Anda di halaman 1dari 10

NAMA : Jihan Safira Rospitasari Harun Sally

NIM : 220022301019

JURUSAN : S2 ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

MATA KULIAH : Teori Organisasi & Kepemimpinan

TUGAS : 2A&B

TUGAS 2A

1. Jelaskan mengapa saat ini dituntut untuk mengembangkan kolaborasi ditempat kerja

sebagai budaya kerja baru?

Jawab :

Karena didalam dunia kerja kita tidak mungkin mengerjakan segala sesuatunya sendiri.

Maka dari itu saat ini dituntut untuk mengembangkan kolaborasi ditempat kerja sebagai

budaya kerja baru yang tentunya kita sudah mengetahui kolaborasi yaitu bekerja sama

dengan satu orang atau lebih menuju tujuan bersama yang menguntungkan tim atau

perusahaan. Manfaat dari kolaborasi ditempat kerja sangat banyak yakni membantu

memecahkan sebuah masalah, mengetahui dan menganalisis potensi diri. Selain itu,

kolaborasi juga akan sangat menguntungkan bagi perusahaan. Kemudian jika

kolaborasi berlangsung efektif, maka biaya yang dikeluarkan perusahaan juga semakin

efektif, menciptakan perusahaan yang kompetitif dan kreatif. Selain itu, juga dapat

menurunkan angka karyawan yang resign.

2. Uraikan lima kompenen utama dalam kolaborasi?

Jawab :

Noorsyamsa Djumara (2009) :

I. Collaborative Culture. Seperangkat nilai-nilai dasar yang membentuk tingkah

laku dan sikap bisnis. Di sini yangdimaksudkan adalah budaya dari orang-orang

yang akan berkolaborasi.


II. Collaborative Leadership. Suatu kebersamaan yang merupakan fungsi

situasional dan bukan sekedar hirarki dari setiap posisi yang melibatkan setiap

orang dalam organisasi.

III. Strategic Vision. Prinsip-prinsip pemandu dan tujuan keseluruhan dari organisasi

yang bertumpu pada pelajaran yang berdasarkan kerjasama intern dan terfokus

secara strategis pada kekhasan dan peran nilai tambah di pasar.

IV. Collaborative Team Process. Sekumpulan proses kerja non birokrasi yang

dikelola oleh tim-tim kolaborasi dari kerjasama profesional yang bertanggung

jawab penuh bagi keberhasilannya dan mempelajari keterampilan-keterampilan

yang memungkinkan mereka menjadi mandiri.

V. Collaborative Structure. Pembenahan diri dari sistem-sistem pendukung bisnis

(terutama sistem informasi dan sumberdaya manusia) guna memastikan

keberhasilan tempat kerja yang kolaboratif. Para anggotanya merupakan

kelompok intern yang melihat organisasi sebagai pelanggan dan terfokus pada

kualitas di segala aspek kerjanya.

3. Jelaskan tujuh nilai dasar dalam mengembangkan kolaborasi?

Jawab :

Djumara mengidentifikasi tujuh nilai dasar (the seven core value) dalam pembentukan

kolaborasi. Ketujuh nilai dasar tersebut sebagai berikut :

i. Saling menghormati terhadap orang lain (respect for people)

Masing-masing anggota kolaborasi, baik kolaborasi antarindividual maupun

secara kelompok/kelembagaan harus saling menghormati dan menghargai satu

sama lain sehingga mereka merasa nyaman, familier, dan saling respect dalam

melaksanakan program-program yang terkolaborasikan. Betapa kondisi yang

semacam ini sangat diperlukan agar mereka bisa berinteraksi dan berkomunikasi
secara intensif, terutama dalam membicarakan, memperbincangkan, dan

berdiskusi dalam rangka mencari cara dan solusi yang paling tepat terkait

dengan program kerja ataupun pelaksanaan tugas-tugas mereka secara

kolaboratif.

ii. Saling menghargai dan berintegritas (honor and integrity) Masing-masing pihak

yang berkolaborasi (baik kolaborasi antarindividu maupun secara

kelompok/kelembagaan) harus saling menghargai, baik menghargai terhadap

personalnya, ide-idenya, maupun terhadap keahlian yang dimiliki oleh masing-

masing anggota kolaborasi. Sikap saling menghargai satu sama lain ini

selanjutnya digunakan untuk membangun integritas yang kuat dalam proses

berkolaborasi.

