Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : SRI CAHAYANI DEWI

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 858611389

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDU4221/Pendidikan Agama Islam

Kode/Nama UPBJJ : 51/TARAKAN

Masa Ujian : 2020/21.2 (2021.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN :
1. Manusia bertugas sebagai khalifah di muka bumi
Hal ini secara tegas disebutkan dalam surat Al-Baqarah/2: 30.
ِ َ َ َ ِ َ َ ۡٓ ُ َ َ َ َ ّ ِ َ ۡ َ ُّ َ َ َ َ
‫س‬ ۡ ‫ف اۡلرضۡ خ ِليفةۡ ؕ قالوۡا اتج َعلۡ ِفي َها َمنۡ ُّيف ِسدۡ ِفي َها َو َيس ِفكۡ الد َما َۡء َونحنۡ ن َس ِبحۡ ِب َحم ِد‬
ۡ ‫ك َونقد‬ ۡ ّ ‫ك ِلل َملۡٮۡك ِۡة ِا‬
ۡ ِ ۡ‫ن َج ِاعل‬ ۡ ‫ال رب‬
ۡ ‫وِاذۡ ق‬
َ َ َ َ َ َ َ ۡٓ ِّ َ َ َ َ
‫ن‬
ۡ ‫ل تعلمو‬ ۡ ‫ن اعل ۡم ما‬ ۡ ‫ال ِا‬
ۡ ‫ـكۡ ق‬
ؕ ‫ل‬

Artinya: Ayat 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
''Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" mereka berkata: "Apakah
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Ayat tersebut
menjelaskan tentang rencana Allah SWT menciptakan manusia adalah diberi mandat sebagai khalifah
atau wakil Allah SWT untuk mengelola bumi. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dengan baik
maka yang harus dilakukan adalah bekerja dengan baik, bekerja dengan baik saja tentu tidak cukup tetapi
juga harus dengan semangat yang tinggi. Semangat inilah yang menjadi fokus kita untuk ditingkatkan dan
itulah yang disebut etos.
Ayat lain yang juga menjelaskan tentang tugas manusia sebagai khalifah dijelaskan dalam surat
Faathir/35: 39.
َ ُ َ ۡ َ ً َ َ ُ َ ۡ َ ُ َ َ َ َ َ َ ّ َ َ ََُ َ َّ
ۡ ۡ‫ل َۡی ۡزیۡدۡ الک ِف ۡری‬
ۡ ‫ن کفرہمۡ ِا‬
‫ل‬ ۡ ‫ن کفرہمۡ ِعن ۡد َرِب ِہمۡ ِا‬
ۡ ‫ل َمقتۡاۡ َۡو‬ ۡ ۡ‫ل َۡی ۡزیۡدۡ الک ِف ۡری‬
ۡ ‫ف اۡلرضۡۡؕ ف َمنۡ کف َ ۡر ف َع ۡلیۡ ِۡہ کفرۡہۡؕ َۡو‬ ۡ ‫ہ َۡو ال ِۡذیۡ جعلک ۡم خل ِۡئ‬
ِۡ‫ف‬
َ
‫خ َس ًارا‬
Artinya: Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi.
Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran
orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya
dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka
belaka.

Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap orang bertugas membangun dunia dan berusaha
memakmurkannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Apapun fungsi dan
kedudukannya dalam kehidupan sosialnya; apakah dia penguasa atau rakyat biasa, pengusaha atau
pekerja, dan lain-lain. Manusia sejak awal telah diberi potensi oleh Allah SWT untuk dapat melakukan
tugas tersebut. Dan potensi itu tidak diberikan kepada makhluk selain manusia. Inilah yang menjadikan
manusia memperoleh kehormatan dibandingkan dengan makhluk yang lain.
Dalam redaksi ayat lainnya sangat jelas bahwa tugas kekhalifahan tersebut dikaitkan dengan aktivitas
bekerja atau yang kemudian populer dengan etos kerja. Hal ini diisyaratkan dalam surat Al-A'raaf/7: 129.
َ ُ َ َ َ َ ُ ََ َ ّ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُّ َ ُ ُّ َ ٰ َ َ َ َ َ َ َۡ َ َ َ ُ ۡۤ ُ َ
ۡ ‫ف ۡتع َملو‬
‫ن‬ ۡ ‫ف اۡلرضۡ فينظ ۡر كي‬
ۡ ِ ۡ‫ك عدوكمۡ ويستخ ِلفكم‬
ۡ ‫س ربك ۡم انۡ يه ِل‬ ۡ ‫ل انۡ تا ِت َينا َو ِمنۡ َبع ِۡد َما ِجئتنۡاۡؕ ق‬
ۡ ‫ال ع‬ ۡ ِ ‫قالـوا او ِذينا ِمنۡ قب‬
Artinya: .. .
Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di
bumi-(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana kamu bekerja.
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat juga dipahami bahwa nilai kualitas kemanusiaan seseorang salah
satu tolok ukumya adalah, seberapa sungguh sungguh seseorang menjalankan tugas tersebut dalam
kehidupannya yaitu membangun etos untuk bekerja. Karena kalau manusia tidak memiliki etos dalam
bekerja atau etosnya rendah berarti dia telah menyia-nyiakan tugas yang diamanatkan Allah SWT
kepadanya.

