Jawab :
Farouk (2005) mengidentifikasi 5 (lima) jalan keluar (strategi) yang biasa dilakukan masyarakat
ketika menghadapi ketidakpastian dan ketidaktahuan perubahan :
a. Negative strategy. Mereka akan menutup diri, menolak perubahan, dan berusaha
membayangkan dan membangun lingkungan hidup sebagaimana yang ada di masa sebelumnya
dan membangun ikatanikatan primordial,
b. Hedonist strategy. Mereka akan terbawa arus perubahan, kehilangan ingatan akan pegangan
masa lalu dan bahkan pada akhirnya bersikap apatis terhadap segala yang mapan, meniscayakan
serta menikmati segala apa saja yang menimbulkan efek perubahan.
c. Fatalistic strategy. Mereka akan tetap bertahan hidup dalam perubahan itu, tetapi dengan sikap
kognitif, afektif dan motorik yang traumatik yang menatap masa depan tanpa harapan dan
berjuang hidup hanya pada batas survival untuk sekedar bertahan hidup di masa kini,
d. Pragmatist strategy. Mereka akan bertahan hidup dalam perubahan tetapi dengan membuat
pegangan-pegangan baru yang bersifat sementara untuk bisa digunakan dalam menyiasati masa
lalu, masa kini maupun masa depan, membangun kemapanan relatif yang berguna dalam rentang
waktu pendek yang selalu siap untuk dimodifikasi sesuai dengan perubahan keadaan yang
berjalan cepat, dan
e. Reflective strategy. Mereka menerima perubahan dengan sikap kritis dan selektif dengan
menggunakan program jangka panjang mereka sebagai tolok ukur.
Jelaskan dan berikan pendapat anda mengenai perubahan yang terjadi pada agrarian era,
industrial era dan information era
Jawab :
Pendapat saya mengenai perubahan yang terjadi pada agrarian era, industrial era dan
information era adalah :
Tentang perubahan masyarakat, Alvin Toffler – seorang sosiolog dan futurologist, melalui trilogi
bukunya: Future Shock (1970), The Third Wave (1980) dan Power Shift (1991) menguraikan terjadinya
pergeseranpergeseran tata kehidupan manusia yang bersifat struktural dan sering kali menyebabkan
kejutan kultural (cultural shock) bagi siapa saja yang tidak siap menghadapinya. Dalam salah satu
bukunya “The Third Wave – Gelombang Ketiga” Toffler membagi tahap perkembangan manusia ke
dalam tiga gelombang perubahan yaitu gelombang pertama era pertanian (agrarian era), gelombang
kedua era industri (industrial era) dan gelombang ketiga era pasca industri atau sering dikenal pula
sebagai era informasi (post industrial, atau information era). Pergeseran dari gelombang satu ke
gelombang yang lain selalu ditandai oleh perubahan atau tepatnya lompatan besar yang menyebabkan
karakteristik pada satu era berbeda dengan karakteristik era lainnya.
Era pertanian tentu bukan era awal dari kehidupan manusia di dunia. Sebelum era pertanian sudah
dikenal adanya era holtikultura dan bahkan jauh sebelum itu sudah ada era berburu (hunting and
gathering era). Mengikuti penjelasan Alvin Toffler, pada modul ini uraian tentang perubahan peradaban
manusia hanya dibatasi mulai dari era pertanian. Berbagai literatur mengatakan bahwa era pertanian
dimulai sejak sekitar tahun 8000 SM dan berakhir sekitar tahun 1650 – 1750 M. Pergeseran dari era
hortikultura ke era pertanian (lihat Gambar 1.3) misalnya, ditandai oleh meningkatnya produksi
pertanian karena penggunaan teknologi yang belum pernah digunakan sebelumnya. Teknologi tersebut
adalah alat pertanian yang disebut “bajak”. Pergeseran menggunakan teknologi dari cangkul dan batang
kayu ke bajak sebagai alat bercocok tanam menyebabkan kenaikan tingkat produktivitas dan berakibat
pada surplus di bidang perekonomian. Selanjutnya, pergeseran dan kemajuan di bidang ekonomi ini
secara berturut-turut menyebabkan perubahan-perubahan lain dalam tatanan hidup bermasyarakat
baik dalam kehidupan sosial, budaya, keagamaan dan kekuasaan. Misalnya, meningkatnya surplus
bidang perekonomian berdampak pada semakin meningkatnya kekuasaan kelas penguasa yang secara
langsung berdampak pada meningkatnya ketidaksetaraan dalam masyarakat, dan mulai muncul sistem
pembagian kerja: ada kelas pedagang, pasukan perang, kelas agamawan. Dari sini kemudian muncul
ideologi baru, mulai digunakannya uang sebagai alat tukar dan penggunaan tulis menulis sebagai media
komunikasi. Perubahan-perubahan inilah yang mendorong terciptanya inovasi-inovasi teknologi baru
yang menjadi awal dari pergeseran ke era berikutnya.