iii. Rasa memiliki dan saling berserikat (ownership and alignment) Antara anggota

yang satu dan anggota yang lain perlu ditumbuhkembangkan adanya rasa saling

memiliki dan saling berserikat secara sejajar, baik terhadap personalnya maupun

terhadap aset-aset organisasi yang dialokasikan atau yang diperoleh atas

adanya pembentukan kolaborasi.

iv. Konsensus (consensus) Masing-masing kolaborator hendaknya mengedepankan

terciptanya spirit of consensus, yakni semangat dalam mengedepankan sikap

yang demokratis dalam membahas program kerja ataupun di dalam melakukan

penanggulangan masalah yang terkait dengan proses penyelenggaraan

kolaborasi.

v. Penuh rasa tanggung jawab dan sikap yang akuntabel (full responsibility and

accountability) Perlu dibangunnya rasa tanggung jawab secara penuh serta

tindakan-tindakan yang akuntabel terhadap penyelesaian pekerjaan dan

permasalahan, terutama adanya kemungkinan tanggung gugat atau

ketidakpuasan yang berasal dari pihak ketiga.


vi. Hubungan saling memercayai (trust-based relationship) Perlu diciptakan

terjadinya pola hubungan dan sikap saling percaya serta sikap jujur dari masing-

masing anggota kolaborasi sehingga tidak ada pihak-pihak tertentu yang merasa

dirugikan, yang berdampak pada melemahnya kinerja yang dibangun melalui

kolaborasi itu.

vii. Pengakuan dan pertumbuhan (recognition and growth) Perlu dikembangkan

sikap saling mengakui terhadap prestasi kerja yang diperoleh sesama anggota

kolaborasi serta mengedepankan semangat untuk selalu menumbuhkan kualitas

kinerja yang positif terhadap proses penyelenggaraan kolaborasi yang telah

digagas dan dilaksanakan selama ini sehingga kolaborasi tersebut selalu

mengalami pertumbuhan yang pesat

4. Berikan contoh bagaimana mengembangkan kolaborasi di tempat kerja anda dengan

memperhatikan empat hal utama dalam menciptakan lingkungan kerja yang

bertanggung jawab?

Jawab :

Mengembangkan kolaborasi ditempat kerja saya adalah dengan aktif mendengar ide,

saran, ataupun feedback yang dilontarkan oleh rekan kerja. Meskipun diri sendiri

memiliki gagasan tersendiri terkait proyek yang akan dijalankan, tidak ada salahnya

untuk mempertimbangkan ide dari orang lain. Sebab, dari situ bisa jadi akan tercipta

hasil yang brilian dari idemu dan ide rekan-rekan kerja saya. Kemudian, Dikarenakan

kolaborasi akan melibatkan banyak orang, bersikap terbuka merupakan salah satu

cara yang tepat untuk meningkatkan atau mengembangkan kolaborasi ditempat kerja,

hal ini kita harus terbuka dengan ide-ide yang keluar dari rekan kerja kita, trima dengan

baik, lalu sikapi dengan terbuka jika ada ide yang menurut kita kurang cocok untuk

digunakan dalam suatu proyek.Terakhir menjaga komunikasi adalah hal yang penting
dalam berkolaborasi karena jika ada sesuatu yang kurang jelas dalam suatu proyek,

sebaiknya segera komunikasikan hal tersebut kepada rekan kerja.

5. Uraikan tugas tahap proses kolaborasi?

Jawab :

I. Tahap I problem setting step. Tahap ini disebut sebagai pemetaan masalah

yang meliputi identifikasi berbagai permasalahan atau bidang-bidang yang akan

dikolaborasikan dengan pihak lain, sumber-sumber yang dibutuhkan, serta

penyusunan kesepakatan tentang berbagai hal (termasuk kesepakatan

kewenangan, tanggung jawab, pendanaan, dan sebagainya) dari masing-masing

pihak yang berkolaborasi.