Etos Kerja menurut Islam didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat
mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya,
melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada
prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan
martabat dirinya sebagai hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok
yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap
pengabdian sebagaimana firman Allah,
َ َ ْ ْ َ َ ْ َْ َ
ۡ‫ل ِل َي ْعبدون‬
ۡ ‫س ِإ‬ ۡ ‫َو َما خلقتۡ ال ِج‬
ۡ ‫ن و ِاْلن‬
“Danۡ tidakۡ Akuۡ menciptakanۡ jinۡ danۡ manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”,ۡ (QS.ۡ adz-
Dzaariyat : 56).

Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat sesuatu
yang penuh manfaat yang pekerjaan merupakan bagian amanah dari Allah. Sehingga dalam Islam,
semangat kerja tidak hanya untuk meraih harta tetapi juga meraih ridha Allah SWT. Yang membedakan
semangat kerja dalam Islam adalah kaitannya dengan nilai serta cara meraih tujuannya. Bagi seorang
muslim bekerja merupakan kewajiban yang hakiki dalam rangka menggapai ridha Allah SWT.

2. Untuk memudahkan pembahasan maka kontribusi ajaran Islam dalam kekuasaan politik akan dibagi
menjadi dua macam; pertama, Menjelaskan tentang prinsip-prinsip dasar kekuasaan politik, dan kedua
menjelaskan tentang kriteria atau sosok ideal seseorang yang memegang kekuasaan politik.
Untuk melihat ajaran Al-quran tentang masalah politik yang terekam dalam beberapa ayat. Meskipun
ayat yang berbicara tentang prinsip-prinsip kekuasaan politik cukup banyak, namun yang secara
langsung berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar kekuasaan politik ada dijelaskan dalam dua ayat; Surat
An-Nisaa' /4: 58-59.
َ َ َ َّ َ ُ ُ َّ َ ْ ْ ُ َ َْ َ َّ ْ َ ْ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ٰ َ َ َ ْ ُّ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َّ َ
‫يعا َب ِص ًيا‬
ً ‫ان َسم‬
ِ ۡ ‫اّلل ك‬ ۡ ‫ن‬ ۡ ‫م ِب ِۡهۡ ِإ‬ َۡ ‫ن‬
ْۡ ‫اّلل ِن ِع َما َي ِعظك‬ ۡ ‫لۡ ِإ‬ۡ ِ ‫ن ت ْحكموا ِبال َعد‬ ۡ ‫اس أ‬
ۡ ‫ي الن‬ ۡ ‫مب‬ ۡ ‫ل أه ِلها و ِإذا حكمت‬ ۡ ِ ‫ن تؤدوا اْل َمان‬
ۡ ‫ات ِإ‬ ۡ ‫مأ‬
ۡ ‫اّلل يأمرك‬
ۡ ‫ن‬ ۡ ‫ِإ‬
َّ َ ْ ُْ ْ َّ َ ُّ َ ْ َ ّ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ْ َ ْ ُ َ َ ‫اّلل َو َأ ِطيعوا‬َّ َ َ َ َّ َ ُّ َ َ
ِۡ ‫ون ْ ِب‬
‫اّلل‬ ۡ ‫ن كنت ْۡم َتؤ ِمن‬ۡ ‫ول ِإ‬
ۡ ِ ‫الرس‬ َ ‫اّلل َو‬
ِۡ ‫ل‬ ۡ ‫وہ ِإ‬ۡ ‫ش ۡء فرد‬ ِ ‫ف‬
ِۡ ِ ‫م‬
ۡ ‫ن تنازعت‬ ۡ ِ ِ ‫ول َوأ‬
ۡ ‫ول اْلم ۡر ِمنك ۡمۡۖ ف ِإ‬ ۡ ‫الرس‬ َۡ ‫آمنوۡا أ ِطيع ۡوا‬ ‫ين‬
ۡ ‫يا أيهۡا ال ِذ‬
َ َ ْ َ ْ َ َ َٰ ْ َْْ َ
‫يل‬
ۡ ‫ي وأحسنۡ تأو‬ ۡ ‫كخ‬ ۡ ‫واليو ِ ۡم اْل ِخ ۡرۡ ذ ِل‬

