Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

Aplikasi berbasis android “SiPRIMA” dalam


Peningkatan mutu pelayanan

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KHIDMAT SEHAT AFIAT KOTA


BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit Khidmat Sehat Afiat adalah rumah sakit milik pemerintah kota Depok
yang memberikan pelayanan promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative kepada
seluruh masyarakat di Kota Depok. Rumah Sakit Khidmat Sehat Afiat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Seiring berkembangnya Rumah Sakit Khidmat Sehat Afiat terus berupaya dan
berlomba lomba dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan prima kepada
masyarakat dengan menambah pelayanan sesuai kebutuhan masyarakat.
Mutu pelayanan rumah sakit merupakan hal yang krusial. Rumah sakit sebagai
penyedia jasa layanan bagi masyarakat luas, dituntut untuk memberikan pelayanan
secara baik dan sesuai standar yang telah ditetapkan. Upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan merupakan langkah terpenting untuk memberikan pelayanan
yang lebih baik kepada pasien. Pelayanan rumah sakit yang bermutu dapat
meningkatkan kepuasan pasien dan mendorong pasien tersebut untuk mau datang
kembali ke rumah sakit, sehingga dapat meningkatkan kredibilitas rumah sakit di
masyarakat. Hal ini sangat penting dilakukan oleh rumah sakit karena persaingan
bisnis rumah sakit juga semakin kompetitif (Gultom, 2008).
Pelayanan yang bermutu dan prima merupakan salah satu tuntutan masyarakat diera
globalisasi dimana rumah sakit berlomba lomba dalam memberikan pelayanan
terbaiknya, seiring perkembangan jaman dan teknologi banyak rumah sakit
memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Teknologi informasi merupakan salah satu teknologi yang sedang berkembang dengan
pesat pada saat ini. Dengan kemajuan teknologi informasi, pengaksesan terhadap data
atau informasi yang tersedia dapat berlangsung dengan cepat, efisien serta akurat.
sektor kesehatan merupakan salah satu sektor pembangunan yang sedang mendapat
perhatian besar dari pemerintah karena sangat potensial untuk dapat diintegrasikan
dengan kehadiran teknologi informasi. Kemajuan perkembangan rumah sakit di
Indonesia baik dari aspek administratif atau pun teknologi memberikan dampak
proses pelayanan kesehatan di Indonesia dapat berlangsung efektif dan efisien. Dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan maka munculah inovasi aplikasi berbasis
android yang diimplementasikan oleh perawat dalam pelayanan.

II. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan prima kepada pasien dengan memanfaatkan teknologi.
B. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan di ruang rawat inap asoka.
2. Meningkatkan peran pasien atau keluarga dalam memberikan feedback
terhadap pelayanan di ruang rawat inap.
III. TEMPAT KEGIATAN
Kegiatan ini diimplementasikan di ruang rawat inap asoka RSUD Khidmat Sehat
Afiat
IV. SASARAN
Seluruh staff keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap Asoka RSUD Khidmat
Sehat Afiat Kota Depok.
BAB II
ANALISA SWOT
I. ANALISA SWOT
Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunity, and Threats) pada
awalnya dikembangkan sebagai alat perencanaan perusahaan dan menjadi
salah satu alat yang berguna dalam dunia industri. Namun tidak menutup
kemungkinan untuk digunakan sebagai aplikasi alat bantu pembuatan
keputusan dalam pengenalan program-program baru di lembaga pelayanan
kesehatan. Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat
diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang
berkesinambungan karena melaksanakan suatu kegiatan yang
berkesinambungan.