Uraian tentang munculnya era industrialisasi menjelaskan bahwa era industrialisasi bermula dari
akumulasi informasi, khususnya yang berkaitan dengan teknologi, yang diperoleh sejak akhir era
pertanian seperti sistem navigasi, cara pembuatan kapal yang lebih besar dan penemuan alat cetak
mencetak. Informasi-informasi tersebut menjadi bekal bagi masyarakat Eropa untuk melakukan inisiatif
dan inovasi lebih jauh. Berbekal kapal yang lebih besar dan dilengkapi sistem navigasi yang lebih
canggih, beberapa pelaut Eropa berani berlayar lebih jauh dari tanah asal. Mereka melakukannya bukan
sakedar menaklukkan lautan luas yang belum pernah dilayari tetapi untuk menemukan dunia baru. Dari
situlah mereka menemukan sumber daya baru dan mengangkutnya ke negara asal. Dengan armada yang
lebih besar pada pelayaran berikutnya, mereka mulai menguasai sumber daya tersebut untuk
selanjutnya menjadi barang komoditi yang diperdagangkan. Konsekuensi logisnya adalah mulai muncul
jiwa entrepreneurship dan ekonomi uang, dan sekaligus menurunnya aktivitas pertanian. Bersamaan
dengan itu reformasi di bidang keagamaan – terutama agama Kristen Protestan berdampak pada
berbagai revolusi lanjutan: ekonomi, sosial dan ideologi. Akibatnya revolusi di bidang pertanian secara
bertahap beralih ke industrialisasi.
Gelombang ketiga dari peradaban manusia sering disebut sebagai era informasi. Banyak pihak
mengatakan bahwa era ini mulai terjadi pada tahun 1980an meski embrionya sudah mulai tampak sejak
berakhirnya PD (Perang Dunia) II. Seperti halnya pada era-era sebelumnya, kembali pergeseran
peradaban ini dipicu oleh temuan-temuan baru di bidang teknologi. Kali ini teknologi yang menjadi
pemicunya adalah komputer yang kemudian berkembang menjadi teknologi informasi dan komunikasi
(Information and Communication Technology – ICT) berbasis serat optik. ICT yang menjadi kekuatan
dasar pada era informasi merupakan teknologi yang memungkinkan manusia menyimpan ilmu
pengetahuan yang didapat pada waktu-waktu sebelumnya ke dalam CD-ROMs sehingga ilmu
pengetahuan tersebut tidak segera hilang manakala pemilik sudah tidak lagi bisa bertahan hidup. Bagi
orang lain yang memanfaatkan pengetahuan tersebut memperlakukan pengetahuan sebagai informasi
dan menjadi rujukan untuk menciptakan pengetahuan baru, demikian seterusnya. ICT dengan demikian
merupakan perangkat penting terciptanya informasi, menjadi media komunikasi dan produksi
pengetahuan. Itulah sebabnya era ini sering juga disebut sebagai era ilmu pengetahuan (knowledge era).
Penyebutan ini didasarkan pada anggapan bahwa kekuatan pada era ini bukan pada kekuatan otot
seperti pada era sebelumnya melainkan pada kekuatan pikiran seseorang yang menuntut adanya
kebebasan seseorang untuk mengekspresikan kemampuan berpikir dan ke-diri-annya.
