Anda di halaman 1dari 18

Pembawa Mimpi Indah.

Marko, Renjana, Jerome, Haega, Keenan, Charles, dan Aji. Ketujuh pemuda yang sama-sama
datang ke dunia per-musik an untuk mencapai mimpi mereka. Terimakasih dan Selamat atas
perjuangan Enam Tahunnya, Pemimpi.

“Kerja bagus, Semuanya” Puji Irene, sang manajer. “Terimakasih atas kerja samanya hari ini.
Tanpa kerja keras kalian, kegiatan hari ini mungkin tidak akan berjalan.” Ujar Marko, sang
pemimpin.

“Penampilan nya tadi keren banget gak sih? Gua kaget pas ngeliat adek kecil kita ini
sekarang udah bisa bikin anak orang menjerit cuma karena suara dia yang berat.” Haega
melanjutkan topik perbinCagan mereka dengan membahas betapa menakjubkan nya
penampilan mereka tadi. “Ril cuy, gua juga kalo jadi cewek bakal teriak juga sih. Suara lo
emang se-enak itu buat didengerin dah Ji.” Sambung Jerome. “Makasih bang, gua juga gak
nyangka bakal banyak yang teriak kayak gitu.” Respon sang bungsu.

“Good job semuanya, terima kasih atas kerja samanya hari ini. Tetep semangat sampe dua
hari kedepan. Kita masih ada konser hari ke-dua dan hari ke-tiga. Simpan energinya buat
besok dan lusa.” CEO dari SM Ent, Lee Sooman, angkat bicara. “Siap, terimakasih Pak atas
bimbingannya selama ini.” Mereka semua merespon dengan bersamaan.

25 Agustus, 2022. Hari dimana konser hari pertama dari grup Pemimpi, yang dilakukan di
Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Konser yang diadakan ini, adalah Konser pertama yang
mereka gelar untuk pertama kalinya setelah tidak memiliki waktu dan terhalang oleh pandemi
untuk bertemu penggemar mereka secara langsung.

Dua tahun, bukanlah waktu yang singkat dan mudah untuk mereka lewati. Banyak masalah
yang perlahan datang ke masing-masing member, ataupun ke grup mereka. Mulai dari Aji,
yang mengalami cedera pada lututnya di tahun 2020. Jenan yang sempat mengalami cedera
pada punggung belakangnya, harus kembali melakukan terapi untuk membuat kondisi
punggungnya tidak bertambah buruk.

Sehingga, para penggemar bisa melihat ia kembali tampil di panggung yang besar dan
mendukungnya. Dan Renjana, yang kesehatan mentalnya bermasalah. Skandal yang cukup
berpengaruh bagi nama baik grup mereka. Tetapi, dengan rasa syukur, mereka semua bisa
melewai masa-masa sulit itu dan kembali tampil di atas panggung yang besar untuk bertemu
dengan penggemar mereka. Di mata mereka, penggemar bukanlah sekedar orang-orang yang
menyukai lagu, karya, dan penampilan dari mereka. Tetapi, seorang penggemar adalah
seseorang yang akan mendukung mereka sampai hari terakhir mereka berjuang bersama.

Dari sinilah, perjuangan mereka dimulai.


Pembawa Mimpi Indah, 2022.
Perjalanan mereka dimulai dari sang Vokalis Utama berdarah Jogja dan China, Renjana. Pada
tahun 2015.

“Renjana Huang?” Tanya sang juri. “Benar.” Jawab Renjana singkat. Tangan Renjana
bergetar hebat. Baju nya juga sudah mulai dipenuhi oleh keringat dari dirinya sendiri yang
merasa gugup dan khawatir jika penampilannya yang akan ditampilkan nanti, akan terlihat
kurang bagus di mata Juri dan tidak berhasil lolos.

Menjadi penyanyi adalah mimpi Renjana sedari ia masih kecil. Melihat grup vokal yang ia
sukai, EXO. Membuat ia bertekad untuk mengikuti jejak mereka, dan mencoba untuk
menjadi penyanyi sama seperti sang idola.
“Silahkan, anda boleh langsung menampilkan yang ingin anda tampilkan kepada kami.” Ujar
sang Juri. “Baik, Terima Kasih.” Balas Renjana sambil melakukan peregangan kecil agar bisa
menujukkan bakat menari modern nya supaya bisa terlihat bagus dan lentur.

Renjana mempunyai tubuh yang kecil, bisa dikatakan kurang tinggi untuk ukuran remaja
laki-laki seumurannya. Tetapi, di balik tubuh yang kecil dan pendek itu, ia memiliki postur
tubuh yang sangat bagus. Dan memiliki tubuh yang sangat lentur. Sehingga ia bisa menari
dengan baik. Sebenarnya, ia pernah mengikuti balet Ketika ia masih berumur sekitar 8 tahun.
Tapi ia keluar tidak lama setelah itu karena dia mulai fokus untuk belajar. Mungkin itu bisa
menjadi kunci bagaimana Renjana bisa mempunyai postur yang bagus dan tubuh yang sangat
lentur.

Satu per-satu Gerakan mulai Renjana kuasai. Ia menampilkan penampilan Dance dari grup
favorit nya, EXO.

Tepuk tangan dari Juri terdengar di telinga Renjana. Ia sudah merasa lebih santai dan tenang.
Bukan hanya karena Juri memberikannya tepuk tangan, tetapi karena sekarang ia hanya bisa
berdoa yang terbaik. ‘Biarlah tuhan yang mengatur semua.’ Batin Renjana. Apapun hasilnya
kelak, ia hanya bisa menerimanya dengan ikhlas.

“Kamu punya tubuh yang sangat lentur ya, dan sangat detail dalam setiap gerakan yang kamu
tampilkan kepada kami. Kerja Bagus. Silahkan tunggu kabar berikutnya dari kami.
Terimakasih, Renjana.” Ucap akhir sang juri. “Baik, Terimakasih semuanya.” Jawabnya
sambil sedikit membungkuk yang menandakan tanda hormatnya kepada orang lain.

Satu bulan, Dua bulan. Tak kunjung ia mendapatkan notifikasi e-mail satu pun dari agensi
tempatnya mendaftar itu. ‘Apa ini benar-benar akhir dari segalanya?’ Batinnya sambil
tersenyum pahit. Renjana tahu, bahwa bakatnya mungkin masih belum cukup hebat jika
dibandingkan dengan 3000 peserta lainnya yang juga mendaftar. Tapi, apa salahnya berfikir
positif dan percaya diri bahwa dia akan lolos. Kan?
Tiga bulan. Akhirnya ia mendapatkan balasan yang ia tunggukan selama ini.

Dibukanya notifikasi e-mail tersebut. Ia baca kata per-kata dengan jelas dan menelaahnya.
Hingga pada paragraf ke 3 yang berada di e-mail tersebut yang menunjukkan tulisan ;

“ANDA DITERIMA SEBAGAI TRAINEE TAHAP 1 SM ENT.”