Strengths : Staff dengan pengetahuan dan


keterampilan yang kuat
Hubungan dan Komunikasi baik
dengan pelanggan
Komunikasi internal yang baik
Reputasi pelayanan yang optimal
Kemampuan dalam mengikuti trend
dan globalisasi
Kemudahan kecepatan dalam
mengakses informasi

Weakness Staff yang belum tersosialisasi


dengan baik
Rendahnya kemampuan staff dalam
mengimplementasikan
Aplikasi yang terus harus
diperbaharui
Opportunities Belum diaplikasikanya aplikasi
serupa di pelayanan lain
Belum ada perawat yang
memanfaatkan teknologi dalam
pelayanan
Masyarakat yang menuntut pelayanan
prima
Adanya platform yang memudahkan
komunikasi perawat
Threats Kompetitor berlomba lomba dalam
meningkatkan pelayanan
Kompetitor sekitar Rumah Sakit yang
berkembang pesat
BAB III
TINJAUAN TEORI
I. METODE
A. KATZ Index
The Katz Indeks of Independence in Activities of Daily Living, sering disebut
sebagai Katz Indekz ADL, adalah yang paling tepat untuk menilai status
fungsional sebagai pengukuran kemampuan klien untuk melakukan kegiatan
dalam hidup sehari-hari secara mandiri. Mengukur level kemampuan aktivitas
klien adalah fungsi penting penilaian awal ADL. Dokter dan perawat biasanya
menggunakan alat ini untuk mendeteksi masalah dalam aktivitas sehari-hari
melakukan dan merencanakan perawatan yang sesuai.
Katz Indeks merupakan sebuah alat ukur bagi perawat untuk dapat melihat
status fungsi pada klien usia lanjut dengan mengukur kemampuan mereka
untuk melakukan aktivitas sehari-hari. dapat juga untuk meramalkan prognosis
dari berbagai macam penyakit pada lansia. Adapun aktivitas yang dinilai
menurut (Ritonga, 2018) adalah Bathing, Dressing, Toileting, transferring,
continence dan feeding, dengan penilaian sebagai berikut
a. Mandi
Mandiri : Bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung
atau ektremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya
Bergantung : Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan
masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri.
b. Berpakaian
Mandiri : Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan
pakaian, mengancing/mengikat pakaian.
Bergantung : Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.
c. Toileting
Mandiri : Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan
genitalia sendiri
Bergantung : Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan
menggunakan pispot.
d. Berpindah (Transferring)
Mandiri : Berpindah dari tempat tidur, bangkit dari kursi sendiri
Bergantung : Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau
kursi, tidak melakukan sesuatu atau perpindahan.
e. Kontinen (continence)
Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.
Bergantung : Inkontinesia persial atau total yaitu menggunakan kateter
dan pispot, enema dan pembalut/pampers.
f. Makanan
Mandiri : Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri
Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama sekali dan makan parenteral atau
melalui Naso Gastrointestinal Tube (NGT).
Penilaian KATZ Index Biasa digunakan untuk lansia dan pasien dengan
penyakit kronik (stroke, fraktur hip). Pengukuran pada kondisi ini meliputi
Indeks Katz (Kholifah, 2016)

SKOR INTERPRETASI
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAK/BAB), berpindah, kekamar

kecil, berpakaian dan mandi.


B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi

tersebut.
C Kemandirian dalam semua aktifitas kecuali mandi dan satu fungsi tambahan.
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,

berpakaian dan satu fungsi tambahan.


E Kemandirian dalam semua aktifitas kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil,

dan satu fungsi tambahan.


F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,

berpakaian, kekamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.


G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.

Lain-Lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi tetapi tidak dapat diklasifikasikan

sebagai C,D dan E.


