Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN

Pengaruh Pemberian Lactobacillus acidophilus dan Lactococcus lactis terhadap


Performa Produksi dan Analisis Usaha Burung Puyuh Jepang
(Coturnix coturnix-japonica)

Peningkatan kebutuhan protein hewani menyebabkan meningkatnya


kebutuhan telur burung puyuh. Burung puyuh memiliki kemudahan dalam
pemeliharaan akan tetapi ada beberapa masalah yang sering menerpa, yaitu
produksi tidak berbanding lurus dengan tingkat kebutuhan. Manajemen pemberian
pakan yang tidak efisien akan meningkatkan biaya produksi, sehingga diperlukan
inovasi dalam meningkatkan kualitas pakan salah satunya adalah dengan
penambahan feed additive. Penambahan additive pada penelitian ini menggunakan
probiotik karena mampu meningkatkan sistem pencernaan sehingga lebih efisiensi
dalam penggunaan pakan dan dapat meningkatkan daya cerna pakan tersebut.
Probiotik yang dapat digunakan sebagai additive adalah Lactobacillus acidophilus
dan Lactococcus lactis.
Bakteri Lactobacillus acidophilus menghasilkan asam laktat yang
mengakibatkan penurunan pH dalam saluran pencernaan. Penurunan pH menjadi
asam akan mengganggu metabolisme bakteri patogen sehingga tidak bisa tumbuh
dan merusak dinding usus, hal ini membuat absorbsi pada dinding usus
meningkat. Bakteri Lactococcus lactis diketahui dapat menghasilkan bakteriosin
dengan produk nisin. Kemampuan bakteri ini dapat dengan cepat memproduksi
asam laktat dan memiliki aktivitas proteolitik lebih besar daripada jenis bakteri
asam laktat lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kombinasi
probiotik bakteri asam laktat (Lactobacillus acidophilus dan Lactococcus lactis)
terhadap performa produksi (konsumsi pakan, QDP, FCR) burung puyuh jepang
sehingga dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan dalam
usaha peternakan burung puyuh. Jenis penelitian ini adalah penelitian
eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini
menggunakan burung puyuh jepang Coturnix coturnix-japonica umur 11 minggu
sebanyak 120 ekor yang diacak menjadi empat perlakuan dan enam ulangan,
setiap ulangan berisi lima ekor. Penelitian ini dilaksanakan selama 35 hari yaitu
satu minggu adaptasi dan 28 hari masa perlakuan. Perlakuan berupa penambahan
kombinasi probiotik bakteri asam laktat (Lactobacillus acidophilus dan
Lactococcus lactis) dengan masing-masing dosis 0 ml/liter air minum, 1 ml/liter
air minum, 2 ml/liter air minum dan 3 ml/liter air minum. Konsumsi pakan
dihitung melalui jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan, produksi telur
dihitung melalui QDP dalam %, FCR dihitung dari jumlah konsumsi pakan dibagi
hasil produksi dan analisis usaha melalui contribution margin (CM). Data yang
diperoleh kemudian dianalisis statistik menggunakan Analysis of Variance
(ANOVA) yang apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata (p<0,05) dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan.
15
SUMMARY

The Effect of Lactobacillus acidophilus and Lactococcus lactis on Japanese Quail


(Coturnix coturnix-japonica) Production Performance and Business Analysis

The increased need for animal protein increases the need for quail eggs.
Quails have ease of maintenance, but some problems often hit, namely that
production is not directly proportional to the level of need. Inefficient feeding
management will increase production costs, so innovation is needed to improve
feed quality, including adding feed additives. The addition of additives to this
study used probiotics because they can improve the digestive system so that it is
more efficient in the use of feed and can increase the digestibility of the feed.
Probiotics that can be used as additives are Lactobacillus acidophilus and
Lactococcus lactis.
Lactobacillus acidophilus bacteria produce lactic acid, which results in a
decrease in pH in the digestive tract. Decreasing the pH to an acidic level will
interfere with the metabolism of pathogenic bacteria so that they cannot grow and
make the absorption by the intestinal wall increases. Lactococcus lactis bacteria
are known to produce bacteriocins with nisin products. This bacteria can rapidly
produce lactic acid and has greater proteolytic activity than other lactic acid
bacteria.
This study aims to determine the effect of adding a combination of lactic acid
bacteria probiotics (Lactobacillus acidophilus and Lactococcus lactis) on the
production performance (feed consumption, QDP, and FCR) of Japanese quails to
reduce production costs and increase profits in the quail farming business. This
type of research was experimental research using Completely Randomized Design
(CRD). This study used 120 11-week-old Coturnix coturnix-japonica quails that
were randomized into four treatments and six tests, each containing five quails.
This research was carried out for 35 days, one weeks of adaptation, and 28 days of
treatment. Treatment included of a probiotic combination of lactic acid bacteria
(Lactobacillus acidophilus and Lactococcus lactis) with various doses of 0
ml/liter of drinking water, 1 ml/liter of drinking water, 2 ml/liter of drinking water
and 3 ml/liter of drinking water.Feed consumption was calculated through the
amount of feed given minus the remaining feed; egg production was calculated
through QDP in %; FCR was calculated from the amount of feed consumption
divided by production results; and business analysis was conducted through
contribution margin (CM). The obtained data were then analyzed statistically
using Analysis of Variance (ANOVA), which, if real different results were
obtained (p<0.05), was followed by the Duncan multiple range test.
The results showed that the addition of a combination of lactic acid
bacteria probiotics (Lactobacillus acidophilus dan Lactococcus lactis) could
reduce feed consumption, increase the QDP value, and reduce the FCR value of
laying quails to reduce production costs, in addition to an increase in the value of
xii
the contribution margin so that profits can be realized in the laying quail farming
business. Based on the results of the study, it is recommended to laying quail
farmers that they give lactic acid bacteria probiotics (Lactobacillus acidophilus
dan Lactococcus lactis) in as much as 3 ml per liter of drinking water to increase
income and profits by reducing feed production costs and maximizing the
production of laying quail farms.

