Disusun oleh :
Tiga tahapan koalisi menjadi penting karena advokat perlu untuk memahami dan
mengamati sasaran yang akan diadvokasi, anggota koalisi sudah cukup kuat atau kurang
untuk membahas isu standar Hygiene Sanitasi Makanan Pedagang Kaki Lima . Sehingga
setiap anggota yang berkoalisi memiliki peran-peran strategis untuk mencapai tujuan
advokasi.
Terdapat 3 peran yang akan diperankan oleh anggota koalisi. Ini berupa segitiga
koordinatif kerja penduduk advokasi yang akan berperan untuk membahas isu standar
Hygiene Sanitasi Makanan Pedagang Kaki Lima.
1) Kerja Garis Depan: Tugas anggota koalisi pada kerja garis depan, biasanya akan
selalu tampil pada kesempatan pertemuan-pertemuan sebagai juru bicara, perunding,
pelobi, dan menjaring relasi;
2) Kerja Basis: Tugas anggota koalisi pada kerja basis akan membangun basis massa,
memberikan pendidikan politik pada kader yang berkepentingan terlibat dalam proses
advokasi, dan menggerakan / mobilisasi Aksi;
3) Kerja Pendukung: Tugas anggota koalisi pada pendukung akan menggalang sumber
daya berupa dana, logistik, informasi, dan data mengenai gambaran Hygiene Sanitasi
Makanan Pedagang Kaki Lima.
III. Peran dalam Koalisi
2) Memilih solusi
Solusi standar Hygiene Sanitasi Makanan Pedagang Kaki Lima akan menjadi solusi
yang baik apabila ada beberapa kriteria:
1) Solusi perlu kompatibel untuk semua stakeholder. Bisa diterima dengan mudah
oleh sasaran yang akan diadvokasi bukan anggota koalisi.
2) Solusi perlu fleksibel untuk modifikasi/ mudah dirubah lebih memungkinkan
untuk berhasil.
3) Solusi perlu lebih reversibel/ kemungkinan untuk bisa diterima. 4) Relatif unggul
dari solusi-solusi yang lain.
4) Solusi perlu memiliki kompleksitas rendah dan lebih mudah dipahami dan
dikomunikasikan.
5) Solusi perlu lebih murah/cost-eficiency.
6) Resiko minimal contohnya tidak melanggar hak asasi manusia dan tidak
melanggar sara.
Dari pembelajaran ini, hal-hal yang perlu diperhatikan, dan dapat menjadi tips keberhasilan
melakukan Networking:
1) Sebisa mungkin untuk menghindari struktur formal karna membutuhkan pengurusan
administrasi yang panjang, misalnya harus membuat SK Bupati yang mana dapat
terkendala aturan birokrasi. Namun masih dapat dilakukan apabila sangat dibutuhkan,
misalnya harus kerjasama lintas sektor di Pemerintah Daerah.
2) Ketika kolaborasi harus ada struktur formal, maka perlu sekali untuk menjaga interaksi
secara informal;
3) Sebaiknya melakukan pendelegasian tanggung jawab seluas mungkin kecuali untuk hal
strategis dan hanya menjadi kewenangan pemangku kepentingan;
4) Saat ada hal yang harus diputuskan sebaiknya menjadi keputusan bersama;
5) Terus berusaha memahami kendala dan kekurangan stakeholder saran advokasi;
6) Menjaga kelancaran komunikasi, sebagai advokat sebaiknya tidak menunggu untuk
dihubungi, harus bisa menjaga komunikasi baik dan sehat agar tidak terputus antar
anggota koalisi.
VI. Tingkat otonomi dan Tingkat Komitmen dalam Kolaborasi atau Kerjasama
1) Otonomi Rendah : Otonomi kebijakan hanya dipegang oleh 1 pihak/ anggota saja.
Artinya kerjasama tidak terlalu dibutuhkan, jadi sifatnya mengambil alih
• Partnership formal (1 pihak saja yang kerja)
• Kesepakatan kebijakan
• Kolaborasi
• Koordinasi
• Mencari/menyediakan dukungan
• Mencari/menyediakan jasa konsultasi
2) Otonomi Tinggi : Karena kerjasama sudah sangat bagus, pembagian tugas sudah
bagus, dan pendelegasian sudah berjalan baik, koordinasi berjalan baik, sehingga
otonomi atau pengerjaan oleh masing-masing anggota menjadi tinggi .
• Mencari/menyediakan saran
• Diskusi
• Membentuk Jejaring
• Sharing Informasi
• Kerja Mandiri