Anda di halaman 1dari 6

AMELOBLASTOMA

Ameloblastoma merupakan neoplasma odontogenik jinak yang biasa terjadi di mandibular yang
secara local agresif dengan prevalensi 1% dari total kista/tumor rahang dan 18% dari seluruh
neoplasma odontogenik. Lokasi terjadinya biasanya pada daerah posterior mandibular,
parasimfisis, maksila anterior dan posterior maksila. Biasanya bersifat asimptomatik, Menurut
klasifikasi WHO tahun 2003, ameloblastoma dikelompokkan menjadi:

1. Ameloblastoma klasik solid/multikistik


2. Ameloblastoma unikistik
3. Ameloblastoma periferal
4. Ameloblastoma desmoplastik

Lebih dari 80% dari seluruh ameloblastoma adalah varian solid/multikistik ameloblastoma
sedangkan 20% sisanya merupakan varian unikistik atau peripheral.

Unikistik ameloblastoma merupakan varian yang jarang ditemukan, merujuk pada lesi
kistik yang secara klinis maupun radiografis seperti kista odontogenik namun secara histologis
menunjukkan bagian lining epitelium ameoblastomatosa dari kavitas kista dengan/tanpa
proliferasi tumor pada mural atau luminal. Walaupun lesinya berupa kavitas kistik tunggal
namun dapat terlihat berupa gambaran radiolusensi unilokular ataupun multilokular. Unikistik
ameloblastoma biasa terjadi pada usia muda dengan tingkat terjadinya mencapai 50% di rentang
dekade kedua kehidupan dengan predileksi pada laki-laki pada kasus odontogenic origin dan
predileksi pada wanita untuk kasus non-odontogenic origin. Secara klinikopatologis, Ackermann
mengelompokkan ameloblastoma unikistik menjadi tiga kelompok histologis:

1. Ameloblastoma unikistik luminal


2. Ameloblastoma unikistik intraluminal/plexiform
3. Ameloblastoma unikistik mural

Pathogenesis dari ameloblastoma unikistik yang melibatkan kista menjadi perdebatan


namun, Leider et al. menyatakan tiga mekanisme patogenik untuk evolusi ameloblastoma
unikistik dari kista:

1. Epitelium enamel yang terdegradasi saat perkembangan gigi mengalami transformasi


ameloblastik diikuti perkembangan kistik
2. Ameloblastoma berkembang dari kista dentigerus atau lainnya dengan didahului transisi
menjadi sel epitel normal lalu menjadi epitelium neoplastic ameloblastik
3. Ameloblastoma solid mengalami degenerasi kistik dari pulau-pulau ameloblastik dengan
diikuti fusi dari mikrokistik multiple menjadi satu unikistik

Differensial diagnosis dari ameloblastoma unikistik meliputi calcifying epithelial


odontogenic tumor (CEOT), odontogenic keratocyst (OKC), central giant cell granuloma
(CGCG) dan odontogenic myxoma. Pada kasus CEOT biasanya ditemukan area fokal
terkalsifikasi. OKC perluasannya tidak melibatkan ekspansi cortical plate secara bukolingual.
Lesi CGCG dan myxoma dapat dibedakan berdasarkan klinis dan radiografis. Tampilan klinis
dan radiografis ameloblastoma unikistik menunjukkan lesi tersebut seperti kista odontogenik
terutama kista dentigerus dan sering terjadi misdiagnosis awal. Diagnosis definitive
ameloblastoma unikistik hanya bias dilakukan melalui uji histologis yang melibatkan seluruh lesi
dan tidak dapat diprediksi secara preoperative melalui klinis dan radiografis. Beberapa cara
sudah dikembangkan untuk membantu mendiagnosis ameloblastoma unikistik, yaitu berupa MRI
dengan contrast enhancement dianggap berguna karena ada peningkatan ketebalan pada dinding
ameloblastoma unikistik, selain itu pemeriksaan secara histoenzimatik juga dilakukan untuk
melihat variasi level aktivitas enzim oksidatifm diaforase, asam fosfatase dan ester naftol.

KASUS 1

Pasien wanita usia 18 tahun dating dengan keluhan utama pembengkakan pada region anterior
kiri mandibular sejak 3 bulan. Pasien juga menyadari adanya tooth displacement dan mengaku
terasa nyeri tumpul intermitten yang dirangsang mastikasi dan mereda saat istirahat. Pemeriksaan
ekstra oral menunjukkan pembengkakan dengan ukuran kira-kira 4x3 cm dan asimetri wajah.
Palpasi terasa keras tanpa peningkatan suhu, pus discharge juga noncompressible. Pemeriksaan
intraoral menunjukkan pembengkakan tunggal region 31-34 ukuran sekitar 4x2 cm memanjang
anteroposterior dari frenulum labialis hingga 35 dan superioinferior dari attached gingiva ke
vestibulum. Expansi cortical plate lingualis 31-33 dengan gigi 33 missing. Bengkak memiliki
permukaan licin dan pada palpasi nonfluktuan juga terasa krepitasi. Pemeriksaan yang dilakukan
berupa hematologi, aspirasi, radiografis dan histopatologis. Pemeriksaan radiografis proyeksi
oklusal menunjukkan impaksi 33, ekspansi cortical plate lingualis 32-36 dengan ekspansi ringan
pada bukal. Panoramic menunjukkan radiolusensi multilokular dengan pembentukan septa tulang
intralesi, impaksi 33, tooth displacement 43-35 dengan resorpsi akar 36. Sefalogram lateral
menunjukkan radiolusensi multilokular dengan pembentukan septa tulang intralesi. Pemeriksaan
CT menunjukkan ekspansi dan perforasi cortical plate. Berdasarkan gambaran radiologis dan
histopatologis ditegakkan diagnosis mural amelobastoma dengan perawatan yang dilakukan
adalah enukleasi.
KASUS II

Pasien wanita 25 tahun dating dengan keluhan pada rahang bawah yang disadari sejak 3 bulan.
Pasien tidak mengeluhkan symptom lain. Pada pemeriksaan ditemukan pembengkakan dengan
ukuran 3x3 cm dari region 42-45. Mahkota 43 tipping mesial dan mahkota 44 tipping distal.
Cortical plate baik bukal maupun lingual mengalami ekspansi. Gambaran radiograf
menunjukkan radiolusensi antara akar 43-44, akar 43-44 mengalami displacement dan cortical
plate bukal maupun lingual mengalami ekspansi. Aspirasi menunjukkan cairan berwarna
kekuningan dan secara sitology tidak dapat disimpulkan. Diagnosis awal berupa odontogenic
keratocyst/kista lateral periodontal ditegakkan dan dilakukan enukleasi pada region 43-44.
Spesimen kistik ukuran 2x2x1,5 cm didapatkan dan dilakukan tes histopatologis. Berdasarkan ini
laporan berupa ameloblastoma unikistik dengan proliferasi mural didapatkan,

Anda mungkin juga menyukai