Renjana kaget, tidak percaya, dan tidak bisa berkata-kata. Ia kira, perjuangannya akan
berakhir disini dikarenakan dia tidak kunjung mendapat balasan e-mail dari agensi. Tapi
tuhan sudah mempersiapkan semuanya dengan matang, dan sudah merestuinya. Ia lekas pergi
ke kamar orang tuanya dan memberi tahukan kabar tersebut kepada Ayah dan Ibunya, bahwa
ia telah diterima menjadi Trainee pada babak pertama ini. Tentu saja, orang tuanya ikut
merasa senang. Tidak lupa dengan pesan yang Ibunya sampaikan:

“Kerja bagus, Renjana. Teruslah raih mimpimu. Perjalanan mu baru saja dimulai. Masih ada
angin badai yang siap menerpa mu untuk beberapa tahun kedepan sampai kamu bisa sukses.
Kuatkan tekadmu, dan bersemangatlah. Baba dan Mama hanya bisa mendukungmu dari sini.
Kami janji akan terus selalu mendukungmu apapun keadaannya.”

Pesan yang diberikan oleh Ibu Renjana sangatlah berarti. Sampai-sampai, Renjana sendiri
menitikkan air mata karena terharu dan merasa senang telah dilahirkan dan dibesarkan oleh
orang tua yang sangat amat mendukung mimpinya dan berjanji akan selalu berada di sisinya
kapanpun ia berada. “Terimakasih Ma, Ba. Aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk
menjadi Renjana yang bisa lebih dikenal banyak orang. Bukan hanya karena visualku, tapi
juga dari karyaku. Sekali lagi, Terimakasih Ma, Ba.”

(Baba/Mama: Panggilan Ayah/Ibu dalam Bahasa Mandarin)

Disinilah Renjana berada, Jakarta. Kota Metropolitan, Ibukota dari Indonesia.


Kota dimana perjalanan nya akan dimulai dari nol.

Bangunan yang berwarna merah muda akan menjadi tujuan pertamanya kala datang ke kota.
bangunan SM ENTERTAIMENT. Walaupun ia agak sedikit kebingungan dikarenakan
kondisi Ibukota yang cukup ramai dan banyaknya jalan, ia menggunakan handphone
miliknya untuk melihat map.

‘Untung gak jauh dari sini.’ Batinnya. Menjadi remaja berumur 15 tahun yang datang ke kota
orang tanpa pengawasan orang tua merupakan hal yang ia akui sulit untuk dibiasakan
kedepannya. Tapi Renjana berjanji kepada dirinya sendiri dan orang tuanya bahwa ia akan
hidup mandiri mulai sekarang, dan seterusnya.

Renjana memesan taksi online yang ia pesan lewat handphonenya.


Tak perlu waktu lama bagi taksi tersebut datang dan mengantar Renjana pergi ke tempat yang
ia tuju tersebut. Sesampainya Renjana di Gedung tersebut, ia bertanya kepada sekuriti yang
berada di depan Gedung itu.

“Permisi, kalo boleh tau ruangan untuk pertemuan trainee yang lolos tahapan pertama dimana
ya, Pak?” Tanya nya kepada sekuriti yang berdiri di depan gedung tersebut.

“Kamu yang lolos tahapan pertama ya? Atas nama siapa?” Tanya sang sekuriti kepadanya.

“Renjana Huang.”

“Peserta nomor urut Sembilan puluh ya, silahkan masuk dan ambil kertas ini. Tunjukkin aja
kertasnya ke staff yang ada di dalam nanti, mereka yang bakal memandu kamu ke ruangan
pertemuan.” Respon terakhir Renjana dapatkan dari sekuriti tersebut. Ia tidak sabar akan
bertemu peserta berbakat lainnya dan mencari teman baru.

“Baik, Terima kasih pak.” Hanya anggukan kecil saja yang Renjana dapatkan dari sang
sekuriti. Ia segera masuk dan bertanya kepada staff yang ia temui di dalam.

Sesampainya ia di ruang pertemuan, ia bertemu dengan banyak sekali remaja yang mungkin
masih lebih muda dari dirinya dan mengejar mimpi mereka juga.

Pertemuan hari ini hanyalah pertemuan singkat antara para peserta dan penanggung jawab
babak kedua ini. Ia sangat ingat apa yang penanggung jawab itu pertama kali katakan saat
masuk ke ruang tersebut. Sang penanggung jawab hanya mengatakan beberapa kata,
kemudian menghilang dari pandangannya.

‘Apakah memang semua orang yang bekerja di perusahaan ternama sampai sesibuk ini?’ Ia
mulai bertanya kepada dirinya sendiri di dalam batin.

“Ingat, bukan karena kalian baru masuk babak kedua, bukan berarti kalian akan langsung
kami terima menjadi salah satu dari bagian kami. Kami berharap kerja samanya.” Adalah
satu-satunya pesan yang Renjana dapat dengar dari sang penanggung jawab.

Sebenarnya, Renjana tidak akan mengira bahwa ia datang ke gedung yang bisa dibilang
cukup luas dan ramai itu hanya untuk mendengar satu pesan dan akan kembali ke tempat
penginapan sementaranya.

“Agak kurang berguna ya dateng jauh-jauh cuma buat denger pesan gitu doang.” Celetuk
Renjana, tanpa mengetahui bahwa ada orang yang mendengarnya dibelakang.

“Jujur iya, aku juga udah dateng dari pagi dan nungguin lama-lama, kirain ada apa ternyata
cuma info gini doang. Percuma dah buang-buang uang buat ongkos dari penginapan kesini.”
Jawab orang yang berada dibelakangnya. “Oiya, Charles. Kayaknya kamu keliatan lebih tua
dikit dari aku, jadi panggil nama aja ya.” Lanjutnya. Renjana cukup kaget karena orang
dibelakangnya itu meresponnya tiba-tiba dan ia tidak mengira bahwa akan ada orang yang
akan merespon ocehan kecilnya itu dan sekaligus memperkenalkan dirinya.

“Renjana, salam kenal. Asli orang mana Ca?” Tanya nya kepada pemuda yang umurnya tidak
jauh lebih muda dari dirinya. “Surabaya. Kamu?”

“Jogja, tapi ada darah China dari orang tua yang asli orang sana. Jadi anggap aja aku Jogja
tapi chindo.” Jawabnya. “Lah aku juga chindo, ortu kamu China bagian mananya?” Tanya
sang pemuda itu kembali. “Jilin, yang deket Korea Utara kalo kamu tau. Jadinya aku ngerti
Hangul dikit-dikit lah. Terus sama Mandarin.” Lanjutnya.
“Keren juga, bisa kali ajarin aku Bahasa Korea dikit-dikit.” Respon Charles.

“Boleh-boleh. By the way, kelahiran tahun berapa? Kan kamu bilang lebih muda dari aku,
berarti kamu panggil aku Gege ya?” Ujar Renjana.

Pembicaraan mereka berlanjut cukup lama, sampai waktu sudah menunjukkan pukul empat
sore. Sudah dua jam lebih mereka membicarakan dan menceritakan tentang kehidupan
mereka masing-masing dan lain-lain.

“Udah sore, aku balik duluan yo Kak.” Charles sudah mengatakan salam pisahnya.
“Yoi Ca, hati-hati ya.” Jawab Renjana, yang hanya direspon anggukan dan lambaian tangan
dari sang pemuda yang lebih muda darinya itu.

