Anda di halaman 1dari 5

Dunia Paralel Genre: Fantasi, Komedi Durasi: 50 menit Jumlah Pemain: 29 siswa (15 laki-laki,

14 perempuan) Sinopsis: Sebuah kelas SMA yang sedang melakukan kunjungan ke museum
tiba-tiba terjebak di dunia paralel yang berbeda dari dunia asal mereka. Di dunia paralel ini,
mereka menemukan bahwa sejarah, budaya, teknologi, dan bahkan kepribadian mereka berubah
drastis. Mereka harus mencari cara untuk kembali ke dunia asal mereka sebelum terlambat.
Naskah Teater:
Babak 1
Latar: Museum Sejarah Nasional. Pagi hari. Terdapat beberapa pameran tentang sejarah
Indonesia, seperti bendera merah putih, proklamasi kemerdekaan, foto-foto pahlawan, dan lain-
lain.
Tokoh: Pak Guru (G), Siswa-siswi kelas 10 IPA 1 (S1-S29)
G: Anak-anak, kita sudah sampai di Museum Sejarah Nasional. Ini adalah salah satu tempat yang
wajib kita kunjungi untuk mempelajari sejarah bangsa kita. Kalian harus menghargai dan
menghormati semua pameran yang ada di sini. Jangan berisik, jangan bermain-main, dan jangan
merusak apa pun.
S1: Baik Pak Guru.
G: Sekarang kita akan masuk ke ruang pameran utama. Di sana terdapat benda-benda bersejarah
yang sangat penting bagi Indonesia. Kalian harus memperhatikan dengan baik dan mencatat apa
yang kalian lihat.
S2: Siap Pak Guru.
G: Ayo kita masuk.
(G membawa siswa-siswi masuk ke ruang pameran utama. Di sana terdapat sebuah pintu besar
yang tertutup rapat. Di atas pintu terdapat tulisan “Ruang Pameran Utama”. Di samping pintu
terdapat sebuah panel kontrol dengan tombol-tombol dan layar.)
G: Ini adalah pintu masuk ke ruang pameran utama. Kita harus menekan tombol ini untuk
membuka pintu.
(G menekan tombol di panel kontrol. Pintu mulai terbuka dengan suara berderit.)
G: Ayo masuk.
(G dan siswa-siswi masuk ke ruang pameran utama. Di dalam ruang terdapat banyak benda-
benda bersejarah yang dipajang di rak-rak kaca atau ditempel di dinding. Ada bendera merah
putih, proklamasi kemerdekaan, foto-foto pahlawan, senjata-senjata tradisional, pakaian-pakaian
adat, dan lain-lain.)
G: Ini adalah ruang pameran utama. Di sini kalian bisa melihat benda-benda bersejarah yang
berkaitan dengan Indonesia. Kalian bisa melihat sendiri bagaimana perjuangan bangsa kita untuk
meraih kemerdekaan dari penjajahan asing.
S3: Wah, keren sekali Pak Guru.
S4: Iya, saya jadi bangga menjadi anak Indonesia.
S5: Saya jadi penasaran dengan cerita-cerita di balik benda-benda ini.
G: Baiklah, saya akan menjelaskan sedikit tentang benda-benda ini. Kalian bisa mengikuti saya
atau melihat sendiri sesuai minat kalian.
(G mulai menjelaskan tentang benda-benda bersejarah yang ada di ruang pameran utama. Siswa-
siswi mengikuti G atau melihat sendiri sesuai minat mereka.)
S6: (Mendekati rak kaca yang berisi senjata-senjata tradisional) Wow, lihat senjata-senjata ini.
Ada keris, golok, tombak, dan lain-lain. Pasti ini digunakan oleh para pejuang kita untuk
melawan penjajah.
S7: (Mendekati rak kaca yang berisi pakaian-pakaian adat) Wah, lihat pakaian-pakaian ini. Ada
baju koko, kebaya, sarung, dan lain-lain. Pasti ini dipakai oleh para pahlawan kita untuk
menunjukkan identitas mereka.