B. Early Warning System
Early Warning Score (EWS) adalah system peringatan dini yang dapat
diartikan sebagai rangkaian sistem komunikasi informasi yang dimulai dari
deteksi awal, dan pengambilan keputusan selanjutnya. Deteksi dini merupakan
gambaran dan isyarat terjadinya gangguan fungsi tubuh yang buruk atau
ketidakstabilan fisik pasien sehingga dapat menjadi kode dan atau
mempersiapkan kejadian buruk dan meminimalkan dampaknya, penilaian
untuk mengukur peringatan dini ini menggunakan Early warning Score
(Suwaryo, 2019). Early Warning Score (EWS) merupakan suatu alat untuk
mendeteksi perburukan kondisi pasien, sehingga tidak terjadi henti jantung
yang tidak diprediksi sehingga meningkatnya kelangsungan hidup pasien
(Rajagukguk & Widani, 2020) Adapun indikator fisiologi Early Waning Score
sebagai berikut :
1. Laju pernafasan
2. Saturasi Oksigen
3. Penggunaan alat bantu
4. Suhu tubuh
5. Tekanan darah sistolik
6. Denyut Nadi
7. Tingkat Kesadaran
EWS dilakukan terhadap semua pasien pada asesmen awal dengan kondisi
penyakit akut dan pemantauan secara berkala pada semua pasien yang
mempunyai risiko tinggi berkembang menjadi sakit kritis selama berada di
rumah sakit. Pasien pasien tersebut adalah:
a. Pasien yang keadaan umumnya dinilai tidak nyaman (uneasy feeling).
b. Pasien yang datang ke instalasi gawat darurat.
c. Pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil.
d. Pasien yang baru dipindahkan dari ruang rawat insentif ke bangsal
rawat inap.
e. Pasien yang akan dipindahkan dari ruangan rawat ke ruang rawat
lainnya.
f. Pasien paska operasi dalam 24 jam pertama seseuai dengan ketentuan
penatalaksanaan pasien paska operasi.
g. Pasien dengan penyakit kronis
h. Pasien yang perkembangan penyakitnya tidak menunjukkan perbaikan.
i. Pemantauan rutin pada semua pasien, minimal 1 kali dalam satu shift
dinas perawat.
j. Pada pasien di Unit Hemodialisa dan rawat jalan lainnya yang akan
dirawat untuk menentukan ruang perawatan.
k. Pasien yang akan di pindahkan ke rumah sakit lainnya.
C. Braden Scale
Luka tekan dahulu lebih dikenal dengan istilah luka dekubitus yang berasal
dari kata decumbere artinya membaringkan diri, namun istilah tersebut kini
telah ditinggalkan karena luka tekan sebenarnya tidak hanya terjadi pada
pasien berbaring saja tetapi juga bisa terjadi pada pasien dengan posisi
menetap terus menerus seperti penggunaan kursi roda atau pasien yang
memakai prostesi.
Luka tekan adalah injury kulit akibat penekanan yang terjadi secara terus
menerus (konstan) karena imobilitas. Akibat tekanan terus menerus tersebut
aliran darah menjadi menurun, dan akhirnya terjadi kematian sel jaringan
(Nekrosis), kulit menjadi rusak dan terbentuk luka terbuka (JAMA, 2006).
Sedangkan MOH (2001) mendefinisikan luka tekan sebagai suatu area
kerusakan kulit, otot dan jaringan dibawahnya yang terlokalisir akibat dari
peregangan, gesekan dan penekanan yang terus menerus. Black dan Hokarison
(2005) mendefinisikan luka tekan adalah lesi pada kulit yang disebabkan
karena adanya tekanan yang berlebih dan mengakibatkan kerusakan pada
bagian dasar jaringan. Tekanan tersebut akan mengganggu mikro sirkulasi
jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan kulit, serta memperbesar
pembuangan metabolik yang dapat menyebabkan nekrosis. Definisi luka tekan
pada beberapa literatur keseluruhannya berhubungan dengan kerusakan suplai
darah (Bryant, 2007) Menurut Potter dan Perry (2005), luka tekan adalah
kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan
eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh
dengan urutan dan waktu yang biasa. Selanjutnya gangguan ini terjadi pada
individu yang berada di atas kursi atau di atas tempat tidur, seringkali pada
inkontinensia, dan manutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan
makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran.adapun
pengkajian yang dilakukan biasa dirumah sakit yaitu dengan braden scale.

The Braden Scale (Skala Braden) merupakan skala untuk identifikasi


dekubitus yang secara umum hampir sama dengan skala yang ada .
Tetapi ada beberapa tambahan komponen yang tidak dimiliki oleh skala
lainya. Skala Braden diciptakan di Amerika pada area nursing home
(Braden et. al., 1987). Skala Braden terdiri dari 6 variabel yang meliputi
:
a. persepsi-sensori,
b. kelembaban,
c. tingkat aktifitas,
d. mobilitas,
e. nutrisi,
f. gesekan dengan permukaan kasur (matras).
Skore maksimum pada skala Braden adalah 23. Skore diatas 20 risiko
rendah, 16-20 risiko sedang, 11-15 risiko tinggi, dan kurang dari 10
risiko sangat tinggi (Bergstrom, 2005; Braden, 2000; NPUAP, 2007).