Mereka berdua adalah dua insan yang mungkin akan lebih akrab kedepannya. Sama-sama
bisa membuka topik baru untuk dibicarakan, memiliki banyak kesamaan, dan kepribadian
mereka yang cocok untuk satu sama lain. Renjana senang. Ia mendapat teman baru yang akan
bersamanya dari awal perjalanannya sampai akhir nanti. Doakan saja.

(Hangul : Bahasa/Tulisan dalam Bahasa Korea.


Gege : Panggilan Kakak (Laki-laki) dalam Bahasa Mandarin.)

Hari kedua Renjana di Jakarta. Renjana jujur, ia masih belum terbiasa tinggal sendiri.
Walaupun kedua orang tua Renjana bisa disebut orang tua yang workaholic dan kadang
melupakan anaknya dirumah, mereka masih sering meluangkan waktunya juga untuknya.
Suasana yang sangat berbeda. Yang biasanya dia setiap pagi akan dibangunkan oleh Ibunya
dan langsung melihat pemandangan rumah-rumah biasa dari jendela kamarnya itu. Sekarang
ia hanya bisa terbangun dari kasurnya dan melihat pemandangan Kota Jakarta yang ramai.

Ia melanjutkan aktivitas setelah bangun tidurnya yaitu membersihkan wajahnya dan menyikat
gigi. Tidak ada yang spesial dari hari ini. Tidak ada pertemuan yang direncanakan oleh
agensinya di hari ini. Jadi Renjana fikir, ia hanya akan berdiam diri di apartemen yang
disewanya itu.
Orang tua Renjana bisa dibilang orang penting di Jilin, tempatnya lahir. Jadi tidak heran
kalau ia bisa menyewa apartemen yang kecil tapi cukup mewah dan berada di Jakarta.
List kegiatan Renjana hari ini hanyalah memainkan handphonenya, membersihkan apartemen
yang akan menjadi tempat tinggalnya selama ia berada di Jakarta, dan mungkin pergi belanja
bulanan untuk keperluannya. Tapi, ada satu kegiatan diluar listnya yang tiba-tiba terjadi.

Ia mendapatkan notifikasi chat dari Agensinya, yang mengatakan bahwa hari ini dia akan
dimasukkan ke tim latihan. Keterangannya dipesan itu dikatakan bahwa tim yang dimaksud
adalah tim yang akan bersamanya saat latihan, mau itu ketika evaluasi mingguan, ataupun
untuk debut.

Agensi sudah memilihkan beberapa trainee untuk dimasukkan ke dalam tim tersebut. Dan
yang paling pasti, agensi sudah memikirkan matang-matang apakah mereka pantas untuk
disatukan kedalam satu tim atau tidak. Jadi, Renjana hanya bisa menerimanya dan berharap
akan mendapatkan anggota tim yang menerimanya apa adanya dan bisa diajak untuk
bercanda bersama demi menghasilkan chemistry yang bagus.
‘Semoga bisa akrab dan bertahan lama.’ Hanya satu-satunya doa yang ia harapkan bisa terjadi
dan berjalan dengan lancar.

(*Chemistry: Perasaan saling terhubung satu sama lain yang membuat hubungan semakin
erat.)

Setelah ia menjawab pesan tersebut, ia ditelepon oleh Agensinya. Isi pembicaraan di telepon
itu hanya manajer yang memberitahukan siapa saja orang yang akan satu tim bersamanya
untuk beberapa tahun kedepan.

Diluar ekspektasi, ia mendengar nama pemuda yang baru saja berkenalan dengannya satu
hari yang lalu. Charles. Ia tidak percaya bahwa akan satu tim dengan pemuda itu. Ia merasa
lega karena ia tidak perlu berkenalan satu-satu dengan member satu tim nya nanti. Karena ia
yakin, Charles akan mengenalkannya lebih dahulu. Di dalam telepon tersebut, ia tidak sempat
menanyakan ada berapa member yang akan berada di timnya. Jadi, mau tidak mau ia harus
bersabar dan menunggu waktu untuk latihan dan bertemu dengan rekannya itu.

Tak perlu waktu lama, pemuda yang baru saja ia bicarakan dalam hati itu mengirimkan pesan
kepadanya. Mengatakan bahwa ia kaget karena bisa satu tim dengan Renjana. Ia mengatakan
bahwa ia baru diberitahukan info tersebut oleh rekan timnya. Yang berarti, rekan tim Renjana
juga. Charles mengatakan bahwa ia tidak sabar untuk memperkenalkan rekan-rekan tim nya
dengan Renjana. Dan pada akhirnya, terjadi kegiatan diluar list Renjana yang akan ia lakukan
pada hari ini. Yaitu pergi latihan dan bertemu rekan satu timnya.

Charles mengajaknya untuk latihan bersama rekan satu timnya. Awalnya ia kira ajakan itu
hanya sekedar candaan, jadinya dia hanya menjawab iya. Bahkan ia mengirimkan candaan
balik kepada Charles agar menjemputnya. Tapi ternyata Charles benar-benar serius dan
bahkan menanyakan alamat apartemennya. Alhasil, ia mengirimkan alamat lengkap
apartemennya kepada pemuda itu.
Waktu menunjukkan pukul sepuluh lewat tiga puluh menit. Renjana segera bersiap-siap
karena Charles sudah memberi pesan bahwa ia sudah di lobby. Kegiatan santai-santai yang
biasanya dia lakukan setiap waktu kosong, sekarang sudah tidak bisa dilakukan lagi. Padahal,
belum ada waktu 3 jam dia bersantai di kamarnya. Bahkan, ia belum sempat membereskan
baju dan barang-barang lainnya yang masih berada di dalam kopernya.

“Pagi, Ge.” Sapa Charles sambil menawarkan tangannya untuk tangan yang lebih tua. “Pagi,
Ca. Aku gak sangka ternyata kamu orang kaya, aku bahkan sampe kaget pas ngeliat kamu
berdiri di depan mobil mahal. Aku sampe ngira kalau aku salah orang. Ternyata beneran
Charles.” Renjana terpukau dengan pemandangan didepan matanya.

Terparkir mobil Tesla Model X yang harganya ber-kisaran tiga milyar. Ia tidak bisa percaya
bahwa yang ia lihat didepan matanya ini mobil yang harganya bisa melebihi harga rumah.

“Hahah, bisa aja. Ini aku juga emang lagi pengen aja pake mobil ini. Udah lumayan berdebu
di garasi. Jadi aku minta tolong anterin pake ini aja.” Balas yang lebih muda. Sebenarnya,
Charles tidak ada niatan ingin sombong ataupun merasa lebih kaya daripada Renjana. Hanya
saja, ia mengatakan kenyataannya. Mendengar kata tersebut, orang-orang juga pasti akan
berfikir kalau ia mungkin punya mobil yang harganya lebih mahal dari yang ia pakai
sekarang.

Renjana mengangguk kecil menanggapi yang lebih muda. “Oiya, lokasi latihannya emang
dimana? Aku aslinya mau santai-santai dirumah tapi karena diajakkin jadi ikut dah. Padahal
aku kira cuma berCada.” Ujar Renjana.

