongkan seluruh tangki penampung dan ke 3
tangki berpengaduk. Mencuci bersih alat.

8
5. DATA PENGAMATAN

Waktu(t) Tangki1 Tangki2 Tangki3

0 2.71 2.71 2.71

2 1.906 2.36 2.61

4 1.254 2.07 2.53

6 0.832 1.752 2.27

8 0.552 1.394 1.92

9
10 0.362 1.066 1.75

12 0.247 0.802 1.459

14 0.169 0.568 1.181

16 0.121 0.421 0.933

18 0.093 0.301 0.743

20 0.0727 0.222 0.561

22 0.0536 0.1523 0.415

24 0.048 0.1099 0.306

26 0.044 0.0947 0.232

28 0.0394 0.0713 0.1724

30 0.067 0.0592 0.1318

32 0.0352 0.0484 0.1005

34 0.039 0.0437 0.078

36 0.0333 0.0397 0.0635

38 0.0323 0.0357 0.053

40 0.0292 0.0349 0.0461

42 0.031 0.0329 0.0388

44 0.0306 0.0318 0.0364

46 0.0286 0.0309 0.0346

48 0.0306 0.0311 0.0327

50 0.0306 0.31 0.0323

9
6. GRAFIK

Konduktivitas Vs Waktu pada


3,5 tangki
3

2,5
Konduktivitas

1,5

0,5
0151220353045400656075708580915910151015010215210351310415401515016
0
5161071570858090250212512025023253242420525206526072570835803933035
003135135320530435435353065657038548409459405041541024524035430540
5454646047457408580595950505015102520353504545006565757086580690650
Tangki 1 Tangki 4
0615610252603604654605650507657687870957970507701751702752703753704
540575706560507598980808015810288520835830458480585065868078570598
9095909509191092952093953904954905950659697095170918158019051901051
010510101021501201305130140550511605750851810951901015010151021512
013531014514101510161561017517011825182019259120250201251025203505
0
Waktu

9
Tangki 1
3
,
5

2
,
5

1
,
5

1
2

0,63

0
,
5

9
7. PERHITUNGAN

Pembuatan larutan:

-Larutan KCL 0,025M Dalam 2,5L gr


= M x V x BM
= 0,025 M x 2,5 liter x 74,55 gr/mol

= 4,6593 gr

-Larutan KCL 0,025M Dalam 0,5L gr


= M x V x BM
= 0,025 M x 0,5 liter x 74,55 gr/mol

= 0,9318 gr
-Waktu konstan
Kmax : 2,71 ms Kmin :
0.0306
KT = 0,632(2,71-0.0306)
= 0,0306 (2,6794)
= 1,6933
Berdasarkan praktek
= 2,71-1,6933
= 1,0107

9
8. ANALISA PERCOBAAN
Pada Praktikum Efek Perubahan Input secara bertanap Ini bertujuan untuk
mengetahui Perubanan Input secara bertahap Pada Tangki berpengaduk Yang disusun
secara seri. Pada Percobaan Ini konduktor meter sebagai alat Yang digunakan untuk
mendeteksi konduktivitas larutan yang nantinya akan menjadi acuan apakan larutan
memiliki konduktivitas tang sesuai.
larutan KCL dengan konsentrasi 0.025 M digunakan sebagai sampel larutan Yang
menampilkan Perubahan konduktivitas dan aquadest sebagai umpan yang diisikan ke
tangki berpengaduk. Praktikum kan Ini dilakukan secara 2 menit sekali untuk mengecek
konduktivitas. (Posisi Pengaduk tetap berjalan) dan apabila Pengecekan Pengaduk dan
Pompa akan dimatikan. Pengadukan dilakukan untuk mempercepar Penghomogenan
larutan KCL 0.025 M dengan aquadest. Tangki Pengaduk disusun secara seri dengan
jarak yang berbeda antar tangkinya. Tangki I dan 2 dihubungkan Oleh pipa langsung di
bagian bawah tangki, sehingga Saat langki 1 berisi larutan maka tangka 2 juga akan Ikut
Terisi larutan dengan Volume Yang sama. Sedangkan untuk Tangki 2 dan 3 Pipa
Penghubung memilik jarak yang sama, namun di dalam tangki memiliki Pipa di bagian
dalamnya, sehingga setelah tangki 2 berisi Penuh hingga mencapai batas atas maka
larutan akan mengalir ke tangk 3 melalui pipa bawah tangki.
Adapun jarak Yang berbeda antara tangki 1, 2, 3 tersebut menyebabkan adanya sifat
dinamis Pada Tangki berpengaduk yang seri atau bisa juga adanya Perubanan Input
secara bertahap. air yang terdapat Pada bak Penampung bagian belakang dialirkan ke
tiga Tangki berpengaduk yang dimasukkan di tangki I sehingga air Yang mengalir ke
tangki akan mengisi tangki dan bercampur dengan larutan KCL dan akan terjadi
Perubanan konsentrasi Pada ketiga Tangki.
Pada Praktikum kali Ini ketiga tangki diisi dengan larutan KCL 0,025 M dengan
kondutivitas yang berbeda-beda, melalui dari tangki Pertama memiliki kouduktivitas
2.71 ms pada 2 menit Pertama konductivitas langsung menurun. drastis. Sedangkan
tangka 2 dan 3 tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan tangki 1. hal Ini
membuktikan bahwa adanya sifat dinamis yang terjadi Pada ketiga tangki yang
disebabkan oleh Perbedaan Jarak antar tangki. Penurunan kadar kondutivitas terjadi
disebabkan Oleh Pencampuran aquadest Yang ada di bak Penampung. Jika dilihat pada

9
dara di menit ke so kondukivitas ketiga tangki adalah (-+ 0.03ms) Yang berarti ketiga
Tangki telah konstan.
Berdasarkan data dan perhitungan didapat bahwa waktu konstan secara praktek
pada menit ke -+ 50 dan data konduktivitas secara teori 1,6936 dan praktek 1,016

9. KESIMPULAN
 Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
Tangki berpengaduk merupakan alat simulasi pengendalian untuk
menjelaskan simulasi perilaku dari suatu pengendali untuk tangki-
tangki berpengaduk yang disusun secara seri
 Penambahan aquadest dapat menyebabkan terjadinya penurunan
Konsentrasi. Pada tangki terjadi penurunan konsentrasi secara
drastis, hal ini dikarenakan tangki 1 langsung dialin aquadest dari
tangki Penampungan, sedangkan pada tangki II dan II akan
bercampur dengan larutan yang keluar dari tangki I dan II. Jarak
tangki yang jauh dan perbedaan prinsip pemasangannya Juga
menyebabkan Perbedaan penurunan konsentrasi
 Konsentrasi dari ketiga tangki akan sama pada waktu yaitu 0.03 ms. +
50 menit

9
PENENTUAN WAKTU MATI ( DEAD TIME )
(DS 2)

I. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah melakukan praktikum mahasiswa diharapkan :

1. Mengetahui perilaku dinamik dari tangka berpengaduk yang disusun secara


seri
2. Menentukan waktu mati pada tangka I bersusun seri akibat perubahan jarak
3. Menggambarkan kurva perubahan respon konsentrasi tangka bersusun

II. DASAR TEORI


Tangki berpengaduk adalah alat simulasi pengendalian yang bertujuan menjelaskan
simulasi prilaku daru suatu sistem pengendali untuk tangki-tangki berpengaduk yang
disusun secara seri.
Alat ini terdiri dari 3 buah tangki berpengaduk utama yang dihubungkan secaraseri,
tangki I dan tangki II dihibungkan langsung oleh pipa di bagian bawah tangki tersebut
seperti bejana berhubungan, sehingga saat tangki I berisi suatu larutan maka tangki II
juga langsung berisi larutan dengan tinggi dan volume yang sama seperti tangki I.
Tangki III berhubungan dengan tangki II dengan jarak tertentu, jarak antara tangki
dibuat sedemikian rupa sehingga walau tangki III bersebelahan dengan tangki II proses
pengisian tangki III adalah setelah tangki II terisi dengan ketinggian maksimum. Setelah
tangki II mencapai maksimum cairan tangki II akan akan masuk ke dalam tangki III
melalui bagian bawah tangki III. Jarak yang brbeda antara tangki I, II dan III
memungkinkan untuk mempelajari efek jarak terhadap pengukuran dan pengendalian.
Keluaran dari tangki III dapat dialirkan melalui lilitan selang untuk
mesimulasikan jarak jauh menuju tangki IV, hal ini digunakan untuk menentukan waktu
mati (waktu dimanan controller tidak memberikan harga keluaran).Cairan masuk tangki
I berasal dari tangki penampung berkapasitas 10 liter yang terdapat dibelakang alat yang
dengan pompa lalu ke flowmeter untuk. kemudian masuk ke tangki I. Tangki satu
dilengkapi pengaduk yng kecepatannya dapat diatur melalui saklar pengatur kecepatan

9
yang terletak dipanel depan.Untuk keamanan kerja alat ini dilengkapi saklar dan sekring
yang Dipasang di bagian belakang panel.

Gambar 20. Tangki Berpengaduk disusun seri

Waktu mati atau dead time adalah waktu mulai terjadinya


perubahan input HINGGA input terukur oleh sistem. Dead time terjadi
dikarena tempat pengukuran teletak jauh dari tempat perubahan iput,
umumnya oleh pipa aliran yang panjang sehingga saat terjadi
perubahan di pangkal pipa, perubahan baru terukur setelah selang
waktu tertentu. Hal ini menyebabkan perubahan tidak langsung dapat
didektesi ehingga pengaturan yang seharusnya dilakukan menjadi
lambat sehingga proses pengendalian tidak menjadi optimal

9
Pada gambar diatas tujuan pengendalian adalah mempertahankan harga pengukuran
pada proses (sistem) sesuai dengan setpoint. Apabila terjadi perubahan padharga
pengukuran, maka error dari hasil pengukuran terhadap setpoint akan diberikan
kepada controller yang kemudian memberikan perintah ke pada katup korol untuk
memberikan aliran tertentu agar aliran tersebut menghasilkan perubahan yang akan
membuat harga pengukuran kembali ke harga setpoint. Namun karena jarak yang jauh
antara katup control dan proses, akan menyebabkan terjadi dead time, yaitu waktu
dimana katup control telah memberikan perubahan namun perubahan yang melalui pipa
yang panjang tidak lansung berakibat kepada proses. Selang waktu ini membuat harga
error berikut yang kemudian mengakibatkan controller memberikan perintah lanjut
kepada katup control untuk memberikan aliran baru. Semakin besar Deat time yang
terjadi akan menyebabkan pengendalian menjadi tidak terkendali. Katup control
sebaiknya terletak didekat proses atau sistem, sedangkan alat ukur atau controller
dengan menggunakan transmisi listrik dapat diletakkan ditempat yang lebih jauh.
diberikan kepada controller yang kemudian memberikan perintah ke pada katup korol
untuk memberikan aliran tertentu agar aliran tersebut menghasilkan perubahan yang
akan membuat harga pengukuran kembali ke harga setpoint. Namun karena jarak yang
jauh antara katup control dan proses, akan menyebabkan terjadi dead time, yaitu waktu
dimana katup control telah memberikan perubahan namun perubahan yang melalui pipa
yang panjang tidak lansung berakibat kepada proses. Selang waktu ini membuat harga
error berikut yang kemudian mengakibatkan controller memberikan perintah lanjut
kepada katup control untuk memberikan aliran baru. Semakin besar Deat time yang
terjadi akan menyebabkan pengendalian menjadi tidak terkendali. Katup control
sebaiknya terletak didekat proses atau sistem, sedangkan alat ukur atau controller
dengan menggunakan transmisi listrik dapat diletakkan ditempat yang lebih jauh.