Jawaban :
Dilihat dari sisi jenis tekanan lingkungan yang menyebabkan organisasi harus berubah, bisa dikatakan
bahwa para manajer bersedia melakukan perubahan organisasi lebih disebabkan karena beberapa
faktor berikut ini:
Jawaban :
Menurut pendapat saya perbedaan antara pemimpin dan kepemimpinan dalam konsep
kepemimpinan dalam perubahan organisasi setelah membaca modul sebagai berikut :
Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua kata yang saling terkait, masing-masing dengan kata dasar
pimpin. Dengan awalan pe kata pimpin menjadi pemimpin yang berarti orang yang memimpin dan
kepemimpinan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemimpin. Dalam bahasa Inggris memimpin
berarti ”to lead”. Kata to lead itu sendiri berasal dari kata laedere yang berarti people on journey –
orang dalam perjalanan (Cater, 1997). Dari asal kata tersebut bisa dikatakan bahwa memimpin berarti
membuat orang lain bergerak. Namun dalam keseharian, istilah kepemimpinan sering digunakan untuk
tujuan berbeda pada situasi berbeda. Istilah kepemimpinan misalnya digunakan untuk menunjukkan
posisi seseorang di dalam organisasi. ”Semua orang yang mempunyai posisi kepemimpinan diharap
datang pada seminar yang akan kami selenggarakan besok pagi” adalah satu contoh yang menunjukkan
bahwa posisi seseorang di dalam organisasi identik dengan pemimpin. Kepemimpinan juga digunakan
untuk menjelaskan karakteristik seseorang ”Supervisor kita yang baru tidak memiliki jiwa kepemimpinan
seperti supervisor kita sebelumnya”. Kata jiwa kepemimpinan seolah-olah menunjukkan bahwa
kepemimpinan merupakan sifat seseorang. Meski kedua contoh di atas berkaitan dengan
kepemimpinan, keduanya belum memberi pemahaman umum tentang pemimpin dan kepemimpinan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa mendefinisikan kepemimpinan bukan pekerjaan mudah karena masing-
masing pakar memberi tekanan berbeda untuk kata yang sama – kepemimpinan.
1. Pemimpin sebagai fokus atau titik sentral dari proses kelompok. Definisi-definisi awal tentang
pemimpin dan kepemimpinan menunjukkan adanya kecenderungan dalam melihat pemimpin sebagai
seseorang yang berada di tengah-tengah kelompok dan menjadi pusat perubahan, pergerakan dan
aktivitas kelompok.
2. Kepemimpinan sebagai kepribadian yang berdampak pada orang lain. Para teoritis kepribadian
cenderung menganggap bahwa seorang pemimpin adalah orang yang memiliki kepribadian yang
berbeda dengan kepribadian para pengikutnya sehingga ia bisa menggerakkan orang lain. J. Steven Ott
(1996) misalnya mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses hubungan antar pribadi yang di dalamnya
seseorang mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan khususnya perilaku orang lain.
3. Kepemimpinan sebagai tindakan yang menyebabkan orang lain patuh. Pemimpin adalah seorang yang
secara sepihak mampu mengendalikan orang lain untuk memenuhi keinginan Sang Pemimpin.
4. Kepemimpinan sebagai pelaksanaan mempengaruhi. Kepemimpinan menurut pandangan ini tidak lain
adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam upayanya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
5. Kepemimpinan sebagai sebuah tindakan atau prilaku. Yang dimaksud dengan prilaku kepemimpinan
seperti dikatakan Fiedler (1967) adalah sebuah tindakan tertentu yang dilakukan seorang pemimpin
dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja kelompok. Termasuk dalam tindakan ini misalnya
membuat struktur hubungan kerja, memuji dan mengkritik anggota kelompok, dan menunjukkan
perhatian terhadap kesejahteraan dan perasaan anggota kelompok. Sementara itu Katz and Khan
mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sebuah bentuk prilaku yang menyebabkan seseorang bisa
mempengaruhi orang lain (Katz & Khan, 1978).
6. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memutuskan apa
yang harus dikerjakan dan meminta orang lain agar mau mengerjakan hal tersebut. Jadi kepemimpinan
adalah seni berhubungan dengan orang lain, yakni seni untuk mempengaruhi orang lain dengan persuasi
atau contoh, bukan paksaan, agar orang lain mau melakukan sebuah tindakan. Locke et al. (1991)
misalnya mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses membujuk orang lain untuk mengambil
langkah menuju suatu sasaran bersama.
7. Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan. Dalam hal ini kepemimpinan dikaitkan dengan
kekuasaan yang dimiliki seseorang sehingga dengan kekuasaan tersebut seseorang bisa mengendalikan
tindakan orang lain
8. Kepemimpinan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan. Menurut pandangan ini kepemimpinan
hanyalah salah satu insrument yang kemungkinan tujuan bisa dicapai dan kebutuhan bisa terpenuhi.
9. Kepemimpinan sebagai dampak dari sebuah interaksi. Munculnya kepemimpinan disebabkan karena
terjadinya interaksi di dalam kelompok. Artinya seseorang belum dianggap sebagai pemimpin sebelum
dirinya berinteraksi dengan orang lain dan diakui oleh orang lain bahwa dirinya adalah seorang
pemimpin.