“Wah, sorry-sorry. Aku gak ngira kalo Gege udah ada plan duluan buat santai-santai aja
dirumah. Tempatnya di deket mall Plaza Indo kok. Gak terlalu jauh dari sini, aku sama
temen-temen yang lain juga Latihan sekedar ngelancarin sama benerin detail dance satu sama
lain aja.” Nada suara Charles agak sedikit pelan, pertanda bahwa dia merasa bersalah
terhadap yang lebih tua.

“Eh gak apa, itu aku juga dirumah santai-santai artinya kan gaada kerjaan. Agak seneng
diajak jalan-jalan kok. Aku kira latihannya tuh yang kayak serius gitu, tapi kalo latihannya
juga sambil santai mah gapapa.” Ujar Renjana. Ia lebih merasa tidak nyaman karena telah
membuat pemuda yang mengajaknya itu merasa bersalah. “Bagus deh kalau emang gege
seneng diajak latihan. Maaf sekali lagi udah ganggu waktu senggangnya.” Respon Charles.

Di tengah perjalanan mereka menuju ke studio, Charles mendapati satu mobil yang terlihat
mengikuti mereka dibelakang. Ia hanya melihat sekilas dari kaca spion disebelah tempat
duduknya. Charles sengaja duduk di depan, karena tadi ketika dia sampai di apartemen lelaki
yang duduk dibelakangnya itu, Charles merasa ada yang sedang mengikutinya. Tapi dia lebih
memilih untuk bersikap acuh karena tadinya ia menganggap mungkin itu hanya orang yang
secara tidak sengaja ingin mendatangi kamar yang satu lantai dengan kamar Renjana.
Tetapi ketika ia dan Renjana keluar dari apartemen, rasanya orang dibelakangnya itu tidak
berhenti mengikutinya. Dan sekarang, bahkan sampai mengikuti mobilnya.

Tak mau membuat yang lebih tua khawatir, ia memilih untuk berbisik kepada sang supir dan
menyuruhnya memutar balikkan arah. Ia menelpon orang yang dia percaya bisa mengatasi
hal seperti ini dan kembali diam layaknya tidak terjadi apa-apa.

“Eh, kenapa tiba-tiba puter balik Ca?” Tanya Renjana dengan raut muka yang bingung. Yang
lebih muda hanya bisa menghela nafas berat. “Gapapa, ada yang ngikutin dari belakang. Ini
buat ngalihin perhatiannya aja, aku udah telpon orang suruhanku buat hadang dia dari
belakang. Santai aja Ge.” Ucap Charles.

“Oalah, oke-oke. Platnya berapa Ca?” Pertanyaan muncul lagi dari yang lebih tua.
“B 1098 PHB Ge, buat apa nanya?” Respon Charles. “1098 PHB? Kayak gak asing.” Respon
Renjana yang hanya dibalas tatapan lelah oleh Charles yang bisa dilihat dari kaca depan.

Charles tidak mau ada hal yang tidak ia inginkan terjadi hari ini. Ia sudah merasa senang bisa
bersantai dengan teman yang baru ia kenal tersebut dan ditambah lagi ia akan berkumpul
bersama teman-temannya yang lain. Jadi Charles lebih memilih untuk diam dan membiarkan
orang lain yang mengurusinya.

Tidak perlu waktu lama untuk orang suruhan Charles datang ke jalan yang dilalui olehnya itu.

“Tar, ini kita samperin ke depan mobilnya atau gimana?” Tanya orang suruhan tersebut.
“Yaiyalah Jo, lu mau cegat dari belakang gimana.” Jawab pria yang duduk disebelahnya.

Tara, dan Joseph. Dua orang suruhan Charles yang disuruh untuk memberhentikan mobil
tersebut dan menanyakan apa tujuan orang itu mengikuti Ia dan Renjana. Mereka berdua bisa
dibilang orang yang paling bisa diandalkan bila Charles sedang ada di dalam bahaya. Bisa
dibilang juga Tara dan Joseph adalah penjaga Charles. Kedua pria itu adalah orang
kepercayaan keluarga Zhong (Marga Charles).

Mobil yang ditumpangi oleh Charles dan Renjana melaju cepat disusul oleh mobil yang
mengikutinya. Sayangnya, mobil yang mengikuti mereka kalah cepat dengan kecepatan
mobil yang dikendarai oleh Joseph. Yang berarti, posisinya sekarang adalah Mobil Joseph
berada di depan mobil orang tersebut. Mobil Joseph berhenti didepan mobil yang mengikuti
tuannya itu. Joseph dan Tara dengan cepat keluar dari mobil dan memberhentikan mobil
dibelakang mereka.

“Weh, sorry banget nih mas. Ada keperluan apa ya sampe harus ngeikutin mobil yang
didepannya tadi? Mencurigakan banget. Masnya mau ngapain?” Tanya Tara kepada
pengemudi mobil tersebut.
“Apasih, saya lagi buru-buru kalian malah berhentiin saya. Awas atau saya tabrak mobil
kalian.” Jawab sang pengemudi mobil. Yang dibalas helaan nafas dan tatapan sinis dari kedua
pria tersebut.

“Mas gak pinter boong deh, ketauan banget masnya ngeikutin mobil didepan dari tadi.
Bahkan ngikutin pengendaranya. Masnya ngefans atau ada masalah nih sama tuan saya?”
Giliran Joseph yang bicara. Pengemudi mobil tersebut terlihat kesal dari raut wajahnya dan
berusaha menghubungi seseorang melewati handphonenya. Tara yang melihat aksi tersebut
makin kesal dan mengambil handphonenya dan menyimpannya didalam kantong.

“Aduh saya hari ini lagi mood buat berantem loh mas, mau berantem sama saya enggak?
Udah ditanyain baik-baik loh, masnya malah nelfon-nelfon orang. Gaada yang mau bantuin
mas nya kalau kesusahan kali. Gaperlu nelfon orang.” Ucap Tara yang dibalas decihan oleh
pengemudi mobil tersebut

“Saya cuma gak sengaja satu arah sama mereka doang, yang tadi masuk mobil juga sepupu
saya. Ngapain kalian ngelarang saya mau ketemu sepupu saya? Ada hak apa kalian?” Balas
pengemudi mobil tersebut. Sebelum Joseph membalas ucapan pengemudi tersebut, Joseph
mendapat panggilan telpon dari Charles.

“Waduh yakin nih biarin aja? Saya sama Tara udah keburu kesel gimana dong.”

“….”

“Iyadah siap bos laksanakan.”

Telpon dimatikan.

“Apa katanya Jo?” Tanya Tara. “Biarin aja, temennya Charles juga bilang plat nomornya ga
asing. Jadi kayaknya dia beneran sepupunya. Lepasin aja.” Balas Joseph. Kedua raut wajah
pria mereka menjadi semakin kesal karena diberikan perintah untuk membiarkan orang
tersebut dilepaskan.