D. Peripheral Intravenous Score


Kejadian plebitis merupakan komplikasi akibat pemasangan infus, yang dapat
menimbulkan penderitaan pada pasien karena bertambah lamanya hari inap
dan biaya rumah sakit meningkat. Berdasarkan hal tersebut perawat harus
memperhatikan teknik pemasangan infus sesuai tahapan. Plebitis didefinisikan
sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi mekanik, kimia dan
bakteri, ditandai dengan adanya peradangan berupa kemerahan dan hangat di
sekitar pemasangan infus, nyeri dan terjadi pembengkakan. Kejadian plebitis
meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan infus, komposisi cairan dan
obat injeksi, ukuran kanul, tempat pemasangan yang tidak tepat, masuknya
microorganisme saat penusukan, Brunner dan Suddart, (2002). Kenaikan suhu
tubuh pada pasien yang mengalami plebitis tidak signifikan yaitu 37,50 C –
38,50 C (subfebris), normal suhu tubuh manusia 36,50 C -370 C (Doenges et
al, 2001).
Plebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang
dilakukan oleh perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual
untuk kejadian plebitis yaitu:
E. Pengkajian Resiko Jatuh
1. Fall Morse Scale
Jatuh merupakan kajadian yang mengakibatkan seseorang berbaring
secara tidak sengaja di tanah atau lantai (permukaan yang lebih rendah)
(Depkes RI, 2015). Jatuh adalah suatu peristiwa yang dilaporkan
penderita atau saksi mata yang telah melihat kejadian yang
mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau duduk di lantai
(tempat yang lebih rendah) atau dan tanpa kehilangan kesadaran
maupun luka (Depkes RI, 2018).Jatuh memiliki definisi sebagai
kejadian jatuh yang disengaja maupun tidak, yang mengakibatkan luka
pada pasien tersebut, sehingga pasien terbaring dilantai (terbaring
diatas permukaan lainatau orang lain atau objek lain) (George, 2017).
Hasil interpretasi dari MFS dikatagorikan menjadi; tidak beresiko (No
Risk) dengan skor MFS sebesar 0-24, pasien beresiko rendah (Low
Risk) dengan skor MFS sebesar 25-44, sedangkan pasien beresiko
tinggi jatuh (High Risk) memiliki skor MFS ≥ 45.
Setiap skor MFS memiliki tindakan yang berbeda, pada pasien tanpa
resiko jatuh tindakan yang dilakukan adalah cukup melaksanakan
tindakan keperawatan dasar, pada pasien dengan resiko rendah jatuh
dilakukan tindakan implementasi standar pencegahan pasien jatuh, dan
untuk pasien dengan resiko tinggi jatuh perlu dilakukan implementasi
yang lebih intens dalam pencegahan pasien jatuh.
Berikut adalah tabel MFS dan Hasil interprestasi dari MFS:
2. Humpty Dumpty
Pengkajian ini merupakan pengkajian risiko jatuh untuk anak-anak.
Pengkajian ini memuat beberapa item yang digunakan untuk mengkaji
risiko jatuh pasien yaitu usia, jenis kelamin, diagnosis, gangguan
kognitif, faktor lingkungan, respon terhadap operasi, sedasi, dan
anestesi, serta penggunaan obat (Rodriguez, et al., 2009). Tingkat
risiko jatuh berdasarkan Humpty Dumpty Scale dibagi menjadi dua
yaitu skor 7-11 untuk risiko rendah dan skor ≥ 12 untuk risiko tinggi.
3. Get Up Go Test
Pengukuran resiko jatuh menggunakan TUG difokuskan pada kekuatan
mobilitas pasien, komponen lain yang diobservasi selama prosedur
berlangsung yaitu keseimbanagn tubuh, kekuatan kaki dan goyangan
tubuh. Media yang harus disediakan adalah stopwatch, kursi, alat ukur
jarak (meteran), dan penanda untuk membuat garis batas. Pasien dapat