9
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
1. Dynamic Behavior Of Stirred Tank
2. Konduktivity Meter
3. Neraca analitik
4. Gelas beaker 1000 ml
5. Gelak ukur 1000 ml
6. Kaca arloji
7. Spatula
8. Pipet ukur
9. Pipet tetes
10. Batang pengaduk
11. Gelas ukur plastic
12. Baskom
13. Stopwa
Bahan:
1. KCl 0.025 M, 3.000 ml
2. Aquadest

1
IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Menimbang KCl 0,025 M sebanyak 5,59 gram


2. Melarutkan KCl 0,025 M ke dalam 3000 ml aquadest
3. Menghomogenkan larutan KCl
4. Mengisi tangki penampungan dengan menggunakan aquadet
dan mengukur laju alirnya
5. Mengisi keempat tangki berpengaduk dengan larutan KCl
sedikit demi sedikit di tangki 1 dan akan mengalir sampai ke
tangki 4
6. Menghidupkan alat dengan menekan tombol mains
7. Menghidupkan pengaduk dengan laju pengadukan maksimal.
8. Mengukur nilai konduktansi pada keempat tangki berpengaduk
9. Menambahkan larutan KCl keluaran dari tangki IV ke dalam
tangki yang memiliki nilai konduktansi yang tinggi
10. Mengulangi langkah 8 sampai di dapat nilai konduktansi yang
sama pada setiap tangka
11. Menghidupkan pengaduk dan pompa (aliran aquadest
dari tangki penampungan mengalir ke tangki 1) selama 0,5
menit
12. Mematikan pengaduk dan pompa, lalu mengukur nilai
konduktansi pada tangki 1 dan tangki 4
13. Mengulangi langkah 11 dan 12 sampai 5,5 menit
14. Menghidupkan pengaduk dan pompa selama 2 menit, lalu
mengukur nilai konduktansi pada tangki 1 dan tangki 4.
Melakukan percobaan sampai 19,5 menit
15. Mengosongkan tangki berpengaduk dan tangki penampungan
setelah selesai digunakan, lalu membilas tangki dengan air agar
tidak merusak alat

1
V. DATA PENGAMATAN

Nilai Konduktansi ( ms)


Waktu ( detik ) Tangki I Tangki IV
0 3,27 3,27
0,5 2,97 3,21
1 2,55 3,21
1,5 2,26 3,05
2 2,02 3,3
2,5 1,925 3,26
3 1,723 3,24
3,5 1,562 3,22
4 1.382 3,22
4,5 1,231 3,18
5 1,107 3,07
5,5 0,099 3,07
7,5 0,636 3,05
9,5 0,42 2,37
11,5 0,268 1,84
13,5 0,1668 1,548
15,5 0,1144 1,245
17,5 0,0793 0,905
19,5 0,0564 0,716

1
VI. GRAFIK

1
VII. PERHITUNGAN

1. Pembuatan Larutan
 KCl 0.025
M, 3.000
ml Gram :
M . V . BM
: 0.025 M . 3 l . 74.55 g/mol

: 5.59125 gram

2. Laju alir
 Untuk 100 ml (
32,74 detik ) Q1
=V/t

= 100 ml / 0,5456 menit

= 183,2844 ml/menit

 Untuk 100 ml (
32,57 detik ) Q2
=V/t
= 100 ml / 0,5428 menit

= 183,2291 ml/menit

 Untuk 100 ml (
32,72 detik ) Q3
=V/t

= 100 ml / 0,5453 menit

= 183,3852 ml/menit

 Rata – rata = Q1 + Q2 + Q3

1
= (183,2844 + 183,2291 + 183,3852 ) ml/menit

= 183,6329 ml/ menit


3. Penentuan volume dead time:
 Dead Time (t) = 440 detik = 7,33 menit
 Volume = ( Q X Dead Time )

= ( 183,6329 ml/ menit X 7,33 menit )

= 1.346,029157 ml

VIII. ANALISIS PERCOBAAN


Dari praktikum yang telah dilakukan pada tangki berpengaduk yang disusun secara
seri dengan tangki IV yang dipasang tunggal bertujuan untuk mengetahui perilaku
dinamis serta menentukan wakt mati pada tangki berpengaduk. Digunakan larutan KC
0,025 M dalam 3000 ml sebagai umpan yang diisi kedalam tangki I. II. III, dan IV.
Setelah larutan KCl dimasukkan ke dalam tangki, dilakukan pengadukan dan diukur
nilai konduktansinya menggunakan konduktivity meter. Nilai Konduktansi dari setiap
tangki harus sama, jika masih berbeda maka harus dilakukan pengadukan dengan
menambahkan larutan yang keluar dari tangki IV sampai didapat hasil yang
sama.Percobaan dilakukan selama 0.5 menit sekali dengan menghidupkan Pengaduk
dan pompa sehingga aquadest yang berada di tangki penampungan mengalir ke tangki I.
Pengadukan dilakukan untuk mempercepat penghomogenan larutan kel dengan
aquadest. Pada tangki berpengaduk I dan II dihubungkan langsung oleh pipa sehingga
pada saat tangki 1 terisi, tangki II pun ikut terisi. Sedangkan pada tangki II dan I
terdapat pipa kapiler di dalam tangki sehingga sehingga aliran akan mengalir ke tangki
berikutnya pada saat aliran telah mencapai batas maksimum. Dan pada tangki III aliran
akan mengalir ke tangki IV melalui lilitan selang.
Pada tangki Iv memiliki jarak yang jauh dal ketiga tangki berpengaduk. Hal ini

1
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tangki IV memiliki konduktansi yang
sama dengan tangki I. Selain Jarak, faktor lain yang menyebabkan lamanya tangki Iv
mencapai nilai konduktansi yang sama yaitu pada proses pengadukan. Pada tangki I, II,
dan III terdapat perigaduk didalamnya sehingga pengaduk dapat dilakukan secara
otomatis sedangkan pada tangki iv tidak terdapat pengaduk atau pengadukan dilakukan
secara manual sehingga proses penghomogenan antara larutan Kol (umpan) dengan
aquadest terjadi lebih lama. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada. waktu 19,5 menit
nilai konduktansi antara tangki 1 dan tangki IV masth sangat berbeda yaitu pada tangki
1 sebesar 0.00564 ms dan Pada tangki NV sebesar 0,710 ms. Dan juga aliran yang
masuk ke tangki IV melalui lilitan selang sehingga untuk mencapai pencampuran di
tangki IV membutuhkan waktu yang cukup lama dan nilai konduktani yang didapat
antara tangki I dan tangki IV berbeda cukup jauh Laju alir umpan masuk pada tangki
sebesar 183,6329 m/menit dan volume yang didapat sebesar1.346,029157 ml. Dengan
dead time yang didapat pada grafik sebesar 440 detik atau 7,33 menit. Dead time dapat
diukur di tangki IV, yang dimana terletak jauh dari tempat Perubahan input dan adanya
aliran yang panjang melalui selang sehingga Saat terjadi perubahan, perubahan baru
terukur setelah selang waktu tertentu. Semakin besar dead time yang dihasilkan maka
pengendalian semakin tidak terkendali.

IX. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Tangki berpengaduk memiliki perilaku yang dinamis karena


adanya Jarak yang berbeda antara ketiga tangki ·
2. Pada tangki I, II, dan III terdapat pengaduk di dalamnya sedang-
kan pada tangki Iv tidak terdapat pengaduk sehingga untuk
mencapai titik agar nilai konduktansi dari setiap tangki didapat
hasil yang sama membutuhkan waktu yang cukup lama.
3. Pengadukan dilakukan untuk mempercepat penghomogenar antara
larutan kel dengan aquadest
4. Pengaruh jarak yang berbeda pada setiap tangki juga menyebabkan

1
terjadinya perubahan konsentrasi dalam waktu yang lama.
5. Didapat dead time pada grafik sebesar 440 detik atau 7,33 menit.
dengan lagu alir masuk 183, 6329 m/menit dan volume dead time
sebesar 1.346,029157 ml.
6. Semakin besar dead time maka semakin tidak terkendali suatu
Pengendaliannya.
.

1
PERILAKU DINAMIK TANGKI BERPENGADUK

EFEK PERUBAHAN INPUT BERULANG (DS3)

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan praktikum mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mengetahui efek perubahan input berulang pada kestabilan proses 3
tangki
2. Menggambarkan kurva perubahan respon konsentrasi tangki bersusun
3. Menjelaskan akibat perubahan input berulang pada kestabilan proses

II. DASAR TEORI


Pengadukan adalah operasi yang menciptakan terjadinya gerakan di dalam bahan
yang diaduk. Tujuan operasi pengadukan yang utama adalah terjadinya
pencampuran. Pencampuran merupakan operasi yang bertujuan mengurangi
ketidaksamaan kondisi, suhu, atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan.
Pencampuran dapat terjadi dengan cara menimbulkan gerak di dalam bahan itu yang
menyebabkan bagian-bagian bahan saling bergerak satu terhadap yang
lainnya,sehingga operasi pengadukan hanyalah salah satu cara untuk operasi
pencampuran. Pencampuran fasa cair merupakan hal yang cukup penting dalam
berbagai proses kimia. Pencampuran fasa cair dapat dibagi dalam dua kelompok.
Pertama, pencampuran antara cairan yang saling tercampur (miscible), dan kedua
adalah pencampuran antara cairan yang tidak tercampur atau tercampur sebagian
(immiscible). Pengadukan dan pencampuran merupakan operasi yang penting dalam
industri kimia. Pencampuran (mixing) merupakan proses yang dilakukan untuk
mengurangi ketidakseragaman suatu sistem seperti konsentrasi, viskositas, temperatur
dan lain-lain. Pencampuran dilakukan dengan mendistribusikan secara acak dua fasa
atau lebih yang
Mula-mula heterogen sehingga menjadi campuran homogen. Peralatan proses
pencampuran merupakan hal yang sangat penting, tidak hanya menentukan derajat
homogenitas yang dapat dicapai, tapi juga mempengaruhi perpindahan panas yang

108
terjadi. Penggunaan peralatan yang tidak tepat dapat menyebabkan konsumsi energi
berlebihan dan merusak produk yang dihasilkan. Salah satu peralatan yang menunjang
keberhasilan pencampuran ialah pengaduk. Pencampuran yang baik akan diperoleh bila
diperhatikan bentuk dan dimensi pengaduk yang digunakan, karena akan mempengaruhi
keefektifan proses pencampuran, serta daya yang diperlukan. Menurut aliran yang
dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi tiga golongan:
1) Pengaduk aliran aksial yang akan menimbulkan aliran yang sejajar dengan sumbu
putaran.
2) Pengaduk aliran radial yang akan menimbulkan aliran yang berarah tangensial dan
radial terhadap bidang rotasi pengaduk. Komponen aliran tangensial menyebabkan
timbulnya vortex dan terjadinya pusaran, dan dapat dihilangkan dengan
pemasangan baffle atau cruciform baffle.
3) Pengaduk aliran campuran yang merupakan gabungan dari kedua jenis pengaduk di
atas.
Alat pengaduk merupakan bagian dari sistem pengaduk, yang selain mencakup
bagian penggerak (biasanya elektro-motor sebagai penggerak tunggal) juga berbagai
rangkaian pengalih (roda gigi, kopling, bantalan) serta seringkali penyekat sumbu
pengaduk. Alat pengaduk yang sebagian telah distandarisasi untuk tangki pengaduk
dipasang pada tutup tangki dengan perantaraan pemegang. Pada bejana pengaduk
terbuka yang kecil seringkali digunakan alat pengaduk yang dapat diatur posisinya
(dapat diangkat dan diturunkan, sebagian juga dapat dibalikkan) atau yang dapat
dijepitkan pada dinding bejana).
Pengaduk berfungsi untuk menggerakkan bahan (cair, cair / padat, cair / cair, cair /
gas, cair / padat / gas) di dalam bejana pengaduk. Biasanya yang berlangsung adalah
gerakan turbulen (misalnya untuk melaksanakan reaksi kimia, proses pertukaran panas,
proses pelarutan). Alat pengaduk terdiri atas sumbu pengaduk dan strip pengaduk yang
dirangkai menjadi satu kesatuan atau dapat dipisah-pisah menjadi 2 - 3 bagian
(pengaduk yang dapat dipisah-pisahkan juga dapat dibongkar pasang di dalam satu unit
tangki pengaduk).
Alat pengaduk dapat dibuat dari berbagai bahan yang sesuai dengan bejana
pengaduknya, misalnya dari baja, baja tahan karat, baja berlapis email, baja berlapis

109
karet. Suatu alat pengaduk diusahakan menghasilkan pengadukan yang sebaik mungkin
dengan pemakaian daya yang sekecil mungkin. Ini berarti seluruh isi bejana pengaduk
sedapat mungkin digerakkan secara merata, biasanya secara turbulen.

III. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


1. 1 set tangki berpengaduk yang disuun seri
2. 1 set konduktometer
3. Stopwatch
4. Gelas kimia 1000 ml
5. Gelas kimia 100 ml
6. Gelas ukur 100 ml
7. Labu takar 50 ml
8. Pengaduk
9. Spatula
10. Neraca analitik
11. Baskom

Bahan:
Kalium klorida yang dilarutkan dalam air sehingga mencapai
konsentrasi 0,025M dalam 3000 ML

IV. LANGKAH KERJA


1. Mengkalibrasi konduktometer yang akan digunakan sesuai
prosedur kalibrasi
2. Mempersiapkan larutan KCL dalam wadah 50 ml dan air
aquadest pada tangki penampung di bagian belakang.
3. Mengisi ke 3 tangki berpengaduk di bagian depan dengan larutan KCL .
4. Menghidupkan pengaduk dan mengatur laju pengadukan pada
kecepatan medium, mengukur konduktivitas ke 3 tangki di
depan, memastikan nilai konduktivitas harus sama.

110
(mematikan pengaduk saat melakukan pengukuran
konduktivitas).
5. Menghidupkan pompa dan mengalirkan aquadest dari tangki
penampung ke gelas ukur 100 ml, menentukan laju alir ke
tangki berpengaduk dengan menggunakan stopwatch.
6. Memasukkan selang berisi aquadest ke tangki berpengaduk 1
dan mencatat waktu sebagai 0 menit.
7. Mengukur konduktivitas ditangki berpengaduk I, II, III
bergantian setiap 1 menit sekali selama 10 menit pertama.
8. Setelah 10 menit, memasukkan 10 ml KCl dari labu ukur 50
ml, ke tangki I, melanjutkan pengamatan setiap 1 menit hingga
10 menit. Mengulangi kembali langkah 8 hingga terjadi
penambahan 3x10 ml larutan KCl ke tangki bersusun.
9. Setelah selesai, mengosongkan seluruh tangki penampung
dank e 3 tangki berpengaduk.
10. Mencuci dengan air karena sisa air garam dapat menimbulkan
terak pada alat.

V. DATA PENGAMATAN

-10 menit pertama

Menit ke- Tangki 1 Tangki 2 Tangki 3 Tangki 4


0 7,58 7,58 7,58 5,05
1 6,98 7,68 7,58 5,30
2 5,95 5,95 7,37 5,32
3 5,38 5,38 7,49 5,58
4 4,86 4,86 7,42 6,27
5 4,24 4,24 7,37 6,21
6 3,79 3,79 7,20 6,26

111
7 3,44 3,44 7,15 6,33
8 3,02 3,02 6,88 6,46
9 2,73 5,49 6,78 6,59
10 2,43 5,22 6,77 6,75

-10 menit kedua setelah penambahan 10ml KCL 0,1N 100ml


Menit ke- Tangki 1 Tangki 2 Tangki 3 Tangki 4
11 2,40 4,87 6,58 6,88
12 2,03 4.40 6,33 6,87
13 1,84 4,26 6,10 6,82
14 1,75 3,70 5,78 6,63
15 1,55 3,61 5,58 6,36
16 1,40 3,31 5,43 6,26
17 1,21 2,87 4,45 5,72
18 0,82 2,30 4,12 5,16
19 0,74 2,10 3,98 5,00
20 0,67 1,92 3,82 4,80

-10 menit kedua setelah penambahan 10ml KCL 0,1N 100ml


Menit ke- Tangki 1 Tangki 2 Tangki 3 Tangki 4
11 2,40 4,87 6,58 6,88
12 2,03 4.40 6,33 6,87
13 1,84 4,26 6,10 6,82
14 1,75 3,70 5,78 6,63
15 1,55 3,61 5,58 6,36
16 1,40 3,31 5,43 6,26
17 1,21 2,87 4,45 5,72

112
18 0,82 2,30 4,12 5,16
19 0,74 2,10 3,98 5,00
20 0,67 1,92 3,82 4,80

 10 menit ketiga penambahan lagi 10ml KCL 0,1N 100ml

Menit ke- Tangki 1 Tangki 2 Tangki 3 Tangki 4


21 0,775 1,89 3,40 4,59
22 0,724 1,78 3,36 4,48
23 0,641 1,68 3,17 4,26
24 0,581 1,44 3,01 3,77
25 0,521 1,45 2,81 3,70
26 0,470 1,35 2,65 3,39
27 0,431 1,27 2,54 3,29
28 0,393 1,18 2,32 2,94
29 0,367 1,11 2,27 2,79
30 0,327 1,02 2,16 2,85

VI. PERHITUNGAN

1. Pembuatan Larutan
KCl 1 M 50 ml m = M
x V x BM
= 0 ,025 x 3 x 74,5
= 5,58 gr
Konduktivitas

2. Pembuatan larutan KCl


0,1 M 100 ml m = M x V
x BM
= 0,1 mol/l x 0,1 l x 74,5 gr/mol
= 0,7455 ≈ 0,74 gr

3. Laju alir air ke tangki


= Volume Tertampung : waktu

113
= 13ml : 5 detik
= 2,6m/s

4. Waktu konstan
= Konduktivitas maks – konduktivitas min x 0,6321
= 7,58 – 0,327 x 0,0321
= 4,584

GRAFIK

Kurva Pengenceran
Tangki 1
Tangki 2
Tangki 3
Tangki 4
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Waktu (menit)

114
9
8 Kurva Pemekatan 1
7
Konduktivitas 6
5
4
3
2
1
0
12345678910
Waktu (menit)

Tangki 1 Tangki 2 Tangki 3 Tangki 4

Kurva Pemekatan 2
5
4.5
4
3.5
Konduktivitas

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (menit)

Tangki 1 Tangki 2 Tangki 3 Tangki 4


VII. PERCOBAAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan perilaku dinamik tangki
berpengaduk (DS III) yang bertujuan untuk memberi gangguan terhadap konduktivitas
ke 3 tangki. Tangki berpengaduk disusun untuk secara seri yang mempunyai jarak yang
berbeda. Tangki I dan tangki II dihubungkan langsung oleh pipa dibagian bawah tangki,
sehingga saat tangki I berisi suatu larutan maka tangki II juga akan berisi larutan
dengan tinggi dan volume yang sama seperti tangki I.
Pada prinsip punya air yang terdapat dalam bak penampung dibagian belakang
dilairkan menjadi/ menuju ke 3 tangki berpengaduk yang sebelumnya telah diisi dengan
larutan kcl, seehinga air yang mengalir ke tangki akan mengisi tangki dan bercampur
denagn larutan kcl sehingga terjadi perubahan konentrasi pada masing-masing tangki.
Pada setiap tangki tersebut, diisi dengan larutan KCL 0,1 N 10 ml dari data data
pengamatan dapat dilihat bahwa,perubahan konduktivitas pada tangki III lebih lama
daripada tangki I dan tangki II . hal ini dikarenakan penyusunan tangki tersebut
memiliki jarak yang jauh dan prinsip pemasangannya berbeda dengan pemasangan
tangki I dan II . sehingga dari praktikum yang telah dilakukan didapat keadaan konstan
dengan nilai 4,584.

IX. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
- Konsentrasi larutan dari ketiga tangki akan berbeda pada saat
awal penambahan aquadest (umpan). Namun, pada saat
tertentu konsentrasi larutan pada ketiga tangki akan lama
(homogen)
- Factor yang mempengaruhi waktu konstan adalah laju alir dan
pengadukan
- Konduktivitas larutan KCL 0,025m pada tangki setiap tangki
lama- kelamaan menurun dengan adanya penambahan
aquadest
Peralatan DS-3
PENURUNAN TEKANAN DI DALAM PIPA ALIRAN FLUIDA
(DELTA P)

I. TUJUAN PERCOBAAN

Sebelum memulai praktikum di harapkan mahasiswa dapat :


1. Mahasiswa diharapkan dapat mempelajari kehilangan tekanan dalam
singularitas dan akibat pipa lurus secara praktek dan teoritis
2. Mahasisiwa dapat membandingkan kehilangan tekanan pada pipa lurus yang
meliputi pipa halus dan kasar dan pada belokan ( terhadap sudut)
3. Mahasiswa dapat membandingkan kehilangan tekanan pada pipa orifice
dan venturi

II. DASAR TEORI

Sistem perpipaan adalah suatu sistem yang banyak digunakan untuk


memindahkan fluida, baik cair, gas maupun campuran cair dan gas dari suatu tempat
yang lain. Sistem pemipaan yang lengkap terdiri atas :
1. Pipa
2. Sambungan – sambungan
3. Peralatan pipa

 Pressure drop
a. Terjadi akibat aliran fluida mengalami gesekan dengan permukaan saluran
b. Dapat juga terjadi ketika aliran melewati sambungan pipa,
belokan, katup, dan difusor
c. Besar pressure drop bergantung pada :
- Kecepatan aliran
- Kekasaran permukaan
- Panjang pipa
- Diameter pipa
 Jenis aliran fluida
a. Steady/ tidak steady
b. Laminer atau turbulen
c. Satu, dua, 3 dimensi

 Pengertian dari jenis aliran


a. Steady jika kecepatan aliran tidak merupakan fungsi waktu (du/dt=0)
b. Aliran laminer atau turbulen tergantung dari bilangan reynolds
c. Aliran satu dimensi terjadi jika arah dan besar kecepatan di semua titik
sama
d. Aliran dua dimensi terjadi jika fluida mengalir pada sebuah bidang dan pola
garisan aliran sama untuk semua bidang

Ada dua jenis aliran dari fluida, aliran-aliran tersbut aliran laminer dan aliran
turbulen. Kedua jenis aliran tersebut diatur oleh hukum-hukum yang berbeda :

1. Aliran laminer
Dalam aliran laminer partikel-partikel fluidanya bergerak di sepanjang lintasan-
lintasan lurus, sejajar dalam lapisan-lapisan atau laminae. Besarnya kecepatan-
kecepatan dari laminae yang berdekatan tidak sama. Aliran laminer diatur oleh
hukum yang menghubungkan tegangan geser ke laju perubahan bentuk sudut, yaitu
hasil kali kekentalan dan gradien kecepatan.

2. Kecepatan kritis
Kecepatan dibawah semua turbulensi direndam oleh kekentalan fluidanya.Telah
ditemukan bahwa batas atas aliran laminer yang punya arti penting dinyatakan
oleh suatu bilangan reynolds sebesar kira-kira 2000
 Bilangan Reynolds
Menyatakan perbandingan gaya-gaya inersia terhadap gaya-gaya kental.
Untuk pipa-pipa bundar yang mengalir penuh,
V.d.P V.d V (2 r ˳)
atau =

Bilangan reynolds (Re) = μ v v

Dimana :
V = Kecepatan rata-rata dalam m/dt
d = garis tengah pipa dalam m, ro – jari jari pipa perpindahan dalam m
v = kekentalan kinematic fluida dalam m3/detik
p
= rapat massa fluida dalam kg/m3

μ = kekentalan mutlak dalam pa detik

untuk irisan penampang yang tak bundar perbandingan luas irisan penampang
terhadap keliling yang basah, di sebut jari-jari hidrolik R ( dalam m) digunakan
bilangan Reynold :
RE = V (4R)

v
 Pengertian venturi

venturi digunakan untuk mengukur laju aaliran air atau minyak yang mengalir

melalui pipa biasanya di gunakan untuk mengukur volume.