“Udah sono dah, lain kali kalo ketemu sepupu cari tempat. Gausah sampe ngikutin kemana-
mana, jadi kayak stalker jadinya.” Ucap Tara dengan nada kesal. Joseph segera
meminggirkan mobil mereka dan memberikan jalan untuk sang pengemudi. Ketika
pengemudi itu ingin pergi, mereka berdua mendapatkan tatapan sinis. Yang tentunya, mereka
balas dengan tatapan sinis juga

_____

Sesampainya kedua pemuda berdarah China itu di Studio tempat latihan yang dikatakan oleh
yang lebih muda, mereka masuk dan Renjana melakukan registrasi karena ini adalah waktu
pertama ia datang ke Studio itu. Charles bilang, mungkin ia akan sering mengajak Renjana
latihan disini karena hanya Studio ini yang bisa dipakai trainee untuk latihan. Walaupun
sebenarnya, agensi juga memiliki Studio sendiri. Trainee hanya diperbolehkan buat latihan di
Studio dance yang ada di dalam Gedung agensi hanya kalo mereka lagi evaluasi mingakun.
Yang biasanya dilakuin empat kali dalam seminggu.

“Nah ini studionya Ge, lumayan luas sih. Banyak tipe nya juga. Ini aslinya Studio milik
agensi kita juga, tapi terpisah.” Charles memulai pembicaraan sembari mereka berjalan.

Sesampainya mereka di Studio tempat mereka berlatih, mereka disambut oleh beberapa
pemuda yang kelihatannya tidak terlihat lebih tua jauh umurnya dari mereka. Iya, yang
dimaksud adalah rekan satu tim mereka. Renjana tidak terlalu memikirkan mau akan ada
berapa banyak orang yang latihan pada hari ini, walaupun ia tadinya ingin tahu. Tapi, ia juga
tidak menyangka bahwa ternyata hanya lima orang. Dan termasuk mereka berdua, tujuh
orang. Renjana senang karena dia tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk menunggu
giliran untuk latihan karena hanya ada tujuh orang yang datang. Ia juga tidak perlu
menghabiskan energi yang banyak. Karena Renjana bisa dibilang introvert, ia tidak terlalu
suka tempat yang ramai dan memperkenalkan diri lebih awal.

“Anggota baru kita yang baru diomongin, Ca?” Salah satu dari teman Charles membuka
suara. Renjana cukup kaget, apakah dia dibicarakan oleh pemuda asal Surabaya itu dan
teman-temannya kemarin?

“Yoi, oiya Ge santai aja aku gak ngomongin apa-apa kok. Cuma bilang ke mereka kalo Gege
bakal kesini dan emang se frekuensi sama aku.” Balas Charles. Ia tau bahwa yang lebih tua
mungkin akan was-was dan kaget kalau ia tidak menjelaskannya.

“Astaga aku udah panik duluan. Kirain kenapa kok aku diomongin.” Renjana
menghembuskan nafasnya, pertanda bahwa ia lega. “Hahahah, santai aja. Kita gak munafik
kok langsung ngomongin orang yang kita gak kenal.” Pemuda yang lainnya menjawab.
‘Mukanya kayak gak asing.’ Batin Renjana. Ia ingat jelas kalau muka pemuda yang baru saja
tertawa itu pernah dilihatnya. Tapi dia lupa, dimana ia pernah bertemu dengannya.

“Hahah iya aku juga tau kok. By the way, aku Renjana. Panggil aja Ren. Nice to know you
all.” Jawabnya kembali sambil tertawa dan memperkenalkan diri. “Nice to know you too
Ren. Aku Marko, yang paling tua di team ini sekaligus leader. Ini Jerome, Haega, Keenan,
Aji. Dan ini yang pasti kamu udah kenal, Charles. Semoga kita ber-tujuh bisa bareng terus,
susah ataupun senang. And, welcome to Pemimpi.” Perkenalan dan doa yang diucapkan oleh
sang sulung dibalas “Selamat” dan “Amiin” Dari masing-masing mereka.

“Oiya, karena hari ini kita temanya santai-santai aja. Gimana kalo kita ber-tujuh saling
mengenal aja? Walaupun emang aku udah kenal kalian semua, tapi kayaknya masih ada
space diantara kita. Jadi coba ceritain kepribadian kalian gimana dan pokoknya terserah dah
yang penting tentang diri kalian sendiri.” Ujar Charles. “Boleh, mulai dari Marko dulu kali
ya. Soalnya kan yang paling tua.” Jawab Haega sambil tertawa kecil yang hanya dibalas
tatapan sinis dari sang sulung.
Mereka menghabiskan waktu bersama-sama sampai penghujung hari. Waktu sudah
menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit yang berarti waktu dimana mereka harus
menyudahi kegiatan. Masing-masing dari mereka pergi ke dorm atau apartemen.

Supir Charles sudah siap dengan mobil Tesla nya tersebut di depan Studio untuk menjemput
kedua pemuda berdarah China tersebut.

“Ca, kayaknya aku harus pergi ke suatu tempat dulu deh baru balik. Kamu pulang sendiri aja,
nanti aku pake taksi aja. Takutnya aku lama dan ngerepotin. Makasih ya tadi pagi
tumpangannya, lain kali gausah repot-repot bilang aja mau latihan kapan nanti aku dateng
kok.” Ucap Renjana ketika Ia dan Charles berjalan menuju pintu keluar.

“Oalah oke deh Ge. Gapapa kok santai aja aku juga karena emang lagi gabut aja makanya
aku ngajak Gege naik mobilku juga. Gak ngerepotin beneran deh. Yaudah kalau gitu aku
duluan ya Ge.” Balas Charles sembari meninggalkan Renjana.

Renjana terdiam kala Charles meninggalkannya sendirian di depan pintu Lobby Studio
tempatnya latihan tersebut. Ia melihat jam tangan yang ia kenakan. Tak lama, terdengar suara
yang tidak asing dari belakang yang memanggil Namanya.

“Ren! Belom pulang?” Teriak orang tersebut. Renjana reflek melihat ke arah belakang.
Dibelakangnya ia melihat teman satu timnya, Keenan. Teriakan dari pemuda dibelakangnya
itu hanya dibalas senyuman oleh Renjana. Ia merasa dejavu. Rasanya, ia sudah sering
mendengar suara itu, Padahal, ini baru kali pertama Renjana dan Keenan bertemu.

“Weh, bukannya dijawab ya orang manggil juga.” Cerutu Keenan. Renjana kembali tertawa
kecil melihat tingkah temannya. “Senyum kan ibadah, lagipula juga kalau aku udah pulang
mana mungkin aku disini?” Balasnya. Keenan bergidik ngeri, setelah difikir-fikir apa yang
dikatakan Renjana itu cukup benar.

“Iya juga ya, serem amat.” Keenan ikut tertawa melihat kelakuannya barusan.

Satu detik, Dua detik, Tiga detik. Tidak terdengar suara dari salah satu diantara dua pemuda
tersebut. Renjana hanya memandang sekitarnya sambil melihat handphonenya sekilas,
Keenan juga ikut melihat sekitar dan sedikit memandang ke Renjana.

“Kamu, gak inget aku Ren?” Suara dari Keenan terdengar di kala keheningan mendatangi
mereka berdua.