menggunakan alas kaki yang biasa digunakan, sedangkan
pemeriksawajib menyediakan sebuah kursi dan membuat sebuah pola
garis batas yang berjarak 3 meter dari tempat duduk pasien.
Prosedurnya adalah pasien duduk pada sebuah kursi, ketika pemeriksa
mengatakan “mulai” maka pasien akan berdiri dari tempat duduk,
berjalan kegaris yang sudah ditandai (berjarak 3 meter dari kursi), dan
setelah tiba di garis tersebut maka pasien akan berbalik dan berjalan
kembali ke tempat duduk semula lalu duduk seperti semula. Waktu
mulai dihitung menggunakan stopwatch saat pemeriksa mengucapkan
“mulai” dan berhenti ketika pasien duduk kembali. Interpretasi dari
pengukuran TUG adalah jika pasien memperoleh waktu > 12 detik,
diartikan sebagai risiko tinggi, tetapi jika waktu < 12 detik berarti
pasien memiliki risiko rendah (Centers for Disease Control and
Prevention, 2017).
F. SINBAD Score
Diabetic foot merupakan kondisi di mana terjadi pembetukan luka pada kaki
yang dialami oleh penyandang DM. Kondisi ini akan berlanjut menjadi
Diabetic foot ulcer (DFU). Penyandang DM dengan DFU mengalami
penurunan kualitas hidup dan lebih dari 8% insiden yang terjadi memerlukan
lower extremity amputation (LEA) pada akhirnya (Parvizi and Kim, 2010).
DFU adalah permasalahan serius yang sering terjadi pada penyandang DM
yang dapat memperparah kondisi kesehatannya. Kondisi ini juga sangat
mempengaruhi kondisi ekonomi pasien (Alexiadou and Doupis, 2012). DFU
dikenal sebagai komplikasi kronik yang terdiri atas lesi di dalam jaringan yang
terkait dengan gangguan neurologis dan penyakit pembuluh darah perifer di
bagaian tungkai bawah. DFU merupakan spektrum penyakit yang melibatkan
seluruh komponen pada kaki penyandang DM yang meliputi kulit, jaringan
lunak, dan struktur tulang pada kaki dengan manifestasi berupa selulitis, ulkus,
neuropati, dan gangren (Leung, 2007; Noor, Zubair and Ahmad, 2015; Ahmad,
2016). Pada beberapa penelitian, teridentifikasi bahwa faktor utama penyebab
DFU adalah neuropati dan angiopati (Ostrow et al., 2009; Alavi et al., 2014;
Hu et al., 2014; Iwase et al., 2018).
Berikut merupakan beberapa tanda dan gejala pada ulkus diabetik:
a. Sering kesemutan
b. Nyeri kaki saat istirahat
c. Sensasi rasa berkurang
d. Kerusakan jaringan (nekrosis)
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal
g. Kulit kering
Terdapat beberapa klasifikasi DFU, yaitu:
a. PEDIS
Sistem klasifikasi PEDIS dikembangkan oleh IWGDF dengan melihat
Perfussion, Extent, Depth, Infection, dan Sensation (PEDIS) (Bus et al.,
2016). Sistem klasifikasi PEDIS merupakan klasifikasi yang baik untuk
mempredikisi hasil dari perawatan luka namun dinilai kurang
komprehensif dan akurat untuk menilai tingkat keparahan luka.
b. University of Texas Classification
Klasifikasi Texas menggunakan empat kelas berdasarkan kedalaman relatif
ulkus (Bus et al., 2016). Klasifikasi Texas merupakan sistem klasifikasi
untuk melihat keparahan luka dengan melihat adanya infeksi dan iskemik
serta kedalaman ulkus. Sistem klasifikasi ini terdiri dari 4 grade. Setiap
grade luka terdapat 4 tahap yaitu luka bersih non iskemik (A), luka
terinfeksi non iskemik (B), luka iskemik (C) dan luka infeksi iskemik (D).
c. SINBAD
Klasifikasi ini melihat Site/ lokasi, Ischaemia/ iskemia, Neuropathy/
neuropati, Bacterial Infection/ infeksi bakteri dan Depth/ kedalaman
(SINBAD)