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat (58). Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya (59).
Dari dua ayat di atas para ulama kemudian merumuskan tentang konsep politik yang diajarkan oleh
Islam (Al-quran). Konsep tersebut meliputi empat macam:
1. Kewajiban untuk menunaikan amanah.
2. Perintah untuk menetapkan hukum dengan adil.
3. Perintah taat kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri.
4. Perintah untuk kembali kepada Al-quran dan as-Sunnah.

Di samping Al-quran yang begitu banyak berisi petunjuk untuk menjadi pemegang kekuasaan politik
yang baik, tentu kita tidak dapat melupakan apalagi mengesampingkan kepemimpinan yang diajarkan
oleh Nabi kita Muhammad SAW. Anda tentu masih ingat dengan empat sifat yang melekat pada diri
Rasul sebagai seorang utusan Allah:
1. Shidiq, (selalu berkata benar).
2. Amanah (tepercaya).
3. Tabligh (menyampaikan).
4. F athonah ( cerdas).

Kriteria yang akan kita jadikan pokok bahasan dalam poin ini tidak akan jauh-jauh dari empat kriteria di
atas. Dan ada penambahan beberapa poin sebagai bentuk penjelasan akan kriteria utama tersebut.
Bukan berarti poin tambahan ini tidak ada dalam diri Nabi SAW, justru sering kita dengar namun
posisinya sebagai penguat di an tara poin-poin di atas. Yang Paling utama adalah sifat keteladanan yang
diperlihatkan oleh Rasul SAW. Dan inilah yang sudah lama hilang dari tubuh umat Islam. Itu untuk
otokritik buat kita.
Pada bagian pertama, Islam secara lebih khusus Al-quran mengajarkan bahwa kehidupan politik harus
dilandasi dengan empat hal yang pokok yaitu:

1. Sebagai bagian untuk melaksanakan amanat.


2. Sebagai bagian untuk menegakkan hukum dengan adil.
3. Tetap dalam koridor taat kepada Allah, Rasu-Nya, dan ulil amri.
4. Selalu berusaha kembali kepada Al-quran dan Sunnah Nabi SAW.
Pada bagian yang kedua, Islam memberi kontribusi bagaimana seharusnya memilih dan mengangkat
seorang yang akan diberi amanah untuk memegang kekuasaan politik. Yaitu orang tersebut haruslah:
1. Seorang yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur.
2. Seorang yang dapat dipercaya.
3. Seorang memiliki keterampilan dalam komunikasi.
4. Seorang yang cerdas.
5. Seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan.

3. Beberapa prinsip yang diajarkan oleh Al-quran untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa antara
lain:
1. Prinsip persatuan dan persaudaraan.
Dalam ajaran Islam baik Al-quran maupun hadis kita temukan banyak petunjuk yang mendorong
agar umat Islam memelihara persaudaraan dan persatuan di antara sesama warga masyarakat.
Di antaranya adalah ayat yang menjelaskan bahwa pada mulanya manusia itu adalah satu umat
ditegaskan dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 213.
ََ َ َّ َ َ ُ َ ِ َ ۡ َ ٰ ۡ َ َ ِ َ ٰ َ َََ َ َ َُ َ َ َ ؕ
‫ي الناسۡ ِفي َما اختلفوا ِفي ِۡه‬ ۡ ‫مب‬ۡ ‫ـق ِليحك‬
ۡ ‫ب ِبالح‬ َۡ ‫نۡۖ َوان َز‬
ۡ ‫ل َم َعهمۡ ال ِكت‬ َۡ ‫ي م َبّشي‬
ۡ ‫ن َومن ِذري‬ َّۡ ّ ‫اّلل الن ِب‬
ۡ ‫ث‬ ۡ ‫الناسۡ امةۡ و ِاحدةۡ فبع‬ ۡ ‫ان‬ۡ ‫ۡ ك‬
ِ َ ۡ َ ََ َ َّ ٰ َ ََ َ َ ً َ َِٰۡ َ َ ُ َ َّ َ ََ
‫ـق ِب ِاذ ِن ّۡه‬
ۡ ‫ن الح‬ َ َ
ۡ ‫ن امنوا ِلما اختلفوا ِفي ِۡه ِم‬ ۡ ‫اّلل ال ِذي‬
ۡ ‫جاءتهمۡ البينتۡ بغيۡاۡ بينهمۡ فهدى‬ َ َ
ۡ ‫ن اوتوہۡ ِمنۡ بع ِۡد ما‬ ۡ ‫ل ال ِذي‬ ۡ ‫ؕ َو َما اختل‬
ۡ ‫ف ِفي ِۡه ِا‬َ
َ ُّ َ َ َ َ
َ ِ ۡ‫اّلل يه ِدىۡ منۡ يشاءۡ ِال‬ ٰ َ
ۡ‫ِصاطۡ مست ِقيم‬ ۡ ‫و‬