10. Kepemimpinan sebagai bentuk peran yang berbeda. Dalam sebuah masyarakat termasuk dalam
sebuah organisasi setiap individu menempati posisi tertentu dan memainkan peran tertentu pula. Jika
seseorang bisa memberi kontribusi yang diperlukan kelompoknya maka orang tersebut bisa dianggap
sebagai pemimpin. Demikian juga jika orang tersebut bisa diandalkan dalam memberi kontribusi kepada
kelompoknya maka dialah serang pemimpin
11. Kepemimpinan sebagai proses terciptanya struktur. Pandangan ini mengatakan bahwa
kepemimpinan tidak disebabkan karena seseorang semata-mata menempati sebuah posisi di dalam
organisasi atau karena dia memperoleh peran tertentu tetapi karena dia bisa menginisiasi dan
mempertahankan pola hubungan yang diperankan orang lain.
Dari beragam pandangan tentang kepemimpinan seperti tersebut di atas, pada akhirnya dapat diambil
inti sari dari kepemimpinan.
Pertama, kepemimpinan merupakan sebuah fenomena kelompok. Seorang pemimpin tidak akan pernah
ada jika tidak ada pengikut. Oleh karena itu kepemimpinan selalu melibatkan persuasi atau pengaruh.
Meski demikian bukan berarti setiap proses mempengaruhi orang lain adalah sebuah proses
kepemimpinan. Kepemimpinan hanya akan terjadi jika orang yang dipengaruhi mau melakukan tindakan
yang bersifat sukarela, bukan karena diminta, terpaksa atau karena takut terhadap konsekuensi yang
akan dihadapi jika mereka tidak melakukannya. Kemauan orang lain untuk melakukan tindakan sukarela
inilah yang membedakan kepemimpinan dengan proses mempengaruhi lain seperti kekuasaan dan
otoritas. Dengan kekuasaan atau otoritas misalnya seseorang bisa mempengaruhi orang lain tetapi
orang yang dipengaruhi mau melakukan tindakan tersebut karena takut atau karena terpaksa harus
melakukannya. Agar orang lain mau melakukan tindakan sukarela, proses mempengaruhinya kadang-
kadang tidak bisa dilakukan seketika melainkan melalui proses incremental – setahap demi setahap di
luar proses keseharian yang bersifat mekanik dan direktif.
Kedua, pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk menuntun orang lain atau anggota kelompok
melakukan tindakan tertentu, termasuk perubahan organisasi, dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pemimpin mempengaruhi para pengikutnya melalui berbagai cara, seperti
menggunakan otoritas yang memiliki legitimasi, menjadikan dirinya sebagai role model (menjadi
teladan), menetapkan sasaran, memberi imbalan dan hukuman, restrukturisasi organisasi, dan
mengkomunikasikan sebuah visi. Seorang pemimpin dapat dipandang efektif apabila dapat membujuk
para pengikutnya untuk meninggalkan kepentingan pribadi mereka demi keberhasilan organisasi (Bass,
1985; Locke, 1991).
Ketiga, sering kali tidak bisa dihindari jika kehadiran seorang pemimpin karena kedudukan seseorang di
dalam hierarki organisasi. Pemimpin biasanya berada puncak hierarki organisasi. Meski demikian harus
disadari pula bahwa proses kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu jabatan tertentu di
dalam organisasi melainkan harus melakukan sesuatu agar orang lain terpengaruh dan mau melakukan
tindakan secara sukarela. Sekedar menduduki posisi itu saja dipandang tidak cukup memadai untuk
membuat seseorang menjadi pemimpin. Artinya tidak selamanya seorang yang menduduki posisi
tertentu di dalam organisasi adalah seorang pemimpin. Sebaliknya kalaulah seseorang tidak menduduki
jabatan tertentu bukan berarti dia bukan pemimpin. Menurut Burns (1978), untuk menjadi pemimpin
seseorang harus dapat mengembangkan motivasi pengikut secara terus menerus dan mengubah
perilaku mereka menjadi responsif.