d. Wagner-Meggit Classification System


Sistem Klasifikasi Wagner-Meggit digunakan untuk menilai kedalaman
luka dan adanya osteomielitis atau gangren (Oyibo et al., 2001).
Klasifikasi Wagner dimulai dari grade 0 sampai grade 5. Sistem
klasifikasi Wagner dinilai baik untuk menilai kedalaman dan
keparahan luka, namun dianggap sangat sederhana karena kurang
khusus mendeskripsikan tentang kondisi luka kaki diabetes.
e. Diabetic Foot Ulcer Assessment Scale (DFUAS)
DFUAS merupakan pengkajian luka yang dikhususkan untuk mengkaji
dan mengevaluasi luka DM sehingga DFUAS dapat menggambarkan
keseluruhan karakteristik luka dan dapat digunakan untuk memprediksi
penyembuhan (Arisandi et al., 2016; Muchtar, Sari and Yusuf, 2018).
DFUAS memiliki 11 domain pemeriksaan yaitu kedalaman luka,
ukuran luka, penilaian ukuran,radang infeksi, proporsi jaringan
granulasi,jenis jaringan nekrotik,proporsi jaringan nekrotik,proporsi
slough, maserasi, jenis tepi luka,Tunnelling.

II. KONSEP DAN TEKNIS PELAKSANAAN


SiPRIMA merupakan aplikasi berbasis android yang dalam teknis
pelaksanaannya mempermudah perawat dalam mendapatkan informasi
dan melakukan assessment melalui handphone, Adapun teknis
pelaksanaan aplikasi SiPRIMA sebagai berikut:

Tampilan Menu Isi Fungsi


Tampilan awal aplikasi Sebagai tampilan awal
yang terdiri dari : dalam mengakses
1. Pelajari submenu SiPRIMA
2. Terapkan
3. Perhatikan
4. Laporkan

Tampilan awal menu


Submenu dari pelajari Sebagai sarana informasi
terdiri dari informasi perawat dalam menambah
tentang : pengetahuan.
1. KATZ Index untuk
menilai
Ketergantungan
pasien
2. Early Warning
System untuk
penilaian kondisi
perburukan pasien
3. Braden Scale untuk
penilaian luka tekan
4. Visual Intra
peripheral score
untuk menilai
kejadian phlebitis
5. SINBAD score
Tampilan submenu untuk menilai foot
Pelajari ulcer
6. FMS, Humpty
Dumpty dan GUGT
untuk menilai resiko
pasien jatuh.
Submenu dari menu Sebagai sarana untuk
terapkan terdiri dari perawat mengkaji sesuai
penilaian tentang : kebutuhan.
1. KATZ Index untuk
menilai Ketergantungan
pasien
2. Early Warning System
untuk penilaian kondisi
perburukan pasien
3. Braden Scale untuk
penilaian luka tekan
4. Visual Intra peripheral
score untuk menilai
kejadian phlebitis
5. FMS, Humpty Dumpty
dan GUGT untuk
Tampilan submenu menilai resiko pasien
Terapkan jatuh.
6. SINBAD untuk menilai
resiko adanya foot ulcer
pada pasien DM
Submenu dari menu Sebagai sarana informasi
Perhatikan teridri dari 6 dan pengetahuan serta
sasaran keselamatan reminder bagi perawat
pasien : tentang keselamatan
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan
komunikasi efektif
3. Peningkatan keamanan
obat yang perlu
diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi,
prosedur dan operasi
5. Pengurangan resiko
infeksi
6. Pengurangan resiko
pasien jatuh

Tampilan submenu
Perhatikan
Submenu dari menu sebagai sarana komunikasi
laporkan yaitu pesan yang yang mudah dan cepat.
dketik bisa langsung
terhubung dengan nomor
whatsapp ruangan asoka.