S8: (Mendekati dinding yang berisi foto-foto pahlawan) Wah, lihat foto-foto ini. Ada Bung
Karno, Bung Hatta, Cut Nyak Dien, dan lain-lain. Pasti ini adalah para pahlawan kita yang
berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
S9: (Mendekati dinding yang berisi proklamasi kemerdekaan) Wah, lihat tulisan ini. Ini adalah
proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Bung Karno pada tanggal 17 Agustus
1945. Ini adalah momen bersejarah bagi bangsa kita.
S10: (Mendekati rak kaca yang berisi bendera merah putih) Wah, lihat bendera ini. Ini adalah
bendera merah putih yang dikibarkan oleh para pejuang kita pada saat proklamasi kemerdekaan.
Ini adalah simbol dari semangat dan kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia.
S11: (Mendekati sebuah pintu kecil yang tertutup rapat di sudut ruang. Di atas pintu terdapat
tulisan “Ruang Khusus. Dilarang Masuk”. Di samping pintu terdapat sebuah panel kontrol
dengan tombol-tombol dan layar.) Eh, apa ini? Ruang khusus? Dilarang masuk? Kok penasaran
ya?
S12: (Mendekati S11) Apa yang kamu lihat?
S11: Ini ada ruang khusus yang dilarang masuk. Aku penasaran ada apa di dalamnya.
S12: Jangan-jangan ada harta karun di dalamnya.
S11: Atau mungkin ada rahasia besar yang disembunyikan di dalamnya.
S12: Ayo kita coba buka pintunya.
S11: Tapi kan dilarang masuk.
S12: Ah, siapa tahu. Lagian Pak Guru dan teman-teman lainnya sibuk melihat benda-benda
lainnya. Mereka tidak akan tahu kalau kita masuk ke sini.
S11: Ya sudah, tapi jangan bilang-bilang ya.
S12: Tentu saja.
(S11 dan S12 mendekati panel kontrol di samping pintu kecil. Mereka mencoba menekan
tombol-tombol secara acak.)
S11: Coba tekan tombol ini.
(S11 menekan sebuah tombol. Tidak terjadi apa-apa.)
S12: Coba tekan tombol itu.
(S12 menekan sebuah tombol. Tidak terjadi apa-apa.)
S11: Coba tekan tombol ini dan itu bersamaan.
(S11 dan S12 menekan dua tombol bersamaan. Pintu kecil mulai terbuka dengan suara berderit.)
S11: Wah, berhasil!
S12: Ayo masuk.
(S11 dan S12 masuk ke ruang khusus. Di dalam ruang terdapat sebuah mesin besar dengan
banyak kabel dan lampu-lampu yang berkedip-kedip. Di atas mesin terdapat tulisan “Mesin
Dunia Paralel”. Di samping mesin terdapat sebuah panel kontrol dengan tombol-tombol dan
layar.)
S11: Astaga, apa ini?
S12: Ini kayak mesin canggih gitu.
S11: Ada tulisan “Mesin Dunia Paralel”. Apa itu artinya?
S12: Mungkin ini mesin yang bisa membawa kita ke dunia paralel.
S11: Dunia paralel? Apa itu?
S12: Dunia paralel itu dunia yang berbeda dari dunia kita. Di dunia paralel, mungkin sejarah,
budaya, teknologi, dan bahkan kepribadian kita berubah drastis.
S11: Serius? Kok bisa gitu?
S12: Ya, mungkin karena ada perbedaan dalam pilihan-pilihan atau kejadian-kejadian yang
mempengaruhi jalannya sejarah. Misalnya, kalau Indonesia tidak merdeka pada tahun 1945,
mungkin sekarang kita masih dijajah oleh Belanda atau Jepang.
S11: Wah, itu pasti menyedihkan sekali.
S12: Atau kalau Indonesia tidak mem
S11: (Membuka matanya) Aduh, kepala aku sakit sekali. Ini di mana ya?
S12: (Membuka matanya) Aku juga bingung. Ini kok kayak bukan di museum lagi.
S11: (Melihat sekeliling) Astaga, lihat itu. Banyak sekali mobil dan motor yang lalu-lalang. Dan
lihat itu juga. Banyak sekali gedung-gedung tinggi dan modern.
S12: (Melihat sekeliling) Ya ampun, ini kayak di kota besar gitu. Dan lihat itu juga. Banyak
sekali bendera merah putih dengan gambar bulan sabit dan bintang di tengahnya.
