Apa yang
Anda ketahui mengenai organisasi yang adaptif? Menurut Anda, bagaimana jika suatu
organisasi atau perusahaan tidak adaptif? Sila diskusikan dan berikan contoh
kasusnya.
Jawaban :
Apa yang Anda ketahui mengenai organisasi yang adaptif?
Jika suatu organisasi atau perusahaan tidak adaptif, maka mereka akan
kesulitan dalam menghadapi perubahan dan berisiko tertinggal dari pesaing.
Mereka mungkin mengalami penurunan kinerja, kehilangan pasar, atau
bahkan kebangkrutan.
Contoh kasus dari suatu perusahaan yang tidak adaptif adalah Blockbuster.
Blockbuster adalah sebuah perusahaan rental video yang pernah sangat
populer pada era 1990-an dan awal 2000-an. Namun, dengan munculnya
teknologi digital dan streaming video, Blockbuster gagal beradaptasi dan
mempertahankan pasar mereka. Mereka tidak memperbarui model bisnis
mereka, mengabaikan kebutuhan konsumen, dan gagal memanfaatkan
teknologi yang tersedia untuk mempertahankan pangsa pasar mereka.
Sebagai akibatnya, Blockbuster bangkrut dan digantikan oleh layanan
streaming video seperti Netflix dan Hulu. Contoh ini menunjukkan betapa
pentingnya bagi organisasi untuk tetap adaptif dan fleksibel dalam
menghadapi perubahan pasar dan teknologi.
Kelompok dalam suatu organisasi bisa menjadi aset atau beban bagi organisasi. Menurut Anda
bagaimana organisasi mengelola kelompok untuk membantu pencapaian tujuan organisasi?
berikan contoh kasusnya.
Jawab :
Organisasi dapat mengelola kelompok agar menjadi aset yang membantu pencapaian tujuan
organisasi dengan menggunakan beberapa strategi, di antaranya:
1. Membuat Tim Kerja yang Solid
Dalam sebuah organisasi, tim kerja yang solid dapat membantu untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas kerja.Oleh karena itu, organisasi harus memastikan bahwa anggota
tim memiliki kemampuan dan keahlian yang sesuai serta mampu bekerja sama dengan baik.
2. Memberikan Pelatihan dan Pengembangan
Organisasi harus memberikan pelatihan dan pengembangan kepada anggota kelompok untuk
membantu mereka meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam bekerja.Hal ini dapat
membantu mereka untuk menjadi lebih produktif dan efektif dalam mencapai tujuan
organisasi.
3. Menerapkan Kebijakan yang Adil
Organisasi harus menerapkan kebijakan yang adil dan transparan dalam mengelola
kelompok.Hal ini dapat membantu untuk membangun kepercayaan dan kepuasan anggota
kelompok sehingga mereka lebih termotivasi untuk bekerja dengan baik.
4. Meningkatkan Komunikasi
Komunikasi yang baik dan efektif dapat membantu anggota kelompok bekerja dengan lebih
efektif dan efisien.Oleh karena itu, organisasi harus meningkatkan komunikasi dalam kelompok
dengan cara seperti membuka ruang diskusi atau rapat yang rutin.
Contoh kasusnya adalah pada sebuah perusahaan teknologi yang ingin meningkatkan kualitas
produk dan pelayanannya.Perusahaan tersebut membentuk tim kerja yang terdiri dari anggota
dari departemen yang berbeda-beda, seperti tim pemasaran, tim teknologi, dan tim kualitas.
Perusahaan memberikan pelatihan dan pengembangan kepada anggota tim untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam memproduksi produk berkualitas tinggi dan
memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan.
Selain itu, perusahaan menerapkan kebijakan yang adil dan transparan dalam mengelola
kelompok dan meningkatkan komunikasi dalam kelompok melalui rapat rutin.
Dengan strategi ini, perusahaan berhasil mencapai tujuan untuk meningkatkan kualitas produk
dan pelayanannya.Selanjutnya, organisasi dapat mengelola kelompok dengan memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan organisasi.