Tampilan submenu
Laporkan
BAB IV
KESIMPULAN
I. KESIMPULAN
Pelayanan prima merupakan tindakan atau upaya yang dilakukan perusahaan atau
organisasi tertentu untuk memberikan pelayanan maksimal dengan tujuan agar
pelanggan atau masyarakat bisa mendapatkan kepuasan atas pelayanan yang
dilakukan.
Pelayanan prima diera saat ini sudah menjadi tuntutan masyarakat dimana perawat
harus bisa memberikan pelayanan yang prima kepada pasien, pemanfaatan kemajuan
teknologi informasi bisa menjadi tempat untuk perawat bisa meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam memberikan pelayanan. Aplikasi SiPRIMA
dirancang untuk memberikan kemudahan informasi kepada perawat dalam
memberikan pelayanan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D., Nugraha, T., & Muhammad, I. (2020). Analisis faktor penentu kepuasan kerja
perawat pelaksana di instalasi rawat inap rsud langsa. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(1), 23–
37.
Desimawati, D.W. (2013). Hubungan Layanan Keperawatan dengan Tingkat Kepuasan
Pasien Rawat Inap di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember. Skripsi. Program Studi
IlmuKeperawatan Universitas Jember
Gunawan, D., Hariyati, R. T. S., & Afriani, T. (2019). Hubungan Peran , Fungsi Manajemen
Kepala dan pelaksanaan serah terima yang dipersepsikan oleh perawat. Universitas indonesia.
Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri:Mosby
Sugiarto, Andi. 2005. Penilaian Keseimbangan Dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari
Pada Lansia Dip Anti Werdha Pelkris Elim Semarang Dengan Menggunakan Berg Balance
Scale Dan Indeks Barthel. Semarang : UNDIP.
LAMPIRAN
PENGKAJIAN STATUS FUNGSIONAL
( Indeks Kemandirian Katz )
Nama :
No. Rekam Medik :
Tanggal :

No Aktivitas Mandiri Tergantung

1 Mandi

Mandiri :

Bantuan hanya pada satu bagian mandi ( seperti


punggung atau ekstremitas yang tidak mampu ) atau
mandi sendiri sepenuhnya

Tergantung :

Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan


masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi
sendiri

2 Berpakaian

Mandiri :

Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,


melepaskan pakaian, mengancingi/mengikat pakaian.

Tergantung :

Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian

3 Ke Kamar Kecil

Mandiri :

Masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian


membersihkan genetalia sendiri

Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan
menggunakan pispot

4 Berpindah

Mandiri :

Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk,


bangkit dari kursi sendiri

Bergantung :

Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau


kursi, tidak melakukan satu, atau lebih perpindahan

5 Kontinen

Mandiri :

BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri

Tergantung :

Inkontinensia parsial atau total; penggunaan


kateter,pispot, enema dan pembalut ( pampers )

6 Makan

Mandiri :

Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya


sendiri

Bergantung :

Bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan


menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan
parenteral ( NGT )
Keterangan :
Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien
Analisis Hasil :
Nilai A :Kemandirian dalam hal makan, kontinen ( BAK/BAB ), berpindah, kekamar kecil,
mandi dan berpakaian.
Nilai B :Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
Nilai D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi tambahan
Nilai E : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, dan satu
fungsi tambahan.
Nilai F : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah
dan satu fungsi tambahan
Nilai G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
EARLY WARNING SCORE

Nama :
No. Rekam Medik :
Tanggal / Shift :
Paremeter Hasil Pemeriksaan Score Keterangan
Fisiologis
Pernafasan 12 – 20 = 0 Rekomendasi :
9 – 11 = 1 1. Stabil (0) monitoring
21 – 24 = 2 berkala / 8 jam dengan
< 8 / > 25 = 3 monitor dan evaluasi
keluhan dan perubahan
Saturasi >96 = 0 fisiologis
Oksigen 94-95 = 1 2. Penurunan Kondisi,
92 – 93 = 2 pemeriksaan menyeluruh :
<91 = 3 pasang monitor
Alat Bantu Ya = 2 3. Skor 1 – 4 Asesment
nafas Tidak = 0 segera response time 5
Suhu 36.1 – 38.0 = 0 menit dengan eskalasi
35.1 – 36.0 / 38.1 – 39.0 = 1 perawatan manajemen
>39.1 = 2 nyeri, demam, terapi
<35.0 = 3 oksigen dll
Tekanan 111 – 219 = 0 4. Skor 5 – 6 asesement
darah 101 – 110 = 1 segera oleh dokter jaga,
sistolik 91 – 100 = 2 eskalasi perawatan dan
<90 / > 220 = 3 terapi, dan frekuensi
Nadi 51 – 90 = 0 monitoring minimal / jam
41 – 50 / 91 – 110 = 1 serta saran HCU
111 – 130 = 2 5. Skor > 7 resusitasi dan
<40 / > 131 = 3 monitoring secara
Tingkat A=0 kontinyu, assessment
kesadaran VPU = 3 dokter jaga bila perlu
lapor DPJP
BRADEN SCALE
Nama :
Rekam Medik :
Tanggal :

