Anda di halaman 1dari 8

2.

FAKTOR

faktor lingkungan,

perilaku

faktor pelayanan umum

3. TUJUAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT KERJA ADALAH

a. Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja.

b. Menurunkan angka absensi tenaga kerja.

c. Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan kerja.

d. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, medukung dan aman.

e. Membantu berkembangnya gaya kerja dan gaya hidup yang sehat

4. SRATEGI YANG DIGUAKAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPA KERJA

A. Implementasi program perubahan gaya hidup karyawan (Berhenti merokok, Program


Fitness, Meningkatkan nutrisi, pengurangan stress dll).

B. Program konsultasi dan penilaian resiko kesehatan di perusahaan.

C. Menunjukkan dukungan manajemen terhadap program promosi kesehatan khususnya


membangun pernyataan misi promosi kesehatan perusahaan.

D. Membangun budaya organisasi yang fleksibel, dukungan masyarakat, responsif terhadap


kebutuhan karyawan.

E. Membangun kebijakan perusahaan untuk memelihara area bebas rokok dan minuman
keras dan narkoba di tempat kerja.

F. Membentuk komite kesehatan dan keselamatan kerja dan melakukan pertemuan secara
reguler.

G. Mengawasi efektivitas, biaya, keuntungan dan partisipasi dalam program promosi


kesehatan.

H. Membuat dan memelihara fasilitas promosi kesehatan dengan menghubungkan audit


kualitas lingkungan kerja pada interval reguler dan ambil langkah untuk identifikasi
alamat area yang bermasalah.

I. Komunikasi secara reguler dengan karyawan untuk menghormati promosi kesehatan


5. SASARAN KEGIATAN

a. Primer : Karyawan di tempat kerja.

b. Sekunder : Pengelola K3, serikat atau organisasi pekerja.

c. Tertier : Pengusaha dan manajer/ Direktur.

6. INDIKATOR YANG DIGUNAKAN

a. komitmen

- adatidaknya komitmen manager perusahaan yang tercemin dalam rencana umum


pengembangan promosi kesehatan di tempat kerja

-Adaidaknya komitmen seluruh jajaran yang tercemin dalam rencana operasional


promosi kesehatan di tempat kerja

b. sumber daya manusia

- adatidaknya petugas promosi kesehatan sesuai dg standar tenaga promisi kesehatan di


tempat kerja

- adatidaknya petugas promosi kesehatan dan petugas-petugas kesehatan yang terlatih

c. sarana peralatan

- adatidaknya sarana dan peraltan promosi kesehatan sesuai dengan standar sarana
peralatan promosi kesehatan ditempat kerja

d. dana

- ada tidaknya dana di perusahaan yang mencukupi untuk menyelenggarakan promosi


kesehatan di tempat kerja

7. PROGRAM YANG DIGALAKKAN


Advokasi

Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat dengan


membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam
bidang kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh
terhadap masyarakat. Dengan demikian, para pembuat keputusan akan mengadakan
atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, undang-undang,
instruksi yang diharapkan menguntungkan bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini
akan berhasil jika sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif
dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan organisasi
atau LSM dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa lobbying
melalui pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal terhadap para
pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang
mempengarui kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan. .( Wahid
Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).

Advokasi Kesehatan, yaitu pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil kebijakan
agar dapat memberikan dukungan masksimal, kemudahan perlindungan pada upaya
kesehatan (Depkes 2001). Menurut para ahli retorika Foss dan Foss et. All 1980,
Toulmin 1981 (Fatma Saleh 2004), advokasi suatu upaya persuasif yang mencakup
kegiatan-kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan rekomendasi tindak lanjut
mngenai sesuatu.

Organisasi non pemerintah (Ornop) mendefensisikan Advokasi sebagai upaya


penyadaran kelompok masyarakat marjinal yang sering dilanggar hak-haknya (hukum
dan azasi). Yang dilakukan dengan kampanye guna membentuk opini public dan
pendidikan massa lewat aksi kelas (class action) atau unjuk rasa.

1) Tujuan Advokasi

Tujuan umum advokasi adalah untuk mendorong dan memperkuat suatu perubahan
dalam kebijakan, program atau legislasi, dengan memperkuat basis dukungan sebanyak
mungkin.

2) Fungsi Advokasi

Advokasi berfungsi untuk mempromosikan suatu perubahan dalam kebijakan program


atau peraturan dan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak lain.

3) Persyaratan untuk Advokasi

a) Dipercaya (Credible), dimana program yang ditwarkan harus dapat meyakinkan


para penentu kebijakan atau pembuat keputusan , oleh karena itu harus didukung akurasi
data dan masalah.

b) Layak (Feasible), program yang ditawarkan harus mampu dilaksanakan secara


tejhnik prolitik maupun sosial.
c) Memenuhi Kebutuhan Masyarakat (Relevant)

d) Penting dan mendesak (Urgent), program yang ditawarkan harus mempunyai


prioritas tinggi

4). Pendekatan kunci Advokasi

a). Melibatkan para pemimpin/ pengambil keputusan

b). Menjalin kemitraan

c). Memobilisasi kelompok peduli.

2. Kemitraan

Di Indonesia istilah Kemitraan (partnership) masih relative baru, namun demikian


prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak saman dahulu. Sejak nenek
moyang kita telah mengenal istilah gotong royong yang sebenarnya esensinya kemitraan.

Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines Leader Forum” (NS
Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan, “Partnership is a formal cross sector relationship
between individuals, groups or organization who :

Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task

Agree in advance what to commint and what to expect

Review the relationship regulary and revise their agreement as necessary, and

Share both risk and the benefits

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan adalah suatu
kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-
organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut
ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan
kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat,dan saling berbagi baik
dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.

Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:

a) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu

b) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati bersama )

c) Saling menanggung resiko dan keuntungan

Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO pada konfrensi
internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan
dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat.
Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari dengan
kesetaraan.

Mengingat kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi, maka setiap pihak yang
terlibat didalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerjasama dan melepaskan
kepentingan masing-masing, kemudian membangun kepentingan bersama.Oleh karena
itu membangun kemitraan harus didasarkan pada hal-hal berikut:

a) Kesamaan perhatian (Commont interest) atau kepentingan

b) Saling mempercayai dan menghormati

c) Tujuan yang jelas dan terukur

d) Kesediaan berkorban baik waktu, tenaga maupun sumber daya yang lain.

2. Prinsip, Landasan dan Langkah Dalam Pengembangan Kemitraan

Dalam membangun Kemitraan ada tiga (3) prinsip kunci yang perlu dipahami oleh
masing-masing anggota kemitraan (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007), yakni :

a) Equity (Persamaan)

Individu, organisasi atau Individu yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa
“duduk sama rendah berdiri sama tinggi”.Oleh sebab itu didaam vorum kemitraan asas
demokrasi harus diutamakan, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada
yang lain karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain.

b) Transparancy (Keterbukaan)

Keterbukaan maksudnya adalah apa yang menjadi kekuatan atau kelebihan atau apa yang
menjadi kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota harus diketahui oleh
anggota lainnya.Demikian pula berbagai sumber daya yang dimiliki oleh anggota yang
Satu harus diketahui oleh anggota yang lain. Bukan untuk menyombongkan yang satu
tehadap yang lainnya, tetapi lebih untuk saling memahami satu dengan yang lain
sehingga tidak ada rasa saling mencurigai.Dengan saling keterbukaan ini akan
menimbulkan rasa saling melengkapi dan saling membantu diantara anggota.

c) Mutual Benefit ( Saling menguntungkan )

Menguntungkan disini bukan selalu diartikan dengan materi ataupun uang, tetapi lebih
kepada Non materi.Saling menguntungkan disini lebih dilihat dari kebersamaan atau
sinergitas dalam mencapai tujuan bersama.

Tujuh (7) landasan, yaitu : saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi (kaitan dengan
struktur); saling memahami kemampuan masing-masing (kapasitas unit/organisasi);
saling menghubungi secara proaktif (linkage); saling mendekati, bukan hanya secara
fisik tetapi juga pikiran dan perasaan (empati, proximity); saling terbuka, dalam arti
kesediaan untuk dibantu dan membantu (opennes); saling mendorong/mendukung
kegiatan (synergy); dan saling menghargai kenyataan masing-masing (reward).

Enam (6) langkah pengembangan : penjajagan/persiapan, penyamaan persepsi,


pengaturan peran, komunikasi intensif, melakukan kegiatan, dan melakukan pemantauan
& penilaian.

Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang Kesehatan.

Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai keadaan, masalah dan potensi
setempat adalah :

a) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan operasionalisasi


Indonesia Sehat.

b) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan, kegiatan


bersama, dll.

c) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan kemitraan dapat


berjalan lancar.

d) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.

e) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.

f) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).

g) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan, masalah
dan potensi yang ada.

Indikator Keberhasilan

a) Indikator input

Jumlah mitra yang menjadi anggota.

b) Indikator proses :

Kontribusi mitra dalam jaringan kemitraan, jumlah pertemuan yang diselenggarakan,


jumlah dan jenis kegiatan bersama yang dilakukan, keberlangsungan kemitraan yang
dijalankan.

c) Indikator output :

Jumlah produk yang dihasilkan, percepatan upaya yang dilakukan, efektivitas dan
efisiensi upaya yang diselenggarakan.

3. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata


‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan
bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan
kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas
dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan
berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa
kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan tidak
vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara
manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan
kekuasaaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan
sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan
kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal :

Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat berubah pemberdayaan
tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.

Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan
yang tidak statis, melainkan dinamis.

Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk
memahami konsep pemberdayaan secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman
latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas
diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian presepsi yang berbeda satu
dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah
meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.

Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an, dan kemudian


berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade 90-an atau akhir abad ke-
20 ini. Diperkirakan konsep ini muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti
Eksistensialisme, Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat dengan gelombang
New-Marxisme, freudialisme, aliran-aliran seperti Sturktualisme dan Sosiologi Kritik
Sekolah Frankfurt serta konsep-konsep seperti elit, kekuasaan, anti-astabilishment,
gerakan populasi, anti-struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil society
(Pranarka & Moeljarto, 1996).

Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan mobilisasi tetapi


partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini, perencana, agents dan masyarakat yang
dijadikan sasaran pembangunan bersama-sama merancang dan memikirkan
pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002)

Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah dijadikan sebuah


strategi dalam membawa masyarakat dalam kehidupan sejahtera secara adil dan merata.
Strategi ini cukup efektif memandirikan masyarakat pada berbagai bidang, sehingga
dibutuhkan perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
menggerakkan masyarakat melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit
(http://www.depkes.go.id/ ).
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan melalui program
pendampingan masyarakat (community organizing and defelopment), karena pelibatan
masyarakat sejak perencanaan (planning), pengorganisasian (Organising), pelaksanaan
(Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program dapat dilakukan
secara maksimal. Upaya ini merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
(Halim, 2000).

Anda mungkin juga menyukai