Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA HIDUP BANGSA


DOSEN PENGAMPU :

UMI MUSLIKHAH, S.H., M.H

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
AMBAR SUKIRMAN (22101016)
JEFRY SIANIPAR (221010518)
JESIKA APRILIANI KATARINA R (221010439)
RABBI KHUSAINI (221010499)
RIZKY JHONATAN (221010526)
NAOMI IMELDA SAMOSIR (221010421)
WINDA SRI WAHYUNI (221010446)

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya sehingga kelompok saya dapat menyelesaikan
tugas makalah yang berjudul Pancasila sebagai Sistem Etika Hidup Bangsa
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dari
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
Hidup Bangsa.

Saya ucapkan terima kasih kepada ibu Umi Muslikhah, S.H., M.H selaku
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan pada bidang Pendidikan Pancasila.
Saya ucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna.Maka dari itu, kami meminta kritik dan saran diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Dan kami berharap semoga para pembaca dapat
menambah pengetahuan dari maklah yang kami buat.

Pekanbaru, 29 November 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia, menjadi dasar pedoman


dalam segala pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia
termasuk peraturan perundang-undangan. Pancasila merupakan cerminan bangsa
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai
Pancasila yang terkandung di dalam Pancasila menjadi tolak ukur bagi bangsa
Indonesia dalam penyelenggaraan bernegara. Karena konsekuensi dari hal itu
bahwa penyelenggaraan bernegara tidak boleh menyimpang dari nilai ketuhanan,
nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Pancasila
dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang setiap warganya harus hafal dan
mematuhi segala isi dalam pancasila tersebut. Namun sebagian besar warga
negara Indonesia hanya menganggap pancasila sebagai dasar negara/ideologi
semata tanpa memperdulikan makna dan manfaatnya dalam kehidupan. Tanpa
manusia sedari nilai-nilai makna yang terkandung dalam pancasila sangat berguna
dan bermanfaat.

Di dalam Pancasila terkandung banyak nilai dimana dari keseluruhan nilai


tersebut terkandung di dalam 5 garis besar dalam kehidupan berbangsa bernegara.
Perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan tak lepas dari nilai Pancasila.
Sejak zaman penjajahan sampai sekarang, kita selalu menjunjung tinggi nilai-nilai
Pancasila tersebut. Indonesia hidup di dalam berbagai keberagaman, baik itu suku,
bangsa, budaya dan agama. Dari semuanya itu, Indonesia berdiri dalam suatu
keutuhan. Menjadi kesatuan dan bersatu di dalam persatuan yang kokoh di bawah
naungan Pancasila dan semboyannya, Bhineka Tunggal Ika. Pancasila membuat
Indonesia tetap teguh dan bersatu di dalam keberagaman budaya. Dan menjadikan
pancasila sebagai dasar kebudayaan yang menyatukan budaya dengan yang lain.
Karena ikatan yang satu itulah. Pancasila menjadi inspirasi berbagai macam
kebudayaan yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etika ?
2. Apa itu etika pancasila?
3. Apa saja sumber nilai pancasila?
4. Bagaimana hubungan nilai norma dan moral ?
5. Apa itu etika politik?

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan yaitu metode kualitatif.


Metode secara kualitatif sebagai keutuhan manusia sebagai alat penelitian, banyak
sekali manfaat jika menggunakan metode kualitatif karena metode ini
mengandalkan analisis data, bersifat deskriptif, dan membatasi studi dengan
fokus.

Teknik pengumpulan data menggunakan studi literatur. Menurut Nazir studi


literatur adalah sesuatu yang akurat sebagai bahan analisis yang di angkat dari
beragam bacaan yang bermakna terhadap pembahasan penelitian atau sebagai alat
pengumpul hasil dan untuk menampilkan beragam hipotesis yang relevan dengan
perdebatan yang terjadi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
meneliti bacaan, mencatat serta mengelola bahan penelitian hingga menjadi
penelitian yang sistematis dan memiliki nilai guna
BAB II
PEMBAHASAN

A. PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK


1. Pengertian Etika

Istilah etika berasal dari Bahasa Yunani, Ethos yang artinya tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan
cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang
biasa dilakukan atau tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang
maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari
satu generasi ke generasi yang lain.

