Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nur Bastian

NIM : 041277951
Tugas : 1 – EKMA4116 ( Manajemen )

SOAL :
1. Dalam menghadapi perubahan dan kompleksitas struktur organisasi perusahaan semakin
membutuhkan manajemen ilmiah. Menurut Anda, bagaimana proses perkembangan dari
manajemen ilmiah?

2. Manajer memiliki keistimewaan, yaitu dapat memerintah karyawan karena memiliki


wewenang tertentu. Menurut Anda, Bagaimana sudut pandang wewenang berdasarkan
pandangan penerimaan? Berikan contoh dari wewenang berdasarka pandangan
penerimaan.

JAWABAN :

1. Dalam perkembangannya manajemen ilmiah merupakan dari prinsip dan teori manajemen
yang membuat lebih mudah bagi seorang manager untuk memutuskan apa yang harus di
lakukan agar dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien.
Manajemen ilmiah, juga dikenal sebagai manajemen klasik atau manajemen administrasi,
adalah pendekatan manajemen yang fokus pada peningkatan efisiensi dan produktivitas
organisasi melalui analisis dan pengembangan sistematis terhadap proses kerja.Pendekatan
ini dikembangkan oleh Frederick Winslow Taylor pada awal abad ke-20.
Proses perkembangan manajemen ilmiah dimulai pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-
20, ketika para ahli seperti Frederick Winslow Taylor, Frank Gilbreth, dan Lillian Gilbreth
mulai mengembangkan pendekatan ilmiah untuk meningkatkan efisiensi kerja di pabrik-
pabrik. Pendekatan ini melibatkan analisis terhadap setiap tugas yang harus dilakukan oleh
pekerja, dan kemudian memperbaiki setiap langkah kerja untuk meningkatkan efisiensi.

Selanjutnya, pada tahun 1911, Frederick Winslow Taylor menerbitkan bukunya yang
berjudul "The Principles of Scientific Management", yang menjadi landasan teoritis dari
manajemen ilmiah. Dalam bukunya tersebut, Taylor menguraikan prinsip-prinsip dan
metode-metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja di perusahaan. Pendekatan manajemen ilmiah kemudian berkembang pesat pada
tahun 1920-an dan 1930-an, terutama di Amerika Serikat.

Pada periode ini, ahli manajemen seperti Henri Fayol, Max Weber, dan Chester Barnard
juga mengembangkan teori-teori dan prinsip-prinsip manajemen yang menjadi dasar dari
manajemen modern. Sejak saat itu, manajemen ilmiah terus berkembang dan mengalami
berbagai perubahan dalam menjawab tantangan yang dihadapi organisasi. Salah satu
perubahan signifikan dalam manajemen ilmiah adalah pengenalan konsep pengendalian
kualitas dan teknik-teknik statistik untuk mengukur dan meningkatkan kualitas produk dan
proses. Selain itu, konsep manajemen sumber daya manusia juga menjadi bagian penting
dalam manajemen ilmiah, di mana keberhasilan organisasi tidak hanya bergantung pada
sistem dan proses, tetapi juga pada keterlibatan dan kesejahteraan karyawan.

Meskipun manajemen ilmiah membawa banyak perubahan positif dalam perusahaan,


terdapat kritik terhadap pendekatan ini karena dianggap terlalu mengedepankan efisiensi
dan produktivitas dengan mengabaikan aspek manusia dan sosial dalam organisasi. Dalam
proses perkembangan manajemen ilmiah dimulai pada abad ke 20 dengan kontribusi dari
beberapa ahli manajemen terkemuka. Meskipun manajemen ilmiah membawa banyak
perubahan positif dalam perusahaan, namun dianggap terlalu mengedepankan efisiensi dan
produktivitas dengan mengabaikan aspek manusia dan sosial dalam organisasi.
Sumber:
Modul EKMA4116 hal 37-40
Frederick Winslow Taylor. The Principles of Scientific Management. 1911.
George Ritzer. Teori Sosiologi Modern. Salemba Humanika, 2005.
Harold Koontz and Cyril O'Donnell. Principles of Management: An Analysis of
Managerial Functions. 1955.
David A. Garvin. "What is Total Quality Control? The Japanese Way." Harvard Business
Review, Vol. 55, No. 4, 1977.
Michael Armstrong. A Handbook of Human Resource Management Practice. Kogan Page,
2006.
Koontz, Harold, and Weihrich, Heinz. Essentials of Management. 8th ed., McGraw-Hill
Education, 2008.