Pipa venturi merupakan pipa yang memiliki penampang yang bagian tengahnya

menyempit dan di letakan mendatar yang ada sehingga besarnya tekanan dapat di

hitung.
Dalam pipa venturi luas penampang bagian tepi memiliki penampang yang lebih
besar dari bagian tengah.
 Kerugian tekanan

Koefisien kerugian tekanan :

Dimana :
Q = laju aliran
L = Panjang pipa
p
= densitas air
d = diameter pipa
A. Pipa dN-32-dN25 (P1-P2)
Koefisien kehilngan tekanan langsung

J = ΔP
L
Diameter pipa = 26,8 cm
Luas permukaan pipa = 5,64E-4m2
Panjang pipa = 1,50m
Kekasaran ekuivalen = 4µm
Kekasaran relative = 1,5 E-4
Untuk air pada 20oC densitas = 999 kg.m2, viskositas kinematic = 1E-6m2/s

B. Pipa d20-dN15 (P18-p19)


Koefisien kehilngan tekanan langsung

J = ΔP
L
Diameter pipa = 17,3 mm
Luas permukaan pipa = 2,3E-4m2
Panjang pipa = 1,5m
Kekasaran ekuivalen = 4µm

Rumus kehilangan tekanan akibat belokan pipa

Dimana s koefisien singular kehilangan tekanan


a. Kehilangan tekanan akibat belokan 180o ( P2-P3)\

Dimana α dalam radian


Diameter pipa = 26,8 mm, sudut belokan = 180o
Untuk air pada 20o, viskositas kinematic =

b. Kehilangan tekanan akibat pengecilan pipa (P13-P14)


Data perhitungan secara teoritis
Diameter pipa besar = 26,8 mm
Diameter pipa kecil = 17,3 mm
Luas sambungan pipa besar = 5,64E-4m2
Luas sambungan pipa kecil = 2,35E-4m2
Koefisien konraksi = 0.657
Panjang pipa = 350 mm
Untuk air pada 20Oc
Viskositas kinematic – IE-6m2/s
Densitas = 999 kg/m3

C. Kehilangan tekanan akibat pembesaran pipa ( P14-P15)

Diameter pipa besar = 26,8 mm


Diameter pipa kecil = 17,3 mm
Luas sambungan pipa besar = 5,64E-4m2
Luas sambungan pipa kecil = 2,35E-4m2
Untuk air pada 20Oc
Viskositas kinematic – IE-6m2/s
Densitas = 999 kg/m3

Harga K yang merupakan koefisien gesekan yang dapat dihitung bila harga ΔP
dan Q diketahui satuan ΔP pascal dan Q m3/s
Nilai K dapat juga di turunkan dari persamaan bernouli

Aplikasi dari teori bernouli dari pipa venturi memberikan persamaan


Dimana
Q = laju alir volume / debit (m2/s)
ΔP = perubahan tekanan (Pa)
d = diameter leher venturi (m)
D = diameter masuk pipa venturi (m) untuk ukuran d dan D dapat di lihat pada
gambar 6 halaman 41

P = densitas air pada temperature kamar


Persamaan diatas dapat di tulis dalam bentuk persamaan

Dapat mengetahui harga d dan D nilai koefisien K dapat ditentukan

III. ALAT DAN BAHAN


Alat yang di gunakan :
- Seperangkat alat dynamic of fluida
- Selang (+) dan (-)
Bahan yang digunakan :
- Air

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan
2. Menutup katup pembuangan yang terletak dibawah tangka
3. Mengisi ¾ air ke dalam tangki
4. Menghubungkan saklar listrik ke stop kontak
5. Memutar pasokan listrik saklar utama dalam posisi horizontal
6. Menekan tombol nyala berwarna hijau lampu indicator akan menyala
7. Menghubungkan konektor kepipa yang di gunakan konektor (+) pada up
steam dan konektor(-) pada down steam. ( pada praktikum konektor (+)
dan (-) kami hubungkan ke 9 pipa termasuk orifice , venturi , belokan ,
pipa kecil halus dan kasar), setiap akan mengubah konektor ke pipa,
dimatikan dengan menekan tombol merah terlebih dahulu.
8. Menghilangkan udara yang ada dalam selang dengan cara membuka dua
katup buangan dengan laju alir tinggi dan kemudian tutup dan rolkan laju
alir
9. Membuka valve dan ditentukan laju alir yang di inginkan laju lalu baca
penurunan tekanan dalam mbar ( dimana kami pada saat prktikum
melakukan variasi laju alir sebanyak variasi 1000ml/jam, 1500ml/jam,
2000ml/jam, 2500ml/jam dan 3000 ml/jam
10. Mengulangi langkah 6 dan langkah 9 sampai semua variasi laju alir
ditentukan penurunan tekananya

V. DATA PENGAMATAN

Pipa \ debit 1000 l/s 1500 l/s 2000 l/s 2500 l/s 3000 l/s

Pipa lurus 5 l/s 10 l/s 14 l/s 19 l/s 23 l/s

Pipa belok 5 l/s 8 l/s 11 l/s 19 l/s 22 l/s

Pipa belok 14 l/s 9 l/s 7 l/s 6 l/s 5 l/s

Orifice 23 l/s 17 l/s -17 l/s -51 l/s -98 l/s

Venturi 27 l/s 7l/s -32 l/s -80 l/s -142 l/s

Pipa lurus 20 l/s -22 l/s -80 l/s -160 l/s -240 l/s

Pipa belok 3 l/s 5 l/s 9 l/s 14 l/s 19 l/s

Pipa lurus licin 27 l/s 13 l/s -18 l/s -58 l/s -105 l/s

Pipa lurus kasar 31 l/s 5 l/s -29 l/s -60 l/s -74 l/s

VI. PERHITUNGAN
 Pipa lurus (Gradien)
Y = 0,009 x -3,8
R2 = 0,9985
Gradien M = 0,009

 Gradien pipa belok 180o


Y = 0,009 x -5
R2 = 0,9643
Gradien M = 0,009

 Gradien pipa belok 180o smooth


Y = 0,0016 x 11,4
R2 = 0,126
Gradien M = 0,0016

 Gradien pipa lurus licin


Y = -0,067 x 105,4
R2 = 0,9646
Gradien M = 0,067

 Gradien pipa lurus kasar


Y = -0,0522 x 79
R2 = 0,8873
Gradien M = 0,0522

 Oriffice
Y = -0,062 x 99,8
R2 = 0,9386
Gradien M = 0,062

 Venturi
Y = -0,085 x 138,8
R2 = 0,7687
Gradien M = 0,085

 Pipa lurus II
Y = -0,1348 x 171,6
R2 = 0,9797
Gradien M = -0,17348

 Pipa belok 270o


Y = 4,1 x 2,3
R2 = 0,9773
Gradien M = 4,1
 Menghitung koefisien kehilangan tekanan
 Koefisien kehilangan tekanan pada pipa lurus

>>Pipa ON-32-DN 25

ΔP
J=
L

- Debit 1000 L/S


5
J= = 3,3 PA/M
1,5

- Debit 1500 L/S


10
J= = 6,7 PA/M
1,5

- Debit 2000 L/S


14
J= = 9,3 PA/M
1,5

- Debit 2500 L/S


19
J= = 12,7 PA/M
1,5

- Debit 3000 L/S


23
J= = 15,3 PA/M
1,5

>>Pipa D-20-DNIS

- Debit 1000 L/S


20
J= = 13,3 PA/M
1,5

- Debit 1500 L/S


−22
J= = 14,7 PA/M
1,5

- Debit 2000 L/S


−80
J= = 53,3 PA/M
1,5

- Debit 2500 L/S


160
J= = 106,67 PA/M
1,5

- Debit 3000 L/S


−240
J= = 160 PA/M
1,5

 Koefisien kehilangan tekanan pada pipa belokan


>> Pipa belokan 180o
a
S = [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
π
Debit = Q = laju alir/waktu
- Debit 1000 l/s
1000
Q= ¿) = 2,78 x 10-4
π
- Debit 1500 l/s
1500
Q= ¿) = 4,17 x 10-4
π
- Debit 2000 l/s
2000
Q= ¿) = 5,56 x 10-4
π
- Debit 2500 l/s
2500
Q= ¿) = 6,94 x 10-4
π
- Debit 3000 l/s
3000
Q= ¿) = 8,33 x 10-4
π

Q
 Kecepatan aliran =V =
A

>>Kecepatan aliran pipa belok 180o


- 1000 l/s
−4 3
2,78 x 10 m / S
Q= ¿ 1,2 M/S
2,35 x 10− 4 M 2
- 1500 l/s
4,17 x 10 −4 m3 /S
Q= −4 2 ¿ 1,7 M/S
2,35 x 10 M
- 2000 l/s
−4 3
5,56 x 10 m / S
Q= −4 2 ¿ 2,4 M/S
2,35 x 10 M
- 2500 l/s
6,94 x 10− 4 m3 /S
Q= ¿ 2,9 M/S
2,35 x 10− 4 M 2
- 3000 l/s
8,33 x 10− 4 m3 / S
Q= ¿ 3,5 M/S
2,35 x 10− 4 M 2

>>Kecepatan aliran pipa belok 270o


- 1000 l/s
2,78 x 10− 4 m3 / S
Q= ¿ 0,5 M/S
5,64 x 10− 4 M 2
- 1500 l/s
−4 3
4,17 x 10 m /S
Q= −4 2 ¿ 0,7 M/S
5,64 x 10 M
- 2000 l/s
−4 3
5,56 x 10 m / S
Q= −4 2 ¿ 0,9 M/S
5,64 x 10 M
- 2500 l/s
6,94 x 10− 4 m3 /S
Q= ¿ 1,3 M/S
5,64 x 10− 4 M 2
- 3000 l/s
−4 3
8,33 x 10 m / S
Q= −4 2 ¿ 1,5 M/S
5,64 x 10 M

Bilangan reynold pipa belok 180o


- 1000 l/s
m
1,7 x 0,0268 m
Re = s ¿ 32.160
−6 2/s
10 M
- 1500 l/s
m
2,4 x 0,0268 m
Re = s ¿ 45,560
−6 2/ s
10 M
- 2000 l/s
m
2,4 x 0,0268 m
Re = s ¿ 64,320
−6 2/ s
10 M
- 2500 l/s
m
2,9 x 0,0268m
Re = s ¿ 77,720
−6 2/s
10 M
- 3000 l/s
m
3,5 x 0,0268m
Re = s ¿ 93.800
−6 2/s
10 M

Bilangan reynold pipa belok 270o


- 1000 l/s
m
1,2 x 0,0173 m
Re = s ¿ 20,760
−6 2 /s
10 M
- 1500 l/s
m
1,7 x 0,0173 m
Re = s ¿ 29,410
−6 2/s
10 M
- 2000 l/s
m
2,4 x 0,0173 m
Re = s ¿ 41,520
−6 2/s
10 M
- 2500 l/s
m
2,9 x 0,0173m
Re = s ¿ 50,170
−6 2/s
10 M
- 3000 l/s
m
3,5 x 0,0173m
Re = s ¿ 60,550
−6 2/s
10 M

 Koefisien Kehilangan Tekanan


>> Pipa belokan 180o
a
S = [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
π
- 1000 l/s
180ᵒ
- S = π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
π
= (1,978) (1,75 x 10-13)
π
= 3,5 x 10-13

- 1500 l/s
180ᵒ
- S = π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
π
= (1,978) (8,7 x 10-14)
π
= 10,7 x 10-14

- 2000 l/s
180ᵒ
- S = π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
π
= (1,978) (4,3 x 10-14)
π
= 6,278 x 10-14

- 2500 l/s
180ᵒ
- S = π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
π
= (1,978) (2,9 x 10-14)
π
= 4,9 x 10-14

- 3000 l/s
180ᵒ
- S = π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
π
= (6,278 x 10-14)
π
= 6,278 x 10-14

- 1000 l/s
270ᵒ
- S = π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]

= (1,1,978) (1,7 x 10-14)

= 5,0439 x 10-13

- 1500 l/s

- S = 2 / π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
= 1,5 (1,978 x 8,7 x 10-14)
= 25,8129 x 10-14

- 2000 l/s

- S = 2 / π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
= 1,5 (1,978 x 4,4 x 10-14)
= 13,0548 x 10-14

- 2500 l/s

- S = 2 / π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
= 1,5 (1,978 x 2,9 x 10-14)
= 8,6043 x 10-14

- 3000 l/s

- S = 2 / π [0,131 + 1,847 ¿)2 ]
= 1,5 (1,978 x 2,04 x 10-14)
= 6,05268 x 10-14
VII. ANALISIS PERCOBAAN

Sistem pemipaan adalah suatu sistem yang banyak digunakan untule


mamindahkan fluida, baik cair, gas maupun campuran cair dan gas dari suatu
tempat ke tempat yang lain. Penurunan tekanan terjadi akibat aliran fluida
mengalami gesakan dengan permulaan pipa. Dapat juga terjadi ketika aliran
melawati sambungan pipa, belokan pipa, katup difusar dan sebagainya.