Pancasila dan etika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena sama-
sama mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan. Etika pancasila merupakan etika
dasar tentang penilaian baik dan buruk terhadap nilai-nilai pancasila yaitu nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan.
Suatu tindakan dikatakan baik tidak hanya jika tidak rentan terhadap nilai-nilai
pancasila, tetapi bagaimana menugaskan nilai-nilai yang ada menjadi sesuatu
yang lebih bermanfaat bagi orang lain. Merujuk pada nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila, Pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai
yang ada tidak hanya fundamental, tetapi juga realistis dan aplikatif. Nilai-nilai
Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa
Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai Pancasila
bila dipahami sepenuhnya, dihayati dan dipraktikkan, tentu mampu menurunkan
tingkat kejahatan dan pelanggaran dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. (journal jefri)

2. Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Etika

Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang


dihadapi bangsa Indonesia sebagai berikut. Pertama, banyaknya kasus korupsi
yang melanda negara Indonesia sehingga dapat melemahkan sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, masih terjadinya aksi terorisme yang
mengatasnamakan agama sehingga dapat merusak semangat toleransi dalam
kehidupan antar umat beragama, dan meluluhlantakkan semangat persatuan atau
mengancam disintegrasi bangsa. Ketiga, masih terjadinya pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara, seperti: kasus penyerbuan Lembaga
Pemasyarakatan Cebongan Yogyakarta, pada tahun 2013 yang lalu. Keempat,
kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai
kehidupan masyarakat Indonesia. Kelima, ketidakadilan hukum yang masih
mewarnai proses peradilan di Indonesia, seperti putusan bebas bersyarat atas
pengedar narkoba asal Australia Schapell Corby. Keenam, banyaknya orang kaya
yang tidak bersedia membayar pajak dengan benar, seperti kasus penggelapan
pajak oleh perusahaan, kasus panama papers yang menghindari atau mengurangi
pembayaran pajak. Kesemuanya itu memperlihatkan pentingnya dan
mendesaknya peran dan kedudukan Pancasila sebagai sistem etika karena dapat
menjadi tuntunan atau sebagai Leading Principle bagi warga negara untuk
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan


bernegara sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun,
diperlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut
agar tidak terjebak ke dalam pandangan yang bersifat mitos. Misalnya, korupsi
terjadi lantaran seorang pejabat diberi hadiah oleh seseorang yang memerlukan
bantuan atau jasa si pejabat agar urusannya lancar. Si pejabat menerima hadiah
tanpa memikirkan alasan orang tersebut memberikan hadiah. (journal rabby)

3. Etika Pancasila

Setelah Anda mendapat gambaran tentang pengertian etika dan aliran etika,
maka selanjutnya perlu dirumuskan pengertian etika Pancasila, dan aliran yang
lebih sesuai dengan etika Pancasila. Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang
dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam
etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia
Indonesia dalam semua aspek kehidupannya. Sila ketuhanan mengandung dimensi
moral berupa nilai spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang
Pencipta, ketaatan kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan
mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia lebih manusiawi,
yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama.
Sila persatuan mengandung dimensi nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein),
cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi nilai berupa sikap
menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan
kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai mau peduli
atas nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan orang lain.

Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika
kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan
teleologis termuat pula di dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan
karena etika Pancasila tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan,
kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan. Kebijaksanaan artinya melaksanakan
suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas
dasar kesatuan akal – rasa – kehendak yang berupa kepercayaan yang tertuju pada
kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara nilai-nilai hidup kemanusiaan dan
nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya membatasi diri dalam arti tidak
melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi diri dalam
arti tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya

memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain, serta
terhadap Tuhan terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya
(Mudhofir, 2009: 386).