Sumber Ref:
- Modul EKMA4116 - 06
- Lussier, R. N., & Achua, C. F. (2015). Leadership: Theory, application, & skill
development. Cengage Learning.
- Robbins, S. P., Coulter, M., & DeCenzo, D. A. (2017). Fundamentals of management.
Pearson.
Dalam dunia kerja, konflik bisa terjadi antara pegawai dan pimpinan bahkan sesama pegawai.
Menurut Anda bagaimana pemecahan masalah jika terjadi konflik diantara pegawai? berikan
contoh kasusnya.
Teori dari Özkalp et al (2009), menjelaskan bahwa konflik dapat dikelola dengan cara yang
berbeda (withdrawing, smoothing, forcing, problem solving, compromising) berdasarkan
dari kepentingan pada masing-masing konflik, yang diselesaikan menggunakan lima gaya
manajemen konflik, yaitu;
(1) Mengintegrasikan (Integrating);
Integrating style, yaitu memiliki kepedulian yang tinggi terhadap diri sendiri dan orang lain,
ciri-cirinya adalah bersedia untuk bertukar informasi secara terbuka, mengatasi perbedaan
secara konstruktif, dan melakukan segala upaya untuk mencari solusi yang dapat diterima
bersama. Gaya ini merupakan yang paling diinginkan karena dapat menghasilkan win-win
solution, yang peduli dengan dampak dari hubungan jangka panjang terhadap pihak lain.
Selain itu, integrating style juga dapat mengurangi tingkat konflik tugas dan konflik
hubungan, karena menghadapi masalah yang kompleks membutuhkan penggunaan gaya
yang integratif. Adapun memanfaatkan keterampilan, informasi, dan sumber daya yang
dimiliki oleh berbagai pihak, dapat membantu untuk mendefinisikan kembali dan
merumuskan masalah dalam menemukan solusi alternatif lainnya.
(2) Mewajibkan (obliging);
Obliging style, merupakan kepedulian yang rendah terhadap diri sendiri dan memiliki
kepedulian tinggi terhadap orang lain, berfokus untuk melindungi, memelihara dan menjaga
hubungan, daripada mendahulukan kepentingan diri sendiri. Selain itu, ketika salah satu
pihak memiliki posisi yang lemah dan percaya bahwa mengalah merupakan cara yang tepat
dan lebih menguntungkan untuk jangka panjang, maka dapat menggunakan gaya obliging.
Dominating style, atau disebut sebagai “senang bersaing” yang diidentifikasi sebagai
strategi menang atau kalah. Mengabaikan kebutuhan dan harapan orang lain / pihak lain,
serta mengejar kepentingan untuk diri sendiri dengan menggunakan intrik dan taktik yang
sesuai untuk mengalahkan lawan. Gaya dominating dapat digunakan ketika mendapatkan
konflik yang membutuhkan pengambilan keputusan secara cepat.
Avoiding style, merupakan gaya yang memiliki sedikit perhatian untuk kepentingan diri
sendiri atau kepentingan orang lain. Ketika isu konflik penting dan membutuhkan tanggung
jawab, serta pengambilan keputusan yang cepat, maka avoiding merupakan gaya yang
dapat digunakan ketika ingin menghindari suatu konflik sehingga dapat merugikan diri
sendiri, tim atau organisasi tersebut.
Compromising style, mencerminkan perhatian moderat untuk kepentingan diri sendiri dan
untuk kepentingan orang lain. Hasil keputusan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak
adalah strategi yang diinginkan untuk menyelesaikan suatu konflik. Gaya ini melibatkan
memberi dan menerima. Ketika kedua belah pihak memiliki kekuatan yang sama dan
konsensus tidak dapat dicapai, maka dapat menggunakan gaya compromising. Poin
terpenting dalam menggunakan gaya ini adalah dapat menghasilkan kegagalan dalam
mengidentifikasi masalah yang nyata dan kompleks.
