mengevaluasi penyembuhan luka pada masa pascasalin. REEDA tool, alat ini untuk mengkaji
redness, edema, ecchymosis, discharge, dan approximation yang berhubungan dengan
trauma perineum setelah persalinan. REEDA menilai lima komponen proses penyembuhan
dan trauma perineum setiap individu (Nurbaeti, 2013).
Table 2.2 Skala REEDA
Ecchymosis Approximatio
Redness Oedema Discharger
Nilai (bercak n (penyatuan
(Kemerahan) (pembengkakan) (pengeluaran)
perdarahan) luka)
0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Kurang dari
Kurang dari 0,25cm
Pada perineum, Jarak kulit
0,25cm pada pada kedua
1 <1cm dari Serum 3mm atau
kedua sisi sisi atau
laserasi kurang
laserasi 0,5cm pada
satu sisi
0,25cm-
Kurang dari 1cm pada Terdapat jarak
Pada perineum,
0,5cm pada kedua sisi Serosanguinu antara kulit
2 1-2cm dari
kedua sisi atau 0,52cm s dan lemak
laserasi
laserasi pada satu subkutan
sisi
>1cm pada Terdapat jarak
Lebih dari
Pada perineum, kedua sisi antara kulit
0,5cm pada Berdarah,
3 >2cm dari atau 2cm dan lemak
kedua sisi purulent
laserasi pada satu subkutan dan
laserasi
sisi fasia
Sumber : Alvarega MB (2015)
Alat pengkajian ini digunakan untuk menilai kondisi luka jahitan perineum, dengan
score tertentu yang mengindikasikann seberapa baik kondisi penyembuhan luka perincum.
Skor paling tinggi untuk masing-masing aspek dari 5 aspek tersebut (REEDA) adalah 3,
sedangkan score terendah adalah 0. Dengan nilai 0 menunjukan kondisi luka perineum
sembuh (Chougala, 2013).
Faktor predisposisi terjadinya luka perineum pada ibu nifas antara lain partus
presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong, pasien tidak mampu berhenti
mengejan, edema dan kerapuhan pada perineum, vasikositas vulva dan jaringan perineum,
arkus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pulasehingga menekan kepala
bayi kearah posterior, dan perluasan episiotomi. Faktor penyebab dari aspek janin antara lain
bayi besar, posisi kepala yang abnormal, kelahiran bokong, ekstraksi forcep yang sukar, dan
distosia bahu (Wahyuningsih, 2018).
Derajat luka perineum terdiri dari 4 tingkat yaitu :
Tingkat I: Robekan mengenai jaringan kulit dan subkutan dengan hanya sedikit atau
tanpa kerusakan otot. Robekan ini seringkali dibiarkan tanpa perlu dijahit. Meliputi
mukosa vagina, komisura posterior.
Tingkat Il: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir
vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.
Robekan mengenai kulit dan lapisan otot (paling sering otot bulbokavernosus serta
transerversa superfisial dan profunda). Episiotomi termasuk dalam kategori ini karena
kulit dan otot digunting. Jika robekan terjadi secara spontan, dianjurkan bahwa beberapa
robekan derajat kedua tidak memerlukan jahitan. Meliputi mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum dan otot.
Tingkat Ml:Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot
sfingter ani. Meliputi mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum
dan otot sfingter ani.
Tingkat IV: Robekan hingga epitel anus. Robekan mengenai sfingter internal dan
eksternal serta mukosa rektum sehingga lumen rektum. Meliputi mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani dan dinding depan
rectum (Wiknjosastro, 2016).