Jawaban :
a. Pertama, secara teoritik manajemen perubahan memiliki cakupan yang lebih luas ketimbang
pengembangan organisasi jika kita melihat bahwa kinerja dan pengembangan sumber daya manusia
hanyalah salah satu aspek dari manajemen perubahan yang akan dikaitkan dengan teknologi,
operasionalisasi organisasi dan strategi organisasi.
b. Kedua, peran dari praktisi pengembangan organisasi adalah pihak ketiga yang sekedar menjadi
fasilitator dan coach. Sedangkan konsultan manajemen perubahan dengan bekal pengetahuan yang
lebih luas biasanya berkedudukan sebagai bagian dari tim yang cakupannya sangat luas berkisar pada
strategi dan organisasi secara keseluruhan.
c. Ketiga, pengembangan organisasi melakukan aktivitasnya dengan sasaran utama merubah sikap dan
nilai-nilai individu karyawan sebagai sarana untuk merubah struktur organisasi. Sementara itu
manajemen perubahan lebih menitikberatkan pada perubahan struktural untuk memunculkan perilaku
baru.
Jawaban :
Menurut Marquardt & Kearsley (1999) – definisi LO yang sebelumnya digunakan Marquardt (1996).
Marqurdt & Kearsly mendefinisikan LO sebagai berikut:
A learning organization has powerful capacity to collect, store and transfer knowledge and thereby
continuously transform itself for corporate success. It empowers people within and outside company to
learn as they work. A most critical element is the utilization of technology to optimize both learning and
productivity.
Organisasi pembelajar adalah sebuah lembaga yang memiliki kapasitas yang besar untuk
mengumpulkan, menyimpan dan mentransfer pengetahuan dan lembaga tersebut mampu secara terus
menerus mentransformasi diri demi keberhasilan perusahaan. Lembaga ini juga memberdayakan orang-
orangnya baik yang berada di dalam maupun di luar perusahaan untuk belajar selama mereka bekerja.
Elemen paling penting dari semua ini adalah pemanfaatan teknologi untuk mengoptimalkan
pembelajaran dan produktivitas.
Di sisi lain Pedler, et al. (1997) menegaskan bahwa suatu organisasi pembelajar bukan organisasi yang
semata-mata mengikuti banyak pelatihan. Perlunya pengembangan keterampilan individu tertanam
dalam konsep organisasi yang setara dan merupakan bagian dari kebutuhan akan pembelajaran
organisasi demi keberlangsungan hidup dan pertumbuhan organisasi.
Menurut Pedler, et al. (1997) suatu organisasi pembelajar adalah organisasi yang :
1. Mempunyai suasana di mana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan
mengembangkan potensi penuh mereka.
2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang
signifikan.
3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis.
4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus.
Dari uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi pembelajar adalah organisasi yang
secara terencana dan terus menerus memfasilitasi anggotanya agar mampu terus berkembang dan
mentransformasi diri baik secara kolektif maupun individual dalam usaha meraih hasil atau kinerja yang
makin meningkat, dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan bersama antara organisasi dan individu
di dalamnya. Sementara itu proses pembelajaran sehingga terbentuk organisasi pembelajar disebut
sebagai pembelajaran organisasional.
Intellectual Capital
Secara tradisional ketika kita menyebut modal, yang kita maksud adalah uang atau tepatnya financial
capital. Sebutan ini tentu tidak salah karena uang merupakan sumber daya untuk menggerakkan roda
organisasi. Meski demikian dalam era informasi perusahaan tidak cukup hanya mengandalkan financial
capital. Perusahaan juga membutuhkan intellectual capital untuk menciptakan market value. Arti
penting intellectual capital dapat dipahami dari ilustrasi berikut ini. Jika sebuah perusahaan software
direncanakan untuk dijual tetapi orang-orang yang bekerja di dalamnya tidak mau pindah ke pemilik
baru boleh jadi calon pembeli enggan membeli perusahaan tersebut. Bagi calon pembeli tidak ada
artinya membeli perusahaan software tersebut jika para ekspertisnya enggan mengikutinya karena
alasan pembeli mau membeli perusahaan justru karena kemampuan orang-orang tersebut. Dengan kata
lain, alasan utama seseorang mau membeli perusahaan software justru karena modal ineteletualnya.
Contoh ini memberi gambaran akan pentingnya modal yang tersembunyi yang melekat pada diri
karyawan. Modal seperti ini biasa disebut modal intelektual (intellectual capital). Edvisson & Malone
(1997) mengibaratkan modal intelektual sebagai akar sebuah pohon yang tidak tampak tetapi justru
menentukan kekokohan pohonnya. Menurut Edvisson & Malone modal intelektual bukan merupakan
subordinasi dari modal finansial melainkan komponen yang bersifat komplementer.