Selain itu menurut Rusdiana (2015), terdapat beberapa pendekatan dalam penanganan
konflik, yakni;
1. Musyawarah
a. Lakukan identifikasi masalah, dengan mencari informasi dari pihak-pihak yang konflik
atau yang mengetahui konflik.
b. Pertemukan kedua pihak dalam forum dialog yang dipandu oleh pimpinan,
c. Pimpinan memantau realisasi hasil musyawarah.
Campur tangan pihak ketiga diperlukan apabila pihak-pihak yang bertentangan tidak ingin
berunding atau telah mencapai jalan buntu. Hal ini dilakukan untuk mencegah pertikaian
antara anggota yang menyebabkan stagnasi meta-organisasi, maka diperlukan arsitektur
organisasi yang dapat menyelesaikan perselisihan internal melalui penegakan eksternal.
3. Konfrontasi
4. Tawar-menawar (Bargaining)
5. Kompromi
Pendekatan kompromi dilakukan untuk mengatasi konflik dengan cara pencarian jalan
tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bertentangan. Sikap yang diperlukan
agar dapat melaksanakan kompromi adalah salah satu pihak bersedia merasakan dan
mengerti keadaan pihak lain. Kedua pihak tidak ada yang menang atau kalah, masing-
masing memberi kelonggaran atau konsesi. Kedua kubu mendapatkan apa yang di
inginkan tetapi tidak sepenuhnya, dan kehilangan tetapi tidak sepenuhnya juga. Kolaborasi
biasanya dianggap sebagai metode terbaik untuk mengatasi konflik. Ini disebut
pendekatan win-win approach. Tidak perlu kedua belah pihak untuk menyerahkan posisi
yang dihargai. Sebaliknya, kedua belah pihak akan saling terbuka untuk mencari tujuan
baru yang lebih tinggi.
Sementara Thakore (2013), menjelaskan mengenai solusi pemecahan dari konflik dalam
organisasi adalah sebagai berikut;
1. Mediasi: mediasi adalah bentuk resolusi konflik yang paling umum. Hal ini melibatkan
orang yang mandiri dan tidak memihak yang membantu dua individu atau kelompok
mencapai solusi yang dapat diterima semua orang. Mediasi dapat berhasil apabila
kedua belah pihak memberikan kepercayaan kepada mediator.
2. Konsiliasi dan konsultasi: solusi konflik ini dapat katakan kurang formal karena solusi
konflik ini lebih ke sukarela, atau kerelaan pihak yang berkonflik.
3. Meningkatkan sumber daya: penanganan konflik ini merencanakan dan berpikir
kedepan tentang distribusi sumber daya yang tepat.
Dari paparan di atas, maka jelaslah bahwa konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi
harus terkelola dengan baik dan persoalan konflik ini akan selalu muncul atau hadir di
setiap kesempatan. Oleh karena itu manajemen sumber daya manusia dalam organisasi
merupakan suatu keharusan termasuk dalam mengelola konflik dalam organisasi. Jadi
dapatlah kita tarik benang merahnya, bahwa upaya dalam mengelola konflik di tempat kerja
masih relevan pada organisasi saat ini.
Contoh Kasus:
Konflik ini merupakan salah satu problem yang baik karena menunjukkan sisi produktivitas
dari sebuah organisasi. Selain itu, pertentangan ide bisa berpotensi untuk menjadi ruang
lahirnya ide yang lebih baik.Ketika pertentangan ide terjadi dengan intensitas yang sangat
tinggi, tidak jarang suasana tim menjadi tidak kondusif. Akan lebih parah lagi apabila konflik
ini malah membuat produktivitas tim terganggu.
Langkah paling baik untuk dilakukan adalah berbicara satu sama lain dengan kooperatif.
Dari situ, masing-masing pihak bisa mencari jalan tengah dari perbedaan ide yang mereka
sampaikan.
