Adapun ancaman wail yang terdapat dalam ayat ini merujuk pada nama sebuah lembah di
neraka. Kata ini digunakan untuk mendoakan seseorang agar mendapatkan kecelakaan dan
kenistaan itu. Dengan demikian ia dapat menggambarkan keadaan buruk yang sedang atau
akan dialami. Banyak ulama yang memahaminya dalam arti kecelakaan dan kenistaan
merupakan ancaman terhadap pengumpat dan pencela.
Al hujurat: 11
ُ ُ َأ ۟ ُ ۟ ُٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن
۟ ُوا اَل يَ ْس َخرْ قَوْ ٌم ِّمن قَوْ ٍم َع َس ٰ ٓى َأن يَ ُكون
وا َخ ْيرًا ِّم ْنهُ ْم َواَل نِ َسٓا ٌء ِّمن نِّ َسٓا ٍء َع َس ٰ ٓى َأن يَ ُك َّن َخ ْيرًا ِّم ْنه َُّن ۖ َواَل ت َْل ِمز ٓوا نف َسك ْم َواَل َ
َّٰ َٓ ٰ ۟ َّ ُ َُأ
َق بَ ْع َد ٱِإْل ي ٰ َم ِن ۚ َو َمن ل ْم يَتبْ ف ولِئكَ هُ ُم ٱلظلِ ُمون ُ س ٱٱِل ْس ُم ْٱلفُسُو ِ َوا بِٱَأْل ْل ٰق
َ ب ۖ بِْئ ۟ تَنَابَ ُز
Tafsir Ibnu Katsir, menjelaskan kandungan makna dari Surat Al hujurat Ayat 11, bahwa
jangalah kita sebagai orang mukmin menghina dan mengejek orang-orang mukmin lainnya.
Allah SWT melarang kita untuk meghina orang lain yakni dengan mengolok-olok. Larangan
tersebut ditujukan kepada kaum laki-laki maupun kaum perempuan karena boleh jadi kaum
laki-laki maupun perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari kaum laki-laki dan kaum
perempuan yang mengolok-olokkan. Sebagai manusia yang berakal tentunya tidak akan
mencela dirinya sendiri, tidak memberikan gelar atau panggilan yang buruk kepada orang
lain dan tidak sepantasnya mencela (melalui perbuatan atau lisan) maupun mengumpat
orang lain. Karena sesungguhnya orang lain pun hakikatnya sama seperti dirinya dan
Janganlah menganggap rendah orang lain karena dibalik semua itu bisa saja orang yang
direndahkan sesungguhnya lebih tinggi derajatnya disisi Allah daripada orang yang
merendahkan.
6) Hubungan antar pemeluk agama
Al Kafirun: 1-6
ُۡلَـ ُكمۡ ِد ۡينُكم٥ ؕ َو اَل ۤ اَ ۡنـتُمۡ ٰعبِد ُۡونَ َم ۤا اَ ۡعبُ ُد٤ ۙۡ َواَل ۤ اَنَا عَابِ ٌد َّما َعبَ ۡدتُّم٣ ۚ َواَل ۤ اَ ۡنـتُمۡ ٰعبِد ُۡونَ َم ۤا اَ ۡعبُ ُد٢ َ اَل ۤ اَ ۡعبُ ُد َما ت َۡعبُد ُۡو ۙن١ َقُلۡ ٰۤياَيُّ َها ۡال ٰكفِ ُر ۡو ۙن
٦ َولِ َى ِد ۡي ِن
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa, surat ini adalah surat penolakan
(baraa’) terhadap seluruh amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, dan yang
memerintahkan agar kita tujuan maupun bentuk dan tata caranya. Karena setiap bentuk
percampuran dsini adalah sebuah kesyirikan, yang tertolak secara tegas dalam konsep
aqidah dan tauhid Islam yang murni. Secara umum, surat ini memiliki dua kandungan
utama. Pertama ikrar pemurnian tauhid, khususnya tauhid uluhiyah (tauhid ibadah), kedua
ikrar penolakan terhadap semua bentuk dan praktek peribadatan kepada selain Allah, yang
dilakukan oleh orang-orang kafir.