II. Tahap II direction setting step . Tahap ini merupakan penyusunan aturan

dasar (anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang sering dikenal dengan

istilah (AD/ART). Penyusunan agenda kegiatan serta pembentukan sub-

suborganisasi atau teamwork serta pola-pola pengorganisasiannya juga perlu

dibahas secara matang dan mendapatkan kesepakatan dari semua anggota

kolaborasi, termasuk menyusun sistem penyatuan informasi, menentukan pilihan

program kegiatan dan melakukan berbagai agreement terkait dengan bidang-

bidang yang dikolaborasikan.

III. Tahap III implementation step Aturan atau anggaran dasar (AD/ART) yang

telah disepakati bersama tersebut selanjutnya dijadikan sebagai guidance dalam

melaksanakan kegiatan. Hal yang tidak boleh ditinggalkan dalam pelaksanaan

kegiatan kolaboratif ini adalah sistem monitoring dan evaluasinya. Sebelum

tahap implementasi ini benar-benar dieksekusi, diperlukan beberapa tahapan

penting proses kolaborasi agar kolaborasi itu dapat memperoleh hasil yang

maksimal. Berapa tahapan penting dalam mengeksekusi pelaksanaan kolaborasi


tersebut meliputi: 1) tahap inisiasi dan motivasi, 2) tahap penyiapan media

komunikasi dan informasi, 3) tahap analisis bersama terhadap situasi, 4) tahap

pelaksanaan negosiasi dan kesepakatan di antara para stakeholder, 5) tahap

pengembangan kapasitas perubahan, 6) tahap penyusunan model kemitraan

dan analisis pelaksanaan, 7) tahap penyusunan dan pemeliharaan proses, 8)

tahap pembuatan keputusan, serta 9) tahap penyusunan mekanisme

penanggulangan konflik internal.

6. Sebutkan fungsi-fungsi kepemimpinanan kolaborasi dan bagaimana polapola perilaku

kepemimpinaan kolaboratif ditempat anda bekerja, jelaskan dengan singkat?

Jawab :

Fungsi dari Kepemimpinan kolaborasi yaitu yang berusaha mengumpulkan masukan

dan ide dari berbagai sumber sebelum mengambil keputusan atau mengambil tindakan.

Kepemimpinan kolaboratif adalah bentuk manajemen yang relatif baru yang

menempatkan pemimpin tradisional dalam peran fasilitator daripada penguasa otoriter.

Kolaborati ini juga berdedikasi pada pola pikir kelompok selain pola pikir kepemimpinan,

individu-individu ini harus mengembangkan serangkaian sifat dan karakteristik khusus

untuk memastikan mereka mampu menyeimbangkan kepemimpinan dan manajemen

dengan fasilitasi dan bimbingan. Seringkali, manajer kolaboratif menunjukkan

keterampilan dan kualitas dari :

I. Memercayai

II. Motivasi

III. Delegasi

IV. Komunikasi

V. Mengambil Resiko

VI. Cerdas, Transparan.


TUGAS 2B

1. Apa yang perlu dilakukan dalam menciptakan kultur ditempat kerja agar kehormatan,

kepercayaan dan kejujuran dijadikan norma dari budaya kerja ?

Jawab :

 Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya

yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan dengan tujuan-tujuan

perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya organisasinya kuat, nilai-

nilai bersama dipahami secara mendalam,dianut, dan diperjuangkan oleh

sebagian besar para anggota organisasi (karyawan perusahaan). Budaya yang

kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja

perusahaan sebagaimana dinyatakan oleh Deal & Kennedy (1982), Minner

(1990), Robbins (1990), karena menimbulkan antara lain sebagai berikut :

I. Nilai-nilai kunci yang salinng menjalin, tersosialisasikan,

menginternalisasi, menjiwai pada para anggota, dan merupakan

kekuatan yang tidak tampak;

II. Perilaku-perilaku karyawan secara tak disadari terkendali dan

terkoordinasi oleh kekuatan yang informal atau tidak tampak;

III. Para anggota merasa komit dan loyal pada organisasi;

IV. Adanya musyawarah dan kebersamaan atau kesertaan dalam hal-hal

yang berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan, dan penghormatan

terhadap karyawan;

V. Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada nilai atau tujuan

organisasi;

VI. Para karyawan merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan

kontribusinya, yang sangat rewarding.