“Hah? Maksudnya gimana Ken? Kan kita baru ketemu hari ini. Mana mungkin aku bisa inget
atau tau kamu sebelum-sebelumnya. Makin malem makin ngawur ya kamu.” Respon
Renjana. Padahal, ia juga merasa kalau ada yang tidak beres dengan dia dan Keenan.
Rasanya, suara temannya itu sangat tidak asing. Tapi, ia tidak tahu dimana dan kapan ia
sering mendegarnya.
“Ternyata kamu masih nggak inget ya. Gapapa deh.” Helaan nafas terdengar dari Keenan.
Nada suaranya juga terdengar pasrah dan sedih. Renjana pun dibuat bingung oleh pemuda
disampingnya itu.

“Maksudnya apa Ken? Aku gak ngerti.” Tanya Renjana dengan raut wajah yang
kebingungan.

“Gak ada kok. Kayaknya emang aku tiap malem makin ngawur aja hahaha. Sorry ya gajelas
banget tiba-tiba ngomong gitu. Gausah dipikirin ya. Oiya, jemputan aku udah dateng. Duluan
ya Ren, sampe ketemu nanti.” Balas temannya itu sambil melambaikan tangan ke Renjana.

Renjana masih berdiam diri di tempatnya karena tidak bisa mencerna apa yang baru saja
ditanyakan oleh temannya itu. Kepalanya terasa sakit, terlihat memori-memori lama yang
muncul dipikirannya. Tapi, memorinya itu terlihat sangat acak-acakan. Isi fikirannya saat ini
sangat kacau hanya karena satu pertanyaan.

Tak ingin berlama-lama di Studio, ia langsung memesan taksi online dan pergi.

__

Renjana pulang dengan selamat hingga sampai di apartemennya. Tapi, ketika ia sampai di
depan pintu kamarnya, terdapat tanda bahwa ada seseorang yang ada di dalam apartemennya.
Ia menjadi waspada karena tidak mempunyai ide siapa yang bisa masuk ke apartemennya
selain dia sendiri. Bahkan Renjana tidak memberi tahu orang tua dia, di nomor berapa
kamarnya terletak dan apa sandi kamarnya.

Ia menekan angka demi angka yang ada di pintu kamarnya dengan perlahan. Ketika ia masuk,
betapa terkejutnya Renjana mendapati seseorang yang sudah ia kenal lama masuk ke dalam
apartemennya.

Orang tersebut adalah Zidan. Sepupu dari Renjana.

“Yo Ren, apa kabar lu cil? Ga nyangka bisa juga lu ngejar mimpi sampe ke Jakarta. Gua kira
Cuma sekedar mimpi yang gabakalan kesampean soalnya lu kan kerjaan nya cuma ngehalu
doang. Lu jangan-jangan ngebayar orang ya biar bisa jadi penyanyi.” Ucap orang yang sudah
berada di dalam apartemen itu dengan nada mengejek. Renjana masih berada di luar
kamarnya, dengan raut wajar yang bisa dibilang tidak menyenangkan.

“Buat apa kamu kesini? Darimana juga kamu tau passcode apartemen aku Ge?” Tanya
Renjana dengan nada suara yang terdengar ditekan dan emosi.

Zidan hanya tertawa kecil dan mendekati Renjana. “Cil, urusan gua tau passcode lu darimana
emang penting? Yang duluan nanya kan gua, kenapa lu belum ngejawab udah nanya lagi ke
gua. Jawab dulu, lu ngebayar orang ya biar bisa jadi penyanyi.” Suara Zidan terdengar berat
dan mengintimidasi. Renjana memijat pelipisnya karena ia tidak menyangka bahwa
sepupunya satu ini masih saja iri atas pencapaian yang sudah ia capai selama ini. Padahal, ia
juga bekerja keras demi mendapatkan hasil yang bagus.

Sepupunya itu dari kecil selalu merasa iri kepadanya. Entah karena Renjana mendapat nilai
bagus, menang olimpiade, diberi hadiah yang banyak oleh keluarganya, dan mimpinya yang
didukung oleh kedua orang tuanya. Zidan merasa iri bukan karena semata-mata ia kurang
cukup, ia juga merasa bahwa Renjana mendapatkan semua yang ia inginkan. Padahal, dengan
kondisi dan usianya sekarang yang sudah menginjak dua puluh tahun, ia diberikan amanah
oleh Ayahnya untuk mengurus perusahaan keluarga.

Orang tuanya juga bukan tanpa alasan tidak mengizinkan anaknya itu untuk menjadi
penyanyi, Zidan adalah cucu pertama di keluarga Huang dan anak tunggal di keluarganya.
Sudah pasti orang-orang disekitar akan lebih mendukung ia untuk menjadi pewaris
perusahaannya itu daripada penyanyi. Bisa saja dia menolak permintaan ayahnya tersebut,
tapi ia menerimanya dan mengatakan bahwa ia akan melakukan apapun demi menjadi
kebanggaan keluarga Huang.

“Ge, kamu mau sampe kapan terus-terusan iri dan menghantui aku? Kamu udah punya
kehidupan sendiri, dan kamu sendiri yang memilih itu. Gaada gunanya iri sama aku.
Lagipula, kita beda. Kamu cucu pertama, aku cucu terakhir. Udah tugas kamu buat
ngelanjutin karir Ayahmu, dan bahkan kamu sendiri udah bilang kalau siap jadi penerus
Ayahmu. Tapi sekarang, kenapa malah nyesel?” Renjana sudah terlihat lelah dengan
kelakuan sepupunya tersebut dan malas berargumen panjang lebar. Ditambah lagi, sepupunya
itu sangat denial.

“Gua ngejawab gitu karena gua gapunya pilihan lagi. Lo pikir kalau gua nolak, gua gabakalan
di cap jelek sama keluarga? Lo gaakan bisa ngerasain apa yang gue rasain sebagai cucu
pertama dan anak tunggal. Gua iri, gua capek, gua juga mau jadi kayak lo. Tapi kenapa gua
malah dilahirin dengan kondisi kayak gini Ren?” Suara Zidan terdengar parau dan melembut
menandakan bahwa ia mulai menangis. Butiran air mata juga sudah terlihat dengan jelas di
wajahnya. Renjana menghela nafas lagi sambil memeluk Kakak Sepupunya itu.

“Ge, kita gabisa milih buat dilahirin sama siapa dan dengan kondisi kayak gimana. Itu semua
udah takdir tuhan. Kita udah dikasih kesempatan buat hidup dan bernafas kayak sekarang aja
itu harusnya kita udah seneng. Bener, aku gabisa faham kondisi yang Gege lagi alamin
sekarang. Tapi Gege juga harus tau, setiap orang punya jalan kehidupannya masing-masing.
Dan mungkin, jalan kehidupan gege kedepannya itu adalah ngelanjutin karir Ayahnya gege.
Dan takdirku, jadi penyanyi. Tapi, takdirku juga belum sepenuhnya bener mengenai jadi
penyanyi. Aku masih jadi trainee, aku gatau apa mimpiku beneran bisa terwujud atau
memang mungkin bukan ini takdirku. Makanya, aku berusaha. Gege juga harus gitu, mau
gimana nanti kedepannya kita jadi apa, kita berusaha dulu. Kita ngga ada yang tau, mungkin
nanti gege bisa lebih sukses dari aku?” Respon Renjana.
“Ren, makasih banyak ya. Gua gatau mau ngomong apa lagi selain makasih. Maaf gua udah
masuk ke apartemen lu tanpa izin dan nuduh yang jelek-jelek.” Balas Zidan dengan suara
yang masih terdengar pelan.