Kemudian QS. Al-Kafirun ini ditutup dengan pernyataan secara timbal balik, yaitu untukmu
agamamu dan untukku agamaku. Dengan demikian, masing-masing pemeluk agama dapat
melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik sesuai dengan keyakinannya tanpa
memaksakan pendapat kepada orang lain dan sekaligus tidak mengabaikan keyakinan
masing-masing serta akan dipertanggungjawabkan masing-masing dihadapan Allah. Dengan
turunnya ayat ini, hilanglah harapan orang-orang musyrikin Quraisy yang berusaha
membujuk nabi Muhammad saw agar bersikap toleran dengan jalan untuk kompromi dalam
bidang aqidah Islam.
Al maidah:2
هّٰللا هّٰللا
٢ب ِ َواتَّقُوا َ ؕ اِ َّن َ َش ِد ۡي ُد ۡال ِعقَااونُ ۡوا َعلَى ااۡل ِ ۡث ِم َو ۡالع ُۡد َوا ِن َ َواَل تَ َع
Artinya:
“...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Dari penggalan ayat tersebut sudah jelas bahwa di dalam al-Qur’an dijelaskan dengan sikap
tolong menolong kepada sesama manusia baik itu yang beragama Islam ’aupun non Islam.
Selain itu juga seorang muslim dianjurkan untuk berbuat kebaikan di muka bumi ini dengan
sesama mahluk Tuhan dan tidak diperbolehkan untuk berbuat kejahatan pada manusia.
7) Kesetaraan umat manusia dihadapan Allah
Al hujurat:13
ارفُ ٓو ۟ا ۚ ِإ َّن َأ ْك َر َم ُك ْم ِعن َد ٱهَّلل ِ َأ ْتقَ ٰى ُك ْم ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر
َ َر َوُأنثَ ٰى َو َج َع ْل ٰنَ ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَٓاِئ َل لِتَ َع ٰ ٓ
ٍ ٰيََأيُّهَا ٱلنَّاسُ ِإنَّا َخلَ ْقنَ ُكم ِّمن َذك
Tafsir Al mishbah: Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dalam
keadaan sama, dari satu asal: Adam dan Hawa. Lalu kalian Kami jadikan, dengan keturunan,
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal dan saling menolong.
Sesungguhnya orang yang paling mulia derajatnya di sisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa di antara kalian. Allah Sungguh Maha Mengetahui segala sesuatu dan Maha
Mengenal, yang tiada suatu rahasia pun tersembunyi bagi-Nya.
Al hujurat:10
َاِنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ اِ ْخ َوةٌ فَاَصْ لِحُوْ ا بَ ْينَ اَ َخ َو ْي ُك ْم َواتَّقُوا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُموْ ن
Tafsir al mishbah: Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
adalah bersaudara. Sebab iman yang ada telah menyatukan hati mereka. Maka damaikanlah
antara kedua saudara kalian demi menjaga hubungan persaudaraan seiman. Jagalah diri
kalian dari azab Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,
dengan harapan Dia akan memberi kalian rahmat berkat ketakwaan kalian.
8) Pengambilan harta orang lain
Q.S. Al Maidah ayat 38 :
سبَا نَ َكااًل ِّمنَ هّٰللا ِ َۗوهّٰللا ُ َع ِز ْي ٌز َح ِك ْيم
َ سا ِرقَةُ فَا ْقطَ ُع ْٓوا اَ ْي ِديَ ُه َما َج َز ۤا ۢ ًء بِ َما َك
َّ ق َوال
ُ سا ِر
َّ َوال٣٨
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan kanan keduanya.
Tetapi qiraah ini dinilai syazzah (asing), sekalipun hukumnya menurut semua ulama sesuai
dengan makna bacaan tersebut: tetapi bukan karena atas dalil bacaan itu, karena
sesungguhnya dalil (memotong tangan kanan) diambil dari yang lain.
Dahulu di masa Jahiliah hukum potong tangan ini berlaku, kemudian disetujui oleh Islam dan
ditambahkan kepadanya syarat-syarat lain, seperti yang akan kami sebutkan. Perihalnya
sama dengan qisamah, diat, qirad, dan lain-lainnya yang syariat datang dengan
menyetujuinya sesuai dengan apa adanya disertai dengan beberapa tambahan demi
menyempurnakan kemaslahatan.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur Abdul Mu-min, dari Najdah
Al-Hanafi yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai makna
firman-Nya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (Al-Maidah: 38); Apakah ayat ini mengandung makna khusus atau umum? Ibnu
Abbas menjawab, “Ayat ini mengandung makna umum.”