Anda di halaman 1dari 10

STUDI ILMU HADITS

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi


Studi Islam

Dosen Pengampu: Siti Rosidah, M.Pd.

Disusun Oleh:

Achdan Naufal Zaky


Falgis Al-Zikri Iftinan
Fadhilah
Muhammad Rizky Sifaud Dawa
Muhammad Habibulloh
Nida Fauziyah
Sayyidah Mu`milatillah

Metodologi Studi Islam


Fakultas Pendidikan Agama Islam
IAIN Laa Roiba
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan hidayahnya, sehingga makalah ini dapat tersusun dan terselesaikan. Sholawat
serta Salam tercurahkan kepada baginda mulia Nabi Besar Muhammad SAW,
yang telah menuntun manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang, Semoga syafaatnya mengalir kepada kita sebagai umatnya diyaumil
akhir kelak, amin.
Makalah yang berjudul “Studi Ilmu Hadits” ini disusun atas tugas yang
diberikan oleh Dosen pengampu mata kuliah METODOLOGI STUDI ISLAM.
Saya sangat berharap semoga Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi saya pribadi khususnya dan kepada pembaca umumnya.
Saya merasa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Dan semoga segala
kekurangan dalam penyususan makalah ini dapat diperbaiki lewat kritik dan saran
pembaca demi kesempurnan makalah ini.

Bogor, September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Kodifikasi Studi Islam.................................... 3
B. Studi Klasik Hadits............................................................................... 5
C. Perkembangan Studi Hadits Pasca Klasik hingga Modern................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-
Qur’an.Sebelum menerapkan sesuatu yang baru dalam hidup,ada kalanya kita
harus mengetahui asal muasal dan kualitas dari sesuatu itu. Begitu halnya
dengan Hadits, seperti yang diketahui segala sesuatu perkataan maupun
perbuatan dari Nabi Muhammad SAW dituliskan dalam hadits, sebelum
memakainya ada kalanya kita harus tau asal-usul, kuantitas, dan kualitasnya.
Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai Pengertian dan Sejarah
Kodifikasi Hadits, pembagian hadits dari segi perawi dan penggolongan
hadits dari segi kualitas sanad meliputi: Shahih, Hasan, dan Dhaif.
Dari makalah ini, diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahimi
hadits dari segi kualitas dan kuantitas sanad sehingga tidak terjadi keragu-
raguan dalam mengikuti amalan yang akan diperbuat dari hadits. Makalah ini
disusun sedemekian rupa agar dapat memahaminya namun masih banyak
terdapat kekurangan, mohon sekiranya pembaca dapat memakluminya, terima
kasih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Sejarah Kodifikasi Hadits?
2. Sebutkan Studi Klasik Hadits berdasarkan historisitas pembagian Hadits
dari segi jumlah perawi dan dari segi kualitas Hadits, penggolongan Hadits
kepada shahih, hasan, dhaif, dan Hadits maudhu?
3. Jelaskan Perkembangan Studi Hadits pasca Klasik hingga Modern?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian dan Sejarah Kodifikasi Hadits.
2. Mengetahui Studi Klasik, Historisitas Pembagian dan Penggolongan
Hadits.
3. Mengetahui Perkembangan Studi Hadits pasca Klasik hingga Modern.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sejarah Kodifikasi Hadits