“Sama-sama Ge. Gaperlu dipikirin sampe segitunya. Ini semua udah takdir, kita jalanin aja
apa yang udah direncanain sama tuhan ya. Semangat terus Ge.”

“Oiya Ren, ingatan lu udah balik? Gua kemaren gak sengaja pas-pasan sama Keenan tuh.
Udah makin tinggi aja dia.” Tanya Zidan yang kembali membuat yang lebih muda bingung.
Lagi-lagi Keenan. Siapa Keenan sebenarnya? Kenapa banyak orang yang bersikap layaknya
Keenan adalah teman lama Renjana. Padahal, ia baru pertama kali bertemu dengan Keenan
hari ini.

Kepalanya kembali terasa pusing. Memori yang tadi sempat menghantui fikirannya makin
terasa aneh dan membuat kepalanya semakin pusing. Zidan yang melihat sepupunya tiba-tiba
memegang kepalanya tersebut dengan sigap membantunya untuk jalan menuju kasurnya.

Renjana tidak peduli dan bahkan tidak ingin tahu siapa itu Keenan. Baginya, kesehatan
adalah nomor satu. Jika ia fikir ia sudah terlalu lelah dan sakit hanya karena memikirkan
seseorang, maka Renjana lebih memilih untuk tidak peduli dan berusaha melupakannya.
Entah apa yang terjadi padanya.

(Denial : seseorang yang enggan mengakui sedang menghadapi hal buruk)

Satu tahun berlalu.

Kalender menunjukkan tanggal 1 Maret tahun 2016. Hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh
Renjana dan teman-teman satu grupnya tersebut. Hari pengambilan suara untuk Lagu Debut
mereka, ‘Permen Karet.’

*Flashback*
Tepat satu bulan yang lalu. Marko, sebagai yang tertua sekaligus ketua dari grup ‘Pemimpi’
tersebut mendapatkan info bahwa ia dan anggotanya harus menghadiri rapat di Agensi
tempatnya berlatih. Marko dan yang lainnya sama sekali tidak bisa berfikir sama sekali apa
yang terjadi sampai-sampai mereka harus dipanggil ke Gedung Utama dan menghadiri rapat
formal di Agensinya tersebut.

Sesampainya mereka di Gedung Utama SM Entertaiment, mereka langsung naik ke lantai


Sembilan, lantai dimana rapat dilaksanakan. Beberapa dari mereka ada yang ingin tahu apa
yang terjadi, dan beberapa dari mereka juga ada yang merasa grogi karena ini adalah waktu
pertama mereka dipanggil untuk rapat secara formal bersama sang CEO.
Rapat berlangsung dengan suasana yang cukup tegang. Rapat tersebut dihadiri oleh CEO dari
SM Entertaiment, Lee Sooman. Dan para petinggi lainnya di Agensi. Tidak ada satupun
anggota yang berani bersuara sebelum sang CEO bersuara.

“Jadi, kami membawa berita yang baik untuk kalian.” Ucap sang CEO, Lee Sooman. “Siap,
terimakasih Pak. Berita baik apa ya pak kalau kami sudah boleh tau?” Tanya Marko.
“Sebelumnya, saya berharap kepada kalian agar tetap menjaga berita ini sebagai rahasia
sampai waktu yang ditentukan.” Lanjut Sooman yang hanya dibalas anggukan kecil dari
masing-masing anggota.

“Tanggal 25 Agustus 2016 nanti akan jadi tanggal dimana kalian mewujudkan impian kalian,
Debut. Proses pengambilan suara, video klip, dan rehearsal pertama kalian akan dimulai
bulan depan. Jadi, persiapkan diri kalian secara mental dan fisik. Dan juga, selamat karena
telah berhasil mewujudkan impian kalian. Saya bangga. Berkaryalah untuk SM Entertaiment
dan juga untuk dunia, Pemimpi.” Sooman langsung memberikan tepuk tangan sebagai bentuk
apresiasi kepada grup yang dalam beberapa bulan lagi akan Debut tersebut. Yang dibalas
tepukan juga oleh petinggi yang lain. Sementara, para anggota Pemimpi masih diam tidak
berkutik di tempat duduknya karena masih tidak bisa percaya apa yang baru saja pimpinan
mereka sampaikan.

“Persiapkanlah diri kalian sematang mungkin. Berusaha yang terbaik. Saya serahkan masa
depan grup Pemimpi ke kalian sepenuhnya pada Agustus nanti. Sekali lagi, saya ucapkan
selamat.” Ucap Sooman sembari menjabat tangan Marko yang masih tidak bisa mempercayai
apa yang baru saja ia dengar barusan.

Para petinggi Agensi mulai meninggalkan ruangan rapat. Sementara, anggota Pemimpi masih
kaget dan tidak percaya bahwa mereka akan Debut beberapa bulan lagi. Mimpi yang mereka
kejar selama bertahun-tahun, membawakan hasil yang memuaskan. Mereka terharu, karena
sudah terpilih menjadi grup yang bisa tampil di panggung nanti padahal umur mereka rata-
rata masih dibawah Dua Puluh tahun. Sebuah kebanggaan sendiri pasti bisa dirasakan pada
diri mereka masing-masing.

“Aku gak mimpi kan ini?” Tanya si bungsu, Aji. Mereka yang lebih tua darinya hanya bisa
tertawa kecil karena tingkah laku Aji yang masih berdiam di tempatnya dengan keadaan
mulut terbuka tidak percaya. “Beneran Ji, kita semua juga masih gak percaya. Puji tuhan kita
udah dikasih keberuntungan dan nikmat ini ya.” Respon Marko. Yang lainnya tersenyum
sebelum mereka bertujuh memeluk satu sama lain
.
(CEO: Direktur Utama adalah jenjang tertinggi dalam perusahaan.)

Di hari mereka melakukan rekaman untuk single debut, wajah para member terlihat sangat
gugup, sekaligus bersemangat.
Ini adalah kali pertama mereka melakukan rekaman bernyanyi bersama-sama dan yang lebih
membuat mereka tidak sabar, adalah mereka saat ini akan merekam suara untuk lagu Debut.
Lagu yang akan menjadi milik mereka untuk selamanya, dan nantinya tampil didepan banyak
orang untuk mempromosikan lagu mereka sendiri.

Semua member terlihat bersemangat sampai ada beberapa yang hanya melakukan
rekamannya satu sampai dua kali. Semua orang yang ada di Studio tentu takjub. Kemampuan
vokal, rap, dance, mereka lakukan semuanya dengan nyaris sempurna. Kemampuan mereka
sangat hebat jika dikategorikan sebagai Rookie. Apalagi, mereka belom menginjak umur
tujuh belas tahun. Orang-orang pasti akan semangat menyambut Debut mereka.