Artinya: Manusia sejak dahulu adalah umat yang satu, Selanjutnya Allah mengutus para nabi
sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan menurunkan bersama mereka Kitab
dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan
kepada mereka Kitab itu, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata,
karena keinginan yang tidak wajar (dengki) antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk
orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan
kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepadajalan yang
lurus.

2. Prinsip persamaan.
Persamaan seluruh umat manusia ini ditegaskan oleh Allah dalam surat An-Nisaa' 4: 1.

Artinya: "Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan menciptakan darinya pasangannya; Allah memperkembangbiakkan dari
keduanya laki laki yang banyak dan perempuan. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan
nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah pula) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah Maha mengawasi kamu.
Beberapa ayat lain yang menegaskan hal ini antara lain dalam surat Fathir/35: 11; Al-Mu'min/40:
67; Al-Mu'minun/23: 12-14 yang menerangkan asal-usul kejadian manusia, yaitu dan tanah
kemudian dari setetes air mani dan proses-proses selanjutnya. Proses tersebut antara satu
manusia dengan lainnya adalah sama.
Ayat-ayat dan juga beberapa hadis di atas menjelaskan bahwa dari segi hakikat penciptaan,
manusia tidak ada perbedaan. Mereka semuanya sama, dari asal kejadian yang sama yaitu tanah,
dari diri yang satu yakni Adam yang diciptakan dari tanah dan dari padanya diciptakan istrinya.
Oleh karenanya, tidak ada kelebihan seorang individu dari individu yang lain, satu golongan atas
golongan yang lain, suatu ras atas ras yang lain, warna kulit atas warna kulit yang lain, seorang
mana atas pembantunya, dan pemerintah atas rakyatnya. Atas dasar asal-usul kejadian manusia
seluruhnya adalah sama, maka tidak layak seseorang atau satu golongan membanggakan diri
terhadap yang lain atau menghinanya.
Prinsip persamaan ini harus Anda pahami sebagai bagian dari upaya agar manusia dapa
melanjutkan kehidupannya dengan baik. Namun demikian bukan berarti harus seragam dengan
membiarkan dirinya kehilangan kepribadiannya, sama sekali tidak. Manusia sebagai individu
tetap memiliki kebebasan dalam batas-batas tertentu untuk menjalankan kehidupannya. Dan
inilah yang akan kita bahas pada poin ketiga yaitu prinsip kebebasan.