Sejarah Singakat Perkembangan Ilmu Hadits Ilmu hadits berkembang
sejalan dengan perkembangan periwayatan dalam Islam. Tetapi
perkembangan yang sangat nampak dari ilmu hadits adalah setelah wafatnya
Rasulullah Saw. yaitu ketika itu para shahabat merasa penting untuk
mengumpulkan hadits-hadits nabi karena ditakutkan hilang. Ketika
pengumpulan hadits berlangsung para shahabat melakukan upaya agar hadits
nabi terjaga ke-autentikannya dengan cara menerapkan aturan-aturan dan
persyaratan-persyaratan dalam penerimaan suatu hadits sehingga dengan
aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan tersebut dapat diketahui diterima
atau tidaknya suatu hadits dan shahih atau tidaknya hadits tersebut. Setelah
generasi shahabat berlalu, langkah para shahabat dalam penerimaan hadits
diikuti oleh para tabi’in.
Seperti pada masa Shahabat pada masa tabi’in kaidah penetapan
diterima atau tidaknya suatu hadits belum terumus secara terinci, masih
global. Baru pada masa setelahnya (Athba’ Al-tabi’in) dibuat kaidah-kaidah
secara rinci tentang metode yang berhubungan tentang diterimanya atau
tidaknya riwayat seseorang seperti dibuatnya kaidah jarh wa ta’dil dan yang
lainnya. Perkembangan ilmu hadits terus berjalan sejalan dengan terus
bertambahnya periwayatan hadits.
Setiap ada riwayat maka disanalah ulumul hadits berperan menentukan
diterima atau tidaknya sehingga pada akhirnya ulum al-hadits menjadi
disiplin ilmu yang mandiri dalam ajaran agama Islam, guna mempelajari ilmu
pengetahuan seperti tata bahasa arab, hadits, fiqih, teologi, logika, ilmu
kalam, matematilka dan astronomi.
B. Studi Klasik Hadits
1. Historisitas Pembagian Hadits Dari Segi Jumlah Perawi Hadis Dan Dari
segi kualitas Hadits.
2. Penggolongan Hadits;
A. Hadits Shahih
Kata Shahih dalam bahasa diartikan sehat, yang dimaksud hadits ṣaḥīḥ
adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Hadits
Shahih menurut istilah ulama berbeda pendapat, namun secara umum
pendapat mereka tidak ada perbedaan yang jauh.
Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadits shahih
sebagai berikut:
- Rangkaian periwayat dalam sanad itu harus bersambung mulai dari
periwayat pertama sampai periwayat terakhir,
- Para periwayatnya harus terdiri dari orang-orang yang ṭiqat, dalam arti
adil dan ḍābit,
- Haditsnya terhindar dari ‘ilat (cacat),
- Haditsnya tidak syadz, yakni tidak lebih lemah dibanding dengan
riwayat lain yang bertentangan,
- Para periwayat yang terdekat dalam sanad harus sejaman.
B. Hadits Hasan
Hasan menurut bahasa ialah “sesuatu yang baik dan cantik.” Sedangkan
menurut terminologi, hadits hasan ialah hadits yang muttasil sanadnya,
diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, tetapi kadar kedhabitannya di
bawah kedhabitan hadits shahih, dan hadits itu tidak syadz dan tidak pula
terdapat illat (cacat).
C. Hadits Dha`if
Kata Dha’if menurut bahasa berasal dari kata dhu’fun yang berarti
lemah. Menurut An-Nawawi, hadits dhaif secara istilah adalah hadits yang di
dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits
hasan. Dengan kata lain, hadits ini tidak memenuhi syarat-syarat yang
dimiliki oleh hadits shahih dan hasan. Para ulama mensyaratkan kebolehan
mengambil hadits dhaif dengan tiga syarat:
1. Kelemahan hadits itu tiada seberapa.
2. Apa yang ditunjukkan hadits itu juga ditunjukkan oleh dasar lain yang
dapat dipegangi, dengan arti bahwa memegangnya tidak berlawanan
dengan sesuatu dasar hokum yang sudah dibenarkan.
3. Jangan diyakini kala menggunakannya bahwa hadits itu benar dari Nabi.
Ia hanya digunakan sebagai ganti memegangi pendapat berdasarkan nash
sama sekali
D. Hadits Maudhu
Hadis Maudu' (atau Maudo') adalah hadis palsu atau hadis yang
diragukan keabsahannya. Istilah "maudu'" berasal dari bahasa Arab yang
berarti "dibuat-buat" atau "palsu". Hadis Maudu' adalah hadis yang secara
sengaja atau tidak sengaja direkayasa atau dimanipulasi oleh seseorang atau
kelompok untuk mendukung tujuan atau pandangan tertentu.
C. Perkembangan Studi Hadits Pasca Klasik hingga Modern
Sejarah kajian hadits dari masa ke masa mengalamai perkembangan yang sangat
signifikan, mulanya kajian hadits dari lisan ke lisan berkembang menjadi tulisan,
perubahan tersebut tak lain sebagai bentuk kekhawatiran akan hilangnya hadits-hadits
Nabi SAW, perkembangan hadits mencapai puncaknya ketika memasuki periode tabi`in
tepatnya pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz, dimana hadits pada masa ini
resmi dikodifikasi guna menanggulangi tersebarnya hadits-hadits palsu yang di pelopori
oleh para pelaku bid’ah.
Lebih lanjut, setelah hadits dikodifikasi perkembanganya menjadi sangat pesat,