VII. Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan

kegiatan-kegiatan perusahaan;

VIII. Berperngaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek: pengarahan

perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota

organisasi, dan kekuatannya, yaitu menekan para anggota untuk

melaksanakan nilai-nilai budaya;

IX. Budaya berpengaruh terhadap perilaku individual maupun kelompok.

2. Bagaimanakah menciptakan lingkungan kerja dengan orang-orang yang berkeinginan

mengambil tanggungjawab untuk suksesnya perusahaan dan yang akan diperhitungkan

sebagai hasil kerja mereka?

Jawab :

Menurut Sedarmayanti (2015) menyatakan bahwa jenis-jenis lingkungan kerja terbagi

menjadi dua yaitu:

a. Lingkungan kerja yang langsung berhubungan dengan pegawai seperti

pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya.

b. Lingkungan perantara ataulingkungan umum dapat juga disebut

lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya

temparatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan

getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain-lain

c. Faktor lingkungan sosial Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh

terhadap kinerja kryawan adalah latar belakang keluarga, yaitu antara

status keluarga, jumlah keluarga, tingkat kesejahteraan dan lain-lain.

d. Faktor status sosial Semakin tinggi jabatan seseorang semakin tinggi

kewenangan dan keleluasaan dalam mengambil keputusan.


e. Faktor hubungan kerja dalam perusahaan Hubungan kerja yang ada

dalam perusahaan adalah hubungan kerja antara karyawan dengan

karyawan dan antara karyawan dengan atasan.

3. Dan bagaimana mulai merubah budaya dan kebiasaan lama menuju kepada lingkungan

kerja yang berarti, akan tetapi bukan yang menantang atau menghadang kita?

Jawab :

 Merubah budaya dan kebiasaan lama menuju kepada lingkungan kerja yang

berarti bukan perkara mudah, karena sekali budaya sudah terkristalisasi ke

dalam masing-masing anggota dan tersistem dalam kehidupan, maka para

anggota (karyawan) akan cenderung mempertahankannya tanpa memperhatikan

apakah budaya tersebut functional atau disfunctional terhadap kehidupan

organisasi. Dengan kata lain perubahan budaya hampir selalu berhadapan

dengan resistensi para karyawan, sehingga perubahan budaya seringkali

berjalan secara gradual dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

 Perubahan budaya umumnya diawali dengan adanya krisis organisasi (vicious

cyrcle) yakni ketika organisasi berusaha mengatasi situasi kritis baik yang

berasal dari dalam organisasi maupun dari luar lingkungan organisasi. Namun

demikian tidak berarti bahwa pada tahap pertumbuhan tidak dimungkinkan

adanya perubahan budaya organisasi. Hal ini berarti bahwa pada setiap tahap

organisasi dimungkinkan adanya perubahan budaya, hanya yang membedakan

adalah tujuan dari perubahan tersebut. Meski sebagai manusia kita sadar bahwa

perubahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, namun ketika

perubahan itu menimpa diri kita belum tentu kita mau menerimanya dengan

sukarela. Ada beberapa bentuk resistensi (perlawanan) terhadap perubahan

budaya yaitu :
a. Culture of denial (Pengingkaran); Munculnya persepsi tentang

pengingkaran komitmen perusahan kepada karyawan untuk tetap

mempertahankan lingkungan kerja yang kondusif

b. Culture of fear (Ketakuatan); Munculnya kekhawatiran, stres, depresi dan

takut terhadap dampak perubahan yang akan terjadi.

c. Culture of cynism (Sinisme); Munculnya persepsi bahwa perubahan

budaya hanya rekayasa sebagian orang dan tidak sungguh-sungguh

serta hanya untuk kepentingan sebagian pihak saja

d. Culture of self-interest (Mementingkan diri sendiri); Munculnya sikap dan

perilaku mementingkan diri sendiri dengan mencari peluang di luar

perusahaan.

e. Culture of distrust (Ketidakpercayaan); Munculnya perasaan saling curiga

terhadap sesama mitra kerja (horizontal) dan kepada eksektufi (vertical).

f. Culture of anomie (Ketidakstabilan social); Munculnya perubahan sosial

akibat perubahan gaya kepemimpinan, sikap, pola pikir dan perilaku yang

lama.

Anda mungkin juga menyukai