xii
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Peningkatan kebutuhan protein hewani menyebabkan meningkatnya

kebutuhan telur burung puyuh. Burung puyuh memiliki kemudahan dalam

pemeliharaan akan tetapi ada beberapa masalah yang sering menerpa, yaitu

produksi tidak berbanding lurus dengan tingkat kebutuhan. Manajemen pemberian

pakan yang tidak efisien akan meningkatkan biaya produksi, sehingga diperlukan

inovasi dalam meningkatkan kualitas pakan salah satunya adalah dengan

penambahan feed additive (Haryuni dkk., 2017). Penambahan additive pada

penelitian ini menggunakan probiotik. Hal ini sesuai dengan pendapat

Lokapirnasari et al., (2018) bahwa probiotik dalam pakan mampu meningkatkan

aktifivitas enzimatis dan membantu sistem pencernaan sehingga efisiensi dalam

penggunaan pakan dan dapat meningkatkan daya cerna pakan tersebut. Pada

penelitian ini menggunakan bakteri Lactobacillus acidophilus dan Lactococcus

lactis.

Bakteri Lactobacillus acidophilus menghasilkan asam laktat yang

mengakibatkan penurunan pH dalam saluran pencernaan. Penurunan pH menjadi

asam akan mengganggu metabolisme bakteri patogen sehingga tidak bisa tumbuh

dan merusak dinding usus, hal ini membuat absorbsi pada dinding usus

meningkat.

Bakteri Lactococcus lactis diketahui dapat menghasilkan bakteriosin

dengan produk nisin. Kemampuan bakteri ini dapat dengan cepat memproduksi

asam laktat dan memiliki aktivitas proteolitik lebih besar daripada jenis bakteri

15
asam laktat lainnya.

Penambahan kombinasi probiotik bakteri asam laktat (Lactobacillus

acidophilus dan Lactococcus lactis) dengan masing-masing dosis 0 ml/liter air

minum, 1 ml/liter air minum, 2 ml/liter air minum dan 3 ml/liter air minum dan

sesuai mekanisme kinerja probiotik yang saling bersinergis diharapkan dapat

meningkatkan performa produksi burung puyuh jepang antara lain adalah

konsumsi pakan, QDP, dan FCR sehingga dapat menekan biaya produksi dan

meningkatkan nilai contribution margin yang dapat membantu mengetahui

keuntungan dalam usaha peternakan burung puyuh jepang (Coturnix coturnix-

japonica).

15
36

Biaya variabel dihitung selama masa perlakuan penelitian (28 hari)

yakni dengan mengalikan harga pakan dengan konsumsi pakan burung

puyuh kemudian ditambahkan biaya feed addictive. Menurut Al-Arif dkk.

(2016), total biaya produksi paling besar dipengaruhi oleh biaya pakan yang

bisa mencapai 70% dari biaya total. Biaya feed addictive pada penelitian ini

meliputi penambahan probiotik bakteri asam laktat (Lactobacillus

acidophilus dan Lactococcus lactis) dengan harga perliternya Rp. 35.000.