dengan lahirnya kitab-kitab kanonik hadits hingga muncul term-term keilmuwan hadits
yang berorientasi sebagai penyeleksi hadits (kritik sanad hadits) serta muncul pula kitab-
kitab syarh hadits sebagai penjelas hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Hingga periode
selanjutnya kajian hadits beralih tidak hanya berkutat pada kritik sanad melainkan sudah
memasuki kritik terhadap matan.
Kajian hadits memasuki puncak kepopuleranya ketika memasuki masa tadwin pada
abad ke II hijriah yang dikomandoi oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Umar
bin Abdul Aziz memang dikenal berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya, karena
Umar bin Abdul Aziz merupakan pencetus kodifikasi hadits, sehingga ketika itu, hadits
menjadi sebuah bahan kajian yang begitu menggiurkan, bahkan pasca setelah tadwin
muncul berbagai karya kitab yang sangat luar biasa, sebagaimana munculnya ragam
literatur hadits. Namun sayang, perkembangan studi hadits sempat terkendala sejak tahun
656 H hingga 911 H, karena diakibatkan oleh kejumudan umat Islam hingga waktu itu,
sampai akhirnya perkembangan hadits tahun 656 H hingga 911 H mengalami
perkembangan kembali dan sudah sampai menerbitkan isi kitab-kitab hadits,
menyaringnya serta menyusun kitab-kitab takhrij.
Dan setelah masa itu, para ulama pra kontemporer juga semakin geliat untuk
mengembangkan kajian hadits, puncaknya kembali memasuki era kontemporer Hadits
menjadi suatu kajian yang sangat begitu di minati dari kalangan pesantren hingga
akademisi. Bahkan memasuki era-era globalisasi, hadits sudah mulai dimasukan
didalamnya guna memberikan kemudahan bagi pengkaji hadits kajian.
Melihat perkembangan Hadits di era sebelumnya yang tidak begitu signifikan,
maka perkembangan hadits mulai di galakan kembali oleh para ilmuwan hadits dengan
sebuah kemasan menarik, hal inilah yang membuat para ilmuan hadits ingin memasukan
kajian-hadits dalam era digital hal ini guna mengembangkan studi hadits di era yang
sudah memasuki globalisasi, dengan mengembangkan keberadaan internet maka tampak
hadits akan terlihat menarik, hal ini sebagaimana melihat manfaat internet yang dapat
mempermudah tata kerja dan mempercepat suatu proses suatu pekerjaan, sehingga segala
sesuatu dapat ditemukan dengan cara praktis dan cepat. Bahkan seiring dengan
perkembangan zaman yang sudah memasuki era digital, hadits mulai di kemas di
dalamnya guna menghadirkan pengkajian hadits dengan lebih mudah.
Perkembangan kajian hadits, era digitalisasi. Sejarah perkembangan studi hadits
dari fase ke fase menarik untuk diperbincangkan, mengingat peran hadits sangat begitu
sentral bagi umat Islam, sebagaimana peran-nya sebagai sumber primer ajaran Islam,
bahkan pelengkap keberadaan al-Quran. Sehingga keberadaan hadits begitu pesat,
sehingga studi hadits menjadi bahasan populer kala itu, sebab di masa-masa sebelumnya
para sahabat lebih fokus dalam mengkaji al-Quran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan Dari tulisan yang sudah penulis paparkan diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa perkembangan yang sangat nampak dari ilmu hadits adalah setelah
wafatnya Rasulullah SAW. Yaitu ketika para sahabat merasa penting untuk
mengumpulkan hadits-hadits Nabi karena ditakutkan hilang. Setelah generasi sahabat
berlalu, langkah para sahabat dalam penerimaan hadits diikuti oleh para tabi’in.
Perkembangan ilmu hadits terus berjalan sejalan dengan terus bertambahnya periwayatan
hadits. Setiap ada riwayat maka disanalah ulumul hadits berperan menentukan diterima
atau tidaknya sehingga pada akhirnya ulum al-hadits menjadi disiplin ilmu yang mandiri
dalam ajaran agama Islam. Perkembangan hadits berkembang pada masa penyaringan, di
lanjutkan dengan penyarahan dan seterusnya berlanjut pada ringkasan dan takhrij.
Setelah itu, studi hadits hanya meneruskan karya-karyan yang sudah ada, hingga
akhirnya memasuki era global hadits mulai berkembang kembali dengan beragam cara
digitalisasi.
Penggolongan hadits yang pertama hadits shahih yaitu hadits yang sehat dan benar
tidak terdapat penyakit dan cacat. Yang kedua hadits hasan yaitu hadits yang muttasil
sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, tetapi kadar kedhabitannya di
bawah kedhabitan hadits shahih, dan hadits itu tidak syadz dan tidak pula terdapat illat
(cacat). Yang ketiga hadits dha'if yaitu hadits lemah yang di dalamnya tidak terdapat
syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan. Dan terakhir hadits maudhu'
yaitu hadits palsu atau hadits yang diragukan keabsahannya.

Anda mungkin juga menyukai