B. Pancasila Sebagai Sumber Nilai


Bagi bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai sumber nilai dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah Pancasila. Ini berarti
bahwa seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara menggunakan
Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan
benar salahnya sikap, perbuatan dan tingkah laku bangsa Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila itu merupakan nilai intrinsik yang kebenarannya dapat dibuktikan secara
objektif, serta mengandung kebenaran yang universal. Dengan demikian, tinjauan
Pancasila berlandaskan pada Tuhan, manusia, rakyat, dan adil sehingga nilai-nilai
Pancasila memiliki sifat objektif. Pancasila dirumuskan oleh para pendiri negara
yang memuat nilai-nilai luhur untuk menjadi dasar negara. Sebagai gambaran, di
dalam tata nilai kehidupan bernegara, ada yang disebut sebagai nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praktis.

 Nilai dasar Asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang kurang
lebih mutlak. Nilai dasar berasal dari nilai-nilai kultural atau
budaya yang berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri, yaitu yang
berakar dari kebudayaan, sesuai dengan UUD 1945 yang
mencerminkan hakikat nilai kultural.
 Nilai instrumental Pelaksanaan umum nilai-nilai dasar, biasanya
dalam wujud nilai sosial atau nilai hukum, yang selanjutnya akan
terkristalisasi dalam lembaga-lembaga yang sesuai dengan
kebutuhan tempat dan waktu.
 Nilai praktis Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan bahan ujian, apakah nilai dasar dan
nilai instrumental sungguhsungguh hidup dalam masyarakat atau
tidak. Di dalam Pancasila tergantung nilai-nilai kehidupan
berbangsa. Nilai-nilai tersebut adalah nilai ideal, nilai material,
nilai positif, nilai logis, nilai estetis, nilai sosial dan nilai religius
atau keagamaan. (jefry)

C. Hubungan Nilai Norma dan Moral


Nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia, nilai dijadikan
landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik
disadasari maupun tidak. Nilai berbeda dengan fakta, karena fakta dapat
diobservasi melalui suatu verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak
yang hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia.
Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan dan segala sesuatu
pertimbangan internal (batiniah) manusia. Nilai dengan demikian, tidak
bersifat konkret yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai
dapat bersifat subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai
tersebut diberikan oleh subjek (dalam hal ini manusia sebagai pendukung
pokok nilai) dan bersifat objektif jikalau nilai tersebut telah melekat
padasesuatu terlepas dari penilaian manusia22 .

Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan
tingkah laku manusia maka perlu lebih dikonretkan lagi serta diformulasikan
menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya
dalam tingkah laku secara konkret. Wujud konkret dari nilai tersebut adalah
merupakan suatu norma. Terdapat berbagai norma, dan dari berbagai macam
norma tersebut, norma hukumlah yang paling kuat berlakunya, karena dapat
dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa ataupenegak
hukum.

Selanjutnya, nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan


etika. Istilah moral mengandung intregritas dan martabat pribadi manusia.
Derajat kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh moralitas yang
dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam pengertian inilah, maka
manusia memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku.
Hubungan antara moral dan etika memang sangat erat sekali dan kadang kala
keduanya disamakan begitu saja. Namun sebenarnya, kedua hal tersebut
memiliki perbedaan. Moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-
wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis
bagi sikap dan tindakan agar menjadi manusia yang baik.

D. Etika Politik

Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan


subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait
erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian ‘moral’senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban
lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.

Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara,


etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar
ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan
kepada hakikat manusia sebagi makhluk yang beradab dan berbudaya.
Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa
berkembang ke arah yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang
dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak
kepada manusia tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar
kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang
baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta
masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk
dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika politik harus
senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai
manusia.
Struktur kekuasaan negara (ketatanegaraan) kita telah banyak berubah
setelah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
NRI 1945) diamendemen pertama kali pada tahun 1999 dan kemudian pada tahun
2000. Sampai saat tulisan ini dibuat, perubahan UUD 1945 sudah berlangsung
empat kali. Akibat dari perubahan itu, ada lembaga tinggi negara dihilangkan atau
berubah fungsi, dan ada pula yang dimunculkan. Perubahan ini konon untuk
menopang prinsip checks and balances. Sayangnya, setelah perubahan tersebut
lembaga-lembaga tersebut tetap belum memperlihatkan kinerja yang
membanggakan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kini memiliki amunisi
kekuasaan baru pasca-amandemen UUD, belum mampu menunjukkan kualitas
berpolitik yang menyejukkan. Proses-proses politik di dewan terhormat ini tetap
kental dengan nuansa transaksional.
Eksperimen ketatanegaraan memunculkan paradoks dimana-mana.
Konstelasi perpolitikan di Indonesia di satu sisi menunjukkan ciri-ciri egalitarian,
namun pada saat bersamaan juga menampilkan elitisme dengan lahirnya dinasti
perpolitikan di sejumlah daerah. Partai-partai politik tumbuh tenggelam, tetapi
keberadaan mereka sama sekali tidak berkorelasi positif dengan kelahiran baru
figur-figur pemimpin yang andal dan mampu merebut kepercayaan publik.
Kepercayaan terhadap lembagalembaga negara dan aparatur di dalamnya juga
tidak kunjung meningkat, seiring dengan merebaknya korupsi berjamaah, suap-
menyuap, dan berbagai skandal penyalahgunaan wewenang lainnya.
Pembangunan politik hukum masih belum menjangkau aspek etika dan
moralitas dalam sistem hukum Indonesia. Tentu saja hal ini membuat produk
hukum yang dihasilkan hanya mencerminkan kepentingan kelompok atau
golongan elit tertentu. Idealnya etika dan moral ini ada dalam setia diri manusia.
Terlebih bagi individu yang memiliki kekuasaan seperti pembentuk Undang-
Undang.
Berbagai permasalahan yang sering terjadi mulai dari penyelenggara negara
baik di lembaga eksekutif maupun di legislatif baik itu kasus korupsi, gratifikasi
sampai dengan hoax yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab
membawa dampak yang buruk bagi perkembangan demokrasi Indonesia saat ini.
Kita sering berfikir bahwa bagaimana kosep demokrasi yang ideal yang sesuai
dengan pancasila agar kita dapat sampai pada sila pancasila yang kelima yaitu
memberikan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Peran sentral terhadap cita demokrasi yang beriringan dengan cita
nomokrasi adalah suatu keniscayaan. Pembangunan politik hukum melalui
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia harus sesuai dengan Pancasila dan
etika politik yang dibangun oleh para elite politik adalah suatu keharusan untuk
memberikan sebuah gambaran besar untuk menghadapi persoalan bangsa saat
ini.Kita patut meyakini bahwa etika dalam kehidupan berbangsatidak boleh
tunduk pada situasi apa adanya. Etika berbangsa juga seharusnya dapat didesain
ulang. Di sinilah sebenarnya terletak peran hukum seperti hukum positif (yuridis)
memiliki fungsi perekayasaan sosial (social engineering) untuk mengubah situasi
(social existence) dan orientasi (social consciousness) dalam kehidupan
berbangsa.

A.KESIMPULAN
Kesemuanya itu memperlihatkan pentingnya dan mendesaknya
peran dan kedudukan Pancasila sebagai sistem etika karena dapat
menjadi tuntunan atau sebagai Leading Principle bagi warga negara
untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Etika Pancasila
diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang
hidup. Namun, diperlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai-nilai
moral yang hidup tersebut agar tidak terjebak ke dalam pandangan yang
bersifat mitos.

B. SARAN
Diharapkan agar semua masyarakat dapat menerapkan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila tidak hanya sekedar mengetahui saja
namun melaksanakannya dalam kehidupan. Dan penerapan pendidikan
karakter harus ditanamkan sejak dini agar kelak nilai Pancasila akan
melekat dalam karakter dan kepribadian tiap individu dalam
bermasyarakat agar senantiasa tercipta bangsa Indonesia yang damai.

DAFTAR PUSTAKA

Putri, F. S., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Pancasila sebagai Sistem Etika.
EduPsyCouns: Journal of Education, Psychology and Counseling, 3(1), 176-184.

Amri, S. R. (2018). Pancasila sebagai sistem etika. Voice of Midwifery, 8(01), 760-768.

Anda mungkin juga menyukai