Parameter Temua Skor Rekomendasi


Persepsi 1 : Tidak merasakan / respon nyeri, kesadaran
sensori menurun
2: Gangguan ½ permukaan tubuh / respon nyeri
3 : Gangguan 1/2 ektermitas / respon verbal tapi
tidak mampu mengatakan ketidaknyamanan
4 : Tidak ada gangguan sensori / respon penuh
Kelembaban 1 : Selalu terkena keringat / urine
2 : Sangat lembab
3: Kadang lembab
4: Kulit kering
Aktivitas 1: Baring total
2: Tidak bisa berjalan
3: Berjalan dengan / tanpa bantuan
4: Berjalan disekitar ruangan

Mebilisasi 1: Tidak mampu bergerak


2: tidak dapat merubah posisi tepat/teratur
3: dapat berubah posisi tubuh / ektermitas secara
mandiri
4: merubah posisi tanpa bantuan
Nutrisi 1 : 1/3 porsi tidak habis, minum sedikit, infus lebih
>5 hari
2: ½ porsi jarang habis intake cairan kurang
3: Lebih ½ porsi habis
Total Skor
PERIPERAL INTRAVENOUS SCORE
Nama :
Rekam Medik :
Tanggal :
FALL MORSE SCORE
Nama :
Rekam Medik :
Tanggal :

NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET.


1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh Tidak 0
dalam 3 bulan terakhir? Ya 25

2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki Tidak 0


Lebih dari satu penyakit? Ya 15

3. Alat Bantu jalan:


- Bed rest/ dibantu perawat 0
- Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia Tidak 0
Terpasang infus? Ya 20

5. Gaya berjalan/ cara berpindah:


- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat 0
Bergerak sendiri)
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20

6. Status Mental
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15

Total Nilai
Pemeriksa

( )

Keterangan:

Tingkatan Risiko Nilai MFS Tindakan

Tidak berisiko 0-24 Perawatan dasar

Risiko rendah 25-50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi


HUMPTY DUMPTY
Nama :
Rekam Medik :
Tanggal :
GET UP GO TEST
Nama :
Rekam Medik :
Tanggal :

No Penilaian Ya Tidak
a Cara berjalan pasien (Salah satu atau lebih)
1. Tidak Seimbang / Sempoyongan/ Limbung
2. Jalan dengan Menggunakan alat bantu (Kruk, Tripot, Kursi
roda, orang lain)
b Menopang saat akan duduk : tampak memegang pinggiran kursi atau
meja / benda lain sebagai penopang saat akan duduk

No Hasil Penilaian Keterangan


1 Tidak beresiko Tidak ditermuka a & b
2 Risiko Rendah Ditemukan salah satu a / b
3 Risiko tinggi Ditemukan a & b
SINBAD SCORE
Nama :
Rekam Medik :
Tanggal :

Kategori Definisi skor Rekomendasi


Lokasi Kaki depan 0
Kaki tengah dan kaki belakang 1
Iskemia Pedal aliran darah utuh: setidaknya satu nadi teraba 0
Bukti klinis berkurangnya aliran darah pedal 1
Sakit saraf Sensasi pelindung utuh 0
Sensasi pelindung hilang 1
Infeksi bakteri Tidak ada 0
Ada 1
Daerah < 1cm 2 0
≥1cm 2 1
Kedalaman Ulkus terbatas pada kulit dan jaringan subkutan 0
Bisul mencapai otot, tendon atau lebih dalam 1
Total Skor

Anda mungkin juga menyukai