Pada praktikum kali ini, kami langsung melakukan tiga praktikum sekaligus.
Penurunan tekunan pada pipa lurus, penurunan tekanan akibat belokan pipa, dan
penurunan tekanan pada pipa venturi dan orifice. Kali ini kami memvariasikan debit
air yaitu 1000, 1500, 2000, 2500 dan 3000 L/jam. Dapat dianalisa secara langsung
bahwa Semakin besar volume air / debit yang diberikan maka semakin besar pula
kecepatan aliran fluida yang mengalir baik diamati secara praktikum dan teoritis.
Panganalisaan secara teoritis yang dapat dibuktikan secara langsung melalui
persamaan Kontinuitas Fluida yang menyatakan: "Semakin besar volume laju air
/delait maku semakin besar pula kecepatan alirannya".

Pada praktikum kali ini kami menggunakan 9 pipa yang memiliki perbedaan
masing-masing. Pada aliran pertama yaitu pipa lurus, kemudian pipa belok, pipa
lurus, pipa belok, pipa venturi, pipa orifice, pipa belok. pipe lurus kecil licin, dan
kasar. Pada perbandingan pipa ada pipa yang besar dan kecil. Pipa yang
diameternya lebih kecil atau mengalami pengecilan dapat menyebabkan koefisien
gesek antara fluida dengan pipa semakin besar dan penurunan tekanan juga semakin
besar. Adapun pipa kecil namun memiliki permukaan yang berbeda yaitu kasar dan
licin. Penurunan tekanan pada permukaan yang kasar lebih besar karena adanya
gaya gesekan yang lebih banyak.

Pada analisa pertama yaitu untuk pipa lurus pada praktikum pipa lurus I lebih
besar daripada pipa lurus II artinya pipa lurus I memiliki nilai penurunan yang lebih
besar karena pipa ini memiliki koefisien gesek yang lebih besar. Akibat
diameternya yang lebih besar untuk pipa lurus yang selanjutnya yaitu pipa lurus
yang memiliki diameter yang sama namun permukaannya berbeda. Ada yang lurus
licin dan ada yang lurus kasar kedua pipa ini memiliki penurunan tekanan yang
berbeda pipa yang lurus licin cenderung memiliki koefisien gesek yang kecil
dibandingkan lurus licin karena pipa yang lurus kasar terdapat goresan yang
mengakibatkan terjadinya gesekan gesekan yang lebih banyak.

Untuk analisa kedua yaitu pipa belokan analisa sama seperti pipa lurus pipa
belokan juga penurunan tekanannya dipengaruhi oleh diameter pipa .Pipa belokan I
lebih besar penurunan tekanannya dari pipa belokan II karena pipa belokan I
memiliki diameter penampang lebih besar sehingga koefisien geseknya lebih besar
dengan besarnya luas penampang pipa.

Yang terakhir yaitu analisa penurunan tekanan pada venturi dan orifice atau
diafragma yang penurunan tekanan akan menjadi semakin besar jika debit juga
besar walaupun dalam variasi laju alir koefisien geseknya sama tetapi penurunan
tekanannya. Semakin besar nilai penurunan tekanan yang terjadi dalam pipa venturi
lebih besar dibandingkan dengan penurunan tekanan pada pipa orifice, hal tersebut
dikarenakan pada pipa orivice aliran fluidanya hanya mengalir melalui piringan
diafragma yang memiliki diameter yang kecil tetapi kemudian akan mengalir
seperti biasa berbeda dengan pipa venturi yaitu terjadi dua kali perubahan luas
penampang yang menyebabkan naik dan turunnya tekanan sehingga membuat
kehilangan tekanan yang jauh lebih besar.

ANALISIS GRAFIK

Dari grafik yang telah didapatkan kami menganalisa bahwa pipa dengan
belokan sudut 180° lebih besar dibandingkan aliran yang lainnya terutama sudut
270°. Secara teori venturi memiliki pipa kecil pada bagian dalam sedangkan pada
pipa orifice tidak ada hal tersebut sesuai dengan persamaan bernoulli seperti yang
dijelaskan di atas. Namun, secara praktikum dari hasil perhitungan kami tidak
demikian kami memperoleh hasil bahwa pada orifice lebih besar dibandingkan pipa
venturi karena kondisi pipa memiliki lumut dan terjadi error.

Dari grafik juga dapat dilihat bahwa grafik untuk pipa lurus dan pipa belokan
180° memiliki grafik yang naik ke atas, artinya semakin besar laju air semakin
tinggi kenaikan penurunan tekanan. Untuk grafik pipa belokan 180° smooth,
venturi, lurus pipa belok 270°, pipa lurus licin dan kasar mengalami penurunan
tekanan yang turun (grafik yang terjadi mengalami penurunan) artinya semakin
besar laju air maka semakin turun tekanannya.

VIII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan kami membandingkan kerugian
tekanan secara praktek dan secara teori pada pipa lurus, belokan, venturi dan
diafragma. Maka dapat disimpulkan bahwa :
1) Semakin besar laju alir/debit air maka semakin besar pula nilai penurunan
tekanan karena semakin besar laju air fluida maka koefisien gesekannya akan
semakin besar.
2) Semakin besar diameter pipa maka nilai koefisien gesekan akan semakin besar
begitupun sebaliknya nilai koefisien gesek berbanding lurus dengan nilai
penurunan tekanannya.
TM 1 & 2
KARAKTERISTIK ANEKA TEMPERATURE (TM 1)

I. TUJUAN
 Mengetahui dan mempelajari karakteristik termometer
 Membandingkan respon temperatur pemanas air, air dingin dan pemanasan

II. DASAR TEORI


Temperature adalah derajat tingkat panas suatu benda terhadap benda lain atau
lingkungannya. Temperature diukur dengan alat ukur yang disebut termometer.Terdapat
beberapa jenis termometer salah satunya adalah thermometer dengan prinsip mekanik,
yaitu thermometer bimetal. Termometer bimetal, sesuai dengan namanya terdiri dari dua
lempeng logam yang berbeda sifat muai panasnya yang dililit berbentuk gulungan
melingkar. Apabila satu ujungnya diberi panas maka gulungan tersebut cendrung
membuka gulungannya, sedangkan apabila diberi dingin akan bersifat sebaliknya.
Karakteristik gulungan tsb kemudian dihubungkan dengan pointer skala yang dapat
dibaca setelah dikalibrasi
Termokopel adalah jenis sensor suhu yang banyak digunakan untuk
pengukuran dan control dan juga digunakan untuk mengubah gradient panas menjadi
listrik. Cara kerja termokopel adalah dengan menyentuh kawat penghantar kesasaran,
misalnya lelehan besi yang panas pada pengolahan besi atau baja,panas yang bias
menunjukkan angka tertentu pada skala suhu. Termokopel biasa digunakan untuk
mengukur suhu -100°C hingga 2300°C. Termistor (thermistor) berasal dari kata termo
(suhu) dan resistor (alat pengukur tahanan) adalah alat sensor elektronika yang dipakai
untuk mengukur suhu. Prinsip dasar dari termistor adalah perubahan nilai tahanan
(hambatan) bila suhu atau temperatur yang mengenai termistor. Termistor merupakan
termometer yang memanfaatkan sifat hambatan suatu bahan semakin tinggi suhu, maka
maka hambatan
III. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
 Satu set Temperature Measurement
 Termometer PT 100, Termocouple,Termometer
transmitor dan Termometer tekanan uap
 Termometer air raksa
 Stopwatch
 Botol Aquadest

BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Aquadest
 Batu Es

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

PEMANASAN AIR
a. Isi air pada water batch (aquadest)
b. Tutup water batch dan letakan semua termometer diatas tutup
c. Hubungkan kabel pada temperature measurement ke stop kontak
d. Putar "Main Supply" pada posisi "on" lampu indicator main on akan menyala
e. Tekan tombol hijau pada water batch
f. Putar tombol merah pada water batch pada skala 100 bersamaan dengan
menghidupkan stop watch
g. Catat kenaikan temperatur setiap 1 menit pada semua termometer
h. Apabila uap keluar dari tutup water batch putar tombol merah ke skala 0
i. Tekan tombol hijau
j. Matikan alat dengan memutar Main Suplly pada posisi "off"
k. Cabut kabel dari stop kontak

ISOTHERM
a. Isi termos isoterm dengan air es
b. Letakkan semua termometer diatas tutup
c. Hubungkan kabel pada temperature measurement ke stop kontak
d. Putar "Main Supply" pada posisi "on" lampu indicator main on akan menyala
e. Pada saat memutar Main Supply pada posisi "on" hidupkan stop watch
f. Catat temperatur setiap 1 menit sampai waktu 15 menit
g. Matikan alat dengan cara memutar Main Suplly pada posisi "off"
h. Cabut kabel dari stop kontak

PEMANAS UDARA
a. Letakkan semua termometer pada alat blower
b. Putar tombol pada electrònic pada 30°C
c. Hubungkan kabel pada temperature measurement ke stop kontak
d. Putar "Main Supply" pada posisi "on" lampu indicator main on akan menyala
e. Tekan tombol stand by dan tombol warna hijau dan tombol warna hijau pada blower
bersamaan dengan menghidupkan stop watch
f. Catat kenaikkan temperature setiap 1 menit pada semua thermometer
g. Matikan stop watch bila salah satu termometer telah menunjukkan temperatur 30°C
h. Putar tombol hijau ke arah nol dan tombol tombol stand by
i. Matikan alat dengan cara memutar Main Supply pada posisi "off"
j. Cabut kabel dari stop kontak

Catatan setelah selesai praktikum keringkan Water Batch dan termos


isotermal
PENGUKURAN ARUS DAN TEGANGAN
MENGGUNAKAN P ERALATAN TEMPERATURE MEASUREMENT (TM 2)

