Sampai saat ini permasalahan konlik agrarian di negara yang kita cintai ini
masihlah sangat terlihat serius. Dimana konflik agrarian ini membawa dampak yang
sanagat serius pada kehidupan masyrakat Indonesia, terutama Papua dan Kalimantan.
Data pada tahun 2018 menyatakan terjadinya peluasan deforstasi di Papua karena
pemerintahan masih memberikan izin konversi kawan hutan untuk usaha perkebunan
kelapa sawit yang mengalihfungsian dan menghilangkan Kawasan hutan. Pada
April 2018, BKPM (Badan Koordinasi Penamanam Modal) meneribitkan izin
pelepasan kawsaan hutan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Sawit
Makmur Abadi (SMA) melalui Nomor SK.2/1/PKH/PMDN/2018 pada tanggal 10
April 2018 dengan luas lahan 28.817,42 Hektar, di Distrik Napan, Kabupaten
Nabire, Provinsi Papua. Pemerintah pusat dan instansi kehutanan menggunakan
alasan ijin yang diberikan oleh Pemda sebagai dasar pembenaran pemberian ijin
pelepasan Kawasan hutan untuk usaha perkebunan kelapa sawit. Status
kawasamhutan telah berubah mendai APL (Areal Penggunaan Lain). Sedangkan hal
ini jelas-jelas melanggar hak otonomi khusus yang dimiliki oleh tanah Papua.
Dilihat dari UU otonomoni Khusus Papua No.21 tahun 2001, yang menyatakan
bahwa peneyidaan tanah untuk keperlulan apapun harus musyawarah, keputusan
musyawarah mendahului dan menjadi syarat penerbitan surat izin dan pemberian
hak ( pasal 42, ayat 4).
Konflik ini berasal dari Bahasa latin configure berarti saling memukul
( Wikipedia Enslikopedia, diakses 18 Juni 2019). Dalam kehidupan masyrakat
seringkali konflik di artikan sebagat suatu hubungan social antara individu dan
individua tau indivu dengan kelompok atau juga lebih terdapat ketidaksesuaian dan
ketegangan dianatara pihak pihak tersebut. Salah satu pihak berusaha melawan atau
menyingkirkan pihak lain dengan cara yang halus sapai dengan cara yang kasar.
Kemudia kata agrarian mempunya arti unsur pertanian atau tanah pertanian, urusan pemilikan
tanah. Dimana pada No. 5 1960 tentang peraturan Dasar Pokok Pook Agraria Pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwa “ seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dalam wilayah Indonesia sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa adalah
bumi,air dan ruang angkasa bangsa Indonesia merupakaan kekayaan nasional.” Dari pasal
tersebut kita bisa melihat bahwa agrarian diartikan secara luas menyangkut pertanahan baik yang
berupa permukaan, diatas permukaan dan isi dari tanah itu sendiri. Dengan melihat penjelasan
penjelasan diatas maka dapat dikemukakan bahwa konflik agrarian itu merupakan sebuah
percekcokan perselisihan, pertentangan dalam hubungan social yang menyangkut antara individu
antar individu individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok , atau lebih banyak
dengan persoalan pertanahan baik berupa penguasaan maupun pemilikan tanah. Pepatah jawa
mengatakan “ sadumuk bathuk dan sanyari bumi” kata kata itu saya dapatkan dari video di
youtub tentang konlik agrarian dimana yang bermakna kita harus membela mati matian terhadap
sejengkal tanah yang kita miliki manakala direbut oleh orang lain. Sama seperti masalah yang
akan dibahas bahwa masyarakat papua masih belum bisa mendapatkan tanahnya sendiri karena
banyaknya kekuasaan didalam masalah konlfik agraria yang sampai sekarang belum tuntas.
TEORI KONFLIK
Dalam setiap masyarakat antar kelompok bersaing satu sama lain untuk memperebutkan
bagian yang lebih besar dari sumber daya masyarakat yang terbatas. Jika suatu kelompok dapat
memenangkan dalam persaingan ini, kemudian kelompok tersebut memperoleh kekuasaan, maka
kekuasaan ini akan digunakan untuk mengambil apa yang dapat mereka ambil dari kelompok-
kelompok yang berada di bawahnya. Kelompok elit inipun menggunakan institusi sosial agar
kelompok lain tetap lemah dan kelompok mereka sendiri tetap berkuasa.
Pandangan konflik yang sangat populer dikemukakan oleh Karl Marx. Menurut Marx,
orang yang berkuasa menduduki posisinya bukan karena ciri-ciri mereka yang unggul
sebagaimana diyakini oleh kaum fungsionalis. Pandangan tersebut hanyalah suatu ideologi yang
digunakan oleh kaum elit untuk membenarkan keberadaan mereka di puncak, dan untuk merayu
pihak yang tertindas agar percaya bahwa kesejahteraan mereka tergantung pada kestabilan
masyarakat. Menurut Marx, sejarah manusia merupakan sejarah perjuangan kelas, oleh mereka
yang berkuasa dengan menggunakan sumber daya masyarakat untuk menguntungkan diri sendiri
dan untuk menindas mereka yang berada di bawahnya, dan dari kelompok-kelompok yang
tertindas yang mencoba mengatasi dominasi terhadap mereka (Henslin, 2007: 187). konflik
sebagai sesuatu yang tidak dapat dielakkan dalam diri manusia sebagai perwujudan frustrasi
ketika dipaksa untuk melepaskan prinsip kesenangan (pleasure principle), Freud (dalam
Duverger, 1989: 190-196). Menurut teori konflik setiap elemen dalam masyarakat memberikan
sumbangan terhadap disintegrasi sosial. Teori konflik menilai keteraturan yang terdapat di dalam
masyarakat itu hanyalah disebabkan oleh adanya tekanan atau pemaksaan kekuasaan dari atas
oleh golongan yang berkuasa (Ritzer, 2007: 26).
Menurut Kaloh (2002 : 7) Mendefenisikan bahwa otonomi baga rakyat daerah dan bukan
otonomi “daerah:” dalam pengertian wilayah/territorial tertentu di tingkat local. Otonomi daerah
bukan hanya meruepukana pelimpahan wewenang teteapi juga sebagai peningkatan partisipasi
masyrakat dalam pembangunan daerah.
SUMBER :
Undang Undang Republik Indonesia Tahun (1960) tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
http://jkw.psdr.lipi.go.id/index.php/jkw/article/view/124 (
https://doi.org/10.14203/jkw.v5i1.124 )
http://rechtsvinding.bphn.go.id/ejournal/index.php/jrv/article/download/185/141
Noor, M. Kajian Teoritis Tentang Pola Kerjasama Birokrasi Pemerintah dan Lembaga Adat
dalam Pelaksanaan Pembangunan Daerah.