S11: (Mengambil ponselnya dari saku) Aku coba cek ponselku. Mungkin ada petunjuk di sini.
S12: (Mengambil ponselnya dari saku) Aku juga coba cek ponselku.
(S11 dan S12 mencoba menyalakan ponsel mereka. Namun, ponsel mereka tidak bisa menyala.)
S11: Eh, kok ponselku tidak bisa nyala?
S12: Ponselku juga tidak bisa nyala.
S11: Apa mungkin baterainya habis?
S12: Tidak mungkin. Tadi masih penuh kok.
S11: Lalu kenapa ya?
S12: Aku tidak tahu.
(Tiba-tiba, terdengar suara sirene polisi yang mendekat.)
P: (Mendekati S11 dan S12 dengan mengendarai sepeda motor. Dia mengenakan seragam polisi
yang berwarna biru tua dengan lencana bulan sabit dan bintang di dadanya. Dia juga
mengenakan helm dan kacamata hitam.) Hei, kalian berdua. Apa yang kalian lakukan di sini?
S11: (Kaget) Eh, pak polisi.
S12: (Kaget) Kami …
P: (Memotong) Jangan banyak bicara. Tunjukkan kartu identitas kalian.
S11: Kartu identitas?
P: Ya, kartu identitas. Kalian tidak punya kartu identitas?
S12: Kami …
P: (Memotong) Jangan bohong. Kalian pasti orang asing yang masuk secara ilegal ke negara ini.
S11: Negara ini?
P: Ya, negara ini. Negara Islam Indonesia.
S11: (Terkejut) Negara Islam Indonesia?
P: Ya, negara Islam Indonesia. Kalian tidak tahu? Kalian dari mana? Amerika? Eropa? Israel?
S12: (Terkejut) Kami …
P: (Memotong) Sudahlah, jangan banyak alasan. Kalian pasti mata-mata atau teroris yang ingin
mengganggu keamanan dan ketertiban negara ini.
S11: Tidak, pak polisi. Kami bukan mata-mata atau teroris.
P: Oh, begitu? Lalu apa buktinya?
S11: Bukti … buktinya …
P: Ya, buktinya apa? Kalian tidak bisa memberikan bukti apa-apa. Kalian hanya bisa
memberikan alasan-alasan palsu.
S12: Tidak, pak polisi. Kami hanya …
P: (Memotong) Cukup! Kalian berdua ikut saya sekarang juga. Kalian akan saya bawa ke kantor
polisi untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
(P menarik tangan S11 dan S12 dengan kasar dan membawa mereka ke sepeda motornya.)
S11: Pak polisi, tolong dengarkan kami.
P: Diam! Kalian tidak punya hak untuk bicara.
(P menaikkan S11 dan S12 ke sepeda motornya dan mengendarainya dengan cepat
meninggalkan tempat.)
W1: (Mendekati tempat kejadian bersama W2, W3, dan W4. Mereka mengenakan pakaian yang
tertutup dan sederhana.) Astaga, apa yang terjadi tadi?
W2: Aku tidak tahu. Tadi ada dua orang yang tergeletak di tengah jalan. Mereka tampak bingung
dan ketakutan.
W3: Aku juga tidak tahu. Tadi ada seorang polisi yang mendekati mereka dan menanyai mereka.
Mereka tampak tidak bisa menjawab pertanyaan polisi.
W4: Aku juga tidak tahu. Tadi ada polisi yang menuduh mereka sebagai orang asing yang masuk
secara ilegal ke negara ini. Mereka tampak terkejut dan membantah tuduhan polisi.
W1: Aku juga tidak tahu. Tadi ada polisi yang menarik mereka dengan kasar dan membawa
mereka ke sepeda motornya. Mereka tampak minta tolong dan berusaha melepaskan diri.
W2: Aduh, kasihan sekali mereka.
W3: Ya, kasihan sekali mereka.
W4: Ya, kasihan sekali mereka.
W1: Ya, kasihan sekali mereka.
(Semua warga menggeleng-gelengkan kepala dengan iba.)
(Tirai ditutup.)

Anda mungkin juga menyukai