Debut dengan tema lagu yang bersemangat, dan arti liriknya yang terkesan lucu tentu saja
akan membuat orang banyak akan melihat Pemimpi sebagai grup yang mempunyai konsep
sangat cocok dengan usia rata-rata membernya. Akhir-akhir ini, banyak agensi yang
mendebutkan grup dengan usia grup rata-rata yang masih dibawah umur. Tapi, mereka
menggunakan tema dan konsep yang tidak sesuai dengan umur mereka. Itulah mengapa
mereka berfikir orang-orang akan takjub dan memuji Pemimpi nantinya.

(Rookie: sebutan bagi idol yang baru saja memulai karir atau debut-nya.)

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. 25 Agustus 2016. Hari dan Tanggal dimana
Pemimpi akan merilis single debut mereka dan tampil di depan banyak orang dengan lagu
mereka sendiri.

Semenjak video teaser masing-masing member dirilis, Pemimpi sudah banyak mendapatkan
perhatian dari orang-orang. Apalagi di kalangan remaja. Visual yang memukau banyak orang,
disertai dengan foto konsep yang menggemaskan, tentu akan membuat banyak orang tertarik.
Video teaser dari lagu debut mereka pun sudah ditonton lebih dari sepuluh juta penonton di
Youtube. Mereka mendapatkan respon positif berupa pujian dan semangat dari orang-orang.
Sudah memiliki banyak penggemar, bahkan dari sebelum mereka melakukan debut mereka.

Semua member dari grup Pemimpi berkumpul di belakang panggung. Sebelum mereka naik
ke atas panggung, Keenan mengajak Renjana untuk berbicara empat mata sebentar sebelum
mereka tampil.

“Ren, ada yang mau aku kasih tau ke kamu. Tapi, jangan terlalu dipaksain kalau emang kamu
gabisa mikirin ini. Aku fikir sekarang cuma satu-satunya waktu yang tepat buat ngomongin
ini kamu.

Kalau kamu inget, satu tahun yang lalu waktu kamu pertama kali pulang dari Studio dance
kita. Aku sempet nanya ke kamu, apa kamu inget aku itu siapa. Kan? Dan sekarang, aku
bakal kasih tau ke kamu. Sebenernya, aku ini temen lama kamu yang sering banget main
sama kamu dari kecil. Orang tua kita bahkan deket banget. Tapi satu saat, kamu dan keluarga
kamu mengalami kecelakaan yang berakibat kamu kehilangan ingatan. Jadi, orang tua kamu
mutusin buat balik ke Jilin, tempat kamu dilahirkan. Kamu bilang, kamu pengen jadi
penyanyi. Jadi, aku juga bilang kalau aku juga bakal jadi penyanyi barengan sama kamu. Dan
sekarang, lihat kita. Aku bilang gini enggak ada maksud an apa-apa. Aku cuma seneng aja
kita bisa dipertemuin lagi dan bahkan dengan mimpi kita yang bakal terwujud beberapa menit
lagi. Aku bangga banget sama kamu bisa bertahan dan berjuang sampe sekarang. Semoga
kamu inget ya, Ren.” Kata-kata yang dilontarkan oleh Keenan terdengar sangat
mengharukan, dan membuat Renjana sedih.

Kepala Renjana tidak lagi merasakan sakit. Malah, ia merasa fikirannya sudah bebas dan
tidak lagi dihantui oleh masa lalunya tersebut. Renjana tidak menyangka bahwa orang yang
selama ini selalu menghantui fikirannya adalah rekan satu timnya sendiri, Keenan. Ia sudah
merasa ada yang berbeda dari rekannya ini, tetapi Renjana lebih milih untuk bersikap acuh
dan tidak memikirkannya karena itu akan menyakiti dirinya sendiri. Tapi setelah ia tahu yang
sebenarnya, ia tidak bisa mengungkapkan satu pun kata kepada temannya itu.

“Makasih, Ken. Aku gatau mau ngucapin apa lagi selain makasih. Makasih udah mau jujur
dan bertahan sampe sekarang. Kamu juga keren banget bisa sampai sini. Kita berdua berhasil
wujudin impian kita, barengan. Tuhan memang maha adil ya? Siapa kira temen lamaku yang
suka ngehantuin pikiran aku ternyata rekan timku sendiri. Kita juga udah diizinin buat
berkarir sama-sama. Aku bangga sama kamu juga, Ken.” Respon Renjana sembari memeluk
temannya tersebut.

“Huhuhu sedih banget cerita kalian, kayak lagi di drama. Tapi maaf menganggu waktunya
anak muda, dua menit lagi kita naik panggung. Berhenti dulu ya sedih-sedihnya. Mending
kita pelukan bertujuh.” Tiba-tiba suara terdengar dari belakang Keenan. Itu suara Haega. Dan
disamping Haega juga sudah terlihat rekan-rekan mereka yang lain.

Ucapan dari Haega hanya dibalas tawaan kecil oleh mereka berdua. Marko dan yang lain
menghampiri mereka berdua dan saling memeluk.

“Goodluck for today, Pemimpi. Yo Dream!” Marko bersuara.


“Sukses, Sukses, Sukses!”

..

Dan sekarang, mereka debut dengan lagu mereka sendiri. Mereka tampil di hadapan banyak
orang untuk pertama kalinya, dan mendengar suara penggemar yang akan bersorak demi
mereka, dan akan mendukung mereka apapun keadaaannya. Mimpi mereka sudah menjadi
kenyataan. Hasil latihan yang mereka lalui selama bertahun-tahun, masa-masa sulit yang
mereka hadapi bersama-sama, itu semua terbayarkan dengan penampilan yang akan mereka
tampilkan hari ini.
Di masa depan, Pemimpi akan menjadi grup yang sukses, dan banyak diminati orang-orang.
Mereka yakin, semua kerja keras dan usaha yang telah dilakukan pasti akan menghasilkan
suatu kenangan yang indah dan hasil yang sesuai. Tidak ada yang sia-sia di dunia ini. Mereka
semua bahagia karena telah memilih untuk mendaftar dan berlatih bersama-sama selama satu
tahun.

Sampai hari ini, Pemimpi membuktikan bahwa mereka telah berhasil mencapai impian
mereka menjadi seorang idola yang digemari banyak orang tidak hanya karena visualnya, tapi
juga karena karyanya. Semua orang turut berbahagia atas konser pertama mereka setelah
bertahun-tahun tidak bisa melaksanakan konser karena pandemi. Banyak orang yang juga
bangga kepada mereka karena telah bertahan sampai sekarang. Berhasil mendapatkan banyak
penghargaan di umur mereka yang masih muda, semua itu mereka lakukan dengan kerja
keras dan mereka sendiri. Semua member Pemimpi sudah melewati umur dua puluh,
sekarang Pemimpi menjadi senior yang dihargai banyak orang atas karya-karya mereka.

Pemimpi telah berhasil.

Tamat

Pembawa Mimpi Indah, 2022.

Cerita pendek ini terinspirasi dari cerita nyata perjalanan karir Grup K-Pop ‘NCT DREAM’
yang saya ubah menjadi fiksi. Sampai sekarang mereka tidak berhenti berkarya dan terus
membuat banyak orang kagum terharap mereka. (Semua karakter yang disebutkan didalam
cerita bukanlah orisinil dari saya sendiri.)

Anda mungkin juga menyukai