Harga jual per unit (penerimaan) dalam penelitian ini merupakan

harga jual telur burung puyuh (kg) dikalikan dengan jumlah produksi telur

(kg) selama masa penelitian. Produksi telur merupakan hasil produk akhir

dari aktivitas metabolisme hidup puyuh, artinya setelah terpenuhi kebutuhan

hidup pokok, baru kemudian nutrisi yang ada selanjutnya dimetabolismekan

untuk produksi telur (Lokapirnasari, 2017). Jumlah produksi telur pada

masing-masing perlakuan selama masa penelitian adalah P0 seberat 7,57

kg ; P1 seberat 7,76 kg; P2 seberat 7,96 kg; dan P3 seberat 8,07 kg. Telur

puyuh dijual sesuai dengan harga pasar tertinggi peternak pada Kabupaten

Kediri yaitu Rp 39.000/kg.

Nilai dari biaya variabel dan penerimaan didapat nilai Contribution

Margin (CM) pada penelitian ini tertinggi ada pada P3 yaitu dengan

penambahan probiotik bakteri asam laktat (Lactobacillus acidophilus dan

Lactococcus lactis) sebanyak 3 ml/liter air minum sebesar Rp. 29.291, hal

ini disebabkan karena dengan penambahan feed addictive tersebut puyuh

mampu menyerap nutrisi dengan baik sehingga menghasilkan produksi telur


37

yang tinggi dan konsumsi pakan yang rendah. CM terendah ada pada P0

sebesar Rp. 5.305, hal ini disebabkan karena banyaknya konsumsi pakan

serta rendahnya produksi telur yang dihasilkan. Hasil penelitian ini sejalan

dengan pernyataan Lokapirnasari (2017) yang menjelaskan bahwa untuk

meningkatkan efisiensi dan produktivitas ternak burung puyuh, maka perlu

dilakukan manajemen pakan yang baik pada ternak burung puyuh sehingga

dapat mencapai efisiensi produksi, efisiensi pakan, dan menurunkan biaya

pakan sehingga berdampak terhadap peningkatan produktivitas serta

peningkatan keuntungan.

3.1.1 Analisis Usaha Skala Peternakan

Analisis usaha skala peternakan 1.000 ekor burung puyuh jepang

disimulasikan dengan menyesuaikan kebutuhan untuk 1.000 ekor selama

satu tahun pada peternakan di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Data analisis

usaha (Lampiran 10) dihitung menggunakan rumus Contribution Margin

total yaitu dengan mencari selisih pendapatan penjualan (Rp) dengan total

biaya variabel (Rp) (Samryn, 2012).

Biaya variabel pada skala peternakan meliputi harga DOQ, obat-

obatan, pakan, listrik, desinfektan, air, biaya transportasi, probiotik,

kunjungan dokter hewan, dan servis yang dibutuhkan selama satu tahun.

Tingginya biaya variabel pada skala peternakan disebabkan karena jumlah

puyuh yang lebih banyak sehingga biaya pakan dan biaya perawatan lainnya

yang harus dikeluarkan juga lebih banyak selama masa pemeliharaan. Hal
38

ini sependapat dengan yang dikatakan Simanjuntak (2018), bahwa biaya

variabel atau disebut dengan biaya tidak tetap biasa didefinisikan sebagai

biaya yang dikeluarkan atau ditanggung oleh peternak selama masa

produksi yang besar kecilnya dipengaruhi oleh skala atau jumlah produksi,

bahwa semakin tinggi skala produksi maka akan semakin meningkat pula

biaya variabel yang harus ditanggung oleh peternak selama masa produksi

berlangsung. Didukung dengan pernyataan Rasyaf (2000), biaya yang

dikeluarkan oleh peternak dipengaruhi oleh besar kecilnya usaha

peternakan, jenis ternak, kemampuan manajemen dan administrasi kadang.

Pada skala ini P3 memiliki total biaya variabel yang paling rendah

dibandingkan dengan perlakuan lain, hal ini disebabkan karena manajemen

pakan dengan penambahan feed additive yang mampu menurunkan

konsumsi pakan burung puyuh, yang mana faktor pakan merupakan

komponen penting yang porsinya mencapai 70% dari biaya produksi. Total

penerimaan pada skala ini diperoleh dari hasil penjualan puyuh afkhir,

penjualan kotoran, penjualan hasil telur dan penjualan karung pakan.

Perhitungan penjualan puyuh afkhir dengan mempertimbangkan mortilitas

sebesar 2%.

Dari total biaya variabel dan total penerimaan didapat nilai

Contribution Margin (CM) total pada skala peternakan 1.000 ekor tertinggi

ada pada P3 yaitu dengan penambahan probiotik bakteri asam laktat

(Lactobacillus acidophilus dan Lactococcus lactis) sebanyak 3 ml/liter air

minum sebesar Rp. 50.920.272, dan CM terendah ada pada P0 sebesar Rp.
39

59.693.088.

Anda mungkin juga menyukai