Jika perlu, libatkan pihak lain sebagai penengah, entah itu bos atau rekan kerja. Mereka
bisa menjadi penengah atau pihak yang menilai mana ide yang paling efektif untuk
diterapkan sebagai solusi.
Sumber Ref :
Dreu, C. Κ. W. De, Dierendonck, D. van, & Dijkstra, M. T. M. (2004). Conflict at Work and
Individual Well-Being. International Journal of Conflict Management, 15(1), 6–26.
Guetzkow, H., & Gyr, J. (1954). An Analysis of Conflict in Decision-Making
Groups. International Journal of Human Relations, 7(3), 376–382.
Jawaban :
Pada dasarnya pengendalian ditujukan untuk memastikan apakah kegiatan berjalan sesuai
dengan rencana. Coba Anda diskusikan bagaimana menciptakan pengendalian yang efektif?
berikan contohnya.
Jawaban :
Untuk menciptakan pengendalian yang efektif ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu
sebagai berikut :
1. Menetapkan standard an metode pengukurannya.
Sebelum melangkah lebih jauh, standar dengan metode pengukurannya harus
ditetapkan lebih dulu. Langkah awal untuk menciptakan pengendalian yaitu membuat
standar prestasi yang ingin dicapai.Standar prestasi dan metode pengukur prestasi harus
ditetapkan terlebih dahulu untuk menciptakan pengendalian yang efektif. Adapun
standar yag ditetapkan disarankan dapat dirumuskan dengan kata-kata yang jelas, hal
itu dilakukan agar prestasi yang dirumuskan dapat diukur. Penggunaan angka-angka
kuantitatif dapat membantu mengukur kejelasan standar tertentu terutama dalam
sistem pengendalian dalam suatu kegiatan.
2. Standar yang jelas mudah diperoleh pada perusahaan manufaktur.
Kualitas suatu produk dapat dilihat melalui ukuran atau spesifikasi produk dan standar
untuk spesifikasi produk relative mudah ditentukan. Standar – standar harus dibuat agar
dapat melihat kualitas pada pelayanan tersebut. Target yang lebih umum, baik untuk
manufaktur maupun jasa dapat memasukkan target atau kuota penjualan atau target
keuntungan.
3. Melakukan Pengukuran Prestasi
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan dalam pengendalian yang efektif yaitu
mengukur prestasi. Pengukuran prestasi merupakan kegiatan yang dilakukan berulang-
ulang & Frekuensi pengukuran prestasi akan tergantung dengan situasi yang dihadapi.
Pengukuran prestasi harus dilakukan dengan timing yang tepat agar pengendalian yang
dilakukan lebih efektif. Adapun pengukuran prestasi ini dilakukan untuk melaju ke
proses selanjutnya yaitu membandingkan dengan standar yang sudah ditetapkan
sebelumnya.
4. Membandingkan Prestasi Yang Dicapai Dengan Standar
Setelah menetapkan prestasi yang ingin dicapai dan dilakukan pengukuran prestasi yang
berhasil dicapai, tahap selanjutnya yaitu membandingkan.
Prestasi yang sudah dicapai harus dibandingkan dengan standar prestasi yang hendak
dicapai pada langkah pertama. Apabila prestasi yang dicapai melebihi standar yang telah
ditentukan, berarti kegiatan tersebut berjalan dengan lancar.
Contoh :
Pengendalian efektif dalam sebuah kegiatan yaitu sebuah perusahaan makanan akan
meluncurkan produk terbaru dengan menetapkan beberapa capaian yang ingin dicapai
baik dari segi kesenangan konsumen maupun pendapatan, setelah produk tersebut
dijual belikan maka perlu dilakukan perbandingan apakah capaian yang sudah
ditetapkan sebelumnya dapat dijangkau oleh peseusahaan atau tidak, apabila sudah
mencapai standar maka produk tersebut dapat diproduksi terus menerus, namun jika
belum mencapai standar maka perlu dilakukan perbaikan entah itu dari produknya atau
standar capaian yang sudah ditetapkan.