3. Prinsip kebebasan.
Persatuan dan persamaan yang diajarkan di atas jangan Anda membayangkan bahwa itu berati
setiap orang boleh dipaksa agar menjadi sama atau seragam. Sama sekali tidak. Manusia harus
tetap diberikan kebebasan untuk dapat menjalani hidupnya sesuai dengan kebebasan yang
dimiliki tentu dengan batas-batas tertentu. Kebebasan adalah salah satu hak paling asasi yang
dimiliki oleh manusia. Yang perlu digaris bawahi adalah bentuk ekspresi kebebasan tentu tidak
boleh melanggar kebebasan yang juga dimiliki oleh orang lain.
Ada beberapajenis kebebasan yang diajarkan oleh Islam:
a. Kebebasan untuk memeluk agama; yang dimaksud dalam poin ini adalah bahwa Allah SWT
memberi kebebasan kepada setiap manusia untuk memeluk agama yang diyakininya masing-
masing. Seseorang tidak boleh dipaksa untuk memeluk agama tertentu, karena itu berarti dapat
mencederai kebebasan yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia. Namun demikian bukan
berarti semua agama itu benar, tidak! Kebebasan memeluk agama adalah bagian dari kebebasan
yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia di dunia ini. Pilihan manusia akan
dipertanggungjawabkan di akhirat kelak; apakah pilihannya sesuai dengan petunjuk Allah atau
sebaliknya.
b. Jenis kebebasan yang diberikan oleh Allah SWT adalah kebebasan untuk berpendapat. Hal ini
diisyaratkan dalam surat Ar-Rahmaan/55: 1-4.
Kebebasan yang telah disebutkan di atas jangan dipahami bahwa hanya dua kebebasan yang
diajarkan oleh Islam. Tetapi keduanya adalah sekedar contoh yang berkaitan dengan kontribusi
ajaran Islam untuk mewujudkan persatuan dalam masyarakat.
Untuk mencari keseimbangan antara persamaan di satu sisi dan kebebasan di sisi lain perlu ada
jembatan penghubung. Dan tolong menolong adalah salah satu jembatan penghubung yang
diajarkan oleh Islam agar persatuan tetap terjaga.
4. Prinsip Tolong-menolong
Manusia adalah makhluk sosial, tidak mungkin seseorang dapat bertahan hidup sendirian tanpa
bantuan pihak lain. Coba Anda bayangkan bagaimana besamya sifat ketergantungan manusia
kepada pihak lain, contoh yaitu; Manusia sejak masih berwujud janin dia tergantung kepada
ibunya, bahkan ini dalam arti yang sebenarnya yaitu bergantung di rahim ibunya. Ketika sudah
dalam bentuk bayi yang sempurna dan masih tinggal di rahim ibu juga butuh bantuan orang lain.
Setelah lahir tidak ada bayi manusia yang langsung mandiri, pasti juga membutuhkan bantuan
pihak lain, yaitu orang-orang di sekelilingnya khususnya kedua orang tuanya. Demikian juga ketika
menginjak usia anak-anak bahkan setelah dewasa dan berumah tangga sekalipun, manusia tetap
membutuhkan bantuan orang lain.
Dari contoh di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tolong menolong adalah prinsip
utama dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Kita dapat bayangkan seandainya satu
komunitas sudah luntur nilai saling menolong maka cepat atau lambat masyarakat tersebut pasti
akan hancur. Dari sinilah kita dapat memahami ajaran Al-quran yang menganjurkan untuk saling
menolong dalam kebaikan. Hal ini ditegaskan dalam surat Al-Maai' dah/5: 2.
5. Prinsip Perdamaian
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara apalagi seperti Indonesia yang sangat majernuk,
menjadi sangat penting untuk rnenegakkan prinsip prinsip perdamaian. Fakta mengajarkan
dalam merajut persatuan bukanlah semudah merangkai bunga atau mengumpulkan lidi menjadi
satu kesatuan sapu lidi, atau juga seperti binatang ternak yang dengan mudah kita giring ke
kandangnya. Manusia tetaplah manusia dengan segala keunikannya. Sesekali pasti akan rnuncul
konflik dan perselisihan yang disebabkan banyak hal maka kalau itu terjadi semua harus sepakat
untuk menegakkan nilai-nilai perdamaian. Dalam hal ini Al-quran memberi petunjuk seperti yang
dipaparkan dalam surat Al-Hujuraat/49: 9-10 .
6. Prinsip Musyawarah
Kata musyawarah berasal dari bahasa Arab musyawarah yang merupakan bentuk isim masdar
dari kata kerja syawara, yusyawiru. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata tersebut pada
mulanya bermakna dasar mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian
berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang
lain termasuk pendapat. Kata ini pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan
dengan makna dasar di atas. Dalam Al-quran kata syawara dengan segala perubahannya terutang
sebanyak empat kali. Tiga yang terakhir terkait dengan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Musyawarah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, tidak terbatas pada hal-hal yang berkaitan
dengan urusan publik, bahkan urusan pribadi atau individu Nabi SAW juga melakukan
musyawarah. Sebagai contoh adalah dalam kasus yang dikenal sebagai Hadits al-ifki, Nabi SAW
meminta pendapat para sahabat di antaranya adalah U samah ibn Zaid, Ali bin Abu Thalib, Ummu
Aiman dan Zaid bin Stabit. Dan akhirnya Nabi SAW menerima usul Zaid bin Stabit untuk menunggu
wahyu.

Anda mungkin juga menyukai