2. Pandangan penerimaan (acceptance view) Sudut pandang wewenang adalah penerima


perintah, bukannya pemberi perintah. Pandangan ini dimulai dengan pengamatan bahwa
tidak semua perintah dipatuhi olehpenerima perintah. Penerima perintah akan menentukan
apakah akan menerima perintah atau tidak.
Chester I.Barnard 1938 ,menurutnya seseorang akan menerima perintah apabila memenuhi
empat kondisi sebagai berikut:
1 . Dia dapat memahami komunikasi
2 . Dia percaya bahwa perintah tersebut tidak bertentangan dengan tujuan organisasi
3 . Perintah tersebut tidak bertentangan dengan kepentingannya secara keseluruhan
4 . Secara fisik dan mental mampu menjalankan perintah tersebut.

Yang mengarah pada wilayah penerimaan atau wilayah acuh tidak acuh (indifference)
,yang merupakan wilayah ketika seseorang mau atau tidak mau menerima perintah,asalkan
perintah tersebut berada dalam “range” normal. Tidak setiap kewenangan yang bersifat
top-down serta merta akan dijalankan oleh bawahan. Kadangkala kita mendapati apa yang
diperintahkan oleh atasan misalnya tidak dijalankan oleh bawahan. Pandangan yang
berdasarkan penerimaan (acceptance view) memandang bahwa kewenangan formal akan
cenderung dijalankan atau diterima oleh baawahan tergantung dari beberapa persyaratan.

Contoh dari wewenang berdasarkan pandangan penerimaan adalah ketika seorang manajer
meminta karyawan untuk bekerja lembur pada hari libur nasional. Karyawan mungkin akan
menentang perintah tersebut karena merasa hak mereka untuk beristirahat tidak
dipertimbangkan. Namun, jika manajer mampu memberikan justifikasi yang baik dan
mempertimbangkan kepentingan karyawan, seperti memberikan kompensasi tambahan
atau memperbolehkan karyawan untuk mengambil cuti pengganti, maka kemungkinan
penerimaan terhadap perintah tersebut akan lebih besar.

Artinya Seorang manajer yang memiliki wewenang untuk memberikan perintah kepada
karyawan, tetapi apabila karyawan tidak menerima wewenang tersebut, maka perintah
tersebut tidak akan dijalankan dengan efektif.
Namun, apabila manajer mampu membangun hubungan sosial yang baik dengan karyawan
dan memberikan justifikasi atas keputusan atau tindakan yang dilakukan, maka penerimaan
terhadap wewenang akan meningkat dan perintah tersebut akan lebih efektif dijalankan.

Selain itu, pandangan penerimaan juga menekankan pada pengaruh konteks sosial dalam
menentukan wewenang seseorang. Artinya, wewenang seseorang tidak hanya bergantung
pada posisi atau jabatan yang dimiliki, tetapi juga bergantung pada faktor-faktor sosial
seperti norma, nilai, dan budaya organisasi. Dalam pandangan ini, wewenang seseorang
tidak hanya dilihat sebagai kekuatan untuk memerintah atau mengendalikan orang lain,
tetapi juga sebagai tanggung jawab untuk mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak
yang terlibat dalam interaksi tersebut.

Sumber:

Putnam, L. L., & Cheney, G. (2016). Organizational communication: Theory, research, and
practice. Sage Publications.

Heath, R. L., & Bryant, J. (2016). Human communication theory and research: Concepts,
contexts, and challenges. Routledge.

Anda mungkin juga menyukai