I. TUJUAN PERCOBAAN
 Mengetahui dan mempelajari perubahan derajat celcius ke satuan tegangan dan ke
satuan arus

II. DASAR TEORI


Pada tahun 1821, fisikawan Jerman-Estonia Thomas Johan Seebeck menemukan
prinsip kerja Efek Seebeck bahwa konduktor apapun dikenakan gradian termal, maka
akan menghasilkan tegangan, penomena ini sekarang dikenalkan sebagai "éfek
termoelektrik" atau efek seenbeck, untuk mengukur tegangan ini selalu melibatkan atau
menghubungkan konduktor lain untuk ujung "hot" (panas).
Konduktor tambahan ini kemudian akan juga mengalami gradian suhu, dan
menimbulkan tegangan sendiri yang berlawanan dengan tegangan yang asli. Besarnya
efek tergantung pada logam yang digunakan, dengan menggunakan logam yang
berlaianan untuk melengkapi rangkaian. membentuk rangkaian dimana keduanya
ujungnya menghasilkan tegangan yang berbeda.
Perbedaan tegangan semakin besar mengikuti kenaikan suhu, dan perbedaan
tegangan sebesar 1 dan 70 microvolts per derajat Celcius(V/°C) untuk kombinasi logam
standar.
Tegangan itu tidak dihasilkan pada junction dari dua logam dari termokopel
melainkan pada sebagian dari panjang dari dun logam berlainanan yang dikenakan
gradien suhu. Karena kedua panjang logam yang berlainana itu mengalami gradient
suhu yang sama, hasil akhir adalah pengukuran suhu pada junction dari termokopel
seperti terlihat pada gambar dibawah ini
Hubungan antara tegangan dan pengaruhnya terhadap temperatur masing-masing titik
pertemuan dua buah kawat adalah linier. Walaupun begitu, untuk perubahan suhu yang
sangat kecil, tegangan pun akan terpengaruh secaralini er, atau dirumuskan sebagai
berikut (National Instrument Application Note043)
∆V = S ∆T
Dengan ∆V adalah perubahan tegangan, S adalah koefisien seebeck, dan ∆V adalah
perubahan temperatur. Nilai S berubah dengn perubahan temperaturyang berdampak
pada nilai keluaran berupa tegangan termokopel tersebut, dan nilai S akan bersifat non
linier di atas rentang tegangan dan termokopeltersebut. Termokopel diberi tanda dengan

huruf besar yang mengindikasikankomposisi berdasarkan pada aturan American


National Standar Institute (ANSI) ,seperti dibawah ini :
Ada dua jenis termokopel yang digunakan di industri, yakni termokopel dan
resistance termometer. Biasanya, industri menggunakan nominal resistance 100 ohm
pada 0°C schingga disebut sebagai sensor Pt-100, Pt adalah simbol untuk 174 platinum,
sensitivitas standar sensor 100 ohm dan nominal 0,385 ohm/°C, RTD dengan
sensitivitas 0,375 dan 0,392 ohm/°C. Ini terdiri dari dua kawat yang dibuat dari bahan
logam yang berbeda jenis dan dihubungkan ke sebuah amperemeter.

III. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


ALAT YANG DIGUNAKAN:
 Satu set Temperature Measurement
 Termomer air raksa
 Termocouple
 Termometer air raksa
 Tester
 Stopwatch
 Botol Aquadest

BAHAN YANG DIGUNAKAN


 Aquadest
 Batu Es

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


PEMANASAN AIR
a. Mengisi air pada water batch (aquadest)
b. Meletakkan termometer air raksa, termokopel pada tutup water batch
c. Menghubungkan kabel pada temperature measurement ke stop kontak
d. Memutar "Main Supply" pada posisi "on" lampu indicator main on akan menyala
e. Memutar tombol merah pada water batch pada skala 100°C
f. Menekan tombol hijau pada water batch bersamaan dengan menghidupkan stop watch
g. Masukkan kabel tester tombol hitam ke hitam dan tombol merah ke merah pada
thermometer secara bergantian pada termokopel, platinum dan termistor
h. Mencatat kenaikan volt dan arus setiap 1 menit
i. Bila termometer air raksa telah menunjukkkan angka 100°C, tekan tombol hijau
pada water batch
j. Matikan alat dengan memutar Main Suplly pada posisi "off"
k. Mencabut kabel dari stop kontak
l. Membersihkan water Batch

ISOTERM
a. Mengisisi termos isoterm dengan air es
b. Meletakkan termometer air raksa, termokopel pada tutup termos isoterm
c. Menghubungkan kabel pada temperature measurement ke stop kontak
d. Memutar "Main Supply" pada posisi "on" lampu indicator main on akan menyala
e. Pada saat memutar Main Supply pada posisi "on" hidupkan stop watch
f. Masukkan kabel tester tombol hitam ke hitam dan tombol merah ke merah pada
termometer secara bergantian pada termokopel
g. Mencatat kenaikan volt dan arus setiap 1 menit sampai waktu 15 menit
h. Matikan alat dengan cara memutar Main Suplly pada posisi "off"
i. Mencabut kabel dari stop kontak
j. Membersihkan termos isoterm

PEMANAS UDARA
a. meletakkan termometer air raksa dan termokopel pada alat blower
b. memutar tombol pada electronic pada 30°C
c. menghubungkan kabel pada temperature measurement ke stop kontak
d. memuutar "Main Supply" pada posisi "on" lampu indicator main on akan menyala
e. menekan tombol stand by dan tombol warna hijau dan tombol warna hijau pada
blower bersamaan dengan menghidupkan stopMasukkan kabel tester tombol hitam ke
hitam dan tombol merah ke merah pada thermometer secara bergantian pada termokopel
f. Mencatat kenaikkan volt dan arus setiap 1 menit
g. Matikan stop watch bila salah satu termometer telah menunjukkan temperatur 30°C
h. Memutar tombol hijau ke arah nol dan tombol tombol stand by
i. Matikan alat dengan cara memutar Main Supply pada posisi "off”
j. Mencabut kabel dari stop kontak
V. DATAPENGAMATAN
 PEMANAS AIR

Waktu Temperature (°C)


(menit) Tekanan
Air Raksa Platinum Termokopel Transmitor
Uap
0 33 30 35,6 36,6 31,2
1 38 27 38,6 39,6 31,9
2 45 29 56,4 56,1 46,4
3 64 35 67,5 67,5 57,3
4 83 44 81,4 108,1 73,1
5 85 55 91,2 100,2 81,7
6 100 69 101,8 121,0 92,6

 ISOTHERM

Wakt Temperature (°C)


u Air Tekana Platinu Termokop Termokopl Termistanc
(menit Raks n Uap m el j ek e
) a
0 10 29 28,4 2,5 8,1 10,3
1 4 28 5,6 1,7 5,0 6,1
2 3 26 5,3 -3,1 4,9 5,2
3 2 25 5,2 -3,7 4,8 4,9
4 2 24 5,1 -4,4 4,8 4,7
5 2 24 5,1 -4,5 4,8 4,6
6 2 24 5,1 -4,5 4,8 4,6
7 2 24 5,2 -4,4 4,6 4,7
8 2 24 5,2 -4,8 4,7 4,7
9 2 24 5,1 -4,9 4,5 4,6
10 2 24 5,1 -4,9 4,5 4,6

 PEMANAS UDARA (BLOWER)

Wakt Temperature (°C)


u Air Tekana Platinu Termokop Termokopl Termistanc
(menit Raks n Uap m el j ek e
) a
0 0 30 55,4 59,5 64,5 39,4
1 0 35 79,5 94,4 106,9 4,2
2 0 43 87,7 99,6 111,5 69,6
TM 2

Air Raksa (°C) Tek. Uap (oC) Milivoltmeter Milivoltmeter


Panas Dingin
30 40 -0,02 0
40 41 -01,6 0
50 42 -02,0 0
60 45 -02,3 0
70 47 -02,6 0
80 52 -03,0 0
90 60 -03,5 0
100 82 -03,9 0

VI. ANALISA DATA


Pada percobaan yang telah dilakukan dapat dianalisa perbedaan suhu dari
beberapa termometer (TM 1) dan pengaruh kenakan suhu terhadap perbedaan tegangan
(TM 2).
Pada percobaan temperature measurement -1, digunakan termometer air raksa
sebagai pembanding utama karena raksa mempunyai kesensitivitasan yang tinggi.
Termometer lainnya antara lain termometer tekanan uap, PT-100, termocopel J dan K,
dan termistance. Termometer tersebut diletakkan di masing-masing lubang bagian tutup
water batch. Setelah mengamati data yang didapat. Diketahui pada percobaan pemanas
ais, termometer PT 100, Termocopel J, Termocopel K, dan termistance memiliki data
yang mendekati data suhu termometer air raksa. Namun, termometer pt-100 dan
termokopel lebih mendekati begitu pun pada percobaan isotherm.Keempat termometer
tersebut, memiliki kesensitivitasan yang baik dan memiliki akurasi presisi yang baik
juga. Tetapi, pada termometer tekanan uap dan termistance untuk akurasi dan
presesinya bergantung pada Jenis dan kualitas serta kalibrasi perangkat.
Pada percobaan temperature measurement -2, pada sebuah sistem yang terkena
efek seebeck akan mempengaruhi perbedaan tegangan yang terjadi. Perbedaan suhu
antara dua titik yang terhubung oleh bahan termoelektrik akan minghasilkan tegangan
listrik. Perubahan suhu pada bahan termoelektrik acan mempengaruhi perbedaan
tegangan yang terbantur. Dua faktor utama yang mempengaruhi kenaikan suhu terhadap
perbedaan tegangan yaitu koefisien seeback dan perbedaan suhu.
VII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakuran, dapat disimpukan:
1) Temperature adalah derajat tingkat panas suatu benda dihadap benda lain atau
lingkungannya. Temperature diukur dengan alat ukur yang disebut termometer
2) Termometer yang digunakan pada TM 1 yaitu: Termometer air raksa,
termometer tekanan uap, termokopel J dan K , termistance, dan termometer PT-
100.
3) Termometer yang digunatan pada TM 2 yaitu: termometer air raksaa dan
termometer tekanan uap.
4) Termometer PT-100, termokopeI J dan K , termistance ,memiliki
kesensitivitasan yang baik dibandingkan termometer tekanan uap.
5) Efek seebeck merupakan perubahan suhu antara dua titik yang terhubung oleh
bahan termoelektrik aian menghasilkan tegangan listrik.
6) Faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu terhadap perbedaan tegangan, yaitu:
koefisien seebeck dan perbedaan suhu.

VIII. TUGAS

 TM 1

1) Analisis mengapa respon kenaikan temperature untuk pemanasan air dan udara ada
perbedaan pada setiap termometer yang digunakan?
Jawab : Perbedaan respon kenaikan suhu antara termometer yang digunakan untuk
mengutur pemanasan air dan udara dapat disebabkann oleh jenis termometer, material
detector suhu, keakuratan dan kalibrasi, serta sifat media pengurutan.

2) Apa yang dimaksud isoterm?


Jawab : Isoterm adalah proses atau keadaan dimana suhu sistem tetap konstan. Ketika
suatu sistem berada dalam keadaan isoterm, perubahan energi (internalnya terjadi tanpa
perubahan suhu).
TM 2

1. Buat grafik hubungan antara tegangan dan temperatur pada termokopel


Jawab:
PENGENDALIAN TEMPERATUR
(PCT 13 – 1)

A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mendemonstrasikan pengendalian ON/OFF dengan saklar pemilih.
2. Mendemonstrasikan pengendalian ON/OFF secara otomatis.
3. Menentukan perioda osilasi dan kelambatan proses.
4. Menentukan temperature overshoot dan undershoot.

B. DASAR TEORI
PCT – 13 adalah aksesoris pengendali temperature buatan AMFIELD
TECH/TD yang dirancang untuk bekerja secara dengan PCT – 10, pada PCT – 13
harga pengukuran (Cm) adalah harga pengendalian atau controller point (Cp).
Sedangkan, yang berfungsi sebagai pengendali atau controller adalah PCT – 10 yang
menerima input dari pengukuran dan mengevaluasi terhadap set point kemudian
menentukan tindakan yang harus dilakukan oleh elemen control akhir. Elemen
control akhir pada PCT – 13 adalah katup motor (Motorised Valve) dan saklar
ON/OFF pada pompa tangki.
Inti proses pada PCT – 13 adalah alat penukar panas (Heat Exchanger) mini
yang menukar panas antara fluida proses dan fluida pemanas.
Bagian – Bagian utama PCT – 13, yaitu :
1. Penukar panas (Heat Exchanger).
2. Tangki fluida panas (Heating fluida reservoir).
3. Pompa sirkulasi air panas.
4. Flowmeter.
5. Katup control aliran manual.
6. Katup motor.
7. Termokopel.
Fluida proses disini adalah air dingin yang berasal dari kran atau air dingin dari
sebuah pompa sirkulasi air yang mempunyai pengatur temperature, yang dihubungkan
ke PCT – 13 dengan slang fleksibel atau lentur. Air dingin tersebut kemudian masuk ke

1
flowmeter melalui katup manual, agar laju alirannya dapat diatur secara manual dan
diketahui besarnya aliran, kemudian masuk ke penukar panas (HE) dan keluar sebagai
fluida proses melalui selang kaku kembali ke pompa sirkulasi air pendingin atau
ditampung oleh penampung. Temperatur air dingin dapat diketahui dengan termokoper
(TC – 3) penampung. Temperatur air pendingin dapat diketahui dengan termokopel (TC
– 3), sedangkan temperature fluida proses dari HE dapat diketahui dengan termokopel
(TC – 4).
Air dalam tangki fluida panas dipanaskan oleh elemen pemanas listrik dan diaduk setas
dipompakan keluar oleh pompa sirkulasi air panas ke flowmeter melalui katup manual untuk
mengatur besarnya aliran yang akan melalui HE. Temperatur air panas masuk HE diukur oleh
termokopel (TC -1 ) dan temperature keluar HE diukur oleh termokopel (TC– 2), besarnya
aliran yang menuju HE juga dapat dikendalikan oleh katup motor yang mendapatkan input dari
PCT – 10. Didalam tangki, terdapat dua buah thermostat yang pertama adalah thermostat
yang berfungsi demi keselamatan kerja alat. Apabilla temperature didalam tangki dikendalikan
oleh sebuah thermostat yang bekerja pada range ±89°C yang akan mematikan elemen pemanas
apabila temperature tangki (TC – 1) mencapai 80°C. Termostat kedua di set 60°C dipasang
untuk tujuan pengendalian ON/OFF melalui soket kuning yang dapat dipergunakan dengan
hubungan kabel ke saklar output di PCT – 10.
Katup motor disini adalah model katup control yang digerakkan dengan motor
listrik DC yang disediakan oleh PCT – 10 melalui kabel 5 PIN DIN. Output dari proses
controller dalam satuan % (0 – 100%) kemudian menggerakkan bukan katup dari 0 –
100%.
Harga pengukuran temperature (TC – 1) hingga (TC – 4) sebagai output dari
PCT – 13 dihubungkan oleh kabel penghubung termokopel SIGNAL CONDITIONING
di PCT – 10 yang berfungsi merubah input temperature menjadi output arus listrik (Ma)
atau tegangan listrik (V). Output ini kemudian dapat dihubungkan ke voltmeter maupun
ke proses controller untuk pembacaan harga pengukuran.
Sebagai nilai pembacaan, maka temperature 0°C - 100°C akan sebanding dengan
0 -1000 volt, yang berarti saat temperature 35°C maka pembacaan pada voltmeter 0,35
volt. Pada temperature 0°C - 100°C akan sebanding dengan 4 mA – 20 mA yang berarti
saat 50°C, maka akan terbaca 12 mA, output (mA) yang sama ketika dihubungkan ke
bagian input pada process controller di PCT – 10 akan memberikan pembcaan 50%

1
karena temperature 0°C - 100°C ≈ 4 mA – 20 mA C ≈ 0% - 100%.

C. ALAT DAN BAHAN


 PCT – 10 + Trimtool
 PCT – 13 + Pompa sirkulasi dingin
 Lampu 24 VAC
 Kabel penghubung
 Kabel termokopel
 Termometer air raksa
 Spatula

D. PROSEDUR PERCOBAAN
1) Menghubungkan alat PCT – 10 dan pompa sirkulasi air pendingin ke soket PLN,
menghubungkan kabel pompa dari alat PCT – 13 ke soket dibagian sisi kiri alat
PCT – 10, pastikan kabel heater dari alat PCT – 13 tidak terpasang.
2) Memeriksa air pendingin, mengisi air dan batu es kemudian ukur temperature
hingga didapat temperature 10°C, menghidupkan pompa, mengamati sirkulasi air
pendingin menuju ke alat PCT – 13 dan kembali ke tangki air pendingin.
3) Memeriksa tangki air proses di alat PCT – 13, pastikan terisi air minimal 2/3 dari
volume tangki maksimal 5 liter.
4) Kalibrasi alat PCT – 10 dengan baik dan benar untuk voltmeter dan proses
controller.

E. DATA PENGAMATAN
T Awal = 27℃
T Set point= 30℃ T
Pendingin= 10℃
Histeritis= ±2℃

1
Waktu Set Temperatur Waktu Waktu Tempertur Waktu
Point Overshoot Overshoot Overshoot Undershoot Undershoot
– Set Point
114detik 32°C 100 detik 112 detik 28°C 28 detik
135 detik 32°C 123 detik 142 detik 28°C 30,38 detik
242 detik 32°C 453 detik 86 detik 28°C 36,27 detik
126 detik 32°C 110 detik 79 detik 28°C 50 detik

1
F. DATA PERHITUNGAN
 Laju Pemanasan
𝑇𝑠𝑝 − 𝑇𝑎𝑤𝑎𝑙
30°C − 27°C

1
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛 = = = 𝟎, 𝟎𝟑°C
𝑇𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑇𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 (𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢) 100 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

1
1
 Laju Pendinginan
𝑇𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑇𝑠𝑒𝑡 𝑝𝑜𝑖𝑛𝑡
32°C − 30°C

1
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑎𝑛 = =
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑇𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑇𝑠𝑒𝑡 𝑝𝑖𝑛𝑡
= 𝟎, 𝟎𝟏𝟓°C
134𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
Grafik Suhu Vs
33 Waktu
32

31
Temperatur

30

29

28
2
27

26
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Waktu (menit)

1
32 32 32 32

30 30 30 30

28 28 28

G. ANALISA DATA
Pada pratikum kali ini kami melakukan percobaan pengendalian temperature
(PCT – 13) dengan proses pengendalian ON/OFF secara manual dengan menggunakan
saklar pemilih. Pada percobaan ini dapat mengatur dan mengendalikan proses dengan
cara mengendalikan saklar N/C dan melihat acuan pada lampu indicator. Pada ditekan
N/O lampu indicator akan mati sampai dengan mencapai set pointnya yaitu 30°C dan
dicatat temperature serta waktunya untuk mencapai kenaikan itu. Setellah itu menaikkan
ke posisi N/C dimana ini adalah pemutusan posisi relai ke heater, namun nilai
temperature tetap naik dikarenakan adanya control lag atau overshoot yang kemudikan
akan menurun kembali pada nilai set poin awal. Laju pemanasan dan pendingin yang
diperoleh sebesar 0,03°C/s dan 0,015°C/s.

H. KESIMPULAN
Hasil dari pratikum pada percobaan ini dapat disimpulkan, yaitu :
 Pengendalian terhadap temperature dengan metode tidak kontinyu.
 Laju pemanasan > Laju pendinginan.
 Laju pemanasan yang diperolleh 0,03°C/s.
 Laju pendinginan yang diperoleh 0,015°C/s.

1
PENGENDALIAN NILAI pH (CRpH)

1. TUJUAN PERCOBAAN
• Menjelaskan dan membedakan mode pengendalian kontinyu dan tidak kontinyu.
• Menjelaskan terminology yang di gunakan dalam simulasi CRpH.
• Memahami prinsip pengendalian level air pada unit CRpH.
• Melakukan simulasi pengendalian dan menjelaskan grafik tersebut.

2. DASAR TEORI
Peralatan proses pengendalian pH terdiri dari dua buah tangki yang terletak
dibagian atas alat dan dibagian dasar. Tangki atas terbagi menjadi dua tangki A dan
tangki B yang masing - masing berisi larutan umpan beruapa asam dan tangki bawah
sebagai tangki penampungan. Tujuan utama pengendalian pH adalah mengendalikan pH
larutan yang terdapat pada tangki utama yang mengalir kebawah masuk menuju tangki
pencampuran.
Pada proses – proses tertentu, perubahan ketidakan liniearan menjadi sangat
ekstrim sehingga ada bagian dimana proses menjadi sangat sensitif atau sebaliknya
menjadi sangat tidak sensitif. Contoh paling klasik proese semacam ini adalah proese
dengan proses variabel pH.
Secara garishubungan antara bukaan valve Vs pH adalah seperti kurva digambar
bawah . dari kurva itu , jelas bahwa didareah Ph – 7, atau dareah netral, perubahan
bukaan valve sedikit saja akan menyebabkan perubahan pH yang sangat mencolok,
didareah itu proese sangat sensitif. Dengan kata lain, didareah itu gain sangat tinggi.
Ketidakliniearan proses biasanya dikompresikan dgn ketidakliniearan control
valve, namun untuk ini tidak bisa, untuk mengatasi hal itu, diperlukan sebuah
pengendalian non-linier. Pada pengendalian ini, dapat disetel dead band dan gain
sehingga didapatkan pengendalian proses yang diinginkan. Penyetealn PB, interval time
maupun derivatif time tetap seperti biasany,hanya saja semua transfer function di
control jenis ini akan selalu dikendalikan dengan gain yang tidak linear tadi. Jadi, bila
PB 200 % sedangkan gain dibuat 0,2 didareah sensitif itu GC = 0,01
Selain untuk pengendalian proses variabel p, pengendalian non linear juga
efektif untuk dipakai mengendalikan proses variabel pH, pengendalian non- linear juga

1
efektif untuk dipakai mengendalikan proses variabel flow yang sangat pulsatif.
Pada laju alir yang lambat, pengendali tidak dapat mempertahankan harga pH
dan pompa akan bergerak secara periodic (bergantian) sehingga menghasilkan osolasi
dan tidak mencapai set point dengan stabil. Pengukuran oksilasi dapat dilakukan dengan
mempercepat laju alir. Perbedaan untuk set point yang bersifat agak asam dan asam
dapat diperlihatkan pada grafik yang terbentuk. Linearitas dan bentuh simetris grafik
antara set point yang berbeda pada saat laju alir divariasikan menunjukkan
ketergantungan pH terhadap laju alir.
Intrumentasi dan control industri tentu tidak lepas dari sistem instrumentasi
sebagai pengontrol yang digunakan dalam keperluan pabrik. Sistem kontrol pada pabrik
tidak lagi manual seperti dahulu, tetapi saat sekarang ini telah dibantu dengan perangkat
kontroler sehingga dalam proses produksinya suatu pabrik bisa lebih efisien dan efektif.
Kontroler juga berfungsi untuk memastikan bahwa setiap proses produksi terjadi
dengan baik.
PID (Proportional–Integral–Derivative controller) merupakan kontroler untuk
menentukan presisi suatu sistem instrumentasi dengan karakteristik adanya umpan balik
pada sistem tesebut. Pengontrol PID adalah pengontrol konvensional yang banyak
dipakai dalam dunia industri. Pengontrol PID akan memberikan aksi kepada Control
Valve berdasarkan besar error yang diperoleh. Control valve akan menjadi aktuator
yang mengatur aliran fluida dalam proses industri yang terjadi Level air yang
diinginkan disebut dengan Set Point. Error adalah perbedaan dari Set Point dengan level
air aktual. PID Blok Diagram dapat dilihat pada gambar dibawah :

1
Adapun persamaan Pengontrol PID adalah :

Keterangan :

mv(t) = output dari pengontrol PID atau Manipulated

Variable Kp = konstanta Proporsional

Ti = konstanta Integral
Td = konstanta Detivatif e(t) = error (selisih

antara set point dengan level aktual)

Persamaan Pengontrol PID diatas dapat juga dituliskan sebagai berikut :

Dengan :

Untuk lebih memaksimalkan kerja pengontrol diperlukan nilai batas minimum


dan maksimum yang akan membatasi nilai Manipulated Variable yang dihasilkan.
Komponen kontrol PID ini terdiri dari tiga jenis yaitu Proportional, Integratif dan
Derivatif. Ketiganya dapat dipakai bersamaan maupun sendiri-sendiri tergantung dari
respon yang kita inginkan terhadap suatu plant.

1
1. Kontrol Proporsional
Kontrol P jika G(s) = kp, dengan k adalah konstanta. Jika u = G(s) • e maka u
= Kp • e dengan Kp adalah Konstanta Proporsional. Kp berlaku sebagai Gain (penguat)
saja tanpa memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P
memiliki berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini. Walaupun
demikian dalam aplikasi-aplikasi dasar yang sederhana kontrol P ini cukup mampu
untuk memperbaiki respon transien khususnya rise time dan settling time. Pengontrol
proporsional memiliki keluaran yang sebanding/proporsional dengan besarnya sinyal
kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya).

Ciri-ciri pengontrol proporsional :

1) Jika nilai Kp kecil, pengontrol proporsional hanya mampu melakukan koreksi


kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat
(menambah rise time).
2) Jika nilai Kp dinaikkan, respon/tanggapan sistem akan semakin cepat mencapai
keadaan mantapnya (mengurangi rise time).
3) Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil atau respon sistem akan berosilasi.
4) Nilai Kp dapat diset sedemikian sehingga mengurangi steady state error, tetapi
tidak menghilangkannya.

2. Kontrol Integratif
Pengontrol Integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
kesalahan keadaan mantap nol (Error Steady State = 0 ). Jika sebuah pengontrol tidak
memiliki unsur integrator, pengontrol proporsional tidak mampu menjamin keluaran
sistem dengan kesalahan keadaan mantapnya nol.
Jika G(s) adalah kontrol I maka u dapat dinyatakan sebagai u(t)=[integral
e(t)dT]Ki dengan Ki adalah konstanta Integral, dan dari persamaan di atas, G(s) dapat
dinyatakan sebagai u=Kd.[delta e/delta t]
Jika e(T) mendekati konstan (bukan nol) maka u(t) akan menjadi sangat besar
sehingga diharapkan dapat memperbaiki error. Jika e(T) mendekati nol maka efek

1
kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan
respon steady-state, namun pemilihan Ki yang tidak tepat dapat menyebabkan respon
transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem. Pemilihan Ki
yang sangat tinggi justru dapat menyebabkan output berosilasi karena menambah orde
system Keluaran pengontrol ini merupakan hasil penjumlahan yang terus menerus dari
perubahan masukannya. Jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, maka
keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal
keluaran pengontrol integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva
kesalahan /
error.

Ciri-ciri pengontrol integral :

1) Keluaran pengontrol integral membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga pengontrol


integral cenderung memperlambat respon.
2) Ketika sinyal kesalahan berharga nil, keluaran pengontrol akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
3) Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki.
4) Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal
keluaran pengontrol.

3. Kontrol Derivatif
Keluaran pengontrol diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif.
Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol akan mengakibatkan perubahan yang
sangat besar dan cepat. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol
juga tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan
menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal
masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step
yang besar magnitudenya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan factor
konstanta Kd.
Sinyal kontrol u yang dihasilkan oleh kontrol D dapat dinyatakan sebagai G(s)=s.Kd
Dari persamaan di atas, nampak bahwa sifat dari kontrol D ini dalam konteks “kecepatan” atau

1
rate dari error. Dengan sifat ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan
memprediksi error yang akan terjadi. Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan
error sehingga saat error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula yang menyebabkan
kontroler Derivative tidak dapat dipakai sendiri.

Ciri-ciri pengontrol derivatif :


1) Pengontrol tidak dapat menghasilkan keluaran jika tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa perubahan sinyal kesalahan)
2) Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan
pengontrol tergantung pada nilai Kd dan laju perubahan sinyal kesalahan.
3) Pengontrol diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit
kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol diferensial dapat mengantisipasi
pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif dan cenderung
meningkatkan stabilitas sistem.
4) Dengan meningkatkan nilai Kd, dapat meningkatkan stabilitas sistem dan
mengurangi overshoot.

Berdasarkan karakteristik pengontrol ini, pengontrol diferensial umumnya


dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil
kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja pengontrol diferensial hanyalah efektif pada
lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu pengontrol diferensial
tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lainnya.
Efek dari setiap pengontrol Proporsional, Integral dan Derivatif pada sistem lup
tertutup disimpulkan pada table berikut ini : Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-
masing pengontrol P, I dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara
paralel menjadi pengontrol proporsional plus integral plus diferensial (pengontrol PID).
Elemenelemen pengontrol P, I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan :
1. mempercepat reaksi sebuah sistem mencapai set point-nya
2. menghilangkan offset
3. menghasilkan perubahan awal yang besar dan mengurangi overshoot.

1
Kita coba ambil contoh dari pengukuran temperatur, setelah terjadinya pengukuran dan
pengukuran kesalahan maka kontroler akan memustuskan seberapa banyak posisi tap akan
bergeser atau berubah. Ketika kontroler membiarkan valve dalam keadaan terbuka, dan bisa saja
kontroler membuka sebagian dari valve jika hanya dibutuhkan air yang hangat, akan tetapi jika
yang dibutuhkan adalah air panas, maka valve akan terbuka secara penuh. Ini adalah contoh dari
proportional control. Dan jika ternyata dalam prosesnya air panas yang diharapkan ada
datangnya kurang cepat maka controler bisa mempercepat proses pengiriman air panas dengan
membuka valve lebih besar atau menguatkan pompa, inilah yang disebut dengan intergral
kontrol. Karakteristik pengontrol PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga
parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ki dan Kd akan mengakibatkan penonjolan sifat
dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih
menonjol disbanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi
pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan. Adapun beberapa grafik dapat menunjukkan
bagaimana respon dari sitem terhadap perubahan Kp, Ki dan Kd sebagai berikut :

PID Controler adalah controler yang penting yang sering digunakan dalam
industri. Sistem pengendalian menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dalam proses
kehidupan ini khususnya dalam bidang rekayasa industri, karena dengan bantuan sistem
pengendalian maka hasil yang diinginkan dapat terwujud. Sistem pengendalian
dibutuhkan untuk memperbaiki tanggapan sistem dinamik agar didapat sinyal keluaran
seperti yang diinginkan. Sistem kendali yang baik mempunyai tanggapan yang baik
terhadap sinyal masukan yang beragam.

1
3. ALAT DAN BAHAN
a. Alat yang digunakan
1) 1 set alat pengendali pH (CRpH) : 1 unit
2) Personal komputer & printer : 1 unit
3) Gelas kimia 2 L, 10 L, 20 L : 1 unit
4) Gelas ukur 1000 ml : 1 buah
5) Neraca analitik : 1 buah
6) Buret 50 ml : 1 buah
7) Gelas kimia /erlenmeyer 250 ml : 1 buah
8) Pengaduk kaca : 1 buah
9) Pipet vakum 1ml, 5 ml, 10 ml : 1 buah

b. Bahan yang Digunakan


1) Larutan HCl 30%
2) Larutan NaOH 30%
3) Aquadest

4. LANGKAH KERJA
1) Memipet 6 ml larutan NaOH 30% kedalam gallon aquadest bagian bawah,
menambahkan aquadest hingga 9 L
2) Memipet 3 ml larutan HCl 30% kedalam aquadest pada bagian atas dan
menambahkan aquadest hingga terisi 9 L
3) Menghidupkan alat dengan memutar MAIN SWITCH ke posisi ON
4) Mengambil sampel dari masing – masing gallon sejumlah 50 ml dan mengecek pH
dengan menggunakan pH elektroda tersedia ,membilas elektroda
5) Memutar katup tempat elektroda di tangki proses dengan memutar dan
memasukkan elektroda pH kedalam, mengencangkan kembali dengan memutar
6) Menghidupkan computer dan menghubungkan antara CRpH dengan computer
menggunakan kabel USB yang tersedia. Menjalankan program DIDATEC
CONTROL pada layar desktop dengan mengklik 2 kali menggunakan mouse
7) Meng – switch on pengaduk, menekan tombol power pada bagian pengaduk sampai

166
muncul 350 rpm
8) Menghidupkan pompa sentrifugal dan mengatur debit pada 3,5 L/ h. mengamati
permukaan cairan didalam tangki proses hingga elektroda tercelup dengan baik.
9) Mengatur USB PORT di monitor ke COM 6 dan mengubah SET POINT menjadi
8
10) Memasukkan harga proporsional band 50 % integral time 1 dan derrivatif time 0
11) Menghidupkan kembali dosing pump
12) Mengklik START ACQUISTION pada layar monitor untuk memulai proses
pengendalian pH. Mengklik kanan pada bagian sumbu x untuk mengaktifkan
autoscale pada output pompa dan mengklik kanan pada bagian sumbu Y untuk
mengaktifkan AUTOSCALE pada bagian pengukuran
13) Mengamati hingga didapat grafik perubahan yang cenderung stabil
14) Setelah selesai RUN 1 terdapat 2 bukit dan 1 lembah, mengklik stop
15) Mengklik save graph untuk melihat grafik pengukuran, dan mengisi nama grafik
yang akan di simpan.
16) Mengubah parameter dan mengganti nilai proportional band menjadi 30% dan 70%

167
5. DATA PENGAMATAN

6. ANALISA DATA
Dari praktikum yang telah dilakukan, tujuan dari praktikum CRpH ini adalah
untuk menjaga nilai pH agar tetap berada pada set point yang telah ditentukan. Pada alat
pengendalian pH terdapat 2 galon yang terletak pada bagian atas dan bagian bawah.
Galon bagian atas berisi larutan asam, dalam hal ini adalah HCl dengan konsentrasi
30% dalam volume 9 liter dan pada bagian bawah berisi larutan basa, dalam hal ini
NaOH 30% dalam volume 6 liter. Pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk
mengamati pengendalian mode proporsional.
Dalam percobaan ini mula-mula memasukkan larutan HCl 3L/h hingga
menyentuh pengaduk, namun terlebih dahulu mengukur pH dari HCl dan pH dari

168
NaOH. Pencampuran larutan dilakukan pada kecepatan pengadukan 350 rpm dengan
larutan NaOH yang dikendalikan oleh dosing pump. Prinsip kerja dosing pump ini
berdasarkan pH yang terukur oleh alat, apabila pH diatas set point maka dosing pump
ini akan menyala untuk mengalirkan larutan basa sebagai sarana untuk membuat larutan
dalam tangki menuju pH berdasarkan set point. Sedangkan apabila larutan dalam tangki
telah mencapai set point, dosing pump akan mati secara otomatis. Dosing pump ini
merupakan salah satu contoh pengendalia on/off.
Pada praktikum CRpH yang pertama ini hanya menggunakan pengandalian
proporsional. Pada pengendalian proporsional ini, dalam kurun waktu 15 menit yang
pertama dosing pump hanya menyala sekali. Dosing pump menyala saat pH mulai
berada di atas set point yang ditentukan. Tepatnya saat sakelar dosing pump dibuka,
dosing pump ini langsung menyala 100%, hal ini dikarenakan pH dalam keadaan asam,
sedangkan set point dalam keadaan basa, yaitu 8. Dosing pump hidup selama 1 menit 10
detik, kemudian mati secara perlahan pada saat pH mencapai set point.

7. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah :
• Pengendalian CRpH merupakan sistem pengendalian proses yang bertujuan untuk
mengendalikan pH agar sesuai dengan set point yang telah ditentukan.
• Jika sinyal pH kurang sesuai dengan set point maka controller akan melakukan
a. Menambah asam jika pH medium terlalu tinggi
b. Menambah basa jika pH medium terlalu asam
• Penambahan pH dikendalikan oleh dosing pump, kinerja dosing pump ini merupakan
pengendalian on/off.

169